Anda di halaman 1dari 49

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat berlimpah,

dengan wilayah hutan tropis, tanah dan area lautan yang luas, serta kaya akan

keanekaragaman hayati. Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang

lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan menyediakan beragam jasa dan barang,

baik berupa manfaat nyata maupun manfaat tidak nyata yang dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya, dan perlindungan

ekologis. Kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan merupakan barang

dan jasa ekosistem hutan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan fungsinya jenis-jenis hutan dibagi menjadi 3 yakni : hutan

konservasi, hutan produksi dan hutan lindung. Hutan lindung Indonesia

mempunyai fungsi penting dalam menjaga ekosistem dan biodiversitas dunia.

UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002 menyebutkan bahwa bentuk pemanfaatan

hutan lindung terbatas pada pemanfaatan kawasan, pemungutan Hasil Hutan

Bukan Kayu (HHBK) dan pemanfaatan jasa lingkungan. Pemanfaatan jasa

lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi hutan lindung

dengan tidak merusak lingkungan seperti wisata olahraga tantangan,

pemanfaatan air, dan ekowisata. Bentuk-bentuk pemanfaatan ini ditujukan untuk

meningkatan pendapatan daerah, dan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan

fungsi dan kelestarian hutan lindung. Hal ini menjadi pertimbangan bagi

pemerintah untuk membangun industri pariwisata yang nantinya mampu

1
memberikan kontribusi secara multidimensi bagi pemerintah dan masyarakat

pada umumnya.
Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor

ekonomi penting. Bahkan sektor ini diharapkan menjadi penghasil devisa nomor

satu. Di samping menjadi mesin penggerak ekonomi, pariwisata juga merupakan

wahana yang menarik untuk mengurangi angka pengangguran mengingat

berbagai jenis wisata dapat ditempatkan dimana saja. Sektor pariwisata

mempunyai trickle-down effect ke sektor lain seperti industri kerajinan,

makanan, perhotelan, birowisata sehingga secara pasti mampu menciptakan

lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan (Raharjo, 2002).


Menurut Undang-Undang Kepariwisataan No.9 Tahun 1990, pariwisata

adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari suatu

tempat ke tempat lain dengan maksud tidak untuk mencari nafkah ditempat yang

dikunjungi tapi hanya semata untuk menikmati perjalanan tersebut untuk

mencapai kepuasan (UU Kepariwisataan No.9 Tahun1990). Berbagai jenis

pariwisata di Indonesia antara lain sosial, wisata budaya maupun taman wisata

alam.
Di Nusa Tenggara Timur terdapat obyek wisata alam, salah satu daerah

yang menjadi obyek wisata yang populer saat ini adalah pulau Manipo. Taman

Wisata Alam (TWA) Menipo merupakan kawasan konservasi yang secara

administrasi berada di Kecamatan Amarasi Timur Kabupaten Kupang Provinsi

Nusa Tenggara Timur. Kawasan Taman Wisata Alam Menipo di tunjuk

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1134/Kpts-11/1992

tanggal 28 Desember 1992 tentang perubahan fungsi dengan luas sekitar

2.449,50 hektar (Anonim, 2015).

2
Kawasan TWA Menipo memiliki potensi flora dan fauna yang sangat

menarik. Kawasan ini terdiri dari dua daratan yang dipisahkan oleh muara

sungai dan menjadi unik ketika air surut dua daratan ini seolah-olah menyatu.

Fauna khas yang ada dalam kawasan ini adalah burung Kakak Tua Kecil Jambul

Kuning (Cacatua sulphuera), Rusa Timor (Russa timorensis), Penyu Sisik

(Eretmochelys imbricata), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Kelelawar dan

jenis burung lainnya. Potensi floranya terbagi menjadi tiga tipe yaitu hutan

pantai, hutan tanah kering/savana dan hutan payau. Daerah penyangga kawasan

terutama di muara sungainya diusulkan menjadi RAMSAR site untuk

keberlangsungan habitat burung migran. Pada bulan-bulan tertentu ada beberapa

burung migran yang dapat dijumpai di kawasan ini terutama di hutan mangrove

Pulau Menipo.
Potensi TWA Menipo sangat bagus maka perlu dikembangkan agar bisa

menarik kunjungan wisatawan terutama wisatawan minat khusus. Meskipun

kawasan ini berbentuk taman wisata alam, pengembangan kawasan TWA

Menipo tidak meninggalkan unsur konservasi. Untuk itu perlu dilakukan

penataan kawasan menjadi blok-blok sehingga bisa dimanfaatkan sesuai dengan

peruntukan kawasan blok tersebut. Penataan blok kawasan TWA Menipo

dilakukan guna terwujudnya pengelolaan kawasan yang efektif dan efisien

dengan mempertimbangkan mandat atau prioritas pengelolaan kawasan.

Penataan blok TWA Menipo ini juga merupakan langkah awal dan juga menjadi

acuan pengelolaan kawasan kedepannya terutama dalam penyusunan rencana

pengelolaan dan desain tapak. (Anonim, 2015).


Potensi sumber daya alam dan ekosistem yang dimiliki oleh TWA

Menipo menunjukan bahwa kawasan ini memiliki daya tarik obyek dan wisata

3
alam. Atraksi alam serta keunikan dan keindahan alam pada TWA Menipo ini

jika di kembangkan maka akan menarik minat wisatawan untuk berkunjung

sehingga dapat memberi dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar. Hal inilah

yang melatarbelakangi peneliti untuk melihat potensi dan pengembangan dan

melakukan penelitian tentang “Analisis Potensi dan Pengembangan Daya

Tarik Wisata Alam Di Taman Wisata Alam Pulau Menipo Desa Enoraen,

Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara

Timur”

B. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Potensi apa saja yang terdapat di Taman Wisata Alam Menipo?


2. Bagaimana Strategi dan arah pengembangan apa yang perlu dilakukan oleh

unit pengelola dalam mengembangkan potensi yang ada di kawasan Taman

Wisata Alam Menipo?


3. Kendala apakah yang dihadapi oleh unit pengelola dalam pengembangan

Taman Wisata Alam Menipo ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui potensi-potensi yang dapat dikembangkan di Taman

Wisata Alam Menipo.


2. Untuk mengetahui strategi dan arah pengembangan yang dilakukan untuk

mengembangkan potensi yang ada di kawasan Taman Wisata

Alam Menipo.

4
3. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh unit pengelola

dalam upaya pengembangan Taman Wisata Alam Menipo.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

rencana pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Menipo pada

khususnya serta dapat menjadi acuan bagi kawasan lain, dan diharapkan dapat

membantu dalam memberikan pelayanan terbaik berupa keamanan dan

kenyamanan kepada pengunjung dan masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hutan
Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi

Undang- Undang, menyatakan bahwa : “Hutan adalah suatu kesatuan

ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan dikelompokkan menjadi hutan

5
produksi, hutan lindung, hutan konservasi. Hutan produksi merupakan

kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.


Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,

mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan

memelihara kesuburan tanah. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan

ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.


B. Potensi Sumber Daya Hutan Indonesia
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hutan merupakan paru-paru

bumi tempat berbagai satwa hidup, pohon-pohon, hasil tambang dan berbagai

sumberdaya lainnya yang bisa kita dapatkan dari hutan yang tak ternilai

harganya bagi manusia. Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang

memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible

yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara

tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil

tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi,

perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi (Rahmawaty, 2004).


Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek

kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi

rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan

dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara

manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri

dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat

mendukung kehidupan (Reksohadiprojo dan Brodjonegoro, 2000).


Mengingat pentingnya arti hutan bagi masyarakat, maka peranan dan

fungsi hutan tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Pemanfaatan sumberdaya alam

6
hutan apabila dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung di dalamnya,

seperti adanya fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi wisata

dengan dukungan kemampuan pengembangan sumberdaya manusia, ilmu

pengetahuan dan teknologi, akan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai
(Rahmawaty, 2004).
C. Potensi Wisata
Potensi wisata adalah segala hal dalam keadaan baik yang nyata dan

tidak dapat diraba yang digarap, diatur dan disediakan sedemikian rupa

sehingga dapat bermanfaat atau dimanfaatkan, diwujudkan sebagai

kemampuan faktor dan unsur yang diperlukan atau menentukan

pengembangan kepariwisataan, baik itu berupa suasana, kejadian, benda

maupun layanan atau jasa-jasa (Damardjati,1995).


Pada umumnya daya tarik suatu obyek wisata berdasar pada adanya

sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, serta

bersih. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani

parawisatawan yang hadir mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan

alam baik berupa pegunungan, sungai, pantai hutan, adanya ciri khusus atau

spesifikikasi yang bersifat langka, memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi

kesenian, upacara-upacara adat dan nilai luhur yang terkandung dalam suatu

obyek buah karya manusia pada masa lampau.


Menurut Gamal Suwantoro 2004, daya tarik wisata merupakan potensi

yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan kesuatu daerah tujuan wisata.

Dalam kedudukan yang sangat menentukan itu maka daerah tujuan wisata

harus dirancang secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk

datang. Umumnya daya tarik suatu obyek wisata berdasar pada adanya

sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan

bersih. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat dikunjungi, adanya

7
sarana dan prasarana penunjang untuk melayani parawisatawan yang hadir

mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam baik berupa pegunungan,

sungai, pantai, hutan adanya ciri khusus atau spesifikasi yang bersifat langka,

memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara adaat dan nilai

luhur yang terkandung dalam suatu obyek wisata.


D. Taman Wisata Alam
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang dimaksud dengan taman wisata

alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk

pariwisata dan rekreasi alam. Pasal 31 dari Undang-Undang No. 5 Tahun

1990 menyebutkan bahwa taman wisata alam sebagai suatu kegiatan untuk

kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta menunjang

budidaya dan wisata alam.


Berdasarkan surat keputusan menteri pertanian No. 681/KPTS/UM/

1981 kriteria taman wisata alam adalah:

1. Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan alam yang menarik dan indah

baik secara alamiah maupun buatan manusia, dan

2. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan terletak dekat pusat-

pusat pemukiman penduduk. Modal dasar dalam pengembangan wisata

alam pada hakekatnya adalah sumber daya dan tata lingkungan berupa:

a. Flora, baik jenis maupun keragamannnya.

b. Fauna, baik jenis maupun keragamannya.

8
c. Tata lingkungan alam yaitu bentuk dari sistem hubungan timbal

balik antar unsur dalam alam baik hayati maupun non hayati yang

saling tergantung dan saling mempengaruhi.

d. Gejalah alam yaitu bentuk sumber daya alam yang dipengaruhi oleh

kondisi fisik bumi, seperti susunan geomorfologi, air terjun, sumber

air panas dan kawah.

e. Pemandangan alam yaitu bentuk sumber daya alam dan tata

lingkungannya yang ditentukan oleh ciri khasnya.

E. Wisata Alam
Wisata alam merupakan salah satu jenis rekreasi dengan mengadakan

kegiatan perjalanan atau sebagian kegiatan tersebut bersifat sementara untuk

menikmati gejala keunikan dan keindahan alam melalui terminologi

ekoturisme (Ceballos-Lascurain,1996). Kegiatan wisata alam pada umumnya

disediakan di lanskap alami seperti taman wisata alam oleh Pengusahaan

Pariwisata Alam (PPA) yang diawasi dan diarahkan sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2010, Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor P.48/Menhut-II/2010, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.4/Menhut- II/2012 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka

Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Menurut Suswantoro (1997), wisata alam merupakan bentuk kegiatan

wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan tata lingkungan.

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1994 Pasal 1

menyatakan bahwa wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari

9
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara

untuk menikmati pada keunikan dan keindahan alam, di Taman Nasional,

Taman Hutan Rawa, dan Taman Wisata Alam. Sumber daya alam yang

dimaksudkan adalah sumber daya alam yang berpotensi serta mempunyai

daya tarik bagi wisatawan.


Kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan wisata alam adalah

kegiatan rekreasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, kebudayaan, dan cinta

alam. Semua kegiatan wisata ini dilakukan dalam obyek wisata yang ada.

Pada umumnya obyek wisata tersebut berada pada suatu kawasan dimana

kawasan tersebut sering disebut sebagai kawasan wisata alam. Kawasan

wisata alam ini merupakan suatu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik

di darat maupun perairan, dengan mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan

pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya

(Suswantoro,1997).
F. Pariwisata
Istilah pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari “Pari”

dan “Wisata”. Pari yang berarti berulang-ulang, sedangkan Wisata adalah

perjalanan atau bepergian. Pariwisata dapat diartikan perjalanan yang

dilakukan secara berulang-ulang dan mengunjungi satu tempat ketempat

lain. Setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung

ketempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu disebut

Traveller, sedangkan orang yang bepergian melintasi suatu negara dengan

tidak singgah walaupun perjalanan itu sendiri melebihi jangka waktu 24 jam

disebut Tourist (Damardjati, 2001).


Pariwisata menurut UU Nomor 9 Tahun 1990, secara jelas dan tegas

menyatakan bahwa wisata adalah kegiatan melakukan perjalanan yang

10
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara, untuk menikmati obyek

dan daya tarik wisata. Unsur yang terpenting dari kegiatan kepariwisataan

adalah tidak bertujuan mencari nafkah melainkan untuk memenuhi kebutuhan

manusia untuk mendapatkan hiburan.


Pariwisata dalam arti modern adalah merupakan gejala jaman sekarang

yang didasarkan atas kebutuhan dan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian

yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenagan dan

kenikmatan alam semesta dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya

pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil

perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta menyempurna alat-

alat pengangkutan (Pendit, 1986).


Menurut Damanik dan Weber (2006), pariwisata adalah kegiatan

rekreasi diluar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau

mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah

fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks.

Gilbert (1990) dalam Vanhove (2005), menyatakan bahwa pariwisata

merupakan bentuk kegiatan manusia yang menitik beratkan pada perjalanan,

sehingga pariwisata menimbulkan berbagai kebutuhan fisik seperti

kebutuhan akan sarana transportasi, akomodasi, makanan dan minuman,

hiburan dan sebagainya. Sarana inilah yang kemudian dikenal sebagai industri

pariwisata karena dapat menghasilkan produk tertentu berupa barang dan

jasa yang dihasilkan perusahaan penginapan, angkutan wisata, restoran dan

perusahaan hiburan serta perusahaan souvenir. Pariwisata terkait dengan

kegiatan wisata. Wisata adalah kegiatan yang meliputi perjalanan ketempat

tujuan atau komunitas yang terkenal dalam periode jangka waktu yang

11
singkat, dalam rangka mewujudkan kepuasan kebutuhan konsumen untuk

satu atau kombinasi kegiatan.


G. Pengembangan Pariwisata Alam
Menurut Suswantoro (1997), unsur pokok yang harus mendapat

perhatian guna menunjang pengembangan pariwisata didaerah tujuan wisata

yang menyangkut perecanaan, pelaksanaan pembangunan dan

pengembangannya meliputi lima unsur :


1. Obyek dan Daya Tarik Wisata Daya tarik wisata yang juga disebut obyek

wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan

kesuatu daerah tujuan wisata.


2. Prasarana Wisata Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber

daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam

perjalanannya didaerah tujuan wisata.


3. Sarana Wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang

diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati

perjalanan wisatanya.
4. Tata Laksana atau Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi

sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun

bangunan fisik diatas permukaan tanah dan dibawah tanah.


5. Masyarakat atau Lingkungan
Daerah tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik

wisata akan mengundang kehadiran wisatawan. Masyarakat di sekitar objek

wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan sekaligus

akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan.


Dalam pengembangan suatu obyek wisata harus tetap memperhatikan

terpeliharanya kebudayaan dan kelestarian budaya. Dalam industri

pariwisata kegiatan usaha pengembangan tersebut haruslah diarahkan untuk

memberikan atau mempersiapkan tempat bagi pengunjung supaya dapat

menikmati obyek wisata tersebut dengan puas (Wahab, 1989). Keberhasilan

12
dalam pengembangan suatu tempat agar menjadi daerah tujuan wisata harus

dilakukan dengan pendekatan 4A (atraksi, aksesibilitas, amenitas, aktivit) dan

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats ).


H. Wisata dan Obyek Wisata
Menurut Norval dari Ingris, wisata adalah kegiatan yang berhubungan

dengan masuk, tinggal dan bergeraknya penduduk asing didalam atau luar

suatu negara atau wilayah (Kesrul, 2003). Pengertian Wisatawan yang

tertuang dalam Interuksi Presiden Nomor 9 Tahun 1969, Memberikan definisi

wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk

berkunjung ketempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu.


Menurut Chafid Fandeli, Wisatawan adalah seseorang yang melakukan

perjalanan dan persinggahan sementara diluar tempat tinggalnya untuk jangka

waktu lebih dari 24 jam dengan maksud untuk tidak mencari nafkah.

Dalam dunia pariwisata segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk

dikunjungi serta dilihat sebagai atraksi sering dinamakan sebagai Obyek

Wisata (Pendit, 1986).


Menurut peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1979 Bab 1 Pasal 1

menyatakan bahwa wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata

hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang

mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Dalam dunia pariwisata

segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi serta dilihat

sebagai atraksi sering dinamakan sebagai Obyek Wisata (Pendit, 1986).


Pengertian lain menyebutkan bahwa Obyek wisata adalah perwujudan

dari pada ciptaan manusia, seni budaya serta sejarah, bangsa dan tempat atau

keadaan alam dan mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.

Sedangkan pengertian obyek wisata adalah Budaya yang terdapat didalam

brosur pariwisata budaya dan sejarah (Fandeli.1995).

13
BAB III

METODELOGI

A. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2019.

Lokasi penelitian di Taman Wisata Alam Menipo Desa Enoraen, Kecamatan

Amarasi Timur, Kabupaten Kupang.

14
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan antara lain : alat tulis, Global Positioning System

(GPS), laptop, seperangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) dan kamera.

2. Bahan
Bahan yang digunakan antara lain : Peta TWA Menipo, dan panduan

wawancara.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer

Pengumpulan data primer merupakan data yang didapat dari

pengamatan langsung di lapangan :

a. Metode Observasi

Penelitian dengan pengamatan langsung tentang bagaimana

potensi obyek wisata dan daya tarik serta sarana prasarana dan informasi

15
dari petugas serta masyarakat dan pengunjung TWA Menipo dengan

aspek-aspek yang diamati seperti :

1. Keadaan biologis; unsur yang diamati adalah potensi flora dan

fauna yang dijumpai di sekitar obyek wisata. Penataan kawasan

menjadi blok-blok sehingga bisa dimanfaatkan sesuai dengan

peruntukan kawasan blok tersebut. Pengambilan titik koordinat

setiap blok-blok kawasan dengan menggunakan GPS.

2. Daya tarik; unsur yang diamati seperti sumber daya tarik yang

menonjol, keunikan, kebersihan, keamanan, dan kenyamanan.

3. Aksesibilitas; unsur yang diamati seperti kondisi jalan, kondisi

perahu dan jarak perjalanan.

4. Akomodasi; dengan melihat dan mencari informasi mengenai

penginapan ke obyek wisata.

5. Sarana-prasarana; meliputi jaringan internet, jaringan telepon,

puskesmas, jaringan listrik, jaringan air bersih, pusat

perbelanjaan dan perahu.

6. Ketersediaan air bersih; unsur yang diamati seperti jarak

sumber air ke lokasi obyek wisata, mudah tidaknya air yang

dialirkan ke obyek wisata dan kelayakan dikonsumsi.

b. Metode Wawancara/kuesioner

16
Wawancara/kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan kepada responden secara langsung (Siswanto,

2011). Pengumpulan data daya tarik menggunakan kuesioner panduan

Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-

ODTWA) yang telah dimodifikasi dari Direktorat Jendral Perlindungan

Hutan dan Konservasi Alam Tahun 2003 (Ditjen PHKA, 2003 dalam

Haris M. et al 2017). Responden terdiri dari Pengunjung, Tokoh

Masyarakat, Pemerintah yang berkaitan, Balai Besar Konservasi Sumber

Daya Alam (BBKSDA) wilayah II, Pegawai Lapangan, dan Masarakat

sekitar kawasan. Karena tidak adanya data pengunjung maka jumlah

responden untuk pengunjung dipilih pada saat peneliti melakukan

pengamatan di lapangan secara acak.

c. Metode Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan mendokumentasi semua kegiatan

yang dilakukan di lapangan yang berkaitan dengan apa yang sedang

diteliti.
2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau

lembaga terkait yang relevan dengan penelitian ini yang meliputi; keadaan

geografis lokasi penelitian dan studi-studi pustaka dengan mencari sumber-

sumber yang berkaitan dengan penelitian.

E. Metode Analisis Data

1. Analisis Potensi Obyek

17
Obyek dan daya tarik (flora, fauna dan obyek lainnya) yang telah

diperoleh kemudian dianalisis sesuai dengan kriteria penskoringan pada

Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Dirjen

PHKA tahun 2003 sesuai dengan nilai yang telah ditentukan untuk masing-

masing kriteria. Jumlah nilai untuk satu kriteria penilaian ODTWA dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

S=NxB

Keterangan :

S = skor/nilai suatu kriteria


N = jumlah nilai unsur-unsur pada kriteria
B = bobot nilai
Tabel 3.1 Kriteria ADO-ODTWA

Kriteria ADO-
Nilai/Bobot
No ODTWA

1 Daya Tarik 6

2 Aksesibilitas 5

3 Akomodasi 3

4 Sarana dan Prasarana 3

5 Air Bersih 6

Sumber: Haris, M. Et al. (2017)

Kriteria daya tarik dan air bersih merupakan faktor utama alasan

seseorang melakukan perjalanan wisata. Aksesibilitas merupakan faktor penting

yang mendukung wisatawan dapat melakukan kegiatan wisata. Untuk

akomodasi serta sarana-prasarana hanya bersifat sebagai penunjang dalam

kegiatan wisata. Hasil pengolahan data tersebut kemudian diuraikan secara

18
deskriptif. Penilaian potensi ekowisata mengacu pada Pedoman Analisis Daerah

Operasi Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA), Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Tahun 2003. Hasil penilaian terhadap

unsur dan sub unsur tiap-tiap kriteria ODTWA di kawasan TWA Menipo

kemudian diklasifikasikan tingkat kelayakannya untuk melihat pengembangan

potensi ODTWA. Pengklasifikasian tingkat kelayakan potensi di TWA Menipo

menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Karsudi dkk ( 2010) menyatakan setelah dilakukan perbandingan, maka akan

diperoleh indeks kelayakan dalam persen. Indeks kelayakan suatu kawasan

ekowisata adalah sebagai berikut:

-Tingkat kelayakan > 66,6% : layak dikembangkan.

-Tingkat kelayakan 33,3% -66,6%: belum layak dikembangkan.

-Tingkat kelayakan < 33,3% : tidak layak dikembangkan.

Hasil pengelolaan data mengenai obyek dan daya tarik wisata alam

tersebut kemudian diuraikan secara deskriptif.

2. Strategi Pengembangan Dengan Menggunakan Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman yang terdapat pada daya tarik wisata alam Menipo dan

digunakan untuk penyusunan strategi serta arah pengembangan ke depan.

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

a. Lokasi

Taman Wisata Alam (TWA) Menipo merupakan kawasan konservasi

yang secara administrasi berada di Kecamatan Amarasi Timur

Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. TWA Menipo ini

secara geografis berada pada koordinat antara 10007’ - 10013’ LS dan

124013’ BT. Batas administratif TWA Menipo adalah sebagai berikut:

Sebelah timur : Desa Bena, Kawasan Taman Buru Bena

Sebelah selatan : Laut Timor

Sebelah Barat : Desa Paku Baun, Desa Oebesi

Sebelah Utara : Desa Enoraen, Desa Pathau, dan Desa Oemolo

20
Taman Wisata Alam Menipo memiliki luas kawasan sebesar 2.449,50

ha dan dibagi menjadi 4 blok kawasan antara lain : blok perlindungan

dengan luas 1.142,80 ha, blok pemanfaatan dengan luas 225,39 ha, blok

rehabilitasi dengan luas 1.073,10 ha, blok khusus dengan luas 8,21 ha.

b. Sejarah Kawasan

Kawasan TWA Menipo pada awalnya ditunjuk sebagai kawasan

Suaka Margasatwa (SM) sesuai Surat Keputusan (SK) Mentri Pertanian

Nomor : 749/Kpts/Um/12/1977 tanggal 30 Desember 1977 seluas 2000 ha

dan telah diubah dengan Surat Mentri Pertanian Nomor :

768/Kpts/Um/12/1978 tanggal 19 Desember 1978 luasnya menjadi 3000

ha. Berdasarkan hasil penataan batas tahun 1989 luas kawasan SM.

Menipo menjadi 2.449,50 ha termasuk didalamnya Pulau Menipo seluas

571,80 ha. Pada tanggal 28 Desember 1992 Kawasan SM. Menipo diubah

fungsi menjadi Kawasan Taman Wisata Alam Menipo berdasarkan Surat

Keputusan Mentri Kehutanan Nomor : 1134/Kpts-II/1992 dengan luas

2.449,50 ha. (Anonim 2015)

c. Kondisi Fisik Kawasan

Potensi fisik yang dimiliki TWA Menipo berupa topografi, tanah dan

iklim. Secara topografi TWA Menipo memiliki kontur yang datar dengan

ketinggian maksimal 40 mdpl. Kelerengan berkisar antara 0-8% dan jenis

tanahnya berupa Aluvial dan Kambisol eutrik.

Iklim merupakan fenomena alam yang dapat mempengaruhi

lingkungan geofisik, kehidupan dan manusia. Perubahan lingkungan

21
geofisik akan mengakibatkan perubahan tatanan kehidupan bagi manusia.

Pada umumnya Kabupaten Kupang beriklim tropis dan kering yang

dipengaruhi juga oleh angin dan dikategorikan sebagai daerah semi arid

dan keadaan vegetasi didominasi oleh savana dan stepa.

B. Potensi dan Penilaian Obyek Dan Daya Tarik Wisata Alam

a. Potensi Wisata Alam

Potensi pada sektor pariwisata Indonesia sangat banyak dan beragam,

mulai dari pariwisata alam dan pariwisata adat atau kebudayaan. Kegiatan

ekowisata ini sangat berpotensi untuk dikembangkan pada kawasan hutan karena

memiliki banyak keanekaragaman hayati. Potensi wisata merupakan segala

sesuatu yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar

orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut.

Dari hasil pengamatan potensi yang terdapat di dalam TWA Menipo

yaitu potensi flora dan fauna, panorama alam, potensi padang savana, padang

rumput, puncak menipo, bukit pasir yang sudah merupakan Objek Daya Tarik

Wisata Alam (ODTWA) dan strategi serta perencanaan pengelolaan jangka

panjang untuk TWA Menipo 2019-2028. Pada blok pemanfaatan Bukit Pasir dan

Pantai Lautan Lepas merupakan lokasi ODTWA, dan pada blok khusus

merupakan bagian kawasan pelestarian alam yang diperuntukan untuk

pemukiman masyarakat serta termasuk kawasan Puncak Menipo.

22
a. Gumuk Pasir

Gumuk pasir adalah gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus

angin. Gumuk pasir atau dikenal dengan nama lain bukit pasir ini merupakan

salah satu potensi dan daya tarik wisata alam yang ada di TWA Menipo. Obyek

wisata gumuk pasir memiliki pesona keindahan yang sangat menarik untuk

dikunjungi. Gumuk pasir ini berada di bagian timur dan barat dari TWA Menipo.

Gambar 4.1 Gumuk Pasir (Sumber : Foto lapangan, AA, 2019)

b. Keindahan Pantai Laut Lepas

Pantai ini menawarkan keindahan pantai dengan keindahan laut lepas

sebagai view-nya. Dari pantai ini pengunjung bisa melihat keindahan laut lepas

dan sunset yang indah pada sore hari, dan malamnya dapat melihat cahaya

kelap-kelap dari benua Australia. Di pantai ini juga kita dapat melihat burung-

burung migran yang mencari makan dipesisiran pantai, dan pada saat bulan

September dan Oktober kita dapat melihat penyu-penyu naik ke pantai untuk

bertelur.

23
Gambar 4.2 Pantai Laut Lepas (Sumber : Foto lapangan, AA, 2019)

Gambar 4.3 Burung-burung migran (Sumber : Foto lapangan, AA,


2019)

c. Puncak Menipo

Puncak menipo yang memiliki ketinggian ±7 mdpl dan masuk dalam

blok khusus. Untuk mencapai puncak ini kita harus melewati banyak rintangan

seperti medan yang sulit, namun biasanya disukai oleh para pendaki gunung.

Dari puncak menipo ini kita dapat menikmati keindahan alam wilayah menipo,

24
dan pada sore hari pengunjung bisa menikmati sunset atau fenomena matahari

terbenam.

Gambar 4.4 Puncak Menipo (Sumber : Foto lapangan, AA, 2019)

d. Flora dan Fauna

Tipe vegetasi dikawasan TWA Menipo merupakan tipe vegetasi hutan

kering, savana, hutan payau dan hutan pantai. Tipe vegetasi hutan kering dan

savana didominasi oleh Lontar ( Borrassus oleosa), Asam (Tamarindus indica),

Kesambi (Schleichera oleosa), dan Warm (Hibiscua tiliacius), sedangkan tipe

vegetasi hutan pantai didominasi oleh Cemara Laut (Casuarina equisetifolia),

dan hutan payau didominasi oleh mangrove jenis Rhizophora mucronata,

Rhizophora stylosa, Ceripos tahal, Bruguiera conyugata dan Bruguiera

exaristata.

Potensi fauna dikawasan TWA Menipo antara lain; Rusa Timor (Russa

timorensis), Monyet (Macaca fascicukaris), Babi Hutan (Sus vitatus), Biawak

(Varanus salvator), Ular Sanca Timor (Phyton timorensis), Burung Camar

(Sterna sp), Burung Perkici (Tricholosus haematodus), Burung Kakatua Putih

Jambul Kuning (Cacatua sulphurea), Elang Laut (Haliaretus leucogaster), Raja

Udang (Halcyon sp), Pecuk Ular (anhinga melanogaster), Burung Gelatik (Pada

25
orizyphora), Bangau Putih (Egretta sacra), Burung Perkutut (Geopelia striata),

Bangau Hitam (Ciconia episcopus), dan Burung Koakiu (Philemon inornatus).

Adapula aneka jenis fauna perairan dan laut seperti Buaya Muara (Crocodilus

porosus), Penyu Belimbing (Dermocheyis coriacea), Penyu Tempayan (Caretta

caretta), dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan juga Kalong (pteropus

vampyrus).

Gambar 4.5 Rusa Timor (russa timorensis). (Sumber : Foto lapangan,


AA, 2019)

Gambar 4.6 Kaka Tua Putih Jambul Kuning(cacatua sulphurea).


(Sumber : Foto lapangan, AA, 2019)

26
Gambar 4.7 Buaya Muara (crocodylusporosus). (Sumber : Foto
lapangan, AA, 2019)

b. Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)

Obyek dan Daya Tarik Wisata merupakan potensi yang menjadi

pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwantoro, 2004

). Kriteria penilaian obyek wisata alam merupakan suatu instrumen untuk

mendapatkan kepastian kelayakan suatu obyek untuk dikembangkan sebagai

obyek wisata alam. Fungsi kriteria adalah sebagai dasar dalam pengembangan

ODTWA melalui penetapan unsur kriteria, penetapan bobot, penghitungan

masing-masing sub unsur dan penjumlahan dari semua kriteria (Dirjen PHKA,

2003a). Potensi atau daya tarik yang khas sangat menentukan tingkat kunjungan

pada kawasan tertentu. Kriteria penilaian yang dipakai sebagai dasar dalam

penilaian ODTWA ini yaitu daya tarik, aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial

ekonomi, akomodasi, sarana prasarana penunjang dan ketersediaan air bersih.

a. Daya Tarik

Daya tarik merupakan faktor yang membuat orang berkeinginan untuk

mengunjungi dan melihat secara langsung ke tempat yang mempunyai daya tarik

tersebut. Pengkajian komponen daya tarik ini bertujuan untuk mengetahui

27
gambaran bentuk-bentuk kegiatan rekreasi yang sesuai dengan daya tarik dan

sumberdaya yang tersedia. Unsur-unsur yang dinilai pada kriteria daya tarik ini

yaitu keunikan, kepekaan, variasi kegiatan, jenis sumberdaya yang menonjol,

kebersihan obyek, keamanan, dan kenyamanan.

Daya tarik yang terdapat di TWA Menipo dilihat dari jumlah sumber

daya alam yang menonjol seperti flora dan fauna, keindahan alam gumuk pasir,

puncak menipo, hamparan mangrove yang menghiasi sepanjang pantai menipo

dan pantai lautan lepas yang dapat menarik pengunjung untuk berkunjung.

Penilaian untuk komponen daya tarik dapat dilihat ditabel 4.1

Tabel 4.1 Penilaian Kriteria Daya Tarik TWA Menipo

No. Unsur dan sub unsure Nilai


1 Keunikan sumber daya alam 30
2 Variasi kegiatan wisata alam 30
Sumber daya alam yang
3 30
menonjol
4 Kebersihan lokasi 30
5 Keamanan 30
6 Kenyamanan 25
Jumlah (nilai x bobot (6)) 175 x 6 = 1050
Sumber data diolah 2019

Hasil dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai total yang diperoleh : 1050,

dimana kriteria keunikan sumber daya alam memperoleh nilai 30 karena di TWA

Menipo terdapat lima unsur yang masuk penilaian yaitu: Gumuk pasir, pantai

lautan lepas, puncak menipo, flora dan fauna serta hamparan mangrove yang

menghiasi pesisir pantai menipo. Sedangkan sumber daya alam yang menonjol

dari TWA menipo memperoleh nilai 30 karena banyaknya unsur yang termasuk

didalamnya antara lain: flora (cemara laut, lontar, kesambi, dll), fauna (buaya

28
muara, rusa timor, monyet ekor panjang dan beberapa jenis burung), puncak

menipo, hamparan mangrove yang merupakan sarang bagi kelelawar, gumuk

pasir.

Penilaian untuk kegiatan wisata terdapat lima unsur yaitu : pendidikan,

penelitian, trekking, serta menikmati keindahan alam dan memperoleh nilai 30.

Ada lima unsur penilaian untuk kebersihan obyek wisata yaitu : bersih dan tidak

ada sampah yang berserakan, jauh dari keramaian, jauh dari pemukiman

penduduk, tidak adanya pencemaran, dan tidak adanya polusi udara sehingga

memperoleh nilai 30.

Ada lima unsur untuk keamanan kawasan yang masuk dalam penilaian

yaitu : tidak adanya perburuan liar, tidak adanya perambahan, tidak ada

pencurian, tidak adanya kepercayaan yang mengganggu, dan tidak ada penyakit

yang berbahaya (malaria dll) dan pengunjung akan sangat rasa aman karena

tidak adanya kekacauan dan pencurian sehingga nilai yang diperoleh adalah 30.

Dan untuk penilaian kenyamanan kawasan ada empat unsur yang dinilai yaitu :

udara yang segar dan sejuk, bebas dari kebisingan dan keramaian, tidak adanya

lalulintas yang mengganggu dan bebas dari bau dan memperoleh nilai 25.

b. Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan faktor yang mendukung untuk mempermudah

pengunjung berkunjung ke suatu tempat wisata tujuan. Ada beberapa unsur

untuk penilaian komponen aksesibilitas yaitu : kondisi jalan, jarak, tipe jalan,

waktu tempuh dari kota.

Tabel 4.2 Penilaian Kriteria Aksesibilitas Obyek Wisata TWA Menipo

29
No. Unsur dan sub unsure Nilai
1 Kondisi jalan 20
2 Jarak 15
3 Tipe jalan 20
4 Waktu tempuh dari kota 30
Jumlah (nilai x bobot (5)) 85 x 5 = 425
Sumber: Data diolah 2019

Berdasarkan hasil penilaian kriteria aksesibilitas pada tabel 4.2 dapat

diartikan bahwa kondisi jalan yang kurang baik dan memperoleh nilai 20.

Kondisi jalan yang diamati merupakan kondisi jalan sejauh 15 km dari kawasan

TWA. Jarak kawasan dari desa Enoraen adalah ±750m dengan kondisi jalan

kurang baik sehingga memperoleh nilai 15. Tipe jalan yang dilalui ketika masuk

dalam Desa Tesbatan Kecamatan Amarasi timur adalah jalan aspal sehingga nilai

yang diperoleh adalah 25. Aksesibilitas diartikan sebagai infrastruktur dan modal

transportasi menuju lokasi obyek wisata (Rusita, 2007). Hal ini menjadi faktor

penting dan kunci keberhasilan pengembangan suatu obyek wisata.

c. Akomodasi

Akomodasi merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan

wisata khususnya dari pengunjung yang cukup jauh. Hasil penilaian terhadap

akomodasi sejauh 15 km dari TWA memperoleh nilai 75 (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Penilaian Akomodasi di TWA Menipo

No. Unsur dan sub unsure Nilai


1 Jumlah penginapan 15
2 Jumlah kamar 10
Jumlah (nilai x bobot (3)) 25 x 3 = 75

30
Sumber : Data diolah 2019

Hasil pengamatan di lapangan dan informasi dari tokoh masyarakat dan

masyarakat sekitar bahwa dikawasan TWA Menipo belum ada penginapan yang

disediakan untuk para pengunjung TWA Menipo. Biasanya pengunjung yang

datang dari luar daerah menginap di rumah Kepala Desa Enoraen atau menginap

di rumah masyarakat setempat yang disediakan hanya 3-4 rumah, dan 1

penginapan berada didalam lokasi TWA Menipo. Ketersediaan akomodasi dalam

lokasi wisata sangat membantu pengunjung ketika pengunjung ingin menginap di

lokasi yang dikunjunginya. Walaupun ekowisata tidak menuntut akomodasi yang

aman dan nyaman, akan tetapi harus diperhatikan.

d. Sarana dan Prasarana

Sarana merupakan salah satu faktor penunjang yang memudahkan

pengunjung dalam menikmati obyek wisata secara langsung. Prasarana

merupakan salah satu faktor penunjang yang memudahkan pengunjung dalam

menikmati objek wisata secara tidak langsung. Penilaian terhadap sarana dan

prasarana kegiatan ekowisata di TWA Menipo masuk dalam ketegori layak

dengan total penilaian 180 (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Penilaian Sarana dan Prasarana Penunjang di TWA Menipo

No. Unsur dan sub unsure Nilai


1 Prasarana 30
Belum Tersedia
- Kantor pos
Sudah Tersedia -Jaringan listrik
- Jaringan telepon -Jaringan air
-Puskesmas minum

31
2 Sarana
Sudah Ada Belum Ada
-Pusat
perbelanjaan/pasar/kios - Rumah makan 30
-Tambatan perahu - Bank
- Tokoh Souvenir
- Angkutan umum
Jumlah (nilai x bobot (3)) 60 x 3 = 180
Sumber : Data diolah 2019

Prasarana memiliki nilai 30 dibuktikan dengan sudah tersedianya

jaringan telpon dan puskesmas. Dengan tersedianya prasarana ini dapat

membantu wisatawan dalam mendapatkan perawatan jika tiba-tiba sakit dan bisa

dapat berkomunikasi. Dan sarana penunjang ekowisata memperoleh nilai 30,

karena ada beberapa sarana penunjang belum ada di sekitar TWA Menipo seperti

: rumah makan, bank dan toko souvenir. Pentingnya ketersediaan fasilitas yang

baik untuk wisatawan dikarenakan adanya tingkat ketertarikan terhadap suatu

destinasi dan akan dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas yang ditawarkan

(Vengesayi, 2003).

e. Ketersediaan Air Bersih

Air bersih merupakan faktor yang harus tersedia dalam

pengembangan suatu tempat wisata baik untuk pengelolaan maupun pelayanan.

Di TWA Menipo memiliki sarana air bersih yang dihasilkan dari sumur air tanah

yang ada di lokasi tersebut. Untuk kelayakan konsumsi umumnya air di TWA

Menipo dapat dikonsumsi namun dibutuhkan perlakuan sederhana yaitu harus

dimasak dahulu dan selalu tersedia sepanjang tahun meskipun saat kemarau.

32
Unsur-unsur yang dinilai meliputi : ketercukupan air (volume), jarak

sumber air terhadap obyek, kemudahan dialirkan, kelayakan untuk dikonsumsi

dan kontinuitas. Hasil penilaian kriteria ketersediaan air bersih dapat dilihat pada

tabel 4.5

Tabel 4.5 Penilaian Ketersediaan Air Bersih di TWA Menipo

No. Unsur dan sub unsure Nilai


1 Volume 25
Jarak sumber air terhadap
2 30
lokasi obyek
Dapat tidaknya/kemudahan
3 25
air dialirkan ke obyek
4 Kelayakan dikonsumsi 25
5 Kontinuitas 30
Jumlah (nilai x bobot (6)) 135 x 6 = 810
Sumber : Data diolah 2019

Pada tabel 4.5 menunjukan bahwa ketersediaan air tergolong tinggi

dengan total nilai 810. Sumber air yang ada di TWA Menipo adalah sumur air

tanah yang airnya dapat mencukupi kebutuhan pengunjung yang berkunjung di

TWA Menipo. Ketersediaan air bersih adalah faktor yang penting dalam

pengembangan pariwisata, wisatawan dapat menggunakan air tersebut untuk

minum dan mandi.

c. Analisis Kelayakan Obyek Dan Daya Tarik Ekowisata Di TWA Menipo.

Hasil dari observasi langsung di TWA Menipo, Desa Enoraen,

Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang untuk melihat potensinya dengan

33
penilaian beberapa komponen dan kriteria yaitu : daya tarik, aksesibilitas,

akomodasi, sarana dan prasarana, serta ketersediaan air bersih yang mendukung

perkembangan ekowisata. Hasil penilaian yang didapat di lapangan kemudian

dianalisis, dan hasil penilaian terhadap kriteria kawasan TWA Menipo dapat

dilihat ditabel 4.6

34
Tabel 4.6 Hasil Penilaian Daya Tarik Wisata Alam Di TWA Menipo

Indeks
Nilai Nilai Nilai Kriteria
No. Kriteria Interval Ket. potensi
Mak. Min. Kriteria Kelayakan
(%)

Layak:840-1080
1 Daya Tarik 1080 360 240 1050 Belum layak:660-840 Layak 97,2
Tidak layak: <600
Layak: 500-600 Belum
2 Aksesibilitas 600 300 100 425 Belum layak: 400-500 layak 70,83
Tidak layak: <400

Layak: 140-180
3 Akomodasi 180 60 40 75 Belum layak: 100-140 41,67
Tidak layak: <100 Tidak
layak
Sarana dan Layak: 220-300
Belum
4 Prasarana 300 60 80 180 Belum layak: 140-220 60
layak
Tidak layak: <140

Ketersediaan Layak: 730-900


5 Air Bersih 900 390 170 810 Belum layak: 560-730 Layak 90
Tidak layak: <560
Jumlah 3060 1170 630 2540 83,00
Sumber : Data diolah 2019

Pada tabel 4.6 menunjukan bahwa Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)

di TWA Menipo memperoleh nilai yang layak untuk dikembangkan yakni : daya

tarik, sarana dan prasarana serta ketersediaan air bersih, sedangkan akomodasi

serta aksesibilitas memperoleh nilai belum layak untuk dikembangkan. Namun hal

tersebut tidak menjadi persoalan untuk pengembangan ekowisata di TWA Menipo.

Hasil perhitungan pada tabel diatas diketahui bahwa TWA Menipo berpotensi dan

layak untuk dikembangkan dengan perolehan skor total penilaian sebesar 2540

dan indeks kelayakan 83,00%.

35
C. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ( SWOT )

a. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ( SWOT ).

Taman Wisata Alam Menipo merupakan salah satu TWA yang ada di

NTT yang menyimpan begitu banyak potensi dan daya tarik serta pesona

atraksi alam. Strategi pengembangan wisata alam di TWA Menipo dianalisis

dengan menggunakan analisis SWOT, dan diuraikan sebagai berikut :

1. Kekuatan (strength)

1.1 Atraksi Wisata

Karakter dan keunikan dari TWA Menipo memang berbeda dari

TWA lainnya, dengan kata lain TWA Menipo memiliki ciri khas dan

keunikan tersendiri karena bisa menyaksikan kehidupan satwa liar seperti

burung, penyu, rusa dan bahkan buaya yang tidak bisa dijumpai di TWA

lain. Kelebihan lainnya yaitu di TWA Menipo ini memiliki keindahan

panorama yang sangat indah dan menarik seperti tracking, camping, view,

hamparan hutan mangrove, dan padang rumput.

1.2 Partisipasi masyarakat sekitar

Masyarakat sekitar TWA Menipo sangat cenderung berpartisipasi

dalam melestarikan potensi sumber daya alam flora dan fauna yang ada di

dalam kawasan sehingga potensi yang ada akan lebih terawat dan terjaga

kelestariannya. Perhatian masyarakat sekitar Obyek TWA Menipo terhadap

wisatawan yang berkunjung sudah dapat dikategorikan sebagai salah satu

36
faktor pendukung potensi TWA Menipo, sehingga bagi wisatawan akan

lebih nyaman.

2. Kelemahan(weakness)

Kelemahan-kelemahan yang perlu diperhatikan di kawasan Objek

TWA Menipo, antara lain :

2.1 Akomodasi

Di TWA Menipo belum tersedianya jasa penginapan yang berupa hotel

dan atau home stay, tetapi di lokasi obyek ini sudah ada penginapan

sederhana yang berada di dalam kawasan TWA Menipo, dan ada beberapa

rumah masyarakat yang ada di luar kawasan TWA yang bersedia untuk

menampung pengunjung yang mau berkunjung ke TWA. Meskipun

demikian, untuk masalah pengelolaan masih belum maksimal. Hal ini

terlihat dari minimnya fasilitas dan pelayanan yang ada di kawasan.

2.2 Penerangan

Penerangan yang ada di lokasi TWA dan diluar kawasan memang

masih sangat kurang maksimal, tetapi didalam TWA Menipo dibantu dengan

adanya satu buah alat penerang seperti generator.

37
2.3 Rumah makan

Belum tersedianya rumah makan disekitar lokasi kawasan Menipo,

yang menyebabkan pengunjung sulit untuk mendapatkan makanan ketika

lapar dalam perjalanan menuju ke TWA.

2.4 Aksesibilitas

Aksesibilitas tidak mudah, kondisi sarana jalan kurang mendukung

dikarenakan sarana jalan yang ada sekarang ini kondisinya sangat

memprihatinkan terlebih lagi jika musim hujan tiba.

2.5 Sarana prasarana

Lokasi TWA Menipo yang sangat jauh dari pusat kota, disamping itu

masih minimnya sarana transportasi untuk menuju ke lokasi TWA. Untuk

sarana transportasi yang ada hanyalah jasa mobil pick up itupun jumlahnya

masih sangat terbatas, sehingga menurunkan minat wisatawan untuk datang

ke TWA Menipo.

3. Peluang (opportunity)

Pihak pengelolah bekerjasama dengan masyarakat desa Enoraen untuk

membuka usaha seperti : penyedia jasa (guide), rumah makan, tokoh

sovenir, penginapan (home stay) dan jasa penyeberangan (perahu).

38
4. Ancaman (threat)

Ancaman yang dimaksud adalah faktor-faktor yang menghambat

untuk pengembangan di masa yang akan datang. Adapun ancamannya

antara lain :

a. Pencemaran lingkungan, khususnya di sekitar kawasan wisata yang

diakibatkan oleh rendahnya kepedulian pengunjung terhadap

lingkungan, dalam hal ini pengunjung kurang menjaga kebersihan,

sampah-sampah bungkusan plastik makanan dibuang di sembarang

tempat.

b. Ancaman bencana alam, berupa musim kemarau akan mengakibatkan

rawan kebakaran sehingga dikhawatirkan akan menganggu ekosistem

hutan.

c. Adanya satwa buas (buaya) sehingga pengunjung dilarang untuk mandi

di rawah dan pantai lautan lepas di TWA Menipo tersebut.

39
Tabel 4.7 Matriks SWOT Strategi Pengembangan TWA Menipo

STRENGTH WEAKNESS
1. Atraksi wisata dan keunikan
IFAS 1. Sarana dan prasarana
dari TWA Menipo berbeda
dengan TWA lainnya. Menipo serta aksesibilitas berupa
menyediakan keindahan sarana jalan masuk
panorama alam, dan bisa kawasan TWA kurang
menyaksikan kehidupan satwa- mendukung.
satwa liar.
2. Kurangnya promosi bagi
2. Partisipasi masyarakat dalam wisatawan.
mengelola pengembangan
3. Penerangan di lokasi
kawasan Taman Wisata Alam.
TWA Menipo kurang
3. Dukungan masyarakat dalam maksimal.
kelestarian alam sekitar dan
memfasilitasi ekowisata.
EFAS
4. Pembangunan rumah pemantau
burung dan rusa timor serta
rumah penetasan telur penyu semi
alami.

OPPORTUNITIES Strategi SO Strategi WO

1. Kawasan wisata alam 1. Pembangunan rumah 1. Pihak pengelola


dapat menjadi daya tarik pemantauan burung dan rusa sebaiknya dapat membuat
dan nilai jual yang tinggi timor serta rumah penetasan telur brosur-brosur wisata dan
karena alam disekitarnya penyu semi alami merupakan paket wisata untuk
begitu bagus yang asli dan salah satu spot yang bisa kemudian dipromosikan
belum terjamah. dijadikan salah satu daya tarik agar dapat diketahui oleh
pengunjung. masyarakat umum.

2. Memberdayakan masyarakat 2. Pihak pengelola


local dalam pengembangan sebaiknya bekerjasama
ekowisata. dengan instansi terkait
mengenai pembangunan
infrastruktur jalan dan
penerangan.

THREATS Strategi ST Strategi WT

1. Adanya satwa buas 1. Memperbanyak petugas 1. Pihak pengelola


seperti buaya sehingga lapangan untuk mengawasi sebaiknya membuat dan
pengunjung dilarang untuk pengunjung. memperbanyak tanda
mandi di rawah dan pantai peringatan mengenai
lautan lepas di TWA Menipo adanya satwa liar.
tersebut.

Sumber: Analisis Data Primer,2019

40
Keterangan :
Strength : kekuatan SO : strength-opportunities
Weakness : kelemahan WO : weakness-opportunities
Opportunities : peluang ST : strength-threats
Threats : ancaman WT : weakness-threats
Dari hasil tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa :

a) Strategi SO

Strategi ini dibuat dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk

memanfaatkan peluang yang ada yakni : pembangun rumah pemantauan

burung dan rusa timor serta rumah penetasan telur penyu semi alami yang

bisa dijadikan salah satu daya tarik pengunjung dan memberdayakan

masyarakat lokal untuk pengembangan ekowisata yang akan datang.

b) Strategi WO

Strategi ini merupakan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara

mengatasi kelemahan yang dimiliki yakni : pihak pengelola dapat

membuat brosur-brosur wisata dan paket wisata dan dipromosikan agar

dapat diketahuioleh masyarakat umum, dan pihak pengelolah bekerjasama

dengan instansi terkait mengenai pembangunan infrastruktur jalan dan

penerangan.

c) Strategi ST

Strategi ini merupakan kekuatan yang dimiliki dengan cara menghindari

ancaman yang ada yakni : memperbanyak petugas lapangan sehingga

dapat mengawasi pengunjung.

41
d) Strategi WT

Strategi ini meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari

ancaman yakni : pihak pengelola sebaiknya memperbanyak tanda

peringatan mengenai adanya satwa-satwa liar.

b. Strategi dan Arah Pengembangan

Dalam mengembangkan Obyek Wisata di TWA Menipo dan untuk

keberhasilan dalam pengembangannya, harus sesuai dengan fungsi sebagai

TWA maka strategi pengembangan adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan obyek dan daya tarik wisata ( yang meliputi wisata alam

serta seni dan budaya ) dengan meningkatkan fasilitas sarana dan

prasarana serta atraksi wisata dengan kualitas dan kuantitas obyek wisata

yang lebih menarik dan memberikan pesona khas bagi para wisatawan.

2. Mengembangkan seni dan budaya daerah tersebut sebagai bentuk

pelestarian pesona wisata dan kekayaan nilai-nilai adat dan budaya

daerah serta sekaligus sebagai filter terhadap pengaruh masuknya budaya

yang tidak baik atau kurang sesuai dengan budaya timur.

3. Memberdayakan masyarakat dalam mendukung kegiatan pariwisata seperti

: menjadi guide atau pemandu, dan sebagai penyedia jasa wisata seperti :

penyediaan warung makan dan tempat penjualan souvenir/cendramata.

4. Pembangunan Jalan perlu dilakukan, khususnya jalan menuju ke kawasan

TWA Menipo karena jalan menuju ke lokasi obyek dalam kondisi buruk

sehingga perlu perbaiki.

42
5. Meningkatkan promosi dan pemasaran Obyek Wisata di TWA Menipo

melalui berbagai media sosial (facebook, instagram, dll) serta pembuatan

brosur wisata, dan pembuatan paket wisata yang melibatkan para ahli

dengan berbagai sarana promosi dan pelayanan kepariwisataan yang

optimal.

D. Kendala Yang Dihadapi Pihak Pengelola

Dalam pengembangan TWA Menipo terdapat beberapa kendala atau

hambatan yang dihadapi pihak pengelolah dalam proses pengembangan,

kendala atau hambatan tersebut antara lain :

a. Keterbatasan Sarana dan Prasarana

Kawasan TWA Menipo dalam pengadaan sarana prasarana belum

tersedia dengan baik. Hal ini akan berpengaruh terhadap minat

wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata tersebut.

b. Terbatasnya Aksesibilitas

Sarana Transportasi untuk menuju ke kawasan TWA Menipo

belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dengan minimnya sarananya

transportasi yang menuju ke TWA Menipo.

43
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei dilapangan dan pembahasan maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Taman Wisata Alam Menipo memiliki objek dan daya tarik yang

dapat dikembangkan sebagai ekowisata karena memiliki potensi flora

dan fauna seperti : rusa timor (Russa timorensis), kaka tua kecil jambul

kuning (Cacatua sulphuera), penyu sisik (Eretmochelys imbricata),

buaya muara (Crocodylus porosus), kelelawar dan jenis burung lainnya.

Dan potensi flora dibagi dalam tiga tipe yaitu : hutan pantai, hutan

tanah kering/savana, dan hutan payau, serta memiliki panorama alam

seperti : Gumuk Pasir, Pantai Laut Lepas dan Puncak Menipo.

Taman Wisata Alam Menipo memiliki potensi wisata alam

yang layak untuk dikembangkan dengan persentase kelayakan 83%.

Kriteria ODTWA dari TWA Menipo memiliki nilai yang layak untuk

dikembangkan yaitu : kriteria daya tarik, sarana dan prasarana

penunjang serta ketersediaan air bersih. Sedangkan nilai aksesibilitas

menunjukan bahwa belum layak dan akomodasi masuk dalam kategori

tiddak layak untuk dikembangkan.

44
2. Strategi dan arah pengembangan harus sesuai dengan fungsi sebagai

TWA yakni :

a. Mengembangkan objek dan daya tarik wisata.

b. Mengembangkan seni dan budaya daerah setempat.

c. Memberdayakan masyarakat dalam mendukung kegiatan

pariwisata.

d. Pembangun jalan menuju kawasan TWA Menipo.

e. Meningkatkan promosi dan pemasaran objek wisata.

3. Dalam pengembangan Taman Wisata Alam Menipo terdapat beberapa

kendala atau hambatan yang dihadapi oleh pihak pengelola yakni :

a. Keterbatasan sarana dan prasarana.

b. Terbatasnya aksesibilitas.

B. Saran

1. Pengelola hendaknya mengembangkan kawasan TWA Menipo menjadi

kawasan ekowisata yang sesuai dengan ODTWA yang ada.

2. Mengembangkan Obyek Wisata di TWA Menipo haruslah melibatkan

berbagai pihak yang saling terkait satu dengan yang lain dan tidak dapat

dipisahkan, yaitu masyarakat sekitar, pihak pemerintah serta pihak swasta.

45
3. Dalam mengembangkan Obyek Wisata harus lebih memprioritaskan

penambahan dan peningkatan fasilitas, sarana prasarana yang ada di

kawasan Obyek Wisata di TWA Menipo.

46
DAFTAR PUSTAKA

Anonim . Tanggal 01 Oktober 2015. Sumber Data laporan Camat Amarasi Timur

Anonim. 1993. Ukuran/ Standara Baku Penilaian Pengembangan dan Pemanfaatan


Obyek Wisata Alam. Jawa Barat : Komisi Kerjasama Penelitian dan
Pengembangan Obyek Wisata Alam Bogor.
Anonim. 2003. [PHKA] Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.(a).
Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam
(ADO-ODTWA). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam. Bogor
Anonim. 2015. BBKSDA NTT.. Blok Pengelolaan Taman Wisata Alam Menipo
Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Anonim. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 4/Menhut-
II/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.48/Menhut- II/2010 Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Anonim. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.48/Menhut-
II/2010tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Anonim. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: PP.36 Tahun 2010
tentang Pengusahaan Pariwisata Alam diSuaka Margasatwa,
TamanNasional, Taman Hutan Raya, dan TamanWisata Alam.
Anonim. 1999 Undang Undang Republik Indonesia no 41 tentang Kehutanan.
Anonim. Undang-Undang Nomor 5. 1990. Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya. Pemerintah Republik Indonesia.Jakarta.
Anonim. Undang-Undang Nomor 9. Tahun 1990. Kepariwisataan. Pemerintah
Republik Indonesia. Jakarta.
Ceballos-Lascurain, H. 1996. Tourism, Ecotourism, and Protected Area. IUCN.
Gland Switzerland and Cambridge, UK.
Damanik, J dan Weber, H. F. 2006. Perencanaan Ekowisata, Teori dan Aplikasi.
C. V Andi Offset, Yogyakarta.
Damardjati S.R. 1995. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta : Pradnya

Fandeli, chafid. 2001 Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam.


Yogyakarta: Liberti.

47
Haris, M. Et al. 2017. Potensi Daya Tarik Ekowisata Suaka Margasatwa Bukit
Batu Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Potential Attraction Of
Ecotourism in Bukit Batu Reserve Game Bengkalis Regency Riau
Province). Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Helln Angga Devy dan R.B. Soemanto. 2017. Pengembangan Obyek Dan Daya
Tarik Wisata Alam Sebagai Daerah Tujuan Wisata Di Kabupaten
Karanganyar. Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 1 Tahun 2017 ISSN:
0215/9635
Karsudi, R. Soekmadi, H. Kartodiharjo. 2010. Strategi Pengembangan
Ekowisata di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. IPB.
Bogor.
Keputusan Menteri Pertanian No. 681/KPTS/UM/1981. 1981. Kriteria Taman
Wisata Alam. Menteri Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
I. Kodhyat. 1998. Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesea.
Jakarta. Grasindo.
Kuncoro, Mudrajat, 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga,
Jakarta
M. Kesrul. 2003. Penyelenggarakan Operasi PerjalananWisata. Jakarta :
Grasindo.
Pendit S.Nyoman. 1986. Ilmu Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Raharjo, A. 2002. Menaksir Nilai Ekonomi Taman Hutan Wisata Tawangmangu:


Aplikasi Travel Cost Method. Manusia dan Lingkungan Vol. IX, No. 2Juli
2002: 79-88. Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Rahmawaty. 2004a. Hutan : fungsi dan peranannya bagi masyarakat. Program
Ilmu Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. USU
digital library.
Rahmawaty. 2004b. Studi keanekaragaman mesofauna tanah di kawasan hutan
wisata alam Sibolangit (Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
Daerah Tingkat II Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara). e-USU
Repository.
Rangkuti, F. 2015. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus sBisnis. Penerbit
PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta

Rangkuti, Freddy. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah kasus Bisnis.


Gramedia pustaka Utama, Jakarta
Razak Abdul. 2008. Sifat Dan Karakter Objek Dan Daya Tarik Wisata Alam
(Pendekatan Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata Alam). Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.

48
Rusita, 2007. Studi Pengembangan Produk Wisata Alam Di Kawasan Taman
Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat.Tesis. UGM. Yogyakarta. 165p.
Saleh Wahab. 1989. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Siswanto, Victorianus Aries, 2011. Strategi dan Langkah-langkah


Penelitian.Pekalongan: Graha Ilmu.
Suswantoro, G. 1997.Dasar-Dasar Pariwisata. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT Gramedia


Pusataka Utama dengan Jakarta Business Research Centre. Jakarta
Vanhove, N. 2005. TheEconomics of Tourism Destinations. Elsevier. Burlington.

Vengesayi, S., 2003. A conceptual model of tourism destination competitiveness


and attractiveness. Anzmac: Conference proceedings; Des 1-3. Adelaide.
Australia.

49

Anda mungkin juga menyukai