1.2.2. Tujuan
Tujuan dari Kegiatan Survey Penamaan Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan
Kampung adalah untuk mendapatkan informasi dan Gambaran yang otentik serta komprehensif,
aplikatif dan konsisten, dengan :
Mencatat dan menamakan nama setiap objek butan (land use) dan Non buatan (almi)
yang ada di Ibukota Distrik Makbon, Kelurahan sesuai dengan stadart baku BIG yang
otentik dari dalam Peta di wilayah.
Memberi nama pada peta wilayah yang di sesuikan dengan potensi wilyah secara khusus
pada distrik, kelurahan dan Kampung di distrik Makbon Secara presisi pa lokasi obejek
atau potensi yang ada.
Mewujudkan perkembangan Ibukuta Distrik Makbon secara terpadu yang dapat
menjamin keterpaduan antar kegiatan dan antar kawasan di wilayah Ibukota Distrik
Salawati secara selaras, serasi dan efisien.
Memberikan informasi yang akurat serta efisien dengan memberikan fasilitas pelayanan
informasi peta yang lengkap, tepat sesuai dengan rencana tata ruang dengan
memperhatikan kondisi dan potensi yang ada.
Membuat Peta dasar berskala 1 : 5000 pada Distrik Makbon
1.2.3 Sasaran
Sasaran Survey Rupabumi dan Toponimi Distrik dan Kampung pada Distrik makbon, meliputi :
Tersusunnya Penamaan Distrik, Kelurahan, Kampung yang jelas dan lebih terperinci
sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Sorong dalam mengatur, mengawasi,
mengarahkan dan mengendalikan pembangunan di Ibukota Distrik Makbon, sehingga
dapat mewujudkan tertib penataan ruang serta tertib pemanfaatan lahan dan pelaksanaan
pembangunan.
Tersusunnya Legenda Peta tematik Distrik, Kelurahan dan Kampung pada Distrik
Makbon sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Sorong dalam pemanfaatan lahan,
pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pembangunan di Kawasan Distrik Makbon.
Terwujudnya pengembangan Kawasan Ibukota Distrik Makbon sebagai salah satu pusat
perkembangan wilayah Kabupaten Sorong kedepannya dengan fungsi utama sebagai
kawasan Pariwisata, permukiman, Perikanan, serta Pertanian secara terpadu dan
berkelanjutan.
Peta Rencana survey toponimi dan rupabumi Distrik Kelurahan dan Kampung
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
Toponimi2 adalah salah satu bidang ilmu yang mempelajari toponim serta totalitas dari
toponim dalam suatu region. Karena ilmu Toponimi menyangkut hal yang mempelajari nama
suatu tempat, tentunya sangat erat kaitannya dengan bidang keilmuan lain seperti sejarah, budaya
dan bahasa. Seseorang yang ingin belajar toponimi sudah seharusnya juga mempelajari ketiga
bidang ilmu tersebut.
Merujuk pada Undang-Undang No.26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 20 Tahun 2011, azas yang harus dipenuhi dalam perencanaan didasarkan pada
azas-azas seperti azas keterpaduan; keserasian, keseimbangan dan keselarasan; azas
berkelanjutan; azaz keberdayagunaan dan keberhasilan; azas keterbukaan; kebersamaan dan
kemitraan; azas perlindungan dan kepentingan umum; azas kepastian hukum dan keadilan; serta
azas akuntabilitas yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan karakteristik Kawasan
Yang terinklut dalam lokasi Kegiatan itu sendiri maupun hubungan dengan daerah sekitarnya,
maka ruang lingkup pembahasan meliputi :
a. Survey dan identifikasi pada semua yang berada di atas permukaan lahan berupa
Guna lahan ( Land Use) atau lahan buatan serta lahan alamiah atau bentukan alam;
b. Membuat Penamaan terhadap semua aspek di lokasi kegiatan baik itu yang
bersifal Buatan maupun alamiah terkait pemanfaatan ruang untuk menyiapkan perwujudan
ruang pada pusat kegiatan, dalam rangka pelaksanaan program dan pengendalian
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam jangka
pendek, menengah dan panjang;
c. Kegiatan ini juga memberikan petunjuk arahan pada pemanfaatan ruang mengenai
pengelolaan kawasan budidaya dan pengelolaan kawasan lindung, serta bukan lagi sekedar
arahan tetapi secara teknis sudah menjadi kebijakan lebih konkrit tentang :
1. Fisik Dasar kawasan meliputi topografi, hidrologi, geologi, klimatologi;
2. Kependudukan meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut jenis kelamin,
dan kepadatan penduduk.
3. Pemanfaatan ruang ditinjau dari segi besaran pada setiap blok peruntukan yang
materinya sekurang-kurangnya mengatur arahan lokasi perdagangan dan jasa,
industri menurut jenisnya, pendidikan mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi,
fasilitas kesehatan, sarana peribadatan, taman rekreasi, sarana olah raga,
perkantoran dan perumahan, terminal, jalur hijau, makam, pertanian dan kawasan
khusus lainnya;
4. Penggunaan lahan meliputi luasan dan persebaran kegiatan seperti permukiman,
perdagangan dan jasa, kesehatan, industri, pariwisata, pertanian, dan kehutanan;
5. Struktur tingkat pelayanan kegiatan kota dalam hal hubungan tata jenjang, kapasitas
dan intensitas antara fungsi-fungsi pelayanan tiap-tiap lingkungan yang materinya
sekurang-kurangnya mengatur perdagangan, pendidikan, kesehatan, olah raga dan
rekreasi, selain itu juga membahas mengenai arah pergerakan penduduk untuk
motivasi bekerja, belanja dan bersekolah;
6. Sistem prasarana utama berupa sistem transportasi darat (sistem jaringan jalan,
sistem jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan), transportasi laut dan
transportasi udara;
7. Sistem prasarana lainnya, meliputi sistem jaringan listrik/energi, jaringan
telekomunikasi, infrastruktur perkotaan (air minum, pengolahan air limbah,
sistem persampahan, sistem drainase kota, dan jalur evakuasi bencana;)
8. Fasilitas pelayanan umum mencakup penentuan kebutuhan fasilitas yang
didasarkan pada fungsi dan daya tampung dari wilayah perencanaan dengan
memperhitungkan skala pelayanan masing-masing jenis fasilitas tersebut terdiri
dari perdagangan dan jasa, kesehatan, pendidikan, peribadatan, fasilitas umum
(olahraga dan rekreasi), RTH dan transportasi;
9. Peruntukan blok meliputi penentuan luasan dan delinasi blok bangunan tiap fungsi
pemanfaatan, baik untuk kawasan lindung dan budidaya;
10. Perekonomian meliputi investasi, kegiatan industri, kegiatan perdagangan dan
jasa, pariwisata, pertambangan, pertanian, kehutanan, dan perikanan;
11. Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi pengawasan pemanfaatan ruang,
pelaporan, evaluasi, tindakan, perijinan, pemberian intensif dan disintensif,
pemberian kompensasi dan pengenaan sanksi;
1.4 Prinsip Pemberian nama (Toponimi)
Berikut ini merupakan prinsip pemberian nama oleh Lauder (2007 : 66) sebagai berikut :
1) Pengertian prisip dalam penamaan unsur rupabumi merupakan acuan dasar berpikir dan
bertindak. Setidaknya terdapat 8 prinsip yang menjadi patokan dalam pemberian nama unsur
rupabumi, yaitu: Penggunaan huruf Romawi. Setiap nama unsur rupabumi yang dibakukan
harus menggunakan huruf Romawi dan tidak boleh menggunakan diakritik seperti á, è, ù
dan tidak menggunakan tanda penghubung. Sebagai contoh: Serang untuk kota Serang tidak
ditulis Sèrang. Parepare tidak ditulis Pare-pare;
2) Satu nama untuk satu unsur rupabumi. Ini berlaku untuk satu wilayah administrasi terkecil,
seperti wilayah desa. Dalam satu wilayah desa tidak diperkenankan mempunyai nama unsur
rupabumi yang sama. Seandainya ternyata ada dua nama yang sama, maka jalan keluarnya
adalah dengan memberi nama tambahan berdasarkan letak, sifat atau keadaannya. Contoh
pulau Pinang Besar dan pulau Pinang Kecil, Cimanggu Utara dan Cimanggu Selatan;
3) Penggunaan nama elemen generik lokal. Nama lokal tentu tetap perlu dipelihara dan nantinya
akan dibakukan. Contoh: Ci Liwung. Ci dalam bahasa Sunda artinya sungai; Batang Antokan.
Batang dalam bahasa Minang artinya sungai.
4) Unsur rupabumi buatan manusia seperti bandar udara umumnya menggunakan nama
pahlawan nasional. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah pahlawan nasional tersebut sudah
meninggal sedikitnya 5 tahun;
5) Tidak bersifat SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Penggunaan nama unsur
rupabumi yang mengandung unsur SARA harus dihindari karena bisa menimbulkan
permasalahan;
6) Tidak menggunakan nama yang menggunakan bahasa asing. Bahasa asing yang dominan saat
ini dalam penamaan unsur buatan adalah bahasa Inggris. Nama perumahan misalnya, yang
dilaksanakan oleh pengembang perumahan, sangat banyak dijumpai menggunakan bahasa
Inggris. Sebutlah beberapa nama perumahan seperti Green Garden, Cimanggu Residence,
Depok Country;
7) Tidak menggunakan nama yang terlalu panjang. Sebuah nama rupabumi dibatasi dengan
nama maksimum tiga kata. Nama yang terlalu panjang dijumpai di daerah Tapanuli Selatan
Sumatera Utara dan hal ini tentu akan menyulitkan. Ada sebuah nama wilayah desa di
Tapanuli yang terlalu panjang, yaitu: Purbasinombamandalasena;
8) Tidak menggunakan nama yang berisi rumus matematik. Nama seperti ini kita jumpai di
daerah Sumatera Barat, contohnya adalah: IV x 11 6 Lingkung.
Standarisasi nama di Indonesia mengharuskan data primer tentang nama yang dikumpulkan dari
lapangan. Hal ini melibatkan sejumlah langkah yang dapat dijelaskan oleh Lauder (2015: 396)
secara singkat sebagai berikut :
Langkah 1 melibatkan pemerolehan informasi dasar tentang sejarah, bahasa, dan budaya
masyarakat setempat;
Langkah 2 terdiri dari karya tulis untuk mengumpulkan nama geografi yang digunakan oleh
masyarakat setempat dan mencoba untuk mengidentifikasikan nama tempat generic dalam
bahasa setempat;
Langkah 3 melibatkan pembuatan catatan akurat tentang nama tempat, ejaan nama tempat dan
pengucapannya yang dicatat dari informan pembicara bahasa lokal;
Langkah 4 penyelidikan asal-usul nama geografis (etimologi) untuk memahami sejarah dan
budaya masyarakat setempat.
1.5 Metodelogi
Proses Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung mencakup
kegiatan pra persiapan penyusunan, persiapan penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data,
dan perumusan konseps sehinga dapat menghasilak sebuah informasi peta yang akurat serta
mampu memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada publik.
a. Pra persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
Pra persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung terdiri
atas:
1) penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)/TOR;
2) penentuan metodologi yang digunakan; dan
3) penganggaran kegiatan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan
Kampung.
b. Persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
Persiapan Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung terdiri
atas:
1) persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap KAK/TOR penyiapan anggaran
biaya;
2) kajian awal data sekunder, yaitu kajian awal RTRW kabupaten/kota dan
kebijakan lainnya;
3) persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik
analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.
c. Pengumpulan Data
Untuk keperluan pengenalan karakteristik di Lokasi Tempat kegiatan dilakukan
pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer setingkat
kelurahan dilakukan melalui:
1) penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran
angket, temu wicara, wawancara orang perorang, dan lain sebagainya; dan/atau
2) pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi BWP secara langsung melalui
kunjungan ke semua bagian dari wilayah kabupaten/kota.
Data yang dihimpun dalam pengumpulan data meliputi:
1) data wilayah administrasi;
2) data fisiografis;
3) data kependudukan;
4) data ekonomi dan keuangan
5) data ketersediaan prasarana dan sarana
6) data peruntukan ruang
7) data Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan
8) data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata bangunan)
9) Peta dasar rupa bumi dan tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan,
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala atau tingkat ketelitian
minimal 1:5.000
Seperti halnya dalam penyusunan produk perencanaan lainnya, tingkat akurasi
data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat
kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada,
perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta,
serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima)
tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan dan kampung. Data
berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan
apa yang terjadi pada bagian dari lokasi kegaiatan dimaksud.
d. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data untuk Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan
dan Kampung.
meliputi:
1) analisis karakteristik wilayah, meliputi:
i. kedudukan dan peran bagian dari wilayah kabupaten/kota dalam wilayah yang
lebih luas (kabupaten/kota);
ii. keterkaitan antar wilayah kabupaten/kota dan antara bagian dari wilayah
kabupaten/kota;
iii. karakteristik fisik bagian dari wilayah kabupaten/kota;
iv. kerentanan terhadap potensi bencana, termasuk perubahan iklim;
v. karakteristik sosial kependudukan;
vi. karakteristik perekonomian; dan
4) analisis potensi dan masalah Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan
dan Kampung. meliputi:
i. analisis kebutuhan ruang; dan
ii. analisis perubahan pemanfaatan ruang.
2) analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan.
Keluaran dari pengolahan data meliputi:
1) potensi pengembangan wilayah Pada lokasi kegiatan;
2) peluang dan tantangan pengembangan;
3) kecenderungan perkembangan;
4) intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
(termasuk prasarana/infrastruktur dan utilitas); dan
5) teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan lindung hutan gunung, sungai
ndan dan lingkungan budaya.
e. Perumusan konsep Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
dilakukan dengan cara :
1) mengacu pada RTRW;
2) mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
3) memperhatikan RPJP kabupaten/kota dan RPJM kabupaten/kota
Konsep Survey Rupa Bumi dan Toponimi Distrik, Kelurahan dan Kampung
dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya dengan
menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah, yang berisi:
1) rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah
kabupaten/kota; dan
2) konsep pengembangan wilayah kabupaten/kota.