Anda di halaman 1dari 28

PAPER KONSERVASI SUMBERDAYA HAYATI LAUT

TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE (SULAWESI SELATAN)

DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. Joko Samiaji, M.Si

DISUSUN OLEH :

CHANDRA MUHAMMAD A.P (1804112365)


DANDI ASMAWI (1804111123)
DINDA PERTIKA (1804112500)
MAELLYNIA MUSTOFA (1804112443)
MUHAMMAD SYARIF (1804110311)
RAHMA ZANI (1804124468)
SYUCITRA ORIZA (1804110736)
TENGKU RANY OCTAVIANY (1804112367)
VETRUS OCTAVIANUS M (1804111239)
WIRANDA DELLAROSA (1804112687)

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi dikenal sebagai negaraterkaya

kedua di dunia setelah Brasil dengan 325.350 spesies flora dan fauna. Demikian jugadengan

kekayaan biota lautnya. Indonesia dengan luasan laut mencapai 5.176.800 km 2 dengan

panjang pantai 95.181 km memiliki jumlah biota laut sebesar 7.714 spesies dengan

jumlahspesies terbesar dari kelompok moluska dengan 2.500 jenis (Moosa dan Noontji,

2000).

Wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem daratdan

ekosistem laut, sangat rentan terhadap kerusakan dan perubahan yang diakibatkan oleh

berbagai aktivitas manusia di darat maupun di laut. Menurut Undang-Undang No. 7

Tahun2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan pesisir

didefinisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh

perubahan di darat dan laut. Wilayah pesisir ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah

berdasarkan kriteria tertentu seperti karakter fisik, biologi, sosial dan ekonomi

untukdipertahankan keberadaannya, sedangkan wisata bahari adalah jenis pariwisata

alternatif yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut maupun kegiatan

wisata yangdilakukan di bawah permukaan laut.

Pengembangan wisata alam laut (bahari) memiliki peranan yang sangat penting darisisi

ekonomis maupun ekologis. Secara ekonomis, pengembangan wisata alam laut

berperandalam peningkatan pendapatan devisa negara dan peningkatan ekonomi masyarakat

di sekitarkawasan. Secara ekologis, penetapan kawasan wisata alam laut dapat

mengakibatkan rusaknyaekosistem laut jika pengelolaannya dilakukan secara serampangan,

tetapi jika pengelolaandilakukan dengan baik maka secara ekologis keberadaan wisata alam

laut dapat menjagaekosistem kawasan laut dari kerusakan. Pengembangan wisata bahari
memerlukan kehati-hatian karena bersifat alami sehingga perencanaannya memerlukan

koordinasi dan integrasi dari semua instansi terkait. Wisata bahari pada luasan yang relatif

terbatas memerlukan perencanaan yang baik dalam hal pengaturan jumlah pengunjung dan

penentuan lokasi untuksetiap jenis kegiatan yang berbeda. Disamping itu, diperlukan analisis

pemasaran dan kegiatanidentifikasi lokasi yang akan mendapatkan dampak negatif bila

kegiatan wisata ini berjalan,sehingga pencegahan secara dini dapat dilakukan.

Salah satu obyek wisata alam laut di Sulawesi Selatan adalah kawasan konservasi

Taman Nasional Taka Bonerate (TN. TBR). Berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun

1990tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 34 (1),

bahwakewenangan pengelolaan kawasan konservasi berada di tangan pemerintah pusat yang

berarti Kementerian Kehutanan dalam hal ini Balai Taman Nasional Taka Bonerate.

1.2. Tujuan Penulisan

Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Konservasi Sumberdaya Hayati

Laut dan juga untuk mengetahui proses sejarah dan pembentukan konservasi, keunikan

ekologis dan zonasi, peraturan dan kebijakan pemerintah serta dukungan eksternal, kearifan

lokal dan keunikan sosial budaya Taman Nasional Taka Bonerate.


II. PEMBAHASAN

2.1 Proses dan Sejarah Pembentukan Kawasan Konservasi

Taman Nasional Taka Bonerate (TNTBR) merupakan salah satu kawasan pelestarian

alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan penelitian,

ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Kawasan ini

terletak di Kab. Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, tepatnya terletak di tengah segitiga

terumbu karang dunia yang memiliki keragaman spesies karang tertinggi di dunia. Kondisi

ini yang membuat pentingnya peran TNTBR dalam menjaga kelestarian spesies terumbu

karang dunia yang mungkin hanya terdapat dikawasan ini. Oleh sebab itu kawasan TNTBR

haruslah terdapat kawasan yang betul-betul dilindungi dan biota di dalamnya dapat

berkembang secara alami.

Status kawasan Taka Bonerate bermula sebagai cagar alam berdasarkan SK Menteri

Kehutanan No. 100/Kpts-II/1989. Kemudian ditunjuk menjadi Taman Nasional berdasarkan

SK Menteri Kehutanan No. 280/KPTS-II/1992, tanggal 26 Februari 1992 dan ditetapkan

dengan SK Menteri Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001, tanggal 15 Maret 2001 dengan luas

kawasan 530.765 ha.

Tahun 1997, Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibentuk untuk melakukan pengelolaan

kawasan Taman Nasional, dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 185/Kpts-II/1997 tanggal

31 Maret 1997. Sejak tanggal 10 Juni 2002 berubah menjadi Balai Taman Nasional Tipe C

setingkat Eselon III, sesuai dengan SK Menhut No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis Taman Nasional berubah menjadi Balai Taman Nasional Tipe B yang

terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II serta
Kelompok Jabatan Fungsional dengan tugas pokok melakukan penyelenggaraan konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengelolaan kawasan TNTBR dilaksanakan dengan sistem zonasi. Penetapan zonasi

dalam kawasan TNTBR didasarkan pada Keputusan Direktorat Jenderal PHKA Nomor: SK.

150/IV-SET/2012 tanggal 17 September 2012 tentang Zonasi Taman Nasional Taka

Bonerate. Zonasi dalam kawasan TNTBR terdiri dari 4 zona yaitu Zona Inti (8.341 Ha), Zona

Perlindungan Bahari (21.188 Ha), Zona Pemanfaatan (500.879) dan Zona Khusus (357

Ha).Kemudian pada tahun 2018 dilakukan review Zonasi dengan surat Keputusan Direktorat

Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor :

SK.23/KSDAE/SET/KSA.0/1/2019, Tanggal 23 Januari 2019 yang terdiri dari 7 zona yaitu

Zona Inti (10.046 Ha), Zona Perlindungan Bahari (25.875 Ha), Zona Pemanfaatan (9.491 Ha)

dan Zona Khusus (270 Ha), Zona Tradisional (481.334 Ha), Zona Religi, Budaya dan Sejarah

(3.279Ha) dan Zona Rehabilitasi (472 Ha). Dengan terbitnnya penetapan Surat Keputusan

baru ini maka surat keputusan SK. 150/IV-SET/2012 tanggal 17 September 2012 tidak

berlaku lagi.

Secara administratif kawasan TNTBR berada pada Kecamatan Taka Bonerate yang

mana sebelum menjadi Taman Nasional tahun 1992, kawasan Taka Bonerate berada dalam

dua wilayah administratif kecamatan, yaitu bagian utara adalah Kepulauan Macan yang

masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pasimasunggu dan bagian selatan adalah Kepulauan

Pasitallu yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pasimarannu. Terdapat 5 (lima) desa

dalam kawasan TNTBR yaitu Desa Rajuni, Desa Latondu, Desa Tarupa, Desa Jinato dan

Desa Tambuna. Namun sejak tahun 2012, pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar

melakukan pemekaran terhadap Desa Tambuna menjadi 2 desa yaitu Desa Tambuna dan

Desa khusus Pasitallu Raya.


Dan pada tahun 2015 diakui menjadi cagar biosfer kesepuluh dari Indonesia yang

menjadi anggota MAB UNESCO dengan nama "Taka Bonerate-Kepulauan Selayar" dengan

cakupan wilayah satu kabupaten Kepulauan Selayar dan dengan demikian diakui sebagai

anggota “Man and Biosphere Programme” (MAB) UNESCO.Pengakuan tersebut disahkan

dalam sidang ke-27 International Co-ordinating Council (ICC) MAB di Kantor Pusat

UNESCO Paris.

Gambar 1. Peta Revisi Zona Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate


2.2 Keunikan Ekologis (Habitat, Populasi Marine Fauna dan Marine Flora) dan Zonasi

A. Ekologi Taman Nasional Taka Bone Rate

Taka Bonerate dan sekitarnya adalah salah satu wilayah KSPN Sulsel selain Tana

Toraja. Total penetapan KSPN seluruh Indonesia sebanyak 88 buah. Kawasan Strategis

Pariwisata Nasional (KSPN) adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau

memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh

penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya,

pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan

keamanan (PP RI No.50 Tahun 2011).

Pada tahun 2015 kawasan Taman Nasional Taka Bonerate ditetapkan oleh UNESCO

(United Nations, Educational, Scientific, and Cultural Organization) sebagai salah satu cagar

biosfer dunia. Cagar biosfer sendiri merupakan situs di darat, laut atau pantai yang dikelola

secara inovatif dengan tujuan menyinergikan penduduk lokal dengan lingkungannya.

Penetapan cagar biosfer tersebut merupakan salah satu capaian penting sebagai modal utama

dalam mengharmonisasikan pelestarian keanekaragaman hayat dengan pemanfaatan sumber

daya secara berkelanjutan.

Pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2012 –

2032, Taman Nasional Taka Bonerate merupakan kawasan peruntukan pariwisata alam yang

berada di Kecamatan Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. Dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2029 juga disebutkan bahwa Taman

Nasional Taka Bonerate merupakan kawasan yang potensial dikembangkan sebagai tujuan

maupun obyek wisata.

Taman Nasional Taka bonerate memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia yaitu

setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall, dan Suvadiva di Kepulauan Moldiva. Luas atol
tersebut sekitar 220.000 ha. Kawasan ini memiliki ciri dimana atol yang terdiri dari gugusan

pulau-pulau gosong karang dengan rataan terumbu karang yang luas dan tenggelam.

Secara umum terdapat tiga bentuk tipe terumbu karang yang berada di Taman

Nasional Taka Bonerate, yaitu terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu karang

tepi (fringing reef) dan atol. Beberapa lokasi yang ditemui memiliki tipe kontur drop off

membentuk dinding (wall) seperti di Pulau Latondu, Taka Lasalimu, Taka Sirobe, Taka

Balanda, Jinato Wall, Taka Taburi, dan Taka Kumai. Umumnya lokasi-lokasi tersebut

memiliki tingkat kecerahan perairan yang baik sehingga banyak dijadikan sebagai lokasi

kegiatan wisata selam maupun wisata pantai.

Salah satu nilai penting ekologi kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah area

penyebaran larva yang menjadi sumber pakan barbagai jenis ikan dan biota laut yang

dijumpai disepanjang gugusan karang atol berdasarkan peta sebaran larva di Kabupaten

Kepulauan Selayar dan pulau-pulau sekitarnya (WWF, 2018).

Gambar 2. Lokasi Sebaran Larva


Ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Taka Bonerate secara umum sangat

beragam dan kaya dengan variasi jenis dan karakteristik biota laut. Potensi kekayaan sumber

daya hayati laut Taka Bonerate dan Sulawesi pada umumnya sangat besar. Sebagai bagian

dari Segitga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle), kawasan ini dikelilingi oleh banyak

situs terumbu karang terbaik di Indonesia, bahkan di dunia.

Terdapat 7 buah pulau yang berpenghuni yakni: Pulau Tarupa, Pulau Rajuni Kecil,

Pulau Rajuni Besar, Pulau Latondu Besar, Pulau Jinato, Pulau Pasitallu Tengah, dan Pulau

Pasitallu Timur.

Salah satu lokasi yang merupakan tempat wisata pantai adalah Pulau Tinabo. Pulau

ini dikelilingi oleh hamparan pasir putih. Berbagai bentuk atraksi wisata seperti snorkeling

dan diving dapat dilakukan di wilayah ini. Hal unik lainnya yang ditemukan adalah

keberadaan sekumpulan bayi ikan hiu jenis blacktip reef shark (Carcharhinus melanopterus)

yang berenang bebas di pesisir pantai Pulau Tinabo.

Wisatawan pengunjung umumnya bermalam di pulau Tinabo Besar. Spot diving yang

dekat dengan Pulau Tinabo diantaranya Spot Kolam Gantarang, Spot Tabulate Gantarang,

Spot Sumur Ikan dan Spot Mulut Harimau. Spot dive sebelah Selatan Pulau Tinanja antara

lain hamparan hard coral di Taka Lasalimu dan sebuah karang batu berumur 300 tahun di

Taka Sirobe. Di sebelah utaranya dapat ditemukan antara lain Spot Hantu Ceria, Spot Uka di

perairan sekitar Pulau Tarupa Kecil dan Spot Coral Garden di perairan sekitar Pulau Tarupa

Besar.

Pada bagian sebelah barat Pulau Tinabo terdapat Bungin Tinabo, yaitu pulau kosong

tidak bervegetasi yang permukaannya hanya di tutupi pasir putih hasil endapan ombak laut.

Bunging Tinabo merupakan lokasi favorit pengunjung untuk menunggu matahari tenggelam

di ufuk barat. Pada bagian selatan perairan ini terdapat Taka Rajuni dengan 2 spot

dive/snorkelnya.
Perairan dan Pulau Lantigiang merupakan daerah yang sering diakses oleh masyarakat

karena lokasinya dekat dari pulau berpenghuni yakni Pulau Rajuni dan Pulau Jinato. Daerah

ini merupakan lokasi untuk menangkap ikan maupun meti oleh nelayan (WCS, 2015).

Kondisi pulau yang tidak berpenghuni kadang dimanfaatkan masyarakat untuk singgah

setelah melakukan aktivitas di laut yang kadang dimanfaatkan untuk mencari telur penyu jika

petugas tidak di tempat, sehingga merusak habitat dan kelestarian keanekaragaman hayati di

pulau ini.

Taka Belanda merupakan daerah fishing ground bagi nelayan yang tidak melakukan

penyelaman khususnya nelayan asal Desa Rajuni, Desa Latondu, Desa Jinato, Desa Khusus

Pasitallu dan Desa Tambuna.

B. Marine Flora & Fauna di Taman Nasional Taka Bone Rate

Kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam perairan dengan ciri khas

karang atoll (luasan mencapai 220.000 ha) serta memiliki keanekaragaman biota laut yang

tinggi dan habitat bagi berbagai spesies satwa laut yang langka dan dilindungi. Kepulauan

Taka Bonerate merupakan habitat berbagai jenis biota laut seperti kima raksasa (Tridacna

gigas) dan juga merupakan tempat peneluran penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik

(Eretmochelis imbricata), sehingga perlu dipertahankan dan dibina kelestariannya. Kawasan

pesisir Taman Nasional Taka Bonerate juga merupakan salah satu tempat perlindungan dan

tempat tinggal berbagai macam jenis biota. Tercatat kawasan ini merupakan habitat bagi

ratusan spesies karang, lamun, ikan karang, makro alga, kerang-kerangan, moluska, burung

dan biota laut lainnya.

1. Terumbu Karang

Terumbu karang yang ditemukan terdiri dari 68 genera karang yang terdiri atas 63

genera dari Ordo Scleractinia dan 5 genera dari Ordo non Scleractinia yang terdiri dari 233
jenis spesies penyusun terumbu karang. Famili karang yang dominan adalah Acroporidae,

Fungidae, Faviidae dan Dendrophylladae (RPTN 2013).

2. Padang Lamun

Jenis lamun yang ditemukan terdiri dari 11 spesies dari 7 genera. Jenis lamun yang

dominan adalah Thalassodendron ciliata, Halophila ovalis, Cymodocea rotunda, Cymodocea

serrulata, Thallasia hemprichii dan Enhalus acoroides. Jenis lain yang juga dijumpai namun

dalam skala yang kecil adalah Halophila minor, Syringodium, Halodhule spp. (RPTN 2013).

3. Ganggang Laut (Macro Algae)

Ganggang laut atau macro algae adalah tumbuhan purba, yang tidak memiliki akar,

daun dan batang sejati. Jenis makro alga yang ditemukan terdiri dari 112 spesies berasal dari

46 genera yang terdiri atas 55 spesies alga hijau, 24 spesies alga coklat, dan 33 spesies alga

merah (RPTN 2013). Alga dominan yaitu: Dicoospbaefia cavernosa, Udotea occidentalis,

Neomeris annulata, Halimeda cylindracea, H. opuntia, H. macroloba, H. micronesica,

Laurencia obtusa dan Lithothamnion prolifer. Namun dari 9 spesies tersebut hanya 2 spesies

yang ditemukan melimpah, yaitu Halimeda cylindracea dan Neomeris annulata.

4. Ikan

Ikan yang terdapat di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate terdiri atas dua jenis

utama yaitu ikan karang dan ikan pelagis. Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate yang

memiliki variasi habiat mulai dari daerah terumbu karang, daerah berpasir, berbagai lekuk

dan celah, daerah algae, dan lamun hingga laut dalam menyebabkan keanekaragaman ikan

pada kawasan ini sangat tinggi.

Teridentifikasi bahwa kawasan ini merupakan habitat bagi 53 famili, 160 genus dan

564 spesies ikan karang dan pelagis. Adapun ikan karang yang mendominasi dalam kawasan

Taman Nasional Taka Bonerate diantaranya adalah Chaetodontidae, Pomacentridae,


Labridae, Scaridae, Pomachantidae, Apogonidae, Serranidae, Gobiidae, Lutjanidae,

Caesionidae dan Mullidae (RPTN 2013).

5. Moluska

Jenis moluska yang ditemukan terdiri atas 4 klas, yaitu Gastropoda, Pelecypoda,

Cephalopoda dan Scapopoda dengan 62 famili dan 299 spesies (RPTN 2013). Kelompok

mollusca yang dominan terdiri atas dua klas yakni Gastropoda (keong-keongan) dan

Pelecypoda (kerang-kerangan). Gastropoda dominan berasal dari famili: Cypraedae, Thaidae,

Conidae, dan Cerithidae. Juga ditemukan gastropoda ukuran besar seperti Scrabang Batik

(Chaeronia tritons), Kepala Kambing (Cassis cornuta), dan tedong-tedong (Lambis

chiragra). Serta beberapa jenis Trochus spp, dan Conus textile yang masuk dalam redlist

CITES. Jenis-jenis kerang yang ditemukan antara lain: kerang mutiara (Pinctada spp),

Halionthis sp dan Kima (Tridacna spp).

Jenis Kima yang terdapat di TBR adalah lima jenis dari marga Tridacna dan dua jenis

dari marga Hippopus. Ketujuh spesies tersebut adalah Tridacna gigas, T. squamosa, T.

derasa, T. crosea, T. maxima, Hippopus hippopus, H. porcellanus. Juga terdapat Klas

Cephalopoda seperti Nautilus (Nautilus sp), Cumi-cumi (Squid sp) dan Gurita (Octopus sp).

6. Penyu

Terdapat 4 jenis penyu yang ditemukan di Taka Bonerate, yaitu: Penyu Sisik

Eretmochelys imbricata, Penyu Hijau Chelonia mydas, Penyu Lekang Lepidochelys olivacea,

dan Penyu Tempayan Caretta caretta (RPTN 2013).

7. Echinodermata

Echinodermata yang ditemukan terdiri dari bintang laut (Asteroidea) 8 jenis, lili laut

(Crinoidea), bulu babi (Echinoidea) 13 jenis dan teripang (Holothuroidea) 11 jenis. (RPTN

2013). Crustacea ditemukan sebanyak 15 spesies yang terdiri atas udang penaid Penaeus

spp, lobster Panulirus spp, udang pasir dan kepiting (PSTK Unhas 2000).
Dikawasan ini juga sering terlihat mamalia laut seperti paus (Cetacea), Lumba-lumba

Tursiops sp. dan duyung Dugong dugong (komunikasi personal 2012). Banyak pula terdapat

jenis burung yaitu 34 spesies, terdiri dari 12 spesies burung darat, 13 spesies burung pantai

dan 9 spesies burung laut (PSTK Unhas 2000).

Penyebaran geografis spesies-spesies tumbuhan yang ada pada pulau-pulau di dalam

kawasan Taman Nasional Taka Bonerate dapat dibedakan menjadi 3 kelompok. Kelompok

pertama, adalah spesies-spesies yang ditemukan pada seluruh pulau antara lain Euphorbia

pseudochamaesyce, Ipomoea pescaprae, famili Asteraceae, Scaevolla taccada, dan beberapa

spesies rumput. Kelompok kedua, adalah spesies-spesies yang ditemukan pada pulau-pulau

yang berada pada bagian Timur dan Selatan kawasan antara lain Pemphis acidula, famili

Lythraceae, Tourneforti argentea, dan Ipomea tuba. Kelompok ketiga, adalah spesies-spesies

yang pola penyebarannya tidak beraturan (PSTK Unhas 2000).

Jenis fauna lain adalah reptilia (kadal kecil, cecak, dan tokek), mamalia (tikus

pemakan padi), kelompok serangga (spesies kupu-kupu dari famili Nymphalidae, nyamuk,

lalat, kelabang, kalajengking dsb), Sedangkan untuk jenis hewan peliharaan antara lain ayam,

bebek, angsa, entok/manila, kambing dan kucing (PSTK Unhas 2000).

Keragaman genera karang dan ikan karang yang teramat adalah 79 genera dari 19

famili karang keras. Jumlah ini diperoleh dari hasil survei ekologi terumbu karang di 46 titik

pengamatan selama 22 hari di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. Angka ini

diharapkan dapat melengkapi data keragaman genera karang yang diambil pada tahun 2000

(Coremap-PSTK Unhas, 2000) sebanyak 49 genera karang keras. Sedangkan genus yang

paling dominan ditemukan adalah Acropora, Porites, dan Pocillopora. (WCS, 2015).

Demikian pula dengan keragaman spesies ikan karang, di Taman Nasional Taka

Bonerate jumlah spesies ikan karang yang ditemui cukup tnggi dengan jumlah 522 spesies

ikan karang yang berasal dari 162 genera dan 48 famili. Jumlah ini juga lebih banyak
dibandingkan dengan data tahun 2000 (Coremap PSTK Unhas, 2000) yang menemukan 362

spesies ikan karang dari 36 famili dan 115 genera. Rata-rata jumlah spesies yang ditemui

dalam masing-masing lokasi adalah 110.35 spesies. Spesies terbanyak berasal dari Famili

Pomacentridae, Labridae, dan Chaetodontdae (WCS, 2015).

Komunitas ikan karang yang mendominasi Taman Nasional Taka Bonerate adalah

dari kelompok trofik planktivora (29%) dan omnivora (19%). Kelompok ikan planktvora

yang paling sering dijumpai dalam kelompok besar adalah Odonus niger dari famili Balistdae

yang dalam bahasa lokal disebut ikan pogo. Kelompok ikan omnivore yang paling banyak

dijumpai adalah dari famili Pomacentridae atau yang biasa disebut ikan betok laut.

Komposisi kelompok ikan karnivora dan pemakan benthos sebagai predator puncak dalam

jejaring makanan di perairan Taman Nasional Taka Bonerate mencapai 22%, sedangkan

kelompok ikan herbivora sebagai agen penting dalam meningkatkan daya kelentingan

ekosistem mencapai 15%. Komposisi yang hampir seimbang ini sangat mendukung

keberlangsungan ekosistem terumbu karang, terutama bila diikuti oleh pengelolaan yang

terpadu terhadap tekanan antropogenik, terutama dari sektor perikanan (WCS, 2015).

C. Zonasi Taman Nasional Taka Bonerate

Taman Nasional Taka Bonerate adalah kawasan pelestarian alam yang terletak di sisi

selatan semenanjung Sulawesi atau di Laut Flores dengan luas kawasan 530.765 Ha.

Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate (TNTBR) terdiri dari 17 pulau, 5 bungin (paparan

pasir) dan 30taka (paparan terumbu karang) yang tersebar membentuk cincin/atol.

Taman Nasional Taka Bonerate secara geografis terletak di Laut Flores pada 06° 17’

15” – 07° 06’ 45” LS dan 120° 53’ 30” – 121° 25’ 00” BT. Secara administratif berada dalam

wilayah Kecamatan Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. Secara fisik kawasan

Taman Nasional Taka Bonerate berbatasan dengan :


• sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi Selatan;

• sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda;

• sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores;

• sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa.

TNTBR merupakan kawasan kepulauan karang yang berbentuk atol atau cincin. Pada

awalnya masyarakat tidak mengenal kawasan tersebut dengan nama Taka Bonerate tetapi

dikenal dengan nama Kepulauan Macan. Tetapi menurut masyarakat setempat, dahulu

wilayah tersebut masuk ke dalam distrik Bonerate kemudian berganti nama menjadi Taka

Bonerate.

Sebelum menjadi taman nasional tahun 1992, kawasan Taka Bonerate terbagi dalam

dua wilayah administratif kecamatan, yaitu bagian utara adalah Kepulauan Macan yang

masuk dalam wilayah Kecamatan Pasimasunggu dan bagian selatan adalah Kepulauan

Pasitallu yang masuk dalam wilayah Kecamatan Pasimarannu.

Taka (bahasa Selayar) atau Pas (bahasa Bajo) berarti pasir yang muncul atau

bertumpuk. Nama Taka Bonerate diberikan kepada kawasan tersebut karena terdiri dari

banyak taka, Taka-taka tersebut akan dijadikan satu kawasan Taman Nasional dengan satu

nama yang diambil dari nama ibukota kecamatan Pasimarannu yaitu Bonerate. Setelah Taka

Bonerate resmi menjadi taman nasional, kawasan tersebut disatukan ke dalam satu kecamatan

yaitu Kecamatan Pasitallu, ditambah dengan Pulau Kayuadi. Selanjutnya nama Kecamatan

Pasitallu diubah menjadi Kecamatan Taka Bonerate dengan Pulau Kayuadi sebagai ibukota

kecamatan.

Status Kawasan Taka Bonerate berawal dari ditetapkannya sebagai cagar alam laut

pada tahun 1989 berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor100/Kpts-II/1989. Kemudian

berubah fungsi sebagai Taman Nasional Taka Bonerate berdasarkan SK Menteri Kehutanan

Nomor 280/KPTS-II/1992, tanggal 26 Pebruari 1992. Setelah itu diperkuat dengan


ditetapkannya sebagai Taman Nasional Taka Bonerate dengan SK Menteri Kehutanan Nomor

92/KPTS-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 seluas 530.765 Ha. Tahun 1997, Unit Pelaksana

Teknis (UPT) dibentuk untuk melakukan pengelolaan kawasan Taman Nasional dengan SK

Menteri Kehutanan Nomor: 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997. Sejak tanggal 10 Juni

2002 berubah menjadi Balai Taman Nasional Tipe C setingkat Eselon III, sesuai dengan SK

Menhut No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari

2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional berubah

menjadi Balai Taman Nasional Tipe B yang terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Seksi

Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II serta Kelompok Jabatan Fungsional dengan

tugas pokok melakukan penyelenggaraan konservasi sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Landasan hukum yang mendasari pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate, antara lain:

a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya.

b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

c) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

e) Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam

dan Kawasan Pelestarian Alam.

f) Peraturan Menteri Kehutanan P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi


Taman Nasional yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Republik Indonesia No: P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentan kriteria Zona

Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman

Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 diamanatkan bahwa untuk

mewujudkan fungsi taman nasional, maka kawasan taman nasional itu harus dikelola dengan

sistem zonasi. Zonasi taman nasional pada dasarnya merupakan pengaturan ruang dengan

mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya

masyarakat. Selanjutnya sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Republik Indonesia No: P.76/Menlhk-Setjen/2015 pasal 6 disebutkan bahwa zona kawasan

taman nasional terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Zona

lainnya yang dimaksudkan adalah zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan

sejarah, serta zona khusus. Pembagian kawasan menjadi zona-zona dimaksud tentunya

disesuaikan dengan kondisi potensi sumberdaya alam dan lingkungan sosial di setiap taman

nasional.

Pengelolaan kawasan TNTBR dilaksanakan dengan sistem zonasi. Penetapan zonasi

dalam kawasan TNTBR didasarkan pada Keputusan Direktorat Jenderal PHKA Nomor: SK.

150/IV-SET/2012 tanggal 17 September 2012 tentang Zonasi Taman Nasional Taka

Bonerate. Zonasi dalam kawasan TNTBR terdiri dari 4 zona yaitu Zona Inti (8.341 ha), Zona

Perlindungan Bahari (21.188 ha), Zona Pemanfaatan (500.879 ha) yang terbagi atas 4

peruntukan yaitu zona yang diperuntukkan bagi masyarakat dalam kawasan, zona yang

diperuntukkan bagi masyarakat sekitar kawasan, zona yang diperuntukkan bagi masyarakat

umum dan zona yang diperuntukkan bagi aktivitas wisata dan Zona Khusus (357 ha)
2.3. Aspek Peraturan/Kebijakan Pemerintah, Dukungan Eksternal (LSM, Organisasi
Nasional dan Internasional, BUMN, BUMD)

Gambar 3. Bagan struktur organisasi Balai Taman Nasional Taka Bonerate

Balai Taman Nasional Taka Bonerate adalah Unit Pelaksana Teknis di

bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan

Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tujuan Perlindungan

dan Pengamanan adalah terlaksananya kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan

Taman Nasional Taka Bonerate, pembinaan kelompok masyarakat bidang perlindungan, dan

koordinasi antar instansi dalam dalam bidang perlindungan.

Dalam melaksanakan perlindungan kawasan, Balai Taman Nasional Taka Bonerate

didukung oleh SDM dan sarana prasarana antara lain 16 POLHUT, 13 SPORC, 2 orang

Penyidik, 2 kantor SPTN Wilayah, 8 Pos Penjagaan, 4 Kapal Patroli, 6 Speed boat, 2 buah

Mobil patroli, 5 buah sepeda motor patroli, dan 15 Senjata Api type PM 1 A 1. Gangguan dan

kerawanan kawasan yang masih sering terjadi adalah Illegal Fishing & Destructive Fishing

(Bom, Bius, Kompressor), alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, pelanggaran batas

zonasi taman nasional dan pengambilan biota laut yang dilindungi.


Kegiatan perlindungan dan pengamanan yang telah dilakukan oleh Balai Taman

Nasional Taka Bonerate antara lain adalah operasi pengamanan kawasan, operasi

intelijen/pulbaket, operasi fungsional, operasi gabungan, patroli MMP (masyarakat mitra

polhut), operasi khusus dan supervisi penanganan gangguan kawasan dan SDAHE. Kegiatan

penyelesaian kasus yang dilakukan adalah penyidikan tindak pidana bidang konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta tindak pidana bidang perikanan, rapat koordinasi

terkait penanganan kasus, pemantauan penyelesaian perkara dan supervisi penyidikan.

Kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan perlindungan hutan yang telah dan akan

dilakukan adalah penyusunan standar operasional pengamanan, koordinasi dalam rangka

pengamanan kawasan TNTBR, rapat koordinasi pengamanan kawasan tingkat kabupaten,

konsultasi dan koordinasi pengamanan kawasan ke pusat, Morning Coffee pembahasan

penerapan undang-undang perikanan bersama instansi terkait, pembinaan forum masyarakat

mitra polhut, pembinaan masyarakat dalam kawasan terkait pengamanan kawasan, bantuan

penyelesaian perkara, identifikasi gangguan SDAHE, monitoring dampak illegal fishing

terhadap keanekaragaman hayati laut, dan pengembangan sistem informasi dalam rangka

perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi.

2.4. Kearifan Lokal dan Keunikan Sosio-Budaya

a. Festival Takabonerate

Pulau Sulawesi sudah lama dikenal sebagai pulau dengan kekayaan bahari yang sudah

diakui dunia. Salah satunya bisa ditemukan di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten

Selayar, Taman Nasional Laut Takabonerate. Guna mempromosikan dan mengenalkan lebih

luas potensi wisata di Sulawesi Selatan ini, maka dibuatlah festival bernama Festival

Takabonerate. Festival ini adalah satu dari 4 event yang menjadi agenda tahunan Provinsi

Sulawesi Selatan untuk menarik kunjungan wisatawan. Dengan adanya festival ini

diharapkan akan menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi Sulawesi Selatan. Pada
dasarnya 4 event tahunan yang menjadi agenda. Provinsi Sulawesi Selatan ini mengangkat

unsur cultural, creative, communication, commercial dan commitmen. Diantara agenda

tahunan yang diselenggarakan di Sulawesi Selatan. Sama seperti festival lain, fastival ini juga

menawarkan berbagai daya tarik.

Festival Takabonerate sendiri merupakan sebuah festival yang diadakan di Pulau yang

berada dalam kawasan Taman Nasional Laut Takabonerate. Takabonerate ini sendiri adalah

taman laut terbesar di dunia yang keberadaannya diskusi oleh dunia dengan adanya terumbu

karang seluas 220 hektar. Adanya festival Takabonerate ini akan memberikan kesempatan

untuk ambil bagian dalam keaktifan lokal dan tradisi kehidupan keseharian masyarakat

sekitar. Hal ini menjadi daya tarik yang tak pernah gagal menarik perhatian wisatawan sebab

para wisatawan turut dan terjun langsung di dalamnya. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya, melalui Festival Takabonerate, akan diajak untuk melihat lebih dekat dan turut

merasakan kearifan lokal masyarakat setempat. Tak hanya itu saja, melalui festival ini, juga

akan diajak untuk menikmati keindahan pemandangan taman laut Takabonerate yang tidak

akan bisa ditemukan di tempat lain. Taman laut Takabonerate menawarkan keindahan

pemandangan bawah laut yang sangat menakjubkan. Belum lagi, dengan adanya terumbu

karang yang membentang hingga seluas 220 hektar sudah pasti menjadi daya tarik yang tidak

akan bisa ditolak oleh setiap pengunjung yang ikut berpartisipasi dalam festival ini.

Taman Nasional Taka Bonerate nyatanya tak hanya terkenal dengan keindahan bawah

lautnya, tetapi juga kearifan lokal yang ada di seluruh masyarakat yang ada di pulau sekitar

kawasan taman nasional salah satunya pulau, yaitu Pulau Jinato. Ketika sampai di dermaga

Pulau Jinato, seluruh peserta yang mengikuti Festival Takabonerate langsung disambut

hangat oleh kepala desa. Sambutan kembali dilakukan ketika kami memasuki pulau. Gendang

yang berbunyi dengan merdunya, tarian yang unik dan ikonik, hingga drama musikal yang

menarik menghibur kami selama dua malam berada di sana. Tak hanya itu, para peserta
festival juga diajak untuk melihat kegiatan sehari-hari masyarakat di Pulau Jinato. Misalnya

saja melihat proses pembuatan permen gula merah, pembuatan abon ikan, hingga pembuatan

jaring untuk menangkap ikan. Selain itu, masyarakat Pulau Jinato juga memiliki tradisi unik

bernama sorong lopi. Ini merupakan tradisi mendorong perahu yang baru selesai dibuat oleh

seluruh masyarakat sekitar. Tradisi sorong lopi ini dilakukan untuk menimbulkan semangat

gotong-royong di antara masyarakat sekitar. Setelah selesai mendorong perahu ke laut,

masyarakat lantas menyantap bubur baladekdek bersama-sama. Bubur yang terbuat dari

tepung beras dan gula merah itu dipercaya masyarakat sekitar bisa membukakan pintu rezeki.

Kegiatan di Festival Takabonerate yang berada kawasan Taman Nasional Laut

Takabonerate :

Layaknya kegiatan festival yang diselenggarakan di daerah lain, terutama festival yang

diselesaikan di Sulawesi Selatan, Festival Takabonerate ini juga menawarkan berbagai

aktivitas yang dijamin menyenangkan. pariwisatawan diajak untuk menikmati aktivitas yang

berkaitan erat dengan kearifan lokal, akan dan budaya di Pulau Selayar ini. Seperti beberapa

aktivitas sebagai berikut :

 Land Tour, Aktivitas Meliput Keanekaragaman Tradisi Keseharian Masyarakat Pulau

Selayar

Aktivitas yang paling dinantikan saat penyelenggaraan Festival Takabonerate adalah

liputan tradisi keseharian masyarakat Pulau Selayur. Melalui aktivitas ini, para pengunjung

akan diajak untuk mengikuti tradisi keseharian masyarakat dengan lebih dekat. Berbagai

aktivitas yang termasuk dalam tradisi keseharian, seperti pengolahan minyak kelapa secara

tradisional, pembuatan atap daun kelapa yang merupakan bagian konstruksi tak terpisahkan

dari masyarakat Pulau Selayar. Ada pula aktivitas unik yang hanya bisa ditemukan di Pulau

Selayar, yaitu menggoreng pisang di pinggir pantai dan tradisi angngatti-ngatti yang

dilakukan ketika air sedang surut.


 Menikmati Sajian Khas Pulau Selayar Bersama Masyarakat Lokal

Sebagai penutup dari aktivitas liputan tradisi keseharian masyarakat Pulau Selayar, juga

akan diajak untuk menikmati sajian khas dari Pulau Selayar, untuk menikmati sajian nasi

santan dengan lauk ikan laut yang merupakan hasil dari tradisi Assulo, yaitu tradisi

menangkap ikan di malam hari saat air laut dalam keadaan surut. Selain itu, dalam rangkaian

festival tahunan ini, penyelenggara juga menyediakan area atau stand khusus kuliner. Stand

atau area khusus ini bisa menjadi tempat melakukan wisata kuliner makanan tradisional

Sulawesi Selatan di satu tempat sambil tetap menikmati rangkaian kegiatan festival.

 Trail Adventure Challenge, Aktivitas Menguji Adrenalin Sekaligus Mengenalkan

Keindahan Kota Tanadoang

Satu lagi aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari penyelenggaraan Festival Takabonerate

adalah Trail Adventure Challenge. Seperti namanya aktivitas ini merupakan aktivitas yang

terbilang menguji adrenalin. Meski demikian, tujuan yang ingin dicapai dari dari aktivitas ini

sangat bagus, yaitu untuk memperkenalkan keanekaragaman potensi pariwisata Kota

Tanadoang.

Menariknya lagi, aktivitas Trail adventure challenge ini dilakukan dalam bentuk kompetisi

untuk memperebutkan sejumlah besar hadiah yang disediakan oleh penyelenggara. Hadiah

tersebut berupa hadiah-hadiah menarik hingga hadiah utama berupa sepeda motor.

 Snorkeling untuk Menikmati Keindahan Bawah Laut Pulau Selayar

Tidak lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Festival Takabonerate tanpa menikmati

pemandangan bawah laut Pulau Selayar yang luar biasa indahnya. Aktivitas ini bisa

dilakukan dengan mengikuti snorkeling yang juga sudah disediakan oleh penyelenggara.

Tidak hanya menawarkan kegiatan yang sifatnya menyenangkan dan bertujuan untuk

mempromosikan wisata saja, festival yang diselenggarakan setiap setahun sekali ini juga

mengadakan kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan. Seperti misalnya kegiatan


penanaman terumbu karang dan pelepasan tukik atau anak penyu. Pulau Selayar yang

terkenal dengan keindahan terumbu karangnya yang luas tentu tidak selamanya terjaga dalam

keadaan baik-baik saja. Ada masa dimana terumbu karang tersebut harus rusak, entah karena

faktor alam maupun dirusak akibat aktivitas manusia. Maka, agar kelestarian dan keindahan

terumbu karang ini tetap terjaga, perlu adanya kegiatan penanaman terumbu karang tersebut.

b. Ongko

Ongko merupakan kawasan perairan yang memiliki sumber daya ikan yang melimpah

yang dimiliki dan dikuasai oleh seseorang atau satu keluarga. Wujud ongko tidak dibangun di

atas perairan yang menandai adanya sarang ikan. Ongko hanya berupa kawasan perairan

terbuka yang ditandai dengan adanya pusaran air, busa di permukaan laut, dan sering

didatangi burung. Kalau sero wujudnya jelas, terbuat dari kayu yang didesain sebagai

perangkap ikan. Ongko merupakan pengetahuan lokal nelayan Selayar tentang cara

melindungi perairan yang menjadi sumber ikan. Salah satunya adalah dengan membuat

aturan yang melarang penangkapan ikan di tiap-tiap ongko. Para pemilik ongko akan

mengeramatkan ongko melalui cerita-cerita mistik yang dikaitkan dengan isyarat-isyarat alam

untuk menakut-nakuti masyarakat yang hendak mengambil ikan. Cerita mistik biasanya

berkisar tentang makhluk laut yang menjadi penunggu di ongko. Para penunggu ini biasa

muncul dengan cara menunjukkan sampan yang bisa berdiri di atas laut. Cerita mistik yang

berkembang di kalangan nelayan Selayar ini membawa dampak pada keyakinan mereka

tentang bahaya yang akan menimpa jika mengambil ikan di ongko milik orang lain.

Keyakinan tersebut mengindikasikan bahwa para nelayan ini masih percaya bahwa laut

memiliki kekuatan gaib yang misterius sehingga harus diperlakukan secara bijak.

Ongko mengajarkan nelayan untuk menghargai laut dan semua makhluk yang ada di

dalamnya. Nilai kearifan lokal yang bisa diaplikasikan dari ongko ini adalah tidak

mengganggu makhluk yang ada di dalam air laut dengan merusak lingkungan hidupnya.
Semua makhluk laut adalah bagian dari ekosistem yang ada di alam semesta ini. Ongko

sebetulnya sudah hilang sejak tahun 1980-an ketika fenomena pengeboman dan pembiusan

ikan merajalela di Selayar. Meskipun wujudnya menghilang, semangat konservasi yang

terkandung di dalam kearifan lokal ongko ini tetap dipelihara.

c. Festival Bajo

Daya tarik lain yang ditawarkan dapat melihat festival budaya Bajo. Pada

penyelenggaraan festival ini, akan bisa menikmati berbagai jenis pagelaran seni yang

ditampilkan oleh masyarakat. Berbagai pagelaran seni yang ditampilkan ini merupakan

bagian dari festival budaya Bajo yang hanya bisa Anda temukan di Sulawesi Selatan ini.

Pagelaran seni yang ditampilkan pun beragam bentuknya, mulai dari pagelaran tari,

pementasan cerita dan masih banyak lagi yang lain.

Pertunjukan budaya yang ditampilkan dalam festival ini sekaligus menjadi bagian dari

daya tariknya bukan hanya budaya tradisional. Ada pula pertunjukan yang menampilkan

budaya populer yang saat ini sedang menjadi trend di kalangan masyarakat. Semua bisa Anda

temukan di dalam festival ini.

d. Takabonerate Mempunyai Karang Atol Terbesar Ketiga di Dunia

Taman Nasional Takabonerate memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia yaitu setelah

Kwajifein di Kepulauan Marshal dan Suvadiva di Kepulauan Moldiva. Luas atol tersebut

sekitar 220.000 hektar, dengan terumbu karang yang tersebar datar seluas 500 km². Dalam

situs Departemen Kehutanan, disebutkan, potensi wisata bawah laut di Takabonerate sangat

menarik. Topografi kawasan sangat unik dan menarik, di mana atol yang terdiri dari gugusan

pulau-pulau gosong karang dan rataan terumbu yang luas dan tenggelam, membentuk pulau-

pulau dengan jumlah yang cukup banyak. Di antara pulau-pulau gosong karang, terdapat

selat-selat sempit yang dalam dan terjal. Sedangkan pada bagian permukaan rataan terumbu,

banyak terdapat kolam-kolam kecil yang dalam dan dikelilingi oleh terumbu karang. Pada
saat air surut terendah, terlihat dengan jelas daratan kering dan diselingi genangan air yang

membentuk kolam-kolam kecil. Tumbuhan yang terdapat di daerah pantai didominasi kelapa

(Cocos nucifera), pandan laut (Pandanus sp), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan

ketapang (Terminalia catappa).

Terumbu karang yang sudah teridentifikasi sebanyak 261 jenis dari 17 famili di antaranya

Pocillopora eydouxi, Montipora danae, Acropora palifera, Porites cylindrica, Pavona

clavus, Fungia concinna, dan lain-lain. Sebagian besar jenis-jenis karang tersebut telah

membentuk terumbu karang atol (barrier reef) dan terumbu tepi (fringing reef). Semuanya

merupakan terumbu karang yang indah dan relatif masih utuh. Terdapat sekitar 295 jenis ikan

karang dan berbagai jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu

(Epinephelus spp.), cakalang (Katsuwonus spp.), napoleon wrasse (Cheilinus undulatus), dan

baronang (Siganus sp.). Sebanyak 244 jenis moluska diantaranya lola (Trochus niloticus),

kerang kepala kambing (Cassis cornuta), triton (Charonia tritonis), batulaga (Turbo spp.),

kima sisik (Tridacna squamosa), kerang mutiara (Pinctada spp.), dan nautilus berongga

(Nautilus pompillius). Jenis-jenis penyu yang tercatat termasuk penyu sisik (Eretmochelys

imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu lekang (Dermochelys coriacea).

Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

Kepulauan Taka Bonerate terdiri dari 21 pulau namun hanya ada 7 pulau yang

berpenghuni secara tetap yaitu Pulau rajuni Besar, Pulau rajuni Kecil, Pulau Tarupa Kecil,

Pulau Latondu, Pulau jinatu, Pulau Pasitalu Tengah dan P. Pasitalu Timur. Penduduk yang

tinggal di daerah tersebut merupakan tiga kelompok etnik suku Bajo, Bugis dan Buton. Suku-

suku tersebut adalah tidak lain masih sama dengan suku yang umumnya mendiami kabupeten

selayar. Hampir seluruh penduduk yang mendiami taka Bonerate adalah bermata pencaharian

sebagai nelayan dengan alat tangkap yang masih tradisional. Seperti contohnya pada salah

satu pulau yang ada di taka bonerate yaitu pulau rajuni kecil. Umumnya nelayan disana
menggunakan alat tangkap hanya berupa pancing untuk menekuni mata pencahariannya

tersebut. Namun penangkapan ikan yang di lakukan oleh nelayan taka bonerate hanya

dilakukan disekitar terumbu karang Takabonerate karena terbatasnya sarana dan alat tangkap.
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Taman Nasional Takabonerate merupakan taman nasional terumbu karang

memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia yaitu setelah Kwajifein di

Kepulauan Marshal dan Suvadiva di Kepulauan Moldiva. Luas atol tersebut

sekitar 220.000 hektar, dengan terumbu karang yang tersebar datar seluas 500

km². teridterumbu karang yang teridentifikasi ditaman nasional ini sebanyak 261

jenis dari 17 famili Taka bonerate merupakan daerah konservasi yang dijadikan

pula sebagai kawasan fishing ground bagi nelayan yang tidak melakukan

penyelaman khususnya nelayan asal Desa Rajuni, Desa Latondu, Desa Jinato,

Desa Khusus Pasitallu dan Desa Tambuna. Dibeberapa pulau yang berada dilokasi

konservasi ini menjadi tempat untuk penyu bertelur. Sehingga untuk kegiatan

fishing ground penduduk sekitaran taman nasional hanya bisa menangkap ikan

dengan alat tangkap yang terbatas sesuai anjuran pemerintah agar tidak merusak

karang.

3.2 Saran

Masyarakat diharapkan mampu menjaga kelestarian alam di kawasan

Taman Nasional takabonerate dengan mengikuti arahan dalam menjaga

kelestarian karang.
DAFTAR PUSTAKA

Admintnt. 2021. Balai Taman Nasional Takabonerate. Diakses pada 14 April


2021 https://tntakabonerate.com/id/

Admintnt. 2014. Kondisi Fisik Kawasan. Balai Taman Nasional Takabonerate.


Diakses pada 12 April 2021 https://tntakabonerate.com/id/

Asto. 2019. WCS-IP : Training dan Pembekalan Survey Sosial Ekonomi


Masyarakat Pesisir TNTBR. https://tntakabonerate.com/id/

Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP . 2021. Data


Konservasi Takabonerate . diakses pada 10 April 2021
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan
konservasi/details/1/9

Kompas. 2009. Takabonerate Punya Karang Atol Terbesar Ketiga di Dunia.


https://travel.kompas.com/read/2009/10/27/06455744/~Travel~News. Di
Publikasikan pada tanggal 27 Oktober 2009. Di akses kembali pada tanggal
15 April 2021.

Kumoro, H. 2005. Membentengi Laut dengan Kearifan Lokal.


https://jelajah.kompas.id/terumbu-karang/baca/membentengi-laut-dengan-
kearifan-lokal/. Di Publikasikan pada tanggal 23 Oktober 2005. Di akses
kembali pada tanggal 15 April 2021.

Kumparan. 2018. 4 Daya Tarik Taman Nasional Takabonerate yang Sayang


Dilewatkan. https://jelajah.kompas.id/terumbu-karang/baca/membentengi-
laut-dengan-kearifan-lokal/. Di Publikasikan pada tanggal 3 November
2018. Di akses kembali pada tanggal 15 April 2021.

Sala, R., Y. Kabera dan V. Rumereb. 2011. Destructive Fishing in Coremap II


Area, Raja Ampat. Journal of Indonesia Coral Reefs, 1(1), 30-40.

Selayarnews. 2017. Pemerintah Perlu Perhatikan Kondisi Sosial Ekonomi


Masyarakat Kawasan Taka Bonerate – Hasil Survey WCS. Diakses
pada 6 April 2021 https://selayarnews.com/28/06/2016/pemerintah-
perlu-perhatikan-kondisi-sosial-ekonomi-masyarakat-kawasan-taka-
bonerate-hasil-survey-wcs/

Wildlife. 2015. Conservation Society Indonesia Program Brochure. Diakses pada


11 April 2021 https://tntakabonerate.com/id/oseanografi/

Zulkifly. 2010. Festival Takabonerate – Mengintip Pesona Pariwisata Selayar.


https://www.celebes.co/festival-takabonerate. Di Publikasikan pada tanggal
19 November 2019. Di akses kembali pada tanggal 15 April 2021.

Anda mungkin juga menyukai