Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PENGUNJUNG WISATA DI UNIT

PENGELOLAAN BANTENG SADENGAN TAMAN NASIONAL ALAS


PURWO

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

MOCH. ARIEF YUSRIL MAHENDRA

201610320311016

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Taman Nasional Alas Purwo ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan
No. 283/Kpts11/1992 pada tanggal 26 Februari 1992 memiliki kawasan seluas 43.320
ha. Kawasan yang dikenal sebagai semenanjung Blambangan ini merupakan
perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Jawa. Berdasarkan tipe
ekosistemnya hutan di TN Alas Purwo dapat dikelompokan menjadi hutan bambu,
hutan pantai, hutan bakau, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan.
Berdasarkan administratif pemerintahan TN Alas Purwo terletak di Kecamatan
Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis
kawasan ini terletak di ujung timur pulau Jawa wilayah pantai selatan antara 8° 26'
45" - 8° 47' 00" LS dan 114° 20' 16" - 114° 36' 00" BT ekosistemnya (Balai Taman
Nasional Alas Purwo, 2008).

Taman Nasional Alas Purwo ini dibagi menjadi dua kawasan yaitu Seksi
Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) 1 Wilayah Tegaldlimo dan Seksi Pengelolaan
Taman Nasional (SPTN) 2 Wilayah Muncar. SPTN 1 Wilayah Tegaldlimo
merupakan wilayah yang kaya akan flora fauna, dimana pada SPTN 1 ini dibagi
menjadi 6 resort yaitu Resort Rowobendo, Resort Pancur, Resort Plengkung, Resort
Ngagelan, Resort Grajakan dan Unit Sadengan. Sadengan merupakan savana dengan
luas ± 84 Ha, dimana savana ini menjadi tempat hidup seperti Banteng (Bos
javanicus), Rusa (Cervus timorensis), Merak (Pavo muticus) dan beberapa serangga
seperti Kupu-kupu.
Melihat dari segi manfaat keberadaan taman nasional, selain sebagai sarana
edukasi, penelitian , dapat juga dilakukan utuk kegiatan ekowisata. Ekowisata
merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Ekowisata
dapat dimanfaatkan untuk sarana wisata yang selain untuk menikmati keindahan alam
juga dapat memberikan peluang pendapatan untuk masyarakat sekitar. Sadengan
merupakan savana indah yang terdapat di TNAP, dimana tempat tersebut dikelola
oleh petugas TNAP selain sebagai breeding alami dari satwa-satwa yang ada juga
sebagai tempat wisata untuk mengenal fauna yang ada di kawasan savana. Praktik
Kerja Lapang ini dilakukan di Unit Sadengan guna mengetahui seberapa banyak
minat pengunjung untuk melakukan kegiatan baik itu pendidikan maupun rekreasi
dikawasan tersebut.
1.1 Rumusan masalah
Adapun rumusan maslah dalam laporan praktik kerja lapang ini adalah
1. Mengetahui minat wisatawan di resort sadengan.

2. Mengetahui penerapan sistem ekowisata di resort sadengan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktik kerja lapang ini adalah

1. Untuk mengidentifikasi minat wisatawan yang berkunjung ke resort


sadengan.
2. Untuk mengetahui penerapan sistem ekowisata di resort sadengan.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktik kerja lapang yang dilaksanakan di taman nasional
alas purwo (TNAP) memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
a. Mampu menerapkan ilmu yang sudah di dapatkan saat perkuliahan.
b. Menambah wawasan dan pengalaman tentang ilmu yang sudah di pelajari
dalam perkuliahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taman Nasional


Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Taman Nasional merupakan salah satu kawasan konservasi yang
mengandung aspek pelestarian dan aspek pemanfaatan sehingga kawasan ini dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan ekowisata dan minat khusus. Kedua bentuk
pariwisata tersebut yaitu ekowisata dan minat khusus, sangat prospektif dalam
penyelematan ekosistem hutan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28
tahun 2011).
Menurut Halimah 2010 Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) terletak di
Kecamatan Muncar, Tegaldlimo dan Puroharjo yang secara administratif termasuk
dalam Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Kawasan Alas Purwo yang
secara geografis terletak antara 8°26'45''-8°47'00'' LS dan 114°20'16''-114°36'00'' BT
ini oleh pemerintah ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1993 melalui SK
Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92 dengan luas keseluruhan sekitar 43.420 ha
yang dibagi menjadi empat zona, yaitu: (1) zona inti (sanctuary zone) seluas 17.200
ha; (2) zona rimba (wilderness zone) seluas 24.767 ha; (3) zona pemanfaatan
(intensive zone) seluas 250 ha; dan (4) zona penyangga (buffer zone) dengan luas
sekitar 1.203 ha. Taman Nasional Alas Purwo yang merupakan salah satu perwakilan
ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa, secara umum memiliki kondisi
topografi yang bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung dengan variasi mulai
dari dataran pantai sampai dengan ketinggian + 322 meter di atas permukaan air laut
(Gunung Linggamanis). Sedangkan iklimnya termasuk tipe B dengan curah hujan
antara 1000-1500 mm/tahun, temperatur udara 22° - 31° C dan kelembaban udara 40-
85%. (Halimah, 2010)
2.2 Ekowisata
Dijelaskan oleh Zaluku bahwa pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang
dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan
alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk
bersenangsenang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau
waktu libur serta tujuantujuan lainnya. Sedangkan menurut UU No.10/2009 tentang
Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah (Zalukhu, 2009).
Menurut Fadeli ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan
pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat
yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan
upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan
masa mendatang.. Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah
daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman
Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan
hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat
dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami suatu ekosistem
sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula
dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang harus dilaksanakan adalah tetap
menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alam (Fadeli, 2000).

Dijelaskan ulang oleh WWF bahwa ekowisata berbasis masyarakat


(community-based ecotourism) Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola
pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh
oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha
ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat
merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal
tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan
tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik
wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis
masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di
kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola (WWF-Indonesia,
2009).

Sedangkan menurut Qomariah ekowisata dapat menciptakan nilai ekonomi


untuk kawasan konservasi seperti taman nasional. Wisatawan mengunjungi kawasan
taman nasional untuk memahami dan menghargai nilai-nilai dimana taman nasional
tersebut didirikan dan wisatawan mendapatkan keuntungan berupa pengetahuan dan
pengalaman pribadi. Adanya kunjungan dari wisatawan ke kawasan taman nasional
tentu saja memberikan keuntungan secara finansial bagi taman nasional yang dapat
dimanfaatkan taman nasional untuk biaya operasional. Berbasis masyarakat berarti
haruslah ada peranan dari masyarakat dalam setiap kegiatan ekowisata dan
masyarakat haruslah memperoleh manfaat dari pengusahaan ekowisata, ada kendali
atas pengembangan ekowisata dalam rangka mengurangi dampak negatif terhadap
kawasan, budaya dan kehidupan sosial mereka serta terlibat dalam pengelolaan
aktifitas ekowisata (Qomariah, 2009).
BAB III
METODELOGI KERJA
Metode Pengambilan Data
Dalam proses pengambilan data lapangan praktek kerja lapang menggunakan
beberapa metode yakni:
a. Data Primer
Data primer ini menjadi data utama yang dijadikan acuan dalam pembahasan
dengan melakukan pengambilan data. Pengambilan data dilakukan dengan
menyebarkan kuisioner.
b. Data Sekunder
Data skunder ini merupakan data pendukung dan penguat dari data primer
yang memperjelas data yang didapat dalam observasi lapang. Data skunder ini
didapatkan dari studi literatur dari berbagai refrensi yang relevan.

Anda mungkin juga menyukai