Anda di halaman 1dari 16

HASIL HUTAN NON KAYU

“Perkembangan Budidaya Gaharu di Indonesia”

OLEH :

NAMA : SAHRUN

STAMBUK : M1A1 16 174

KELAS : KEHUTANAN C

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

2018
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatu

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas nikmat dan

karunia-Nya Saya masih diberi kesahatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini

dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan tak lupa pula dipanjatkan salam

kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW sebagaiman Beliau telah

membawa perubahan kepada kita dari masa kegelapan ke masa yang terang

benderang seperti saat ini.

Pembuatan makalah ini berjudul “Perkembangan Budidaya Gaharu di

Indonesia”, program studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan,

dalam lingkup Universitas Haluoleo, Kendari.

Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Saya harapkan kritik

dan saran dari pembaca yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih, semoga

makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan infomasi kepada pembaca.

Wassalamuallaikum warahtullahi wabarakatu.

Kendari, Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang................................................................................................. 1

1.2. Rumusan masalah........................................................................................... 2

1.3. Tujuan............................................................................................................ 2

1.4. Manfaat........................................................................................................... 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pengertian gaharu........................................................................................... 5

3.2. Gambaran umum tumbuhan penghasil gaharu............................................... 7

3.3. Perkembangan gaharu di Indonesia............................................................... 9

3.4. Pemungutan dan pengolahan gaharu............................................................ 12

3.5. Perkembangan gaharu khusus di Sumatera.................................................. 14

BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan................................................................................................... 15

4.2.Saran.............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gaharu sebuah nama komoditi hasil hutan non kayu yang saat ini menjadi

perbincangan banyak kalangan. Dalam kehidupan seharihari telah dikenal pepatah

“sudah gaharu cendana pula”. Pepatah ini mengindikasikan bahwa sebenarnya

komonditi gaharu sudah dipopulerkan oleh nenek moyang kita dan menjadi bukti

sejarah bahwa keharuman.

Gaharu telah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Pertanyaan yang muncul,

lantas kenapa komoditi yang telah populer tersebut sepertinya menghilang begitu

lama dan saat ini muncul kembali. Jawaban yang sudah pasti adalah rumus umum,

yaitu karena pengambilan jauh lebih besar daripada produksinya. Gaharu

sebenarnya sebuah produk yang berbentuk gumpalan padat berwarna coklat

kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau

akar tanaman pohon inang (misalnya: Aquilaria sp.) yang telah mengalami proses

perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu

tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu.

Dari sisi manfaat, gaharu sejak zaman dahulu kala sudah digunakan, baik

oleh kalangan elit kerajaan, maupun masyarakat suku pedalaman di Sumatera dan

Kalimantan. Gaharu dengan demikian mempunyai nilai sosial, budaya, dan

ekonomi yang cukup tinggi. Secara tradisional gaharu dimanfaatkan antara lain

dalam bentuk dupa untuk acara ritual dan keagamaan, pengharum tubuh dan

ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan sederhana. Saat ini pemanfaatan gaharu

telah berkembang demikian meluas antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun,
body lotion, bahan obatobatan yang memiliki khasiat sebagai anti asmatik, anti

mikrobia, dan stimulan kerja syaraf dan pencernaan.

Berdasarkan uraian diatas mengenai asal usul atau sejarah tentang gaharu,

maka perlu diketahui pula pekembangan pembudidayaan gaharu di Indonesia.

Sebab akan memberikan pengetahuan yang lebih jauh mengenai pembahasan ini.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan gaharu ?

2. Bagaimana gambaran umum mengenai gaharu ?

3. Bagaimana perkembangan budidaya gaharu di Indonesia ?

4. Bagaimana pemungutan dan pengolahan gaharu ?

5. Bagaimana perkembangan budidaya gaharu khusus di Sumatera ?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :

1. Dapat mengetahui pengertian gaharu

2. Dapat memahami gambaran umum mengenai gaharu

3. Dapat memahami perkembangan budidaya gaharu di Indonesia

4. Dapat mengetahui pemungutan dan pengolahan gaharu

1. Dapat memahami perkembangan budidaya gaharu khusus di Sumatera

1.4. Manfaat

Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah ini dapat

dijadikan sebagai sumber ilmu, literature, maupun dasar ilmu pengetahuan

terutama dalam kajian tentang perkembangan gaharu di Indonesia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu adalah komoditas hasil hutan non-kayu yang bernilai ekonomi

tinggi dengan harga pasar bervariasi tergantung kualitasnya, mulai dari 300 ribu

rupiah hingga 25 juta rupiah untuk kualitas double super. Produk ini dihasilkan

beberapa spesies penghasil gaharu dalam famili Thymeleaceae. Indonesia yang

merupakan salah satu pemasok gaharu terbesar memiliki kekayaan jenis penghasil

gaharu tertinggi di dunia, yaitu 27 spesies dari 8 genus dan 3 famili yang tersebar

di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Irian (Sumarna, 2005).

Saat ini sudah cukup banyak pohon penghasil gaharu yang telah

diinokulasi, khususnya dari jenis Aquilaria dan Gyrinops. Teknik inokulasi untuk

induksi pembentukan gaharu juga telah makin efisien dan murah. Pada hasil uji

lanjut teknik produksi gaharu yang dilakukan beberapa bulan lalu di Provinsi

Bengkulu, proses pembentukan gaharu telah semakin cepat terjadi. Pada 6 bulan

setelah inokulasi telah dicapai produk kualitas kemedangan TGB dan TGA, yang

biasanya baru dapat dicapai pada 12-18 bulan setelah inokulasi, meskipun

sebagian besar masih berada pada mutu TGC (Mucharromah et al., 2008).

Sejauh ini keberadaan pohon penghasil gaharu di lapangan telah banyak

membantu pelaksanaan uji efektivitas inokulasi, uji produksi, pelatihan inokulasi,

pelatihan monitoring pembentukan gaharu serta upaya produksi gaharu hasil

inokulasi. Namun dari segi kualitas, gaharu hasil inokulasi hingga kini belum

dapat mencapai kualitas tertinggi gaharu alam, yaitu super, double super, dan

lebih tinggi (Mucharromah dan Marantika, 2009).


BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Gaharu

Gaharu berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu “aguru” yang berarti kayu

berat (tenggelam) sebagai produk damar atau resin dengan aroma keharuman yang

khas. Gaharu sering digunakan untuk mengharumkan tubuh dengan cara fumigasi

dan pada upacara ritual keagamaan. Di Indonesia, gaharu dikenal masyarakat

sejak tahun 1200-an. Sebagian besar produksi masih merupakan produksi hutan

secara alami. Perkembangan awal perdagangan gaharu di Indonesia ditunjukkan

oleh adanya perdagangan dari Palembang dan Kalimantan ke Kwang Tung-China.

Puncak perdagangan ekspor gaharu berlangsung antara 1918–1925 dan

pada masa penjajahan Belanda dengan volume sekitar 11 ton/tahun. Setelah

kemerdekaan, ekspor gaharu terus meningkat ke beberapa negara industri yang

berkembang, dan tercatat ekspor gaharu pada tahun 2000, volume ekspor gaharu

mencapai 446 ton/tahun dengan nilai US$ 2,2 Juta (Sumarna, 2007).

Gaharu adalah salah satu komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

yang bernilai sangat tinggi digunakan sebagai bahan parfum, obat-obatan dan

bahan kemenyan. Harganya persatuan berat adalah sangat tinggi dan bervariasi

tergantung dari kadar resin dan aroma yang dikeluarkan. Harga setiap kg kelas

mutu tertinggi (super) adalah lebih dari satu juta rupiah. Sedangkan mutu terendah

(kemedangan) berharga kurang dari 100 ribu rupiah. Akibat tingginya harga

gaharu dan belum tersedianya petunjuk objek yang mampu mengidentifikasi

adanya gaharu di dalam satu pohon maka sampai sekarang banyak ditebang pohon

yang tidak berisi gaharu, sehingga pohon gaharu menjadi jenis tanaman langka
dan dimasukkan ke dalam CITTES APPENDIX II (Sumadiwangsa dan Zulnely,

1999).

3.2. Gambaran Umum Tumbuhan Penghasil Gaharu

Hutan hujan tropis di Indonesia semenjak tiga puluh tahun yang lalu

dikenal sebagai salah satu penghasil utama kayu bulat (log) untuk bahan baku

industri perkayuan. Selain itu hutan hujan tropis Kalimantan juga sangat kaya

dengan hasil hutan bukan kayu (HHBK), di mana salah satu di antaranya adalah

gaharu yang bernilai ekonomis tinggi.

Gaharu adalah gumpalan berbentuk padat, berwarna coklat kehitaman

sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar dari

jenis tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia

dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu tidak semua

tanaman penghasil gaharu menghasilkan gaharu.

a b c d

Gambar 1. Perubahan warna kayu dengan tingkat kegelapan yang berbeda dari (a)

intensitas terendah sampai (d) intensitas tertinggi

Di lndonesia hingga saat ini diperkirakan terdapat lebih kurang 25 jenis

tumbuhan penghasil gaharu yang dikelompokkan ke dalam delapan marga dan

tiga suku. Berdasarkan sebaran tempat tumbuh, tumbuhan penghasil gaharu

umumnya tumbuh di Pulau Kalimantan (12 jenis) dan Pulau Sumatera (10 jenis),
kemudian dalam jumlah terbatas tumbuh di Kepulauan Nusa Tenggara (3 jenis),

Pulau Papua (2 jenis), Pulau Sulawesi (2 jenis), Pulau Jawa (2 jenis), dan

Kepulauan Maluku (1 jenis). Dari pengamatan sebaran Aquilaria spp. yang

dilaksanakan pada tahun 2000 ditemukan bahwa Aquilaria spp. tumbuh tersebar

secara luas di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan

Kalimantan Selatan. Tingginya permintaan pasar dunia akan gaharu dan harga jual

gaharu yang cukup tinggi telah menarik minat masyarakat, baik lokal maupun

pendatang untuk melakukan eksploitasi gaharu secara besar-besaran. Akibatnya,

populasi Aquilaria spp. di hutan alam semakin menurun dan bahkan pada suatu

saat menjadi punah.

Untuk mencegah dari kepunahan maka pada pertemuan CITES (The

Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and

Fauna) ke-IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994, Aquilaria

malaccensis, salah satu tumbuhan penghasil gaharu terpenting yang banyak

tumbuh di Kalimantan telah dimasukkan ke dalam Appendix II sebagai tumbuhan

yang terancam punah sehingga dalam penebangan dan perdagangannya perlu

dibatasi. Bahkan sejak tahun 2004, seluruh jenis Aquilaria telah dimasukkan

dalam Appendix II CITES. Indikasi dari menurunnya populasi Aquilaria spp.

antara lain dari pergerakan pencari gaharu yang telah mengarah pada bagian utara

Kalimantan Timur, di pedalaman hutan Kalimantan Barat dan Kalimanatan

Tengah serta menurunnya realisasi produksi gaharu dari tahun ke tahun.

Walaupun realisasi produksi gaharu tidak menggambarkan besarnya

potensi, namun dengan semakin sulitnya mendapatkan gaharu dari waktu ke

waktu menunjukkan populasi Aquilaria spp. terus mengalami penurunan.


Menyadari semakin langkanya tumbuhan penghasil gaharu, beberapa instansi

pemerintah dan masyarakat telah melakukan inisiatif untuk mengadakan

pelestarian tumbuhan penghasil gaharu dan sekaligus membudidayakan, baik

untuk kepentingan konservasi maupun ekonomi.

3.3. Perkembangan Gaharu Di Indonesia

Gaharu adalah salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)

komersial yang bernilai jual tinggi. Bentuk produk gaharu yang merupakan

hasil alami dari kawasanhutan yang dapat berupa cacahan, gumpalan

atau bubuk. Nilai komersial gaharu sangat ditentukan oleh keharuman

yang dapat diketahui melalui warna serta aroma kayu bila dibakar ,

masyarakat mengenal kelas dan kualita dengan nama gubal, kemedangan dan

bubuk. Selain dalam bentuk bahan mentah berupa serpihan kayu, saat ini melalui

proses penyulingandapat diperoleh minyak atsiri gaharu yang juga bernilai jual

tinggi.

Saat ini diketahui gaharupun dapat diperoleh dari jenis tanaman lain famili

Thymeleaceae, eguminaceae, dan (uphorbiaceae yang dapat dijumpai di

wilayah hutan)ina, daratan Indochina (Myanmar dan Thailand), malay

Peninsula "(Malaysia, Brunai Darusalam, dan Filipina), serta Indonesia

"Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat,

maluku, Mataram dan beberapa daerah lainnya. Potensi produksi

gaharuyang ada di Indonesia berasal dari jenis pohon Aquilaria malacenis, A.

filarial, A. birta, A.agalloccba Roxb, A. macrophylum, Aetoxylon sympetalum,

Gonystylus bancanus, G. macropbyllus, Enkleia malacensis, Iikstroemia


androsaemofolia, L. tenuriamis, Gyrinop scumingiana, Dalbergia parvifolia,

dan Excoccaria agalloccb). Dari banyaknya jenis pohon yang

berpotensi sebagai penghasil gaharu tersebut, hanya satu diketahui

penghasil gaharu yang berkualitas terbaik dan mempunyai nilai jual

yang tinggi dibanding dengan pohon lainnya yaitu Aquilaria malacensi.

Pohon Penghasil Gaharu (Aquilaria spp.) adalah spesies asli

Indoneisa. Beberapaspesies gaharu komersial yang sudah mulai dibudidayakan

adalah : Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria,

dan Gyrinops 2erstegii, serta A. crassna asal Kamboja.

3.4. Pemungutan Dan Pengolahan Gaharu

a. Cara Pendugaan Kandungan Gaharu

Karena tidak semua tumbuhan penghasil gaharu berisi gaharu, maka

pengetahuan cara pendugaan kandungan gaharu pada tumbuhan penghasil gaharu

yang terinfeksi jamur pembentuk gaharu perlu diketahui terutama oleh para

pemungut pemula sehingga tidak terjadi salah tebang pada pohon yang tidak

berisi gaharu.

Adapun ciri dari tumbuhan penghasil gaharu berisi gaharu antara lain

adalah daun berwarna kuning dan rontok, tajuk pohon kecil dan tipis, cabang

pohon banyak yang patah, banyak terdapat benjolan dan lekukan sepanjang

batang atau cabang pohon, kulit kayu kering dan rapuh serta bila ditarik mudah

putus. Setelah ditemukan ciri-ciri tersebut maka dilakukan uji pelukaan pada

batang pohon dengan menggunakan kapak atau parang. Bilamana terdapat alur

coklat kehitaman pada batang menunjukkan adanya kandungan gaharu. Untuk


lebih meyakinkan biasanya serpihan kayu tadi selanjutnya dibakar untuk

mengetahui apakah mengeluarkan bau/aroma wangi khas gaharu.

b. Sistem Pemungutan Gaharu

Pohon dari tumbuhan penghasil gaharu yang telah diyakini mengandung

gaharu ditebang, kemudian dipotong-potong dan dibelah untuk diambil

gaharunya. Cara pemungutan gaharu semacam ini di Sumatera dan Kalimantan

disebut servis, puncut atau pahat. Cara lain yang berlaku pada masyarakat Dayak

Kenyah dan Punan di Kalimantan Timur adalah dengan mengiris dan memotong

bagian kayu dari tumbuhan penghasil gaharu yang terkena infeksi penyakit hingga

ke bagian tengah batang. Cara ini disebut tubuk. Potongan kayu berisi gaharu

kemudian dikumpulkan dan secara perlahan bagian kayu dipisahkan dari gaharu

dengan menggunakan pisau kecil atau pahat cekung.

c. Pengolahan Gaharu

Sampai saat ini produk gaharu yang berasal dari alam umumnya

dipasarkan dalam bentuk bongkahan namun ada pula dalam bentuk minyak hasil

sulingan. Cara penyulingan minyak gaharu dapat dilakukan dengan dua sistem

yaitu sistem kukus dan tekanan uap. Harga minyak gaharu di pasaran Jakarta Rp

750.000/tolak (1 tolak = 12 cc).

Gambar 2. Sampel gaharu (a) kelas tanggung; (b) kacangan; (c) teri dan (d)
kemedangan
3.5. Perkembangan Gaharu Khusus Di Sumatera

Gaharu merupakan produk kehutanan yang memiliki nilai ekonomi sangat

tinggi dibanding produk kehutanan lainnya, sehingga sangat potensial untuk

dikembangkan. Pengembangan gaharu ini perlu dilakukan, khususnya untuk

menjaga kesinambungan produksi, sekaligus untuk melindungi ragam pohon

penghasil gaharu yang ada di Indonesia. Dalam pengembangan gaharu,

masyarakat di sekitar hutan merupakan sasaran ideal yang dapat melipatgandakan

peran dan fungsi program tersebut. Dari segi keberadaan material bibitnya lokasi

sekitar hutan memiliki jumlah tegakan gaharu alam terbanyak, mengingat buah

pohon ini bersifat rekalsitran, sehingga tidak menyebar jauh, kecuali dengan

campur tangan manusia. Dari segi kesiapan masyarakat, pada umumnya

masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sudah mengenal gaharu, sebagian bahkan

pernah menjadi pengumpul, sehingga pemahaman dan keterampilannya untuk

mendukung pengembangan cluster industri gaharu telah sangat memadai.

Sejauh ini produksi gaharu Indonesia masih banyak diambil dari alam

sehingga disebut sebagai gaharu alam. Gaharu alam telah dikenal sejak ribuan

tahun lalu diperdagangkan ke Timur Tengah oleh para pedagang India dan Indo-

China, termasuk dari wilayah barat Indonesia atau Sumatera dan dihargai sangat

mahal, khususnya yang memiliki kualitas super dan di atasnya. Gaharu kualitas

super sudah mengeluarkan aroma harum meski tanpa dipanasi atau dibakar.

Bentuk gaharu super sangat beragam, dengan tekstur yang sangat keras

dan halus tidak berserat, berwarna hitam mengkilat dan berat hingga tenggelam

dalam air. Sementara gaharu yang memiliki kualitas lebih rendah (kemedangan

dan abuk) disuling untuk diambil resinnya dan ampasnya dibuat makmul atau hio
untuk ritual keagamaan. Makin meningkatnya permintaan pasar internasional,

maka volume perdagangan gaharu makin meningkat, sehingga keberadaan pohon

penghasil gaharu juga makin terancam akibat banyak yang ditebangi dan dicacah

masyarakat untuk diambil gaharunya.

Kondisi ini tak akan dapat diatasi kecuali dengan melakukan

pengembangan gaharu secara besar-besaran, khususnya di area yang paling

potensial yaitu wilayah sekitar hutan. Dengan upaya ini, maka produksi gaharu

Indonesia akan tetap melimpah dan masyarakat yang memproduksinya juga

makin makmur dan sejahtera, sehingga lebih mampu menjaga keamanan

lingkungan dan keragaman sumberdaya alam di sekitarnya.


BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Pengembangan gaharu merupakan suatu program yang sangat besar, tidak

hanya karena menghasilkan produk bernilai ekonomi yang sangat tinggi, yang

berpotensi sangat besar untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah hutan,

tetapi juga karena upaya ini memerlukan investasi teknologi dan modal yang

cukup besar bagi keberhasilannya. Oleh karenanya pengembangan gaharu perlu

dilaksanakan dengan perencanaan yang sangat matang dari setiap tahapan

prosesnya sehingga dapat berjalan dan meningkatkan kemandirian masyarakat di

wilayah sekitar hutan. Hal ini sangat penting dilakukan, tidak hanya untuk

menjamin peningkatan dan kesinambungan produksi gaharu, tetapi juga untuk

melindungi hutan dan keragaman hayati yang ada di sekitarnya serta

meningkatkan kapasitas hutan dalam menanggulangi potensi bahaya bencana

alam yang disebabkan oleh longsor, banjir, kekeringan, polusi, dan beragam

kerusakan lingkungan lainnya.

4.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini ialah jika ingin budidaya

gaharu terlebih dahulu harus mempelajari perkembangan budidaya gaharu di

Indonesia. Sebab hal ini akan menentukan intensitas produksi tiap kali untuk

mengembangkan.
TINJAUAN PUSTAKA

Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. Academic Press, New York.

Mucharromah, Misnawaty, dan Hartal. 2008. Studi mekanisme akumulasi resin

wangi aquilaria malaccensis (lamk.) Merespon Pelukaan dan Infeksi

Cendawan. Laporan Penelitian Fundamental. DIKTI.

Mucharromah, Hartal, dan Surani. 2008. Tingkat Akumulasi Resin Gaharu Akibat

Inokulasi Fusarium sp. pada Berbagai Waktu Setelah Pengeboran

Batang Aquilaria malaccensis (Lamk.). Makalah Semirata Bidang

MIPA, BKS-PTN Wilayah Barat, Universitas Bengkulu, 14-16 Mei

2008.

Sumarna, Y. 2005. Strategi Budidaya dan Pengembangan Produksi Gaharu.

Prosiding Seminar Nasional Gaharu, Seameo-Biotrop, Bogor, 1-2

Desember 2005.

Sumarna, Y. 2005. Budidaya Gaharu. Seri Agribusines. PenebarSwadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai