OLEH :
NAMA : SAHRUN
KELAS : KEHUTANAN C
JURUSAN KEHUTANAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas nikmat dan
karunia-Nya Saya masih diberi kesahatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan tak lupa pula dipanjatkan salam
kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW sebagaiman Beliau telah
membawa perubahan kepada kita dari masa kegelapan ke masa yang terang
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Saya harapkan kritik
dan saran dari pembaca yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih, semoga
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan............................................................................................................ 2
1.4. Manfaat........................................................................................................... 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan................................................................................................... 15
4.2.Saran.............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Gaharu sebuah nama komoditi hasil hutan non kayu yang saat ini menjadi
komonditi gaharu sudah dipopulerkan oleh nenek moyang kita dan menjadi bukti
Gaharu telah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Pertanyaan yang muncul,
lantas kenapa komoditi yang telah populer tersebut sepertinya menghilang begitu
lama dan saat ini muncul kembali. Jawaban yang sudah pasti adalah rumus umum,
kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau
akar tanaman pohon inang (misalnya: Aquilaria sp.) yang telah mengalami proses
perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu
Dari sisi manfaat, gaharu sejak zaman dahulu kala sudah digunakan, baik
oleh kalangan elit kerajaan, maupun masyarakat suku pedalaman di Sumatera dan
ekonomi yang cukup tinggi. Secara tradisional gaharu dimanfaatkan antara lain
dalam bentuk dupa untuk acara ritual dan keagamaan, pengharum tubuh dan
ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan sederhana. Saat ini pemanfaatan gaharu
telah berkembang demikian meluas antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun,
body lotion, bahan obatobatan yang memiliki khasiat sebagai anti asmatik, anti
Berdasarkan uraian diatas mengenai asal usul atau sejarah tentang gaharu,
Sebab akan memberikan pengetahuan yang lebih jauh mengenai pembahasan ini.
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
tinggi dengan harga pasar bervariasi tergantung kualitasnya, mulai dari 300 ribu
rupiah hingga 25 juta rupiah untuk kualitas double super. Produk ini dihasilkan
merupakan salah satu pemasok gaharu terbesar memiliki kekayaan jenis penghasil
gaharu tertinggi di dunia, yaitu 27 spesies dari 8 genus dan 3 famili yang tersebar
Saat ini sudah cukup banyak pohon penghasil gaharu yang telah
diinokulasi, khususnya dari jenis Aquilaria dan Gyrinops. Teknik inokulasi untuk
induksi pembentukan gaharu juga telah makin efisien dan murah. Pada hasil uji
lanjut teknik produksi gaharu yang dilakukan beberapa bulan lalu di Provinsi
Bengkulu, proses pembentukan gaharu telah semakin cepat terjadi. Pada 6 bulan
setelah inokulasi telah dicapai produk kualitas kemedangan TGB dan TGA, yang
biasanya baru dapat dicapai pada 12-18 bulan setelah inokulasi, meskipun
sebagian besar masih berada pada mutu TGC (Mucharromah et al., 2008).
inokulasi. Namun dari segi kualitas, gaharu hasil inokulasi hingga kini belum
dapat mencapai kualitas tertinggi gaharu alam, yaitu super, double super, dan
Gaharu berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu “aguru” yang berarti kayu
berat (tenggelam) sebagai produk damar atau resin dengan aroma keharuman yang
khas. Gaharu sering digunakan untuk mengharumkan tubuh dengan cara fumigasi
sejak tahun 1200-an. Sebagian besar produksi masih merupakan produksi hutan
berkembang, dan tercatat ekspor gaharu pada tahun 2000, volume ekspor gaharu
mencapai 446 ton/tahun dengan nilai US$ 2,2 Juta (Sumarna, 2007).
Gaharu adalah salah satu komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
yang bernilai sangat tinggi digunakan sebagai bahan parfum, obat-obatan dan
bahan kemenyan. Harganya persatuan berat adalah sangat tinggi dan bervariasi
tergantung dari kadar resin dan aroma yang dikeluarkan. Harga setiap kg kelas
mutu tertinggi (super) adalah lebih dari satu juta rupiah. Sedangkan mutu terendah
(kemedangan) berharga kurang dari 100 ribu rupiah. Akibat tingginya harga
adanya gaharu di dalam satu pohon maka sampai sekarang banyak ditebang pohon
yang tidak berisi gaharu, sehingga pohon gaharu menjadi jenis tanaman langka
dan dimasukkan ke dalam CITTES APPENDIX II (Sumadiwangsa dan Zulnely,
1999).
Hutan hujan tropis di Indonesia semenjak tiga puluh tahun yang lalu
dikenal sebagai salah satu penghasil utama kayu bulat (log) untuk bahan baku
industri perkayuan. Selain itu hutan hujan tropis Kalimantan juga sangat kaya
dengan hasil hutan bukan kayu (HHBK), di mana salah satu di antaranya adalah
sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar dari
jenis tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia
dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu tidak semua
a b c d
Gambar 1. Perubahan warna kayu dengan tingkat kegelapan yang berbeda dari (a)
umumnya tumbuh di Pulau Kalimantan (12 jenis) dan Pulau Sumatera (10 jenis),
kemudian dalam jumlah terbatas tumbuh di Kepulauan Nusa Tenggara (3 jenis),
Pulau Papua (2 jenis), Pulau Sulawesi (2 jenis), Pulau Jawa (2 jenis), dan
dilaksanakan pada tahun 2000 ditemukan bahwa Aquilaria spp. tumbuh tersebar
Kalimantan Selatan. Tingginya permintaan pasar dunia akan gaharu dan harga jual
gaharu yang cukup tinggi telah menarik minat masyarakat, baik lokal maupun
populasi Aquilaria spp. di hutan alam semakin menurun dan bahkan pada suatu
dibatasi. Bahkan sejak tahun 2004, seluruh jenis Aquilaria telah dimasukkan
antara lain dari pergerakan pencari gaharu yang telah mengarah pada bagian utara
Gaharu adalah salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)
komersial yang bernilai jual tinggi. Bentuk produk gaharu yang merupakan
yang dapat diketahui melalui warna serta aroma kayu bila dibakar ,
masyarakat mengenal kelas dan kualita dengan nama gubal, kemedangan dan
bubuk. Selain dalam bentuk bahan mentah berupa serpihan kayu, saat ini melalui
proses penyulingandapat diperoleh minyak atsiri gaharu yang juga bernilai jual
tinggi.
Saat ini diketahui gaharupun dapat diperoleh dari jenis tanaman lain famili
yang terinfeksi jamur pembentuk gaharu perlu diketahui terutama oleh para
pemungut pemula sehingga tidak terjadi salah tebang pada pohon yang tidak
berisi gaharu.
Adapun ciri dari tumbuhan penghasil gaharu berisi gaharu antara lain
adalah daun berwarna kuning dan rontok, tajuk pohon kecil dan tipis, cabang
pohon banyak yang patah, banyak terdapat benjolan dan lekukan sepanjang
batang atau cabang pohon, kulit kayu kering dan rapuh serta bila ditarik mudah
putus. Setelah ditemukan ciri-ciri tersebut maka dilakukan uji pelukaan pada
batang pohon dengan menggunakan kapak atau parang. Bilamana terdapat alur
disebut servis, puncut atau pahat. Cara lain yang berlaku pada masyarakat Dayak
Kenyah dan Punan di Kalimantan Timur adalah dengan mengiris dan memotong
bagian kayu dari tumbuhan penghasil gaharu yang terkena infeksi penyakit hingga
ke bagian tengah batang. Cara ini disebut tubuk. Potongan kayu berisi gaharu
kemudian dikumpulkan dan secara perlahan bagian kayu dipisahkan dari gaharu
c. Pengolahan Gaharu
Sampai saat ini produk gaharu yang berasal dari alam umumnya
dipasarkan dalam bentuk bongkahan namun ada pula dalam bentuk minyak hasil
sulingan. Cara penyulingan minyak gaharu dapat dilakukan dengan dua sistem
yaitu sistem kukus dan tekanan uap. Harga minyak gaharu di pasaran Jakarta Rp
Gambar 2. Sampel gaharu (a) kelas tanggung; (b) kacangan; (c) teri dan (d)
kemedangan
3.5. Perkembangan Gaharu Khusus Di Sumatera
peran dan fungsi program tersebut. Dari segi keberadaan material bibitnya lokasi
sekitar hutan memiliki jumlah tegakan gaharu alam terbanyak, mengingat buah
pohon ini bersifat rekalsitran, sehingga tidak menyebar jauh, kecuali dengan
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sudah mengenal gaharu, sebagian bahkan
Sejauh ini produksi gaharu Indonesia masih banyak diambil dari alam
sehingga disebut sebagai gaharu alam. Gaharu alam telah dikenal sejak ribuan
tahun lalu diperdagangkan ke Timur Tengah oleh para pedagang India dan Indo-
China, termasuk dari wilayah barat Indonesia atau Sumatera dan dihargai sangat
mahal, khususnya yang memiliki kualitas super dan di atasnya. Gaharu kualitas
super sudah mengeluarkan aroma harum meski tanpa dipanasi atau dibakar.
Bentuk gaharu super sangat beragam, dengan tekstur yang sangat keras
dan halus tidak berserat, berwarna hitam mengkilat dan berat hingga tenggelam
dalam air. Sementara gaharu yang memiliki kualitas lebih rendah (kemedangan
dan abuk) disuling untuk diambil resinnya dan ampasnya dibuat makmul atau hio
untuk ritual keagamaan. Makin meningkatnya permintaan pasar internasional,
penghasil gaharu juga makin terancam akibat banyak yang ditebangi dan dicacah
potensial yaitu wilayah sekitar hutan. Dengan upaya ini, maka produksi gaharu
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
hanya karena menghasilkan produk bernilai ekonomi yang sangat tinggi, yang
tetapi juga karena upaya ini memerlukan investasi teknologi dan modal yang
wilayah sekitar hutan. Hal ini sangat penting dilakukan, tidak hanya untuk
alam yang disebabkan oleh longsor, banjir, kekeringan, polusi, dan beragam
4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini ialah jika ingin budidaya
Indonesia. Sebab hal ini akan menentukan intensitas produksi tiap kali untuk
mengembangkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Mucharromah, Hartal, dan Surani. 2008. Tingkat Akumulasi Resin Gaharu Akibat
2008.
Desember 2005.