Anda di halaman 1dari 14

NILAI-NILAI KAWASAN DILINDUNGI

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

(Makalah Pengelolaan Kawasan Dilindungi)

Oleh

Rudi Pramana
Agung Adeiv Fara Fernando
Agus Toni
M. Fiqri Ramadhan
Reki Hamdani
Rio Binoto Daniel P

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Kawasan perlindungan atau kawasan yang dilindungi adalah kawasan atau

wilayah yang dilindungi karena nilai-nilai lingkungan alaminya, lingkungan social

budayanya, ataukarenahal-hal lain yang serupa.Berbagai macam kawasan yang

dilindungi terdapat di berbagai negara, sangat bervariasi baik dalam rasa tau

tingkat perlindungan yang disediakannya maupun dalam undang-undang atau

aturan (internasional, nasional, atau daerah) yang dirujuknya dan yang menjadi

landasan operasionalnya. Beberapa contohnya adalah taman nasional, cagar alam,

cagaralamlaut, cagarbudaya, dan lain-lain.

Pelestarianalam di Indonesia secara legal mengacukepadaduaundang-undang

(UU) induk, yakni UU no 5 tahun 1990

tentangKonservasiSumberdayaAlamHayatidanEkosistemnya; serta UU no 41

tahun 1999 tentangKehutanan (jo. UU no 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kehutanan).

UU no 5/1990 bertitik berat pada pelestarian keanekaragaman hayati, baik

keanekaragaman hayati hutan maupun bukan; baik di dalam kawasan hutan

Negara maupun di luarnya.Sedangkan UU no 41/1999 salah satunya mengatur

konservasi alam di kawasan hutan negara;


namunbukanhanyamencakupkonservasikeanekaragamanhayati, melainkan

meliputi pula perlindunganfungsi-fungsi penunjang kehidupan yang

disediakankawasanhutan.

UU no 41/1999 membedakan duakategori besar kawasan hutan yang dilindungi,

yakni:

1. Hutan lindung, yakni kawasan hutan negara yang mempunyai

fungsipokoksebagaiperlindungansistempenyanggakehidupan untuk mengatur

tata air, mencegahbanjir, mengendalikanerosi, mencegahinstrusi air laut,

danmemeliharakesuburantanah; dan

2. Hutankonservasi, yaknikawasanhutannegaradengancirikhastertentu, yang

mempunyaifungsipokokpengawetankeanekaragamantumbuhandansatwasertaek

osistemnya.

B. Tujuan

Tujuandaripembuatanmakalahiniyaitu :

1. Untukmengetahuinilaiekologikawasandilindungi Taman Nasional Way

Kambas.

2. Untukmengetahuinilaiekonomikawasandilindungi Taman Nasional Way

Kambas.

3. Untukmengetahuinilaisosialekonomikawasandilindungi Taman Nasional Way

Kambas.

4. Untukmengetahuinilaisosialbudayakawasandilindungi Taman Nasional Way

Kambas
II. ISI

A. Nilai Ekologi

Taman Nasional Way Kambas merupakan habitat bagi lima megasatwa di

Indonesia dan kelima megasatwa tersebut merupakan endemik pulau Sumatera.

Megasatwa tersebut adalah gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus),

harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), badak sumatera (Dicerorhinus

sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), dan beruang madu (Helarctos malayanus).

Selain itu, potensi fauna lainnya yaitu anjing hutan (Cuon alpinus), rusa (Cervus

unicolor), ayam hutan (Gallus gallus), rangkong (Buceros sp.), owa

(Hylobatesmoloch), lutung merah (Presbytis rubicunda), siamang (Hylobates

syndactylus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca

nemestrina), mentok rimba (Cairina scutulata), burung pecuk ular (Anhinga

melanogaster) dan sebagainya (Departemen Kehutanan, 2002).

Flora yang terdapat di TNWK antara lain, api-api (Avicenia marina), pidada

(Sonneratia sp.), nipah (Nypa fructicans), gelam (Melaleuca leucadendron),

salam (Eugenia polyantha), rawang (Glocchidion boornensis), ketapang

(Terminalia cattapa),cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus

sp.),puspa (Schima walichii), meranti (Shorea sp.), minyak (Diptorecapus

gracilis), merbau (Instsia sp.), pulai (Alstonia angustiloba),bayur (Pterospermum


javanicum), keruing (Dipterocarpus sp.), laban (Vitex pubescens) (Departemen

Kehutanan, 2002).

Terdapat dua penangkaran di TNWK yaitu Suaka Rhino Sumatera (SRS) dan

Pusat Konservasi Gajah (PKG).Suaka Rhino Sumatera merupakan tempat

penangkaran bagi badak sumatera, sedangkan PKG merupakan tempat

penangkaran bagi gajah sumatera.Pada awalnya PKG sendiri bernama pusat

latihan gajah (PLG) yang disahkan oleh bapak Widodo Ramono (Kepala Badan

Konservasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang) pada tanggal 27 Agustus

1985.Peranan PKG adalah melakukan upaya konservasi gajah sumatera secara eks

situ (Soehartono et al., 2007).

Kondisi PKG dilihat dari segi naungannya memperlihatkan vegetasi hutan yang

tidak lebat dan tidak cukup memadai untuk keberadaan gajah sumatera dalam

penangkaran.Vegetasi jenis pohon sudah jarang ditemukan dan hanya terlihat

hamparan lahan luas dengan rumput-rumputan. Di PKG, kandang gajah berada di

alam terbuka yang hanya terdapat patok-patok yang bediri sekitar setengah meter

yang digunakan untuk mengikat kaki gajah (Meytasari dkk., 2014).

Gajah sumatera di penangkaran memiliki daerah jelajah tidak sesuai karena gajah

sumatera ini hanya memiliki daerah jelajah di sekitar pusat konservasi gajah

(PKG), TNWK dan setiap harinya gajah di penangkaran hanya menempuh 2 km/

hari -3 km/ hari.Sebagian gajah dilepaskan untuk merumput di sekitar PKG,

sedangkan sebagian gajah lainnya yang terikat rantai di kandang diberikan pakan

daun kelapa dan rumput (Meytasari dkk, 2014).


B. Nilai Ekonomi

Mudrikah et al. (2014) menyatakan bahwa sektor pariwisata sebagai salah

satu sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara, tentu

mempunyai peran strategis melalui ketersediaan komoditas pendukung

kepariwisataan seperti transportasi, akomodasi, hiburan, jasa-jasa dan komoditas

lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya kontribusi pariwisata terhadap

Produk Domestik Bruto (PDB).

Peran sektor pariwisata sebagai penghasil devisa negara menjadi bagian

penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui kehadiran

wisatawan mancanegara ke Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia. Adanya

peningkatkan devisa negara Indonesia ditandai oleh semakin beragamnya daya

tarik wisata yang ditawarkan bahkan semakin banyaknya jumlah wisatawan

mancanegara yang melakukan perjalanan wisata akan semakin menambah nilai

devisa di bidang pariwisata.

Salah satu jenis pariwisata adalah ekowisata.Menurut Satria (2009)

ekowisata adalah salah satu jenis pariwisata yang menghubungkan antara

perjalanan wisata alam yang memiliki visi dan misi konservasi dan kecintaan

lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, kegiatan wisata dapat

dilakukan di zona pemanfaatan taman nasional. Jenis ekowisata yang tepat di

taman nasional menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009

tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah adalah ekowisata hutan.


Salah satu potensi alam di Provinsi Lampung yang berkembang menjadi

tujuan ekowisata adalah Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Menurut Olah

dan Simay (2007), TNWK merupakan salah satu tujuan wisata dengan lokasi

pengamatan burung terbaik di Asia. Objek wisata di TNWK ini berupa ekosistem

hutan dataran rendah yang terdiri dari rawa air tawar, padang alang-alang/semak

belukar dan hutan pantai. TNWK juga memiliki potensi flora dan fauna yang

sangat besar seperti, Bunga Bangkai, Badak Sumatera (Dicerorchinus

sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephans maximus sumatranus), Harimau

Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Tapir (Tapirus indicus), Beruang Madu

(Helarctos malayanus), dan 45 jenis mamalia lainnya; 406 jenis burung; berbagai

jenis reptilia, amfibi, ikan, serta insekta (Balai TNWK 2011).

Desa-desa penyangga yang ada di sekitar TNWK melihat adanya peluang

usaha dari kedatangan wisatawan ekowisata. Hal tersebut terbukti melalui

terbentuknya beberapa desa wisata. Desa-desa wisata tersebut yakni Desa Braja

Yekti, Labuhan Ratu 9, Labuhan Ratu 7 dan Braja Harjosari. Aktivitas wisata

desa di keempat desa tersebut yakni peternakan, perikanan, agrowisata dan

kesenian budaya.

Adanya pariwisata TNWK ini masyarakat yang ada di sekitarnya bisa memiliki

peluang pekerjaan untuk menambah perekonomi masyarakat sekitar TNWK

dengan cara membuka jenis pekerjaan seperti house keeping, sebagai guide,

asisten juru masak, driver, petugas laundry, juru masak, tukang kebun, security,

tenaga kerja kios cinderamata, tenaga kerja warung makan, penjaga parkir

kendaraan dan jasa jasa lainnya.


C. Nilai Sosial Ekonomi

Sosial mengandung arti segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat,

sementara itu ekonomi memiliki artian sebagai ilmu yang berhubungan dengan

asas produksi, distribusi, pemakaian barang serta kekayaan.Sekilas Sosial dan

Ekonomi seperti dua hal dan cabang ilmu yang berbeda, namun diantara keduanya

sebenarnya terdapat kaitan yang erat.Salah satu kaitan yang erat tersebut adalah,

jika keperluan ekonomi tidak terpenuhi maka akan terdapat dampak sosial yang

terjadi di masyarakat kita.

Jadi bisa dijadikan kesimpulan adalah bahwa sosial ekonomi mengandung

pengertian sebagai segala sesuatu hal yang berhubungan dengan tindakan

ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti sandang, pangan dan

papan.

a. Sosial

Penduduk yang tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan yang berada disekitar Taman

Nasional secara garis besar dapat di bagi menjadi dua kelompok berdasarkan sifat

keberadaannya, yaitu: penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli

sebagian besar berada di Kecamatan Sukadana dan Way Jepara, sedangkan,

penduduk pendatang dari Jawa dan Bali menyebar hampir diseluruh Kecamatan

yang ada di sekitar kawasan. Penduduk pendatang lainnya seperti Melayu, Bugis,

Serang, dan Batak banyak bermukim di daerah Pesisir. Sebagian besar penduduk

tersebut ±95% memeluk agama Islam, sedangkan sisanya beragama Katholik,

Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Aliran Kepercayaan.


Sedangkan secara proporsional penduduk yang tinggal di desa-desa penyangga,

sampai saat ini masih didominasi oleh para pendatang terutama dari pulau Jawa,

antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur serta sebagian kecil Bali.

Kedatangan pendatang tersebut diawali dengan adanya program kolonilasasi oleh

Pemerintah Hindia Belanda, dan dilanjutkan oleh Pemerintah Indonesia pasca

kemerdekaan yang dikenal dengan Transmigrasi.Namun sebagian besar desa yang

berbatasan dengan kawasan merupakan hasil pengembangan desa induknya yang

bukan daerah transmigrasi.

b. Ekonomi

Daerah penyangga yang berada disekitar TNWK, hampir secara keseluruhan

peruntukannya digunakan untuk lahan pertanian baik oleh masyarakat atupun oleh

perusahaan yang bergerak bidang pertanian/perkebunan.Sesuai dengan keadaan

penduduk yang ada pola penggunaan lahan secara garis besar terbagi menjadi

dua.Penduduk asli pada umumnya menggunakan lahannya melalui pola pertanian

lahan kering.

Pola pertanian lahan kering ini berupa kebun lada, kelapa, durian, karet, kelapa

sawit dan singkong.Pola penggunaan lahan basah berupa pesawahan banyak di

lakukan oleh penduduk pendatang, khususnya penduduk yang berasal dari

Jawa.Untuk lahan pemukiman selain sebagai tempat tinggal, juga diusahakan

sebagai pekarangan dengan tanaman kebutuhan sehari-hari.

Khusus untuk daerah penyangga pemanfaatan lahan kering terbagi menjadi dua

kelompok besar yaitu singkong dan tanaman perkebunan seperti karet dan
sawit.Untuk daerah yang mengalami gangguan gajah dengan frekwensi cukup

tinggi jenis tanaman di pilih untuk jenis yang tidak disukai gajah.

Struktur perekonomian ditentukan oleh peranan sektor-sektor ekonomi yang ada

dalam memproduksi barang dan jasa.Struktur yang terbentuk dan nilai tambah

yang di capai oleh setiap sektor ekonomi memberi gambaran besarnya

ketergantungan suatu daerah terhadap produk-produk tersebut.

Dalam struktur perekonomian di daerah sekitar Taman Nasional, peranan sektor

pertanian masih mendominasi.Sedangkan sektor industri dan jasa masih belum

memberikan peranan yang penting.Sektor perdagangan masih berkisar kepada

kepada usaha perdagangan kecil.

Dengan dominasi terbesar dari sektor pertanian yang diperoleh dari lahan

marginal, hal ini membawa permasalahan tersendiri yaitu hasil produksi yang

rendah, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat sebagian besar belum

mengalami perbaikan yang signifikan.

D. Nilai Sosial Budaya

Penduduk yang tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan yang berada disekitar Taman

Nasional secara garis besar dapat di bagi menjadi dua kelompok, yaitu: penduduk

asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli sebagian besar berada di Kecamatan

Sukadana dan Way Jepara.Sedangkan, penduduk pendatang dari Jawa dan Bali

menyebar hampir diseluruh Kecamatan yang ada di sekitar kawasan.Penduduk

pendatang lainnya seperti Melayu, Bugis, Serang, dan Batak banyak bermukim di

daerah Pesisir. Sebagian besar penduduk tersebut  95% memeluk agama Islam,
sedangkan sisanya beragama Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan

Aliran Kepercayaan. Demikian juga penduduk yang tinggal didesa-desa

didominasi oleh para pendatang terutama dari Jawa, baik dari Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur, dimana masing-masing etnis membawa ciri masing-

masing, yang mana pandangan terhadap prinsip konservasi juga berbeda.

Kearifan masyarakat yang masih utuh Etnis penduduk di sekitar kawasan TNWK

merupakan campuran dari suku asli Lampung, dan pendatang dari berbagai

tempat, yaitu: Jawa, Bali, Sunda dan Sumatera Selatan yang datang melalui

program transmigrasi. Mereka telah berkembang pesat dan berbaur membentuk

masyarakat desa yang multi etnik.Kearifan lokal yang ada di masyarakat desa

wisata berupa kegiatan bertani, kesenian, kerajinan tangan, makanan khas dari

masyarakat setempat, gotong royong, solidaritas, keramahtamahan dan toleransi,

menjadi daya tarik utama bagi wisatawan terutama wisatawan

mancanegara.Kearifan masyarakat dari muti etnik tersebut menjadikan

masyarakat yang harmonis menjadikan kekuatan yang dimiliki TNWK dalam

mengembangkan kegiatan ekowisata berbasis masyarakat.

Dalam rangka mempromosikan kepariwisataan dan budaya lampung yang

beragam dilaksanakan festival Way Kambas.Kegiatan ini dilaksanakan setahun

sekali dan biasanya diadakan setiap bulan desember dan bertempatan di Taman

Nasional Way Kambas.Rangkaian kegiatan pada festival way kambas meliputi

pemilihan mulei mekhanai lampung, kegiatan off road, rally sepeda ontel,

eksebisi kesenian, atraksi gajah dan lainnya. Kegiatan festival Way Kambas

tersebut merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan pemerintah kabupaten


Lampung Timur untuk mengenalkan budaya-budaya yang ada disana, serta untuk

mengenalkan kearifan lokal masyarakat Lampung Timur dalam mengembangkan

kawasan Taman Nasional Way Kambas kepada masyarakat luas.


III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapatkitaambildarimakalahiniyaitu :

1. Nilaiekologikawasan TNWK yaitu flora fauna, jasalingkungan (air, carbon,

kehati&keindahanalam), peningkatansalinitas air,

dankuantitasdankualitasudara.

2. Nilaiekonomikawasan TNWK yaitupendapatandevisanegara (wisata),

meningkatkanpendapatanmasyarakatsekitar TNWK,

penyediaanjasatransportasi, sertajasapenginapan.

3. Nilaisosialekonomikawasan TNWK yaitupihak TNWK

memberikanpengetahuandanpelatihankewirausaanmasyarakatsekitar,

membentukstruktursosialkelompokusaha, sovenirkhas TNWK, serta SDM

lokaluntukpegawai TNWK.

4. Nilaisosialbudayakawasan TNWK yaitusepertikegiatanbertani, kesenian,

kerajinantangan, makanankhasdarimasyarakatsetempat, gotong royong,

solidaritas, keramahtamahandantoleransi.
DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Way Kambas. 2011. Profile Taman Nasional Way
Kambas. TamanNasional Way kambas. Lampung.

Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Umum Kehutanan. Departemen


Kehutanan. Jakarta. 86 hal.

Meytasari, P., Bakri, S., & Herwanti, S. 2014. Penyusunan Kriteria Domestikasi
dan Evaluasi Praktek Pengasuhan Gajah: Studi di Taman Nasional Way
Kambas Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari, II (2): 79-88.

Soehartono, T., Susilo, H.D. Sitompul,A.F., Gunaryadi, D., Purastuti,E.M., Azmi,


W., Fadhli, N., & Stremme, C. 2007. Strategi danRencana Aksi
Konservasi GajahSumatera dan Gajah Kalimantan2007-2017. Jakarta:
DirektoratJenderal Perlindungan Hutan danKonservasi Alam.

Satria, Dias. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal


dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Malang.
Journal of Indonesian Applied Economics Vol. 3 No. 1 Mei 2009: 37-47.

Olah, Janos., Atila, Simay. 2007. Way Kambas National Park, Sumatra,
Indonesia: The Best Asian Night-Birding. Vol. 8 BirdingASIA: 39-44.

Anda mungkin juga menyukai