Anda di halaman 1dari 15

BAB 1 PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Bumi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia seiring dengan
perkembangan teknologi manusia pun terpacu untuk memanfaatkan sumberdaya dengan
mengikuti kebutuhan manusia itu sendiri. Definisi unsur rupabumi adalah bagian permukaan
bumi yang berada di atas daratan dan permukaan laut serta di bawah permukaan laut yang dapat
dikenali identitasnya sebagai unsur alamat dan/atau unsur buatan manusia (Rais et al., 2008, p.
87). Unsur rupabumi berdasarkan (Manual for the Standardization of Geographical Names),
yaitu unsur bentang alam alami (natural landscape features), seperti gunung, bukit, sungai,
danau, laut, selat, pulau, termasuk unsur-unsur bawah laut, seperti palung, cekungan, gunung
bawah laut, dan sebagainya.
Tidak terlapas dari itu untuk memberikan nama tempat dalam rupa bumi disebut dengan istilah
toponimi. Apa itu toponimi? Toponimi adalah pengetahuan tentang asal usul nama tempat.
Toponimi merupakan bagian dari onomastik. Lebih jelasnya sebagai berikut. Pengetahuan
tentang nama itu disebut dengan onomastik. Onomastik terdiri atas dua cabang yang sudah
menjadi kajian tersendiri. Cabang pertama adalah antroponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji
riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan. Cabang kedua adalah toponimi, yaitu
pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi, 1993, p. 10).
Toponimi, dalam bahasa Inggris “toponym” secara harafiah artinya nama tempat di muka
bumi (“topos” adalah “tempat” atau “permukaan” seperti “topografi” adalah gambaran tentang
permukaan atau tempat-tempat di muka bumi, dan “nym” dari “onyma” adalah “nama”), dan
dalam bahasa Inggris kadang-kadang disebut “geographical names” (nama geografis) atau “place
names”. Ada istilah “topologi”, yaitu suatu cabang matematika yang berkaitan dengan sifat-sifat
geometri suatu figur yang tidak berubah jika ditransformasi dengan suatu cara tertentu
(Webster‟s New World Dictionary 1960). Dalam bahasa Indonesia kita pakai istilah “nama
unsur geografi” atau “nama geografis” atau “nama rupabumi”. Rupabumi adalah istilah bahasa
Indonesia untuk “topografi”.
Toponimi (Inggr. “toponymy”) mempunyai 2 pengertian : (Raper 1996)
1) Ilmu yang mempunyai obyek studi tentang toponim pada umumnya dan tentang nama
geografis khususnya, dan
2) Totalitas dari toponim dalam suatu region.
Dalam suatu kawasan selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan
dinamika masyarakat dan berbagai kegiatan yang ada, baik itu direncanakan ataupun tidak
direncanakan. Perkembangan wilayah atau kawasan ini tidak akan sama antara satu dengan
lainnya. Kawasan yang mempunyai potensi besar cenderung berkembang dengan cepat,
sementara kawasan yang potensinya kurang perkembanganya relatif lambat. Perkembangan dan
pertumbuhan suatu kawasan ditandai tingginya mobilitas penduduk, sehingga menyebabkan
kebutuhan tanah untuk pengembangan fisik semakin meningkat pula. Tapi pada kenyataannya,
ketersediaan lahan juga sangat terbatas.
Proses perkembangan suatu wilayah, terdapat banyak aspek kehidupan di dalamnya
seperti perkembangan penduduk, teknologi dan ilmu pengetahuan, perkembangan ekonomi,
sistem komunikasi, transportasi, dan lain sebagainya yang melatar-belakangi tuntutan perubahan
terhadap bentuk ruang wilayah baik secara fisik maupun non fisik. Sedangkan pada dasarnya,
ruang yang ada bersifat terbatas, sementara aktifitas kehidupan didalamya selalu mengalami
perubahan dan dinamika yang menuntut adanya permintaan terhadap ruang wilayah. Dalam hal
ini, jika tidak dilakukan suatu penataan ruang yang baik, maka dalam jangka panjang akan
menimbulkan permasalahan seperti perkembangan wilayah yang tidak terkendali yang
menyebabkan kesenjangan wilayah yang tinggi, tidak optimumnya distribusi investasi ataupun
tidak meratanya pengembangan infrastruktur wilayah.
Kabupaten Sorong secara khusus merupakan salah satu Kabupaten yang mengalami
perkembangan yang cukup pesat mauli dari tingkat distrik, kelurahan bahkan kampung,
Sehingga dalam kegiatan Survey Rupa Bumi dan Toponimi ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang akurat serta juga digunakan sebagai pedoman dalam mengarahkan perkembangan
dan pembangunan Distrik, kelurahan dan kampung yang ada secara menyeluruh. Kegiatan ini
juga merupakan pedoman utama dalam perencanaan tata ruang suatu wilayah dengan lebih
terarah. Perkembangan kegiatan potensi sekunder dan tersier di suatu kota berpengaruh pesat
terhadap perkembangan wilayah.

1.2 Maksud Tujuan dan Sasaran


1.2.1 Maksud
Kajian Toponimi ini sangat penting sehingga sangat perlu untuk segera di laksanakan
karena ada dua hal ; Pertama, nama-nama geografis adalah bukan hanya sekedar nama yang
disebut orang, tetapi di belakang nama itu mengandung makna sejarah panjang dari permukiman
manusia. Kedua, sebagian besar unsur rupabumi baik berupa unsur alam maupun buatan manusia
dari rupabumi yang tersebar di wilayah kepulauan Indonesia ternyata masih belum bernama.
Sementara, yang sudah mempunyai nama pun masih memerlukan penataan dan pembakuan.
Oleh karena itu disamping dapat memajukan ilmu Toponimi, pembakuan nama-nama ini
merupakan upaya positif Pemerintah untuk mempercepat penertiban nama-nama yang masih
belum tertata dengan baik, dan pada akhirnya akan membangun negeri ini melalui tertib
administrasi wilayah Negara (Martha, 2007 : 9-10).
Tujuan dan sasaran dalam kegiatan ini merupakan garis besar yang akan dikembangkan
dalam wilayah pengembangan di kawasan Ibukota Distrik Makbon, Kelurahan Makbon dan 14
Kampung yang terdapat dalam distrik tersebut, maka tujuan merupakan apa yang ingin dan akan
dicapai, dan sasaran merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam pencapaian tujuan serta
manfaatnya bagi masyarakat.

1.2.2. Tujuan
Tujuan dari Kegiatan Survey Penamaan Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan
Kampung adalah untuk mendapatkan informasi dan Gambaran yang otentik serta komprehensif,
aplikatif dan konsisten, dengan :
 Mencatat dan menamakan nama setiap objek butan (land use) dan Non buatan (almi)
yang ada di Ibukota Distrik Makbon, Kelurahan sesuai dengan stadart baku BIG yang
otentik dari dalam Peta di wilayah.
 Memberi nama pada peta wilayah yang di sesuikan dengan potensi wilyah secara khusus
pada distrik, kelurahan dan Kampung di distrik Makbon Secara presisi pa lokasi obejek
atau potensi yang ada.
 Mewujudkan perkembangan Ibukuta Distrik Makbon secara terpadu yang dapat
menjamin keterpaduan antar kegiatan dan antar kawasan di wilayah Ibukota Distrik
Salawati secara selaras, serasi dan efisien.
 Memberikan informasi yang akurat serta efisien dengan memberikan fasilitas pelayanan
informasi peta yang lengkap, tepat sesuai dengan rencana tata ruang dengan
memperhatikan kondisi dan potensi yang ada.
 Membuat Peta dasar berskala 1 : 5000 pada Distrik Makbon

1.2.3 Sasaran
Sasaran Survey Rupabumi dan Toponimi Distrik dan Kampung pada Distrik makbon, meliputi :
 Tersusunnya Penamaan Distrik, Kelurahan, Kampung yang jelas dan lebih terperinci
sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Sorong dalam mengatur, mengawasi,
mengarahkan dan mengendalikan pembangunan di Ibukota Distrik Makbon, sehingga
dapat mewujudkan tertib penataan ruang serta tertib pemanfaatan lahan dan pelaksanaan
pembangunan.
 Tersusunnya Legenda Peta tematik Distrik, Kelurahan dan Kampung pada Distrik
Makbon sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Sorong dalam pemanfaatan lahan,
pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pembangunan di Kawasan Distrik Makbon.
 Terwujudnya pengembangan Kawasan Ibukota Distrik Makbon sebagai salah satu pusat
perkembangan wilayah Kabupaten Sorong kedepannya dengan fungsi utama sebagai
kawasan Pariwisata, permukiman, Perikanan, serta Pertanian secara terpadu dan
berkelanjutan.

1.3 Dasar Hukum


1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang pembentukan Provinsi Otonomi Irian
Barat dan Kabupaten – Kabupaten Otonom di provinsi Irian Barat (Lembaran Negara
Republik Indoneisa Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907);
2) Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 nomor 135, Tambahan Lembar
Negara Republik Indonesai Tahun 2001 Nomor 4151) sebagai mana telah di ubah dengan
Undang – undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang penetapan Peraturan Pemerintah nomor
1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang -undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 112, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesai Tahun 2008 Nomor 4884);
3) Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di pasal 7 disebut “nama
bagian rupabumi” (topografi) atau nama “unsur rupabumi”.
4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444);
8) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
9) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4851);
10) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
11) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5052);
12) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
13) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
14) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
15) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
16) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3445);
17) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
18) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4587);
19) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4588);
20) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4624);
21) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4826);
22) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
23) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
24) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5185);
25) Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama
Rupabumi,.
26) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006;
27) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang Daerah;
28) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai;
29) Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002
tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;

1.3 Ruang Lingkup


Dalam penyusunan Survey Penamaan Rupa bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan
Kampung ini terdiri atas ruang lingkup wilayah dan Lingkup materi.
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Kawasan Penyusunan Survey Penamaan Rupa bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan
Kampung ini berlokasi pada Distrik Makbon Meliputi luas 13.603,48 Ha yang terdiri dari 1
kelurahan yaitu Kelurahan Makbon, dan 14 Kampung (Asbaken, Malaumkarta, Batulubang,
Batulubang Pantai, Kwadas, Bainkete, Teluk Dore, Sawatuk, Malagasih, Klasimigik, Klasigi,
Klagulus, Suatolo, Mibi). Secara geografis Distrik Makbon mempunyai batas-batas administratif
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Lautan Pasifik
Sebelah Timur : Distrik Selemkai dan Dan Distik Klayili
Sebelah Selatan : Distrik Sorong
Sebelah Barat : Kota Sorong

Peta Rencana survey toponimi dan rupabumi Distrik Kelurahan dan Kampung
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
Toponimi2 adalah salah satu bidang ilmu yang mempelajari toponim serta totalitas dari
toponim dalam suatu region. Karena ilmu Toponimi menyangkut hal yang mempelajari nama
suatu tempat, tentunya sangat erat kaitannya dengan bidang keilmuan lain seperti sejarah, budaya
dan bahasa. Seseorang yang ingin belajar toponimi sudah seharusnya juga mempelajari ketiga
bidang ilmu tersebut.
Merujuk pada Undang-Undang No.26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 20 Tahun 2011, azas yang harus dipenuhi dalam perencanaan didasarkan pada
azas-azas seperti azas keterpaduan; keserasian, keseimbangan dan keselarasan; azas
berkelanjutan; azaz keberdayagunaan dan keberhasilan; azas keterbukaan; kebersamaan dan
kemitraan; azas perlindungan dan kepentingan umum; azas kepastian hukum dan keadilan; serta
azas akuntabilitas yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan karakteristik Kawasan
Yang terinklut dalam lokasi Kegiatan itu sendiri maupun hubungan dengan daerah sekitarnya,
maka ruang lingkup pembahasan meliputi :
a. Survey dan identifikasi pada semua yang berada di atas permukaan lahan berupa
Guna lahan ( Land Use) atau lahan buatan serta lahan alamiah atau bentukan alam;
b. Membuat Penamaan terhadap semua aspek di lokasi kegiatan baik itu yang
bersifal Buatan maupun alamiah terkait pemanfaatan ruang untuk menyiapkan perwujudan
ruang pada pusat kegiatan, dalam rangka pelaksanaan program dan pengendalian
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam jangka
pendek, menengah dan panjang;
c. Kegiatan ini juga memberikan petunjuk arahan pada pemanfaatan ruang mengenai
pengelolaan kawasan budidaya dan pengelolaan kawasan lindung, serta bukan lagi sekedar
arahan tetapi secara teknis sudah menjadi kebijakan lebih konkrit tentang :
1. Fisik Dasar kawasan meliputi topografi, hidrologi, geologi, klimatologi;
2. Kependudukan meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut jenis kelamin,
dan kepadatan penduduk.
3. Pemanfaatan ruang ditinjau dari segi besaran pada setiap blok peruntukan yang
materinya sekurang-kurangnya mengatur arahan lokasi perdagangan dan jasa,
industri menurut jenisnya, pendidikan mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi,
fasilitas kesehatan, sarana peribadatan, taman rekreasi, sarana olah raga,
perkantoran dan perumahan, terminal, jalur hijau, makam, pertanian dan kawasan
khusus lainnya;
4. Penggunaan lahan meliputi luasan dan persebaran kegiatan seperti permukiman,
perdagangan dan jasa, kesehatan, industri, pariwisata, pertanian, dan kehutanan;
5. Struktur tingkat pelayanan kegiatan kota dalam hal hubungan tata jenjang, kapasitas
dan intensitas antara fungsi-fungsi pelayanan tiap-tiap lingkungan yang materinya
sekurang-kurangnya mengatur perdagangan, pendidikan, kesehatan, olah raga dan
rekreasi, selain itu juga membahas mengenai arah pergerakan penduduk untuk
motivasi bekerja, belanja dan bersekolah;
6. Sistem prasarana utama berupa sistem transportasi darat (sistem jaringan jalan,
sistem jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan), transportasi laut dan
transportasi udara;
7. Sistem prasarana lainnya, meliputi sistem jaringan listrik/energi, jaringan
telekomunikasi, infrastruktur perkotaan (air minum, pengolahan air limbah,
sistem persampahan, sistem drainase kota, dan jalur evakuasi bencana;)
8. Fasilitas pelayanan umum mencakup penentuan kebutuhan fasilitas yang
didasarkan pada fungsi dan daya tampung dari wilayah perencanaan dengan
memperhitungkan skala pelayanan masing-masing jenis fasilitas tersebut terdiri
dari perdagangan dan jasa, kesehatan, pendidikan, peribadatan, fasilitas umum
(olahraga dan rekreasi), RTH dan transportasi;
9. Peruntukan blok meliputi penentuan luasan dan delinasi blok bangunan tiap fungsi
pemanfaatan, baik untuk kawasan lindung dan budidaya;
10. Perekonomian meliputi investasi, kegiatan industri, kegiatan perdagangan dan
jasa, pariwisata, pertambangan, pertanian, kehutanan, dan perikanan;
11. Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi pengawasan pemanfaatan ruang,
pelaporan, evaluasi, tindakan, perijinan, pemberian intensif dan disintensif,
pemberian kompensasi dan pengenaan sanksi;
1.4 Prinsip Pemberian nama (Toponimi)
Berikut ini merupakan prinsip pemberian nama oleh Lauder (2007 : 66) sebagai berikut :
1) Pengertian prisip dalam penamaan unsur rupabumi merupakan acuan dasar berpikir dan
bertindak. Setidaknya terdapat 8 prinsip yang menjadi patokan dalam pemberian nama unsur
rupabumi, yaitu: Penggunaan huruf Romawi. Setiap nama unsur rupabumi yang dibakukan
harus menggunakan huruf Romawi dan tidak boleh menggunakan diakritik seperti á, è, ù
dan tidak menggunakan tanda penghubung. Sebagai contoh: Serang untuk kota Serang tidak
ditulis Sèrang. Parepare tidak ditulis Pare-pare;
2) Satu nama untuk satu unsur rupabumi. Ini berlaku untuk satu wilayah administrasi terkecil,
seperti wilayah desa. Dalam satu wilayah desa tidak diperkenankan mempunyai nama unsur
rupabumi yang sama. Seandainya ternyata ada dua nama yang sama, maka jalan keluarnya
adalah dengan memberi nama tambahan berdasarkan letak, sifat atau keadaannya. Contoh
pulau Pinang Besar dan pulau Pinang Kecil, Cimanggu Utara dan Cimanggu Selatan;
3) Penggunaan nama elemen generik lokal. Nama lokal tentu tetap perlu dipelihara dan nantinya
akan dibakukan. Contoh: Ci Liwung. Ci dalam bahasa Sunda artinya sungai; Batang Antokan.
Batang dalam bahasa Minang artinya sungai.
4) Unsur rupabumi buatan manusia seperti bandar udara umumnya menggunakan nama
pahlawan nasional. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah pahlawan nasional tersebut sudah
meninggal sedikitnya 5 tahun;
5) Tidak bersifat SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Penggunaan nama unsur
rupabumi yang mengandung unsur SARA harus dihindari karena bisa menimbulkan
permasalahan;
6) Tidak menggunakan nama yang menggunakan bahasa asing. Bahasa asing yang dominan saat
ini dalam penamaan unsur buatan adalah bahasa Inggris. Nama perumahan misalnya, yang
dilaksanakan oleh pengembang perumahan, sangat banyak dijumpai menggunakan bahasa
Inggris. Sebutlah beberapa nama perumahan seperti Green Garden, Cimanggu Residence,
Depok Country;
7) Tidak menggunakan nama yang terlalu panjang. Sebuah nama rupabumi dibatasi dengan
nama maksimum tiga kata. Nama yang terlalu panjang dijumpai di daerah Tapanuli Selatan
Sumatera Utara dan hal ini tentu akan menyulitkan. Ada sebuah nama wilayah desa di
Tapanuli yang terlalu panjang, yaitu: Purbasinombamandalasena;
8) Tidak menggunakan nama yang berisi rumus matematik. Nama seperti ini kita jumpai di
daerah Sumatera Barat, contohnya adalah: IV x 11 6 Lingkung.
Standarisasi nama di Indonesia mengharuskan data primer tentang nama yang dikumpulkan dari
lapangan. Hal ini melibatkan sejumlah langkah yang dapat dijelaskan oleh Lauder (2015: 396)
secara singkat sebagai berikut :
Langkah 1 melibatkan pemerolehan informasi dasar tentang sejarah, bahasa, dan budaya
masyarakat setempat;
Langkah 2 terdiri dari karya tulis untuk mengumpulkan nama geografi yang digunakan oleh
masyarakat setempat dan mencoba untuk mengidentifikasikan nama tempat generic dalam
bahasa setempat;
Langkah 3 melibatkan pembuatan catatan akurat tentang nama tempat, ejaan nama tempat dan
pengucapannya yang dicatat dari informan pembicara bahasa lokal;
Langkah 4 penyelidikan asal-usul nama geografis (etimologi) untuk memahami sejarah dan
budaya masyarakat setempat.

1.5 Metodelogi
Proses Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung mencakup
kegiatan pra persiapan penyusunan, persiapan penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data,
dan perumusan konseps sehinga dapat menghasilak sebuah informasi peta yang akurat serta
mampu memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada publik.
a. Pra persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
Pra persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung terdiri
atas:
1) penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)/TOR;
2) penentuan metodologi yang digunakan; dan
3) penganggaran kegiatan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan
Kampung.
b. Persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
Persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung terdiri
atas:
1) persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap KAK/TOR penyiapan anggaran
biaya;
2) kajian awal data sekunder, yaitu kajian awal RTRW kabupaten/kota dan
kebijakan lainnya;
3) persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik
analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.
c. Pengumpulan Data
Untuk keperluan pengenalan karakteristik di Lokasi Tempat kegiatan dilakukan
pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer setingkat
kelurahan dilakukan melalui:
1) penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran
angket, temu wicara, wawancara orang perorang, dan lain sebagainya; dan/atau
2) pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi BWP secara langsung melalui
kunjungan ke semua bagian dari wilayah kabupaten/kota.
Data yang dihimpun dalam pengumpulan data meliputi:
1) data wilayah administrasi;
2) data fisiografis;
3) data kependudukan;
4) data ekonomi dan keuangan
5) data ketersediaan prasarana dan sarana
6) data peruntukan ruang
7) data Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan
8) data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata bangunan)
9) Peta dasar rupa bumi dan tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan,
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala atau tingkat ketelitian
minimal 1:5.000
Seperti halnya dalam penyusunan produk perencanaan lainnya, tingkat akurasi
data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat
kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada,
perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta,
serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima)
tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan dan kampung. Data
berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan
apa yang terjadi pada bagian dari lokasi kegaiatan dimaksud.
d. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data untuk Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan
dan Kampung.
meliputi:
1) analisis karakteristik wilayah, meliputi:
i. kedudukan dan peran bagian dari wilayah kabupaten/kota dalam wilayah yang
lebih luas (kabupaten/kota);
ii. keterkaitan antar wilayah kabupaten/kota dan antara bagian dari wilayah
kabupaten/kota;
iii. karakteristik fisik bagian dari wilayah kabupaten/kota;
iv. kerentanan terhadap potensi bencana, termasuk perubahan iklim;
v. karakteristik sosial kependudukan;
vi. karakteristik perekonomian; dan
4) analisis potensi dan masalah Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan
dan Kampung. meliputi:
i. analisis kebutuhan ruang; dan
ii. analisis perubahan pemanfaatan ruang.
2) analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan.
Keluaran dari pengolahan data meliputi:
1) potensi pengembangan wilayah Pada lokasi kegiatan;
2) peluang dan tantangan pengembangan;
3) kecenderungan perkembangan;
4) intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
(termasuk prasarana/infrastruktur dan utilitas); dan
5) teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan lindung hutan gunung, sungai
ndan dan lingkungan budaya.
e. Perumusan konsep Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
dilakukan dengan cara :
1) mengacu pada RTRW;
2) mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
3) memperhatikan RPJP kabupaten/kota dan RPJM kabupaten/kota
Konsep Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya dengan
menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah, yang berisi:
1) rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah
kabupaten/kota; dan
2) konsep pengembangan wilayah kabupaten/kota.

1.6 Manfaat Pemataan Rupa Bumi dan Toponimi


Manfaat dari kegiatan Pemetaan rupa bumi dan toponimi ini dapat memberikan data base
yang akurat karena data yang ada hari ini masih bersifat paper based dan belum terkomputasi
dengan baik bahkan ada yang belum terinventarisasi dengan baik. Siering dengan perkembangan
teknologi iformasi yang sangat pesat, lokasi atau kawasan ini dapat di dorong untuk menjadi roll
model batas daerah yang bersifat spasial yang bertumpu pada sistem informasi geograis (GIS),
sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi tentang hal-hal yang ingin di
lakukan pada kawasan ini.
1.7 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan buku Laporan Fakta dan Analisa Survey Rupa Bumi dan
Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang dari kegiatan Survey Rupa Bumi dan
Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung, maksud, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
dan metode pendekatan perencanaan.
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN SORONG
Bab ini menguraikan secara singkat tentang gambaran kebijakan rencana tata ruang
wilayah Kabupaten Sorong yang berpengaruh terhadap kebijakan spasial di lokasi
kegiatan, meliputi rencana struktur tata ruang wilayah dan rencana pola ruang.

BAB III KARAKTERISTIK KAWASAN


Bab ini membahas tentang karakteristik kawasan Distrik Makbon, Kelurahan Makbon
dan 14 Kampung yang ada dalam delineasi Distrik Makbon meliputi kondisi fisik dasar,
penggunaan lahan, sarana dan prasarana kawasan serta utilitas kawasan.
BAB VI ANALISA
Bab ini akan membahas tentang analisa dari hasil survey rupa buni serta penamaan setiap
unsur yang ada baik itu unsur buatan (land use) maupun Unsur alamiah pada kawasan
Distrik Makbon dan Kelurahan Makbon serta 14 Kampung Di Distrik Makbon yang
meliputi analisa pusat-pusat pelayanan, analisa jaringan pergerakan, analisa sarana dan
prasarana penaman gunung, Sungai, Tempat wisata, kawasan lindung dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai