Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK DESA WAHA

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN

OLEH:

KELOMPOK III

NUR WAHYU JUNAEDIN (I1A119037)


AWI SETIAWAN (I1A119011)
SAWINDA (I1A119041)
FINDI ARLITA SARI (I1A119015)
NURUL HUDA (I1A119036)
MUH. RAFLY ARIELTA (I1A119051)

JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
A. PENDAHULUAN

Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang memilikikeanekaragaman

hayati laut terlengkap di dunia. Wilayah ini memiliki garis pantai yang mencapai 251,96 km,

900 jenis ikan,ditambah dengan keberadaan terumbu karang yang sangat luas. Wakatobi

sangatkaya akan terumbu karang, terdiri dari 750 jenis karang dari 850 spesies karangdunia

dengan luas 90.000 hektar, dan dikenal sebagai segitiga karang dunia (Hidayati, 2011).

Kabupaten Wakatobi juga merupakan Kawasan Taman Nasional Laut Wakatobi dengan

luas 1.390.000 ha, ditetapkan sebagai taman nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan

RI No. 393/Kpts-VI/1996, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi

karang; yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia

(Ayiful, 2004).

Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat merupakan pendekatan yang umum

diterapkan pada program pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di dunia, terutama di

negara-negara berkembang yang memiliki ekosistem terumbu karang. Daerah perlindungan

laut dapat dianggap sebagai manifestasi dari keinginan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhannya, seperti kebutuhan untuk menikmati, memanfaatkan sumberdaya alam secara

lestari, kebutuhan untuk menikmati keindahan alam dan kebutuhan untuk melindungi hak

sebagai pemilik sumberdaya dari pengguna luar (Faiza 2011).

Wangi-wangi yang memiliki potensi kelautan dan perikanan serta potensi wisata

bahari yang menjadi daerah tujuan wisatawan nusantara dan mancanegara. Potensi tersebut

harus dikelola dalam kerangka keharmonisan lingkungan sehingga dapat memberikan

kesejahteraan bagi masyarakat secara berkelanjutan. peluang, tetapi juga Kemajuan teknologi

dan globalisasi akan memberikan menjadi tantangan dan persoalan bagi sumber daya alam

daerah apabila tidak dikelola secara arif dan bijaksana. Terutama pada sumber daya laut yang

merupakan sasaran utama masyarkat nelayan. Sebab sebagian besar masyarakat wangi-wangi
berprofesi sebagai nelayan, hal ini didukung oleh potensi sumber daya laut yang melimpah.

Melimpahnya sumber daya laut adalah salah satu alasan masyarakat wangi-wangi berprofesi

sebagai nelayan (BPS. 2016). Menurut Bengen (2002), agar ekosistem dan sumber daya

dapat berperan secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan upaya–upaya perlindungan

dari berbagai ancaman degradasi yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas langsung. Upaya

ini Konservasi Sumber pemanfaatan baik secara langsung maupun tidak dijelaskan dalam

UU. Nomor 5 Tahun 1990 tentang daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 8 yaitu

Pemerintah menetapkan 1) wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga

kehidupan, 2) pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, 3)

pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan (UU

Lingkungan hidup, 2010)

a. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran umum daerah perlindungan laut di wangi-wangi ?

2. Apa tujuan perencanaan pengelolaan daerah perlindungan laut di wangi-wangi ?

3. Apa isu-isu pengelolaan yang terjadi pada daerah perlindungan laut di wangi-wangi ?

4. Apa visi masyarakat terhadap daerah perlindungan laut di wangi-wangi ?

5. Bagaimana pengelolaan daerah perlindungan laut di wangi-wangi ?


B. GAMBARAN UMUM DESA

Desa Waha merupakan salah satu desa yang berada disebelah barat Pulau Wangi-

Wangi dan terletak di wilayah Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Luas wilayah

daratan Desa Waha 1.350 Km dengan luas perairan sekitar 16 Km 2 . Desa Waha secara

administratif terdiri dari empat dusun yaitu Dusun Gelora, Dusun Menara, Dusun Membara

dan Dusun Limbo Tonga. Letak Desa Waha yang berada di pesisir pantai berhadapan

langsung dengan laut terbuka banyak masyarakat memanfaatkannya untuk kegiatan

perikanan. Desa Waha terdapat batas-batas wilayah antara lain:

• Sebelah utara berbatasan dengan Desa Koroe Onowa

• Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wapia-pia

• Sebelah timur berbatasan Desa Tindoi

• Sebelah barat berbatasan dengan Selat Buton

Desa Waha mewakili topografi pantai yang relatif dasar dengan ketinggian sekitar 1-2

meter dari permukaan laut, sedangkan daerah yang lebih jauh dari pantai terdiri atas

perbukitan dan banyak dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kegiatan pertanian. Desa

Waha sebagaimana pantai tropik mengalami dua kali pergantian musim yaitu musim Barat

dan musim Timur. Aktivitas penangkapan ikan merupakan kegiatan utama yang dilakukan

pada sekitar perairan waha sampai lepas pantai. Hasil tangkapan ikan nelayan selain untuk

dikonsumsi juga dijual ke pasar atau industri yang ada di wilayah Wakatobi. Jarak tempuh

dari Ibu Kota Kecamatan menuju Desa Waha sekitar 8 Km. Untuk menjangkau Desa Waha

dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat seperti mobil, sepeda motor dan

sepeda, sedangkan dengan jalur laut bisa mengunakan perahu atau speedboat.
C. TUJUAN RENCANA PENGELOLAAN

Daerah Perlindungan Laut adalah daerah pesisir dan laut yang dipilih dan ditetapkan

untuk ditutup secara permanen dari berbagai aktivitas penangkapan ikan dan pengambilan

sumberdaya laut lainnya (Tulugen et al., 2002). Pengelolaan daerah perlindungan laut ini,

umumnya dilakukan oleh masyarakat, sehingga dikenal dengan sebutan daerah perlindungan

laut berbasis masyarakat. Dalam skala global, daerah perlindungan laut telah mencapai tujuan

konservasi dan memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi kepada kegiatan perikanan

(Gell dan Robets, 2002). Word dan Hegerl (2002), menyebutkan beberapa manfaat dari

daerah perlindungan laut adalah (1) memproteksi habitat penting, daerah pemijahan dan

daerah pembesaran (spawning dan nursery grounds), (2) meningkatkan kelimpahan stok, (3)

meningkatkan rata-rata umur dan ukuran ikan, (4) memperbaiki potensi reproduksi perikanan,

(5) memproteksi keragaman geneti, (6) memelihara atau meningkatkan Kawasan perikanan.

Lebih lanjut Tulungan et al., (2002) mengatakan bahwa tujuan penetapan daerah

perlindungan laut berbasis masyarakat adalah (1) meningkatkan dan mempertahankan

produksi perikanan, di daerah perlindungan; (2) menjaga dan memperbaiki keanekaragaman

hayati pesisir dan laut seperti keanekaragaman terumbu karang, ikan, tumbuhan, dan

organisme lainnya; (3) dapat dikembangkan sebagai tempat yang cocok untuk daerah tujuann

wisata; (4) meningkatkan pendapatan/kesejahteraan masyarakat setempat; (5) memperkuat

masyarakat setempat dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam mereka; (6) mendidik

masyarakat dalam hal perlindungan/konservasi sehingga dapat meningkatkan rasa tanggung

jawab dan keewajiban masyarakat untuk mengambil peran dalam menjaga dan mengelola

sumberdaya mereka secara lestari; dan (7) sebagai lokasi penelitian dan Pendidikan

keanekaragaman hayati pesisir dan laut bagi masarakat, sekolah, Lembaga penelitian dan

perguruan tinggi. Terdapat 3 fungsi kunci yang harus dipenuhi oleh suatu area perlindungan

laut: (1) melindungi biodiversitas laut; (2) menjaga produktivitas dan (3) konstribusi
kesejahteraan sosial dan ekonomi (United Nations Environmental Progam 1995; McManus et

al., 1998). Kawasan konservasi laut digunakan untuk menunjang bentuk tradisional lain dari

pengelolaan sumberdaya laut, seperti misalnya pengelolaan perikanan, dimana metode-

metode tersebut telah terbukti tidak efektif (Agardy, 2000).

D. ISU-ISU PENGELOLAAN DPL-BM

Desa Waha di Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi memiliki potensi

sumberdaya perairan yang cukup melimpah. Terumbu karang dan lamun yang terdapat di

Desa Waha merupakan ekosistem penting yang menjadi habitat dan pendukung bagi

kehidupan organisme yang berasosiasi didalamnya yaitu plankton, ikan dan organisme

bentik. Keanekaragaman hayati yang melimpah menjadikan perairan Desa Waha sebagai

daerah yang potensial penangkapan khususnya di daerah terumbu karang. Eksploitasi

sumberdaya alam yang sering dilakukan masyarakat menjadikan perairan Desa Waha bagian

penting dalam keberlangsungan hidup, terutama pada daerah terumbu karang.

Tetapi pada sisi yang lainnya sumberdaya pesisir dan laut dianggap bersifat open

access sering kali didalam pemanfaatannya terjadi eksploitasi yang berlebihan terhadap

sumberdaya yang menjadi ancaman besar bagi kelestriannya. Dengan berjalannya waktu,

tingkat pemanfaatan sumberdaya semakin tinggi, pemanfaatan sumberdaya yang melebihi

kemampuan untuk pulih, maka dapat membahayakan keberlanjutan bagi kelestarian

sumberdaya pesisir dan laut. Sumberdaya perikanan tergolong kedalam sumberdaya yang

dapat diperbaharui (renewable resources), akan tetapi akan berdampak buruk terhadap

keberlanjutannya jika dalam pemanfaatannya tidak dikelola dengan bijak.

Mengingat persoalan tersebut maka pengelolaan pesisir dan laut yang lestari menjadi

sebuah kebutuhan yang penting. Salah satu langkah yang ditempuh untuk melindungi,

menyelamatkan dan melestarikan keanekaragaman hayati maupun ekosistemnya adalah

dengan mengalokasikan suatu wilayah menjadi area yang dilindungi atau diatur
pemanfaatannya dalam bentuk Daerah Perlindungan Laut (DPL). DPL merupakan salah satu

cara agar sumberdaya dapat tetap terjaga dan berkelanjutan. Adanya DPL dalam

penerapannya diharapkan tidak hanya memberikan manfaat dari sisi ekologis tetetapi juga

berdampak kepada perbaikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Problematika yang dihadapi saat ini adalah sejumlah DPL yang ada di Kabupaten

Wakatobi terbengkalai dan tidak terjaga kelestariannya dengan baik. Keadaan ini disebabkan

karena kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat yang mendiami wilayah sekitar

DPL yang tetap melakukan kegiatan perikanan dikawasan DPL. Namun salah satu DPL yang

masih berjalan dan termanfaakan yaitu DPL Waha yang berada di Kecamatan Wangi-Wangi

Kabupaten Wakatobi yang dikelola oleh lembaga Waha Tourisme Community (WTC).

Lembaga ini cukup progresif dalam mengelola DPL Desa Waha, bukan saja untuk

melindungi tetapi juga menjadikannya obyek wisata bahari untuk member manfaat ekonomi.

Menyadari urgensi fungsi dan manfaat DPL, maka dipandang perlu untuk meninjau

pengelolaan DPL Desa Waha oleh lembaga WTC dan sejauh mana tingkat keberlanjutannya

baik dilihat pada indikator ekologis, social, ekonomi maupun kelembagaannya.

E. VISI-MISI MASYARAKAT DESA TENTANG DPL-BM

VISI

“Terciptanya masyarakat yang sejahtera dan lingkungan yang lestari melalui Daerah

Perlindungan Laut dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan

berkelanjutan”

MISI

• Perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan kawasan konservasi dan keaneka ragaman

hayati laut di wilayah Wangi-Wangi (waha)

• Peningkatan tata kelola laut di wilayahWangi-Wangi (waha)

• Perencanaan ruang laut di wilayah Wangi-Wangi (waha)


F. PENGELOLAAN DPL-BM

Pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) atau co-management (pengelolaan bersama)

adalah pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat bersama –sama dengan pemerintah

setempat. Pengelolaan berbasis masyarakat bertujuan untuk melibatkan masyarakat secara

aktif dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan suatu pengelolaan. Dalam UU No. 27

tahun 2007 pengertian pengelolaan adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,

pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sector, antar

pemerintah dan pemerintah daerah, antar ekosistem darat dan laut, serta antar ilmu

pengetahuan dan manajemen untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat. Strategi

pengelolaan yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan keberlanjutan pengelolaan DPL

Desa Waha yaitu dengan kebijakan yang lebih diarahkan pada atribut yang cukup dominan

memberikan pengaruh dalam keberlanjutan pengelolaan DPL di Desa Waha dengan tidak

mengesampingkan aspek yang lain. Strategi yang dilakukan diupayakan untuk memperbaiki

atribut yang memiliki dampak besar terhadap keberlanjutan pengelolaan DPL namun belum

memberikan dampak positif, yaitu dengan menjadikan keberadaan DPL mampu memberikan

manfaat ekonomi bagi masyarakat Desa Waha; meminimalisir aktivitas mencari ikan di area

DPL dan menghilangkan eksploitasi terhadap sumberdaya lingkungan sekitar DPL; serta

mengupayakan program pendampingan rutin yang diantaranya dengan mendorong dukungan

aspek legalitas keberadaan DPL Desa Waha serta aturan pengembangannya.


DAFTAR PUSTAKA

Ayiful, R.A. (2004). Strategi Pengemban gan Kegiatan Pariwisata Di Taman Nasional Kepulauan
Wakatobi Sulawesi Tenggara. Tugas Akhir, Jurusan Perencanaa n Wilayah dan Kota. FT-
UNDIP. Semarang.

Badan Pusat Statistik. (2016). Kabupaten Wakatobi dalam Angka.Wanci. COREMAP II ADB. 2006.
Manual Tata Kelembagaan COREMAP II ADB(Governance Manual). Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan

Bengen DG. (2002). Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Program. Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian. Bogor

Faiza R. 2011. Efektifitas dan Keberlanju tan Pengelolaan Daerah Perlindu ngan Laut
BerbasisMasyarakat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Hidayati, Deny, Ngadi dan Rusli Cahyadi. 2011. Pengelolaan Terumbu Karang Melalui Coremap di
Wakatobi Peran Masyarakat dan Dampaknya terhadap Pendapatan.Jakarta: Leuser Cipta
Pusataka, Coremap-LIPI

Anda mungkin juga menyukai