1.4 SASARAN
Sasaran Penyusunan Dokumen Pemetaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Aesesa Dan
Kambaniru, meliputi :
A. Database Pemetaan DAS Aesesa Kambaniru
B. Dokumen Pemetaan DAS Aesesa Kambaniru
Demikian Kerangka Acuan ini penyusunan Pemetaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Terpadu Aesesa dan Kambaniru Provinsi Nusa Tenggara Timur di buat untuk dijadikan
acuan dalam pelaksanaannya.
BAB II
DATA DAN PETA
DAS KAMBANIRU
Pulau Sumba memiliki satu Wilayah Sungai (WS), yaitu WS Pulau Sumba seluas 11,194 km2
dengan debit andalan 80% sebesar 5,79 juta m3/tahun (Puslitbang SDA,2014). Berdasarkan
Permen PU No.11A Tahun 2006, Wilayah Sungai (WS) Sumba terdiri dari DAS Kambaniru,
Baing, Mamboro, Polopare dan Wanokaka. Letak Geografis Dan Batas Administratif Wilayah
Sungai Noelmina
2.1.1 Letak Geografis
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kambaniru merupakan salah satu DAS terbesar di Kabupaten
Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara astronomis Kabupaten Sumba
Timur terletak pada koordinat 119 ̊45’-120 ̊52’ Bujur Timur (BT) dan 9 ̊16’-10 ̊20’ Lintang
Selatan (LS). Adapun secara administrasi Kabupaten Sumba Timur berbatasan dengan :
• Utara : Selat Sumba
• Timur : Laut Sawu
• Selatan : Samudra Hindia
• Barat : Kabupaten Sumba Tengah
2.1.2 Batas Administratif DAS Kambaniru
DAS Kambaniru secara administrasi pemerintahan masuk dalam 10 wilayah kecamatan
yang terdiri dari 36 desa dan 8 kelurahan.
2.2 DATA FISIK
2.2.1 Kelerengan
Luas total DAS Kambaniru adalah 1158,583 Km² dengan rata-rata kemiringan DAS yaitu
24,438%. Luas sub DAS terbesar pada DAS Kambaniru adalah pada sub DAS W810 dengan
luas sebesar 275,255 Km². Luas sub DAS terkecil terdapat pada sub DAS W660 dengan luas
sebesar 15,001 Km². Selain itu dari dapat diketahui juga total panjang sungai adalah
207,255 Km. Sungai terpanjang terdapat pada R70 dengan panjang 38,840 Km dan sungai
terpendek ada pada R230 dengan panjang 4,162 Km dengan kemiringan sungai rata-rata
0,009 m/m.
2.2.2 Bentuk dan Pola DAS pada Wilayah Sungai Sumba
Pulau Sumba memiliki satu Wilayah Sungai (WS), yaitu WS Pulau Sumba seluas 11,194 km2
dengan debit andalan 80% sebesar 5,79 juta m3/tahun (Puslitbang SDA,2014). Berdasarkan
Permen PU No.11A Tahun 2006, Wilayah Sungai (WS)DAS Kambaniru secara administrasi
pemerintahan masuk dalam 10 wilayah kecamatan yang terdiri dari 36 desa dan 8
kelurahan. Sumba terdiri dari DAS Kambaniru, Baing, Mamboro, Polopare dan Wanokaka.
DAS dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan pola alirannya.
Penentuan jenis tanah hidrologi dapat dianalisis menggunakan Peta Hidrogeologi Pulau
Sumba yang diterbitkan oleh Direktorat Pusat Tata Lingkungan Geologi dengan skala
1:250.000. Dalam peta hidrogeologi ini berisi komposisi litologi dan produktifitas
akuifernya. Analisis dilakukan dengan mendigitasi peta hidrogeologi Pulau Sumba untuk
mendapatkan peta hidrogeologi DAS Kambaniru.
2.3 TUTUPAN LAHAN
Tutupan lahan merupakan jenis kenampakan yang ada pada permukaan bumi, dan kegiatan
manusia pada lahan tersebut dikatakan penggunaan lahan. Tutupan lahan suatu kawasan
mempengaruhi kondisi hidrologi.
DAS Kambaniru terdapat 11 jenis tutupan lahan, dan didominasi dengan tutupan lahan
Savana dimana luasnya adalah 922,79 Km² (79,65% dari luas DAS). Jenis tutupan lahan yang
paling kecil di DAS Kambaniru adalah Hutan Mangrove Sekunder, luasnya adalah 0,97 Km²
(0,08% dari luas DAS). Pulau Sumba bagian timur ini memang umumnya berupa padang
rumput savana dengan ciri-ciri berupa padang rumput yang tumbuh pada bukit-bukit yang
juga diselingi oleh pepohonan
DAS AF secara administrasi masuk dalam dua wilayah administrasi kabupaten di tengah
Pulau Flores Provinsi NTT yaitu Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo. DAS AF seluas
129.005 ha, dimana Kabupaten Ngada berada pada wilayah hulu dan sebagian kecil wilayah
tengah seluas 49.313 ha dan pada wilayah bagian tengah dan hilir berada di Kabupaten
Nagekeo seluas 79.692 ha.
DAS AF terdiri dari tiga bagian (region/zona/ekosistem) yakni: 1) bagian hulu yang meliputi
sebagian wilayah Kecamatan Bajawa, Golewa Selatan, Golewa, Bajawa Utara, Wolomeze dan
Kecamatan Soa di Kabupaten Ngada; 2) bagian tengah yang meliputi sebagian wilayah
Kecamatan Wolomeze di Kabupaten Ngada, Kecamatan Boawae dan sebagian wilayah
Kecamatan Nangaroro di Kabupaten Nagekeo; dan 3) bagian hilir yang meliputi wilayah
Kecamatan Aesesa, Aesesa Selatan dan satu desa di Kecamatan Wolowae Kabupaten
Nagekeo. Pewilayahan DAS AF selain didasarkan pada bentuk dan fungsi DAS secara
hidrologis, juga didasarkan pada homogenitas dari aspek penggunaan lahan dan tutupan
vegetasi, curah hujan, elevasi dan penduduk (Asdak, 2010). Bagian hulu berada pada elevasi
antara 600-1600 mdpl dengan luas sebesar 43.052 ha. Bagian tengah berada pada elevasi
antara 300-850 mdpl dengan seluas 52.520 ha. Sedangkan bagian hilir berada pada elevasi
antara 0-300 mdpl, dengan luas sebesar 33.433 ha. Pewilayahan DAS AF ke dalam tiga
bagian disajikan dalam Gambar.
Secara umum DAS dibagi ke dalam tiga bagian yakni ekosistem bagian hulu merupakan
daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem bagian tengah sebagai daerah
distributor dan pengatur air, dan ekosistem hilir merupakan daerah pemakai air. Fungsi
bagian atau ekosistem DAS ini berbeda dengan kondisi DAS AF saat ini terutama peruntukan
ruang sebagaimana di atur dalam RTRW Kabupaten Ngada dan RTRW Kabupaten Nagekeo,
di mana di bagian hulu ada kota Bajawa sebagai ibukota Kabupaten Ngada dan terdapat
hutan lindung serta CA. Watuata, juga beberapa ibukota kecamatan. Pada bagian tengah
terdapat beberapa ibukota kecamatan dan lahan pertanian, sedangkan di hilir ada kota
Mbay sebagai ibukota Kabupaten Nagekeo dan ada area persawahan serta kawasan pesisir
yang menuntut akan ketersediaan terutama kebutuhan lahan budidaya untuk permukiman
dan usaha non pertanian.
3.1.2 Kelerengan
DAS AF memiliki kondisi topografi yang sangat bervariasi mulai dari datar sampai tingkat
kemiringan yang terjal. Bagian wilayah dengan kemiringan agak curam (15% - 25%)
menempati luasan terbesar yaitu seluas 41.158 ha dan terutama terdapat pada bagian hulu
dan tengah dalam wilayah DAS AF. Disusul bagian wilayah yang memiliki tingkat kemiringan
25 - 40% menempati areal yang terbesar kedua yaitu seluas 37.248 ha. Sebagian besar
wilayah DAS AF yang mempunyai kelerengan datar sampai landai terdapat di semua bagian
terutama pada bagian hilir dan tengah sedangkan wilayah yang memiliki kelerengan agak
curam sampai curam sebagian besar berada di bagian hulu.
Kesepuluh Sub DAS memiliki kisaran debit aliran sebesar 0 m³/detik hingga 40,04 m³/detik.
Hasil pengukuran debit aliran pada outlet pengamatan di DAS AF (Bendungan Sutami)
memiliki debit sebesar 79,57 m³/detik. Pada bulan April di DAS AF menandai berakhirnya
musim hujan dan memasuki musim kemarau. Data debit aliran pada DAS Aesesa Flores
belum ada atau tersedia banyak dalam kurun waktu yang lama dan kontinyu untuk
kepentingan penelitian maupun perencanaan pengelolaan sumberdaya air. Salah satu
penyebabnya adalah karena DAS AF ini belum masuk dalam prioritas nasional, sehingga
sarana prasarana yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya air di DAS AF belum
tersedia seperti SPAS dan stasiun meteorologi.
3.1.3 TUTUPAN LAHAN
Tutupan lahan merupakan jenis kenampakan yang ada pada permukaan bumi, dan kegiatan
manusia pada lahan tersebut dikatakan penggunaan lahan. Tutupan lahan suatu kawasan
mempengaruhi kondisi hidrologi.
Jenis penutupan lahan seperti pada Gambar juga menunjukkan aktivitas yang ada pada DAS
AF. Dengan mengkombinasikan teknik interpretasi visual citra satelit, analisis digital, dan
kunjungan lapangan, diketahui bahwa terdapat 12 (dua belas) tipe penggunaan atau
penutupan lahan pada wilayah DAS AF, yakni: bandara, hutan, hutan bakau, industri garam,
kawasan permukiman, ladang, padang ilalang, sawah, sepadan danau, sepadan pantai,
sepadan sungai dan sungai.
Data luasan serta prosentase masing-masing tipe penggunaan lahan dalam wilayah DAS
Aesesa Flores disajikan pada Tabel. Data tersebut juga menunjukkan bahwa penutupan
lahan berupa ladang menempati areal terluas yaitu sebesar 48.767 ha. Diurutan kedua dan
ketiga masing-masing ditempati oleh tipe penggunaan lahan berupa hutan seluas 28.188
dan padang ilalang selauas 27.030 ha yang dijumpai pada semua bagian DAS AF. BPDAS BN
(2012) juga menyebutkan bahwa sebagian besar wilayah DAS AF (78,11%) didominasi oleh
fungsi areal penggunaan lain (APL) atau bukan kawasan hutan, sisanya 21,99 % terdiri atas
cagar alam, hutan lindung, dan hutan produksi.