Anda di halaman 1dari 16

BAB III

GAMBARAN GEOGRAFIS WILAYAH KOTA PALOPO

3.1 Peta Administrasi


Peta administrasi merupakan peta yang memiliki informasi mengenai
batas-batas administrasi suatu daerah. Peta administrasi biasanya ditujukan untuk
memperkenalkan suatu daerah oleh pembuat peta kepada pembaca peta, baik dari
lokasi geografis maupun administrasinya, sehingga pembaca peta mengerti
kedudukan dari lokasi yang dimaksudkan. Peta administrasi selain
menggambarkan tentang batas-batas administrasi, juga sering ditambahkan berupa
bentukan-bentukan jalan dan sungai. Jalan dan sungai pada peta administrasi
dapat memberikan informasi singkat mengenai tata kota suatu daerah. Adapun
contoh peta administrasi sebagai berikut.
1. Peta Administrasi Negara
2. Peta Administrasi Provinsi
3. Peta Administrasi Kabupaten/Kota
4. Peta Administrasi Kecamatan
5. Peta Administrasi Desa/Kelurahan

Gambar 50. Peta Administrasi Kota Palopo


43

Gambar 50 adalah peta administrasi Kota Palopo. Peta ini berisi


informasi tentang ibukota kelurahan, ibukota kecamatan, ibukota palopo, batas
kabupaten, batas kecamatan, batas kelurahan, pelabuhan, gunung, garis pantai,
danau, sungai, jalan arteri, jalan kolektor, serta jalan lokal.
Berdasarkan data dari Kota Palopo Dalam Angka 2022, luas wilayah
Kota Palopo adalah 247,52 Km2. Secara astronomis Kota Palopo terletak antara
- Lintang Selatan dan - Bujur
Timur. Jarak antara Kota Palopo ke Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, Kota
Makassar, adalah 390 Km. Jarak seluruh ibukota kecamatan ke ibukota Kota
Palopo semua relatif dekat, berkisar antara 1-5 Km, yang terjauh adalah ibukota
Kecamatan Telluwanua dengan jarak tercatat sekitar 12,00 Km.
Iklim di Kota Palopo pada umumnya sama dengan daerah lainnya di
Indonesia yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Pada tahun 2021 bulan Januari menjadi bulan dengan curah hujan tertinggi yaitu
628 mm3 dengan jumlah hari hujan sebanyak 26 hari. Berdasarkan posisi
geografis, Kota Palopo memiliki batas-batas sebagai berikut.
1. Utara – Kecamatan Walenrang Kabupaten Luwu.
2. Selatan – Kecamatan Bua Kabupaten Luwu.
3. Barat – Kecamatan Tondon Nanggala Kabupaten Toraja Utara.
4. Timur – Teluk Bone.
Kota Palopo memiliki jumlah kecamatan sebanyak 9 dan 48 Kelurahan.
Kecamatan terluas di Kota Palopo adalah Kecamatan Wara Barat dengan luas
54,13 Km2 atau mencakup 21,87% dari luas Kota Palopo secara keseluruhan.
Sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Wara Utara dengan
luas 10,58 Km2 atau hanya sebesar 4,27% dari luas Kota Palopo. Berikut ini
adalah kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Palopo.
1. Kecamatan Wara Selatan
Luas wilayah Kecamatan Wara Selatan adalah 10,66 Km 2. Adapun
kelurahannya yaitu: Kelurahan Sampoddo, Kelurahan Songka, Kelurahan
Takkalala, dan Kelurahan Binturu.
2. Kecamatan Sendana
44

Luas wilayah Kecamatan Sendana adalah 37,09 Km2. Adapun


kelurahannya yaitu: Kelurahan Purangi, Kelurahan Mawa, Kelurahan Peta, dan
Kelurahan Sendana.
3. Kecamatan Wara
Luas wilayah Kecamatan Wara adalah 11,49 Km2. Adapun kelurahannya
yaitu: Kelurahan Amassangan, Kelurahan Tompotikka, Kelurahan Lagaligo,
Kelurahan Boting, Kelurahan Dangerakko, dan Kelurahan Pajalesang.
4. Kecamatan Wara Timur
Luas Kecamatan Wara Timur adalah 12,08 Km2. Adapun kelurahannya
yaitu: Kelurahan Benteng, Kelurahan Surutanga, Kelurahan Pontap, Kelurahan
Salekoe, Kelurahan Salotellue, Kelurahan Malatunrung, dan Kelurahan Ponjalae.
5. Kecamatan Mungkajang
Luas wilayah Kecamatan Mungkajang adalah 53,80 Km2. Adapun
kelurahannya yaitu: Kelurahan Mungkajang, Kelurahan Murante, Kelurahan
Latuppa, dan Kelurahan Kambo.
6. Kecamatan Wara Utara
Luas wilayah Kecamatan Wara Utara adalah 10,58 Km2. Adapun
kelurahannya yaitu: Kelurahan Sabbamparu, Kelurahan Batupasi, Kelurahan
Salubulo, Kelurahan Penggoli, Kelurahan Luminda, dan Kelurahan Pattene.
7. Kecamatan Bara
Luas wilayah Kecamatan Bara adalah 23,35 Km2. Adapun kelurahannya
yaitu: Kelurahan Rampoang, Kelurahan Temmalebba, Kelurahan Balandai,
Kelurahan To'bulung, dan Kelurahan Buntudatu.
8. Kecamatan Telluwanua
Luas wilayah Kecamatan Telluwanua adalah 34,34 Km2. Adapun
kelurahannya yaitu: Kelurahan Mancani, Kelurahan Salubattang, Kelurahan
Maroangin, Kelurahan Jaya, Kelurahan Sumarambu, Kelurahan Batu Walenrang,
dan Kelurahan Pentojangan.
9. Kecamatan Wara Barat
Luas wilayah Kecamatan Wara Barat adalah 54,13 Km2. Adapun
kelurahannya yaitu: Kelurahan Battang, Kelurahan Tomarundung, Kelurahan
Battang Barat, Kelurahan Lebang, dan Kelurahan Padang Lambe.
45

3.2 Peta Penggunaan Lahan


Peta penggunaan lahan merupakan sebuah peta yang berisi tentang hasil
dari penilaian terhadap sebuah lahan dengan melihat potensinya dimana faktor-
faktor seperti kondisi biofisik, ekonomi, dan sosial menjadi dasar untuk
perencanaan lahan dalam rangka untuk mencapai kelestarian lingkungan dan
meningkatkan produktivitas.
Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan
penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk
pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan,
industri. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan
keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan,
saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan
pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya.
Berikut adalah beberapa tujuan tata guna lahan.
1. Sebagai perlindungan lingkungan sekitar.
2. Menghindari lingkungan agar tidak berantakan.
3. Membangun sistem transportasi yang baik dan terintegrasi.
4. Menyediakan tempat untuk berlangsungnya berbagai kegiatan publik.
5. Untuk keselamatan dan keamanan penduduk.
Dengan adanya tata guna lahan yang baik dan teratur, akan memberikan
manfaat sebagai berikut.
1. Mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah.
2. Menjadikan pemerataan fungsi lahan yang baik sekaligus menjaga sumber
daya alam yang ada agar tidak rusak.
3. Menciptakan sebuah lahan hunian yang tertata dengan baik sekaligus
mengurangi terjadinya kepadatan penduduk pada hunian tersebut.
4. Dapat mengurangi kerugian apabila suatu waktu terjadi bencana alam yang
menimpa wilayah atau lingkungan tersebut.
Secara garis besar lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan
tak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari perumahan, industri, perdagangan,
jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak
terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi,
46

ruang terbuka) dan lahan tak terbangun non aktifitas kota (pertanian, perkebunan,
area perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam).

Gambar 51. Peta Penggunaan Lahan Kota Palopo

Gambar 51 adalah peta penggunaan lahan Kota Palopo. Peta ini berisi
informasi tentang penggunaan lahan yang ada di Kota Palopo, diantaranya yaitu :
1. Industri, merupakan kawasan yang di dalamnya terdapat kegiatan memproses
atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya
mesin.
2. Makam, merupakan tanah tempat menguburkan jenazah.
3. Jalan, merupakan penghubung antara satu titik ke titik lain atau dari suatu
tempat ke tempat yang lain.
4. Sungai, merupakan aliran air permukaan yang berbentuk memanjang dan
mengalir secara terus menerus dari hulu ke hilir.
5. Kebun, merupakan sebidang tanah yang ditanami pohon musiman (buah-
buahan dan sebagainya).
6. Semak Belukar, adalah wilayah yang ditumbuhi pohon-pohon rendah,
berdaun kecil-kecil, dan berbatang keras.
47

7. Ladang, adalah sebidang tanah yang ditanami pohon musiman (buah-buahan


dan sebagainya).
8. Pemukiman, adalah wilayah tempat untuk mendirikan rumah / tempat tinggal.
9. Sawah, adalah tanah yang digarap dan diairi untuk tempat menanam padi.
10. Tambak, adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan
dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan. Hewan yang dibudidayakan
adalah hewan air, terutama ikan, udang serta kerang.

3.3 Peta Geologi


Peta geologi merupakan gambaran mengenai informasi mengenai sebaran
dan jenis serta sifat batuan, umur, struktur, tektonika dan lain sebagainya yang
behubungan dengan sumber daya. Peta geologi terbagi menjadi beberapa macam
antara lain:
1. Peta Geologi Permukaan (Surface Geological Map)
Peta geologi ini merupakan peta yang memberikan informasi-informasi
geologi secara langsung terletak di bawah permukaan. Skala peta geologi
permukaan bervariasi yaitu antara 1 : 50.000 hingga lebih dari skala tersebut. Peta
ini bermanfaat untuk menentukan lokasi bahan bangunan, drainase, pencarian
sumber air dan juga pembuatan jalan.
2. Peta Singkapan (Outcrop Map)
Merupakan peta yang umumnya berskala besar dan juga mencantumkan
lokasi ditemukannya batuan padat. Peta ini memberi informasi yang berasal dari
pemboran serta sifat batuan dan kondisi strukturalnya. Peta singkapan berguna
untuk menentukan lokasi ditemukannya batuan tertentu.
3. Peta Ikhtisar Geologis
Peta yang memberikan informasi langsung mengenai formasi-formasi
yang tersingkap atau ekstrapolasi terhadap beberapa formasi yang masih tertutup
dengan lapisan endapan Holosen.
4. Peta Struktur
Peta yang memiliki garis-garis kedalaman yang dikonstruksikan pada
permukaan sebuah lapisan yang terletak di bawah permukaan.
5. Peta Isopach
48

Peta yang menggambarkan garis-garis yang menghubungkan titik-titik


sebuah formasi ataupun lapisan dengan ketebalan yang sama. Pada peta ini tidak
ditemukan konfigurasi struktural.
6. Peta Foto Geologi
Peta yang dibuat berdasarkan pada interpretasi dari foto udara. Peta ini
harus berdasarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan.
7. Peta Hidrogeologi
Peta yang menunjukkan kondisi air tanah yang terdapat pada daerah yang
dipetakan. Peta ini dapat diketahui juga lapisan kedap air dan tidak kedap air.

Gambar 52. Peta Geologi Kota Palopo

Gambar 52 adalah peta geologi Kota Palopo. Peta ini berisi informasi
tentang formasi batuan yang ada di Kota Palopo. Berikut ini adalah formasi
batuan yang terdapat di Kota Palopo.
1. Kls : Formasi Latimojong : Secara umum formasi ini mengalami pemalihan
lemah – sedang, terdiri atas serpih, filit, rijang, marmer, kuarsit, dan breksi
terkersikkan, diterobos oleh batuan beku menengah sampai basa, di Lembar
Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993) juga dijumpai batu lempung
49

mengandung fosil Globotruncana berumur Kapur Akhir, dengan lingkungan


pengendapan laut dalam. Tebal formasi lebih dari 1000 m.
2. Tplv : Batuan Gunungapi Lamasi : Lava andesit, basal, breksi gunung api,
batu pasir dan batu lanau, setempat mengandung feldspatoid, umumnya
terkloritkan dan terkersikkan, umurnya diduga Oligosen karena menindih
Formasi Toraja (Tets) yang berumur Eosen, sedang Formasi Toraja menurut
Simandjuntak, drr. (1991) berumur Paleosen. Tebal satuan tidak kurang dari
500 m.
3. Qa : Aluvium : Lempung, lanau , pasir, dan kerikil.
4. Tmpi : Batuan Terobosan : Umumnya batuan beku bersusunan asam sampai
menengah seperti granit, granodiorit, diorit, sienit, monzonit kuarsa dan riolit,
setempat dijumpai gabbro di G. Pangi. Singkapan terbesar di daerah G.
Paroreang yang menerus sampai daerah G. Gandadiwata di Lembar Mamuju
(Ratman dan Atmawinata, 1993). Umumnya diduga Pliosen karena
menerobos Batuan Gunung api Walimbong yang berumur Mio-Pliosen, serta
berdasarkan kesebandingan dengan granit di Lembar Pasangkayu yang
berumur 3,35 juta tahun (Sukamto, 1975).

3.4 Peta Geomorfologi


Peta geomorfologi pada hakikatnya adalah suatu gambaran dari suatu
bentang alam (landscape) yang merekam proses-proses geologi yang terjadi di
permukaan bumi. Pada peta satuan geomorfologi sungai (fluvial), Proses-proses
geologi seperti erosi dan pengendapan sedimen termasuk di dalamnya. Satuan
geomorfologi seperti teras sungai (stream terrace) dan kipas aluvial (alluvial fans)
merupakan representasi dari proses-proses pengendapan pada suatu sistem sungai
dan menjadi dasar dalam penarikan batas pada peta geomorfologi. Metoda
pemetaan geomorfologi biasanya dilakukan dengan cara kombinasi antara
penafsiran foto udara (citra satelit), pemetaan lapangan terhadap bentuk bentang
alam, analisis laboratorium serta menggunakan hasil survei yang telah
dipublikasikan.
Cara yang paling efektif untuk mempelajari bentang alam adalah dengan
membuat peta geomorfologi yang menyajikan persebaran dari satuan-satuan
geomorfologi yang berbeda-beda. Pada dasarnya “peta geomorfologi” berbeda
50

dengan “peta geologi”, karena peta geomorfologi tidak memperlihatkan


penyebaran batuan, namun demikian ada hubungan yang erat antara bentuk
bentang alam dengan bebatuan yang mendasarinya, oleh karena itu peta
geomorfologi merupakan “wakil” yang berguna bagi peta geologi. Peta
geomorfologi juga dapat menunjukkan bagian dari sejarah Bumi. Peta geologi
menjelaskan sejarah pengendapan, Sedangkan peta geomorfologi dapat
menunjukkan sejarah erosi yang ditinggalkan.
Secara tradisional, ahli geomorfologi mempelajari bentang alam di
lapangan dengan cara mengamati melalui mata mereka sendiri dan juga secara
secara tidak langsung melalui foto udara dan peta topografi. Proses ini sudah sejak
lama dilakukan, terutama pada daerah daerah yang berhutan lebat sehingga sulit
untuk ditentukan bentuk bentang alamnya (morfologinya). Memindahkan hasil
penafsiran dari pengamatan lapangan atau dari foto udara kedalam peta dasar
seringkali kurang teliti. Dengan adanya peta topografi maka akurasi, ketelitian,
kelengkapan, dan koordinat yang tepat serta dalam bentuk digital maka akan
memudahkan dalam penafsiran bentang alam (morfologi).
Di setiap negara, perkembangan pemetaan geomorfologi mengikuti arah
yang berbeda-beda, sebagian karena kepentingan tertentu dan minat dari para ahli
geomorfologinya dan sebagian karena kenyataan yang berbeda atau persepsi yang
berbeda dari bentang alam yang dijumpainya. Sampai saat ini, hampir semua
pemetaan geomorfologi rinci telah dilakukan di Eropa oleh para ahli geomorfologi
Eropa. Secara umum, praktisi Amerika lebih tertarik dalam mempelajari bentuk-
bentuk bentang alam yang khas atau memetakan faktor-faktor dari suatu bentang
alam dibandingkan dengan mempelajari perkembangan bentang alam secara
komprehensif. Rendahnya minat terhadap penelitian secara komprehensif
kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya minat dalam geografi. Beberapa ahli
geomorfologi Eropa, termasuk Perancis, Cekoslowakia, dan Hungaria, telah
memilih satuan litologi-struktural sebagai unsur dasar dalam menganalisis
bentang alam (bentuklahan). Sedangkan negara lainnya, seperti Polandia, Rusia,
Rumania, dan Jerman, menganggap bentuk sebagai satuan dasar.
Tata cara pemetaan geomorfologi rinci dan legenda peta untuk peta skala
1:2.500.000 umumnya diikuti oleh negara-negara seperti Polandia, Rusia, dan
51

Jerman. Di Inggris, para ahli geomorfologi mengembangkan "sistem empiris"


yang didasarkan pada pembagian bentang alam ke dalam "lereng dan dataran".
Sistem yang sama telah diadopsi sama telah diadopsi oleh beberapa oleh beberapa
ahli geomorfologi dari Belgia dan Kanada karena mereka mampu memberikan
nilai kuantitatif untuk semua bentang alam, terutama untuk genesa dan kronologi
kejadiannya. Beberapa ahli geomorfologi telah berusaha untuk menggabungkan
pendekatan. Di Australia, Lembaga Penelitian Tanah dan hasil survei dari The
Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO)
mengembangkan sistem pemetaan geomorfologi untuk survei sumber daya
berdasarkan konsep satuan geomorfologi dan sistem tanah. Satuan geomorfologi
yang terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh permukaan tanah yang memiliki
asal yang sama dan memiliki bentuk topografi yang sama, tanah, vegetasi, dan
iklim. Sebuah sistem lahan adalah "gabungan dari satuan geomorfologi yang
secara geografis dan genetiknya saling terkait" (Kristen, 1958). Sistem ini perlu
disesuaikan lagi dengan survei tinjau berdasarkan informasi yang diperoleh dari
foto udara.

Gambar 53. Peta Geomorfologi Kota Palopo


52

Gambar 53 adalah peta geomorfologi Kota Palopo. Peta ini berisi


informasi tentang bentuk lahan yang ada di Kota Palopo, diantaranya yaitu :
1. Dataran Datar.
2. Dataran Miring.
3. Dataran Curam.
4. Perbukitan Rendah Datar.
5. Perbukitan Rendah Miring.
6. Perbukitan Rendah Curam.
7. Perbukitan Datar.
8. Perbukitan Miring.
9. Perbukitan Curam.

3.5 Jenis Tanah


Peta jenis tanah merupakan peta yang dibuat untuk menggambarkan
sebaran taksa tanah dalam kaitannya dengan kenampakan fisik dan budaya dari
permukaan bumi. Pada setiap peta jenis tanah akan digambarkan garis-garis batas
(delineasi) tanah-tanah yang dijumpai di lapangan. Garis batas tersebut berupa
poligon-poligon yang digambarkan pada peta jenis tanah yang biasa disebut
satuan peta tanah, merupakan tubuh tanah yang mewakili keadaan sebenarnya di
lapangan.
Menurut cara penyajiannya, peta tanah dibedakan menjadi empat jenis
yaitu:
1. Peta Tanah Bersimbolkan Titik (Point Soil Maps)
Peta yang menunjukkan lokasi titik-titik pengamatan yang
sesungguhnya dilakukan, disertai dengan nama taksa (kelas) tanah, satu atau lebih
sifat-sifat tanah. Peta ini memberikan beberapa keuntungan yaitu dapat
menyajikan secara langsung apa saja dan dimana telah dilakukan pengamatan.
Pengamatan hanya dilakukan pada beberapa lokasi, sehingga tidak seluruh daerah
survei diamati. Dalam peta ini tidak dapat diberlakukan pemodelan keragaman
spasial.
2. Peta Tanah Poligon Kelas-Areal
Daerah survei dibagi atas beberapa poligon dengan menggunakan garis
batas secara tegas. Masing-masing poligon diberi simbol dengan nama kelas dan
53

tiap-tiap kelas dijelaskan dalam legenda. Hampir semua peta survei tanah
disajikan dalam bentuk peta dalam kelompok ini dan dapat disajikan dengan
model vektor dalam Sistem Informasi Geografi.
Secara konseptual, peta ini memenuhi model diskrit dari variasi spasial.
Variasi yang memotong lanskap dapat dibedakan dengan batas tegas dalam daerah
yang relatif homogen. Variasi ini menentukan pembagian hierarki dari daerah
yang dipetakan ke dalam masing-masing kelas dan kemudian ke dalam delineasi
individual. Masing-masing delineasi termasuk dalam hanya satu kelas legenda.
Nama lain peta ini adalah peta tanah chrolopleth, yaitu peta yang menggunakan
gradasi rona atau warna yang berbeda untuk menyajikan perbedaan satuan peta.
Contohnya peta kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu.
3. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat dengan Metode Interpolasi.
Peta ini umumnya disajikan dengan isoline atau pada grid halus model
raster. Peta ini memperlihatkan kontinuitas sebaran sifat tanah yang diduga
dengan jalan interpolasi. Secara konseptual peta ini memenuhi model kontinyu
dari variasi spasial. Tidak ada batas yang tegas, semua variasi yang memotong
lanskap dianggap kontinyu.
4. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat Melalui Pengamatan Langsung di
Seluruh Daerah Survei.
Pada peta ini terdapat pengukuran aktual yang dilakukan pada tiap-tiap
titik. Peta ini umumnya disajikan dalam peta grid. Peta ini memperlihatkan
sebaran sifat tanah kontinyu yang diukur. Peta semacam ini sudah jarang
digunakan dan saat ini hanya digunakan dari parsel individu untuk "precision
farming". Contoh umum adalah peta elevasi, indeks vegetasi (bukan peta tanah)
yang menggunakan bantuan wahana satelit atau pesawat terbang atau survei
lapangan.
54

Gambar 54. Peta Jenis Tanah Kota Palopo

Gambar 53 adalah peta jenis Kota Palopo. Peta ini berisi informasi
tentang jenis tanah yang ada di Kota Palopo, diantaranya:
1. Aluvial Hidromorf, Glei Humus
Tanah aluvial hidromorf, yaitu tanah aluvial yang selalu jenuh air. Jenis
tanah ini mempunyai ciri-ciri fisik warna kelabu, bertekstur liat, dan memiliki
permeabilitas (water run off) lambat. Jenis tanah ini biasanya banyak digenangi
oleh air sehingga warnanya tua kelabu sampai kehitaman. Daerah penyebarannya
terdapat di berbagai ketinggian tetapi umumnya di dataran rendah dengan daerah
relatif datar sampai bergelombang.
Glei humus adalah suatu tanah yang terbentuk dari hasil endapan suatu
bahan yang sifatnya ialah aluvial. Tanah jenis ini terbentuk pada wilayah yang
tingkat curah hujannya tinggi, yaitu sekitar 1500 mm/tahun. Dataran rendah yang
berawa-rawa ialah persebaran dari jenis tanah ini dan kita bisa menemukannya di
tempat tersebut.
2. Aluvial Brown Forest Soil
Tanah Aluvial merupakan tanah endapan, dibentuk dari lumpur dan pasir
halus yang mengalami erosi tanah. Banyak terdapat di dataran rendah, di sekitar
55

muara sungai, rawa-rawa, lembah-lembah,maupun di kanan kiri aliran sungai


besar. Tanah ini banyak mengandung pasir dan liat, tidak banyak mengandung
unsur-unsur zat hara. Tanah ini biasanya bewarna coklat hingga kelabu dan peka
terhadap erosi. Kadar kesuburannya sedang hingga tinggi tergantung bagian induk
dan iklim.
3. Podsolik Merah Kuning
Tipe tanah podsolik merah-kuning (PMK) adalah jenis tanah mineral tua
dengan ciri warna kekuningan atau kemerahan. Di Indonesia, PMK banyak
ditemukan di Sumatra dan Jawa Barat. Warna kuning dan merah disebabkan
karena longgokan besi dan aluminium yang teroksidasi. Mineral lempung
penyusunnya didominasi oleh silikat.

3.6 Peta Curah Hujan


Peta curah hujan disebut juga dengan peta isohyet. Peta ini merupakan
salah satu jenis peta tematik yang menampilkan mengenai persebaran curah hujan
yang ada di suatu negara, khususnya di Indonesia. Peta isohyet atau peta curah
hujan ini menjelaskan daerah- daerah yang memiliki tingkat curah hujan yang
sama. Pembagian musim di Indonesia terdiri atas musim hujan dan musim
kemarau. Keduanya terbentuk karena proses terjadinya angin muson barat dan
proses terjadinya angin muson timur sehingga terbentuklah musim kemarau dan
musim penghujan. Namun demikian, kedatangan musim hujan dan musim
kemarau antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidaklah sama. Dengan
demikian perlu adanya suatu informasi yang menyatakan persebaran curah hujan
antara satu tempat dengan tempat yang lain. Dan informasi mengenai persebaran
tempat yang memiliki curah hujan yang sama dapat kita dapatkan dari peta
isohyet atau peta curah hujan.
Peta isohyet merupakan peta khusus, oleh karena itulah peta ini juga
dikeluarkan dan dipergunakan oleh lembaga khusus juga. Peta curah hujan
bukanlah peta yang bisa kita dapatkan secara bebas di toko buku atau toko yang
biasa menjual peta. Peta curah hujan bisa kita dapatkan di tempat- tempat tertentu.
Selain itu, peta curah hujan juga hanya akan diberikan kepada pihak- pihak yang
berkepentingan menggunakan peta ini saja.
56

Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh peta curah hujan atau peta
isohyet antara lain sebagai berikut:
1. Berisikan informasi mengenai curah hujan yang sama
Karakteristik utama yang dimiliki oleh peta curah hujan yakni ada di
isinya. Peta curah hujan berisikan informasi- informasi mengenai curah hujan
yang ada di suatu tempat. Peta curah hujan atau isohyet juga menandai tempat-
tempat yang memiliki curah hujan sama. Dengan demikian, melalui peta curah
hujan ini kita dapat melihat daerah mana saja yang memiliki tingkat curah hujan
yang sama.
2. Tidak memiliki banyak warna
Peta curah hujan merupakan peta khusus yang tidak memiliki banyak
warna. Peta curah hujan tidak terlalu memiliki banyak warna seperti peta pada
umumnya. Jikalau ada warna- warna yang tersebar maka warna itu merupakan
tanda besarnya curah hujan tertentu. Dan biasanya peta curah hujan ini dibatasi
garis yang jelas antara warna satu dengan warna lainnya. Hal ini karena setiap
daerah memiliki curah hujan yang berbeda- beda.
3. Tidak terlalu banyak simbol
Peta curah hujan atau peta isohyet merupakan peta khusus yang tidak
terlalu menggunakan banyak simbol seperti peta umum. Hal ini karena informasi
yang disampaikan juga sangat terbatas, yakni terbatas pada curah hujan saja.

Peta curah hujan banyak dimanfaatkan oleh pihak- pihak tertentu. Yang
menerbitkan peta curah hujan ini adalah lembaga yang berkaitan dengan keadaan
iklim, seperti Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG). Sementara itu pemakai
peta ini adalah pihak- pihak yang berkepentingan, seperti penyuluh pertanian.
57

Gambar 55. Peta Curah Hujan Kota Palopo

Gambar 55 adalah peta Curah Hujan Kota Palopo. Peta ini berisi
informasi tentang tingkat curah hujan di Kota Palopo yang terbagi dalam tiga
kelas, yaitu:
1. Rendah, dengan klasifikasi:
a. 0-10 mm
b. 11-20 mm
c. 21-50 mm
2. Sedang, dengan klasifikasi:
a. 51-75 mm
b. 76-100 mm
c. 101-150 mm
3. Tinggi, dengan klasifikasi:
a. 151-200 mm
b. 201-300 mm

Anda mungkin juga menyukai