Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERTANIAN BERKELANJUTAN

“Kearifan Lokal Pertanian Berkelanjutan Kota Baubau”

Oleh :

NAMA : Asman B.

NIM : D1B117045

KELAS : AGT-B

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
saya yang berjudul “Pertanian Berkelanjutan” Pada makalah ini kami banyak
mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak
.Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-
sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…

Kendari 13 September 2019

Penulis, ASMAN B.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
2.1 Pengertian dan Perkembangan Sistem Pertanian Berkelanjutan.................. 3
2.2 Prinsip Dasar Sistem Pertanian Berkelanjutan ............................................ 5
2.3 Ciri-ciri dan sifat-sifat sistem pertanian berkelanjutan ................................ 6
2.4 Indikator Sistem pertanian berkelanjutan .................................................... 8
2.5 Aplikasi pertanian berkelanjutan ................................................................. 9
2.6 Kearifan Lokal Pertanian Berkelanjutan Kota Baubau ................................. 15
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 21
3.2 Saran ............................................................................................................ 21
DAFTARPUSTAKA .......................................................................................... 22
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Awalnya, tahun 1980, istilah “sustainable agriculture” atau diterjemahkan


menjadi ‘pertanian berkelanjutan’ digunakan untuk menggambarkan suatu sistem
pertanian alternatif berdasarkan pada konservasi sumberdaya dan kualitas
kehidupan di pedesaan. Sistem pertanian berkelanjutan ditujukan untuk
mengurangi kerusakan lingkungan, mempertahankan produktivitas pertanian,
meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan stabilitas dan kualitas
kehidupan masyarakat di pedesaan. Tiga indikator besar yang dapat dilihat dari
lingkungannya lestari, ekonominya meningkat (sejahtera) dan secara sosial
diterima oleh masyarakat petani.
Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi komponen-
komponen fisik, biologi dan sosial ekonomi, yang direpresentasikan dengan
sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia
dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan
pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-
bahan input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan
nutrisi tanaman, dan penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan pertanian.
Dalam pengelolaannya, sistem pertanian berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal,
lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan
komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan
pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan
secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan
dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan
menguntungkan secara ekonomis.
Dari beberapa urian diatas sangat jelas bahwa pentingnya sistem pertanian
berkelanjutan untuk dapat diterapkan oleh berbagai negara yang ada dibelahan
dunia dengan semaksimal mungkin.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud sistem pertanian berkelanjutan?


2. Apa prinsip dasar sistem pertanian berkelanjutan?
3. Apa saja ciri dan sifat sistem pertanian berkelanjutan?
4. Apa Saja indikator pada penerapan yang terdapat pada sistem pertanian
berkelanjutan.?
5. Bagaimana aplikasi pada penerapan yang terdapat pada sistem pertanian
berkelanjutan?
6. Bagaimana Kearifan Lokal Pertanian Berkelanjutan Kota Baubau?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui sistem pertanian berkelanjutan
2. Mengetahui prinsip dasar sistem pertanian berkelanjutan
3. Mengetahui ciri dan sifat sistem pertanian berkelanjutan
4. Mengetahui indikator pada penerapan yang terdapat pada sistem pertanian
berkelanjutan.
5. Mengetahui aplikasi pada penerapan yang terdapat pada sistem pertanian
berkelanjutan.
6. Mengetahui kearifan lokal pertanian berkelanjutan kota Baubau.
BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Perkembangan Sistem Pertanian Berkelanjutan

Sistem pertanian Berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai keberhasilan


dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi
kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas
lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Pertanian berwawasan lingkungan
selalu memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan,
pendapatan dan kesehatan. Sedangkan tujuan pertanian yang berwawasan
lingkungan adalah mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah,
meningkatkan dan mempertahankan basil pada aras yang optimal,
mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati dan ekosistem dan
yang lebih penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
penduduk dan makhluk hidup lainnya. Berarti dapat disimpulkan bahwa pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pertanian yang meliputi komponen-
komponen fisik, biologi, sosial ekonomi, lingkungan dan manusia yang berjalan
secara ideal untuk saat ini dan yang akan datang.
Kebijakkan pemerintah saat itu memang secara jelas merekomondasaikan
penggunaan energi luar yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yang salah
satunya menganjurkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Terminologi
pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan istilah
agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar
pertanian FAO (Food Agriculture Organization) Argoekosistem sendiri mengacu
pada modifikasi ekosistem alamiah dengan sentuhan campurtangan manusia untuk
menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan dan
kesejahteraan manusia.Conway (1984) juga menggunakan istilah pertanian
berkelanjutan dengan agro ekosistem yang berupaya memadukan antara
produktivit (productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity), jadi semakin
jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah jawaban
kegamangan dampak green revolution anatara lain di tenggarai oleh semakin
merosotnya produktivitas pertanian (leaffing off).
Saat ini, negara-negara barat dilanda gelombang budaya teknologi tinggi
(information technology) yang disertai pesatnya penggunaan teknologi super
canggih dalam bidang telekomunikasi, misalnya penemuan internet, telepon
seluler, dan lain sebagainya. Ada dua peristiwa penting yang melahirkan
paradigma baru sistem pertanian berkelanjutan, peristiwa pertama adalah laporan
Brundland dari komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun
1987, yang mendefinisikan dan beru paya mempromosikan paradigma
pembangunan berkelanjutan. Peristiwa kedua adalah konfrensi dunia di Rio de
Jeneri Brazil pada tahun 1992, yang memuat pembahasan agenda 21 dengan
mempromosikan Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) yang
membawa pesan moral pada dunia bahwa ”without better enviromental
stewardship, development will be undermined” berbagai agenda penting termasuk
pembahasan bidang yang termasuk dalam pembahasan bidang pertanian dalam
konferensi tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Menjaga kontinuitas produksi dan keuntungan usaha dibidang pertanian
dalam arti yangluas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peikanan, dan peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan
kehidupan manusia.
2. Melakukan perawatan dan penigkatan SDA yang berbasis pertanian.
3. Memenimalkan damapak negatif aktivitas usaha pertanian yang dapat
merugikan bagi kesuburan lahan dan kesehatan manusia.
4. Mewujudkan keadilan sosoal antardesa dan antar sektor dengan pendekatan
pembangunan pertanian berkelanjutan.

Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan besifat holistik


mempertautkan berbagai aspek dan disiplin ilmu yang sudah mapan antara lain
agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Sistem pertanian berkelanjutan
juga berisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikkan pada lingkungan sumber
daya alam dengan memepertimbangkan tiga matra atau aspek sebagai berikut:
1. Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak
boleh mnyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbanganadalah indikator
adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismena dikendalikanoleh
hukum alam.
2. Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus
mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain,
untuk jangka pandek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem
ekologi maupun diluar sistem ekologi.
3. Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus
selaras dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi
oleh masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan
peternakan ayam diperkaangan milik sendiri. Mungkin secra ekonomis dan
ekologis menjanjikkan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial
dapat memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran udara karena
bau kotoran ayam.
Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi dalam sistem
pertanian berkelanjutan di Indonesia biasanya jarak antara perumahan penduduk
dengan areal pertanian sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya nilai sosial
pertimbangan utama sebelum merencanakan suatu usaha pertanian dalam arti luas.

Lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian berkelanjutan


1. Kelayakan ekonomis (economic viability)
2. Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and friendly)
3. Diterima secara sosial (Social just)
4. Kepantasan secara budaya (Culturally approiate)
5. Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach)

2.2. Prinsip Dasar Sistem Pertanian Berkelanjutan

Menurut Jaker PO (Jaringan Kerja Pertanian Organik) dan IFOAM


(International Federation of Organic Agriculture Movement), ada 4 prinsip dasar
dalam membangun gerakan pertanian berkelanjutan:

1. Prinsip ekologi

Prinsip ini mengembangkan upaya bahwa pola hubungan antara organisme


dengan alam adalah satu kesatuan. Upaya-upaya pemanfaatan air, tanah, udara,
iklim serta sumber-sumber keane-karagaman-hayati di alam harus seoptimal
mungkin (tidak mengeksploitasi). Upaya-upaya pelesta-rian harus sejalan dengan
upaya pemanfaatan.

2. Prinsip teknis

Produksi dan pengolahan Prinsip teknis ini merupakan dasar untuk


mengupayakan suatu produk organik.Yang termasuk dalam prinsip ini mulai dari
transisi lahan model pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan, cara
pengelolaannya, pemupukan, pengelolaan hama dan penyakit hingga penggunaan
teknologi yang digunakan sejauh mungkin mempertimbangkan kondisi fisik
setempat.

3. Prinsip Sosial ekonomis

Prinsip ini menekankan pada penerimaan model pertanian secara sosial


dan secara ekonomis menguntungkan petani. Selain itu juga mendorong
berkembangnya kearifan lokal, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan
mendorong kemandirian petani.

4. Prinsip Politik

Prinsip ini mengutamakan adanya kebijakan yang tidak bertentangan


dengan upaya pengembangan pertanian berkelanjutan. Kebijakan ini baik dalam
upaya produksi, kebijakan harga, maupun adanya pemasaran yang adil.

2.3. Ciri dan Sifat Pertanian berkelanjutan

A. Ciri-ciri sistem pertanian berkelanjutan

1. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan


(economically viable).Petani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat
produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa
ditolerir/diterima.
2. Berwawasan ekologis (ecologically sound).Kualitas agroekosistem dipelihara
atau ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi
keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah
sistem yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan
gangguan (stress dan shock).
3. Berkeadilan sosial.Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam
akses dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang
terlibat tanpa membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau
kelompok etnis.
4. Manusiawi dan menghargai budaya lokal.Menghormati eksistensi dan
memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam
pengembangan pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan
menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal.
5. Mampu berdaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi
yang selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan
yang baru dan perubahan konstalasi pasar.
Berdasarkan Lembaga Konsultasi Penelitian Pertanian Internasional,
pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk
usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah, sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan
sumber daya alam. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1. Mantap secara ekologis, berarti kualitas sumber daya alam dipertahankan dan
kemampuan agroekosistem secara keseluruhan mulai dari manusia, tanaman dan
hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Berarti tanah harus dikelola dan
kesehatan tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses
biologis. Sumber daya lokal digunakan secara ramah dan dapat diperbaharui.
2. Dapat berlanjut secara ekonomis. Adil, yang berarti sumber daya dan
kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua
anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu pula hak mereka dalam
penggunaan lahan dan modal yang memadai serta bantuan teknis yang terjamin.
3. Manusiawi, menghargai martabat dasar semua makhluk hidup dan menghargai
budaya lokal.
4. Luwes, masyarakat memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri (mampu
beradaptasi) dengan perubahan kondisi usaha pertanian.
5. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan. Para
petani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup dan
stabil, pada tingkat resiko yang masih bisa ditolelir/diterima.
6. Berkeadilan sosial, ini yang sering mendapat hambatan, sistem ini harus
menjamin terjadinya keadilan dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal,
informasi dan pasar bagi yang terlibat, tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
jenis kelamin, agama, maupun etnis.

B. Sifat-sifat sistem pertanian berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan memiliki lima sifat, diantaranya:


a. Mampertahankan fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu
sendiri.
b. Berlanjut secara ekonomis artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi
pelaksana pertanian itu dan tidak ada pihak yang diekploitasi. Masing-masing
pihak mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya.
c. Adil berarti setiap pelaku pelaksanan pertanian mendapatkan hak-haknya
tanpa dibatasi dan dibelunggu dan tidak melanggar hal yang lain.
d. Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dimana harkat
dan martabat manusia dijunjung tinggi termasuk budaya yang telah ada.
e. Luwes yang berarti mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini,
dengan demikian pertanian berkelanjutan tidak statis tetapi dinamis bisa
mengakomodir keinginan konsumen maupun produsen.

2.4. Indikator Sistem pertanian berkelanjutan

1. Menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai.


2. Membudidayakan tanaman secara alami.
3. Mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem
pertanian.
4. Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang.
5. Menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik
pertanian.
6. Memelihara keragaman genetik sistem pertanian.
Konsep sistem pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan
kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet).
Indicator utama dimensi ekonomi ini ialah tingat efisiensi dan daya saing, besaran
dan pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi.Dimensi ekonomi
menekankan aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi
sekarang ataupun mendatang. Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan,
berkaitan dengan kebutuhan akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh
kehidupan sosial yang harmonis (termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi
keragaman budaya dan modal sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap
suku minoritas.Untuk itu, pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan
berusaha dan pendapatan, partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya
merupakan indikator-indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan pembangunan. Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan
akan stabilitas ekosistem alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan
materi alam. Termasuk dalam hal ini ialah terpeliharanya keragaman hayati dan
daya tekstur bilogis, Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi sehingga
ketiganya harus dipertimbangkan secara berimbang.

2.5. Aplikasi pertanian berkelanjutan

Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan


kontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam jangka
panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup
masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu pendekatan untuk


mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi,
budaya, fisik dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan; biaya, kesehatan dan
resiko-resiko lingkungan. Adapun caranya dapat melalui;
a) Penggunaan insek, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk
mengendalikan hama atau dikenal musuh alami hama, seperti Tricogama sp.,
sebagai musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman.
b) Menggunakan tanaman-tanaman “penangkap” hama, yang berfungsi sebagai
pemikat (atraktan), yang menjauhkan hama dari tanaman utama
c) Menggunakan drainase dan mulsa sebagai metode alami untuk menurunkan
infeksi jamur, dalam upaya menurunkan kebutuhan terhadap fungisida sintetis.
d) Melakukan rotasi tanaman untuk memutus populasi pertumbuhan hama setiap
tahun.

2. Sistem Rotasi dan Budidaya Rumput

Sistem pengelolaan budidaya rumput intensif yang baru adalah dengan


memberikan tempat bagi binatang ternak di luar areal pertanian pokok yang
ditanami rumput berkualitas tinggi, dan secara tidak langsung dapat menurunkan
biaya pemberian pakan. Selain itu, rotasi dimaksudkan pula untuk memberikan
waktu bagi pematangan pupuk organik. Areal peternakan yang dipadukan dengan
rumput atau kebun buah-buahan dapat memiliki keuntungan ganda, antara lain
ternak dapat menghasilkan pupuk kandang yang merupakan pupuk untuk areal
pertanian.

3. Konservasi Lahan

Beberapa metode konservasi lahan termasuk penanaman alur, mengurangi


atau tidak melakukan pembajakan lahan, dan pencegahan tanah hilang baik oleh
erosi angin maupun erosi air.
Kegiatan konservasi lahan dapat meliputi:
a. Menciptakan jalur-jalur konservasi.
b. Menggunakan dam penahan erosi.
c. Melakukan penterasan.
d. Menggunakan pohon-pohon dan semak untuk menstabilkan tanah.

4. Menjaga Kualitas Air/Lahan Basah

Konservasi dan perlindungan sumberdaya air telah menjadi bagian penting


dalam pertanian. Banyak diantara kegiatan-kegiatan pertanian yang telah
dilaksanakan tanpa memperhatikan kualitas air. Biasanya lahan basah berperan
penting dalam melakukan penyaringan nutrisi (pupuk anoraganik) dan pestisida.
Adapun langkah-langkah yang ditujukan untuk menjaga kualitas air, antara lain;
a) Mengurangi tambahan senyawa kimia sintetis ke dalam lapisan tanah bagian
atas (top soil) yang dapat mencuci hingga muka air tanah (water table).
b) Menggunakan irigasi tetes (drip irrigation).
c) Menggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi saluran air.
d) Melakukan penanaman rumput bagi binatang ternak untuk mencegah
peningkatan racun akibat aliran air limbah pertanian yang terdapat pada
peternakan intensif.

5. Tanaman Pelindung

Penanaman tanaman-tanaman seperti gandum dan semanggi pada akhir


musim panen tanaman sayuran atau sereal, dapat menyediakan beberapa manfaat
termasuk menekan pertumbuhan gulma (weed), pengendalian erosi, dan
meningkatkan nutrisi dan kualitas tanah.

6. Diversifikasi Lahan dan Tanaman

Bertanam dengan memiliki varietas yang cukup banyak di lahan pertanian


dapat mengurangi kondisi ekstrim dari cuaca, hama penggangu tanaman, dan
harga pasar. Peningkatan diversifikasi tanaman dan jenis tanaman lain seperti
pohon-pohon dan rumput-rumputan, juga dapat memberikan kontribusi terhadap
konservasi lahan, habitat binatang, dan meningkatkan populasi serangga yang
bermanfaat. Beberapa langkah kegiatan yang dilakukan;
a) Menciptakan sarana penyediaan air, yang menciptakan lingkungan bagi katak,
burung dan binatang-binatang lainnya yang memakan serangga dan insek.
b) Menanam tanaman-tanaman yang berbeda untuk meningkatkan pendapatan
sepanjang tahun dan meminimalkan pengaruh dari kegagalan menanam
sejenis tanaman saja.

7. Pengelolaan Nutrisi Tanaman

Pengelolaan nutrisi tanaman dengan baik dapat meningkatkan kondisi


tanah dan melindungi lingkungan tanah. Peningkatan penggunaan sumberdaya
nutrisi di lahan pertanian, seperti pupuk kandang dan tanaman kacang-kacangan
(leguminosa) sebagai penutup tanah dapat mengurangi biaya pupuk anorganik
yang harus dikeluarkan. Beberapa jenis pupuk organik yang bisa digunakan antara
lain:
a) Pengomposan
b) Penggunaan kascing
c) Penggunaan Pupuk Hijauan (dedaunan)
d) Penambahan nutrisi pada tanah dengan emulsi ikan dan rumput laut.

8. Agroforestri (wana tani)

Agroforestri merupakan suatu sistem tata guna lahan yang permanen,


dimana tanaman semusim maupun tanaman tahunan ditanam bersama atau dalam
rotasimembentuk suatu tajuk yang berlapis, sehingga sangat efektif untuk
melindungi tanah dari hempasan air hujan. Sistem ini akan memberikan
keuntungan baik secara ekologi maupun ekonomi.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan lahan dengan


sistem agroforestri ini antara lain:
a) Dapat diperoleh secara berkesinambungan hasil tanaman-tanaman musiman
dan tanaman-tanaman tahunan.
b) Satu jenis (monokultur).
c) Keanekaan jenis tanaman yang terdapat pada sistem agroforestri
memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk yang mengisi ruang secara
berlapis ke arah vertikal. Adanya struktur stratifikasi tajuk seperti ini dapat
melindungi tanah dari hempasan air hujan, karena energi kinetik air hujan
setelah melalui lapisan tajuk yang berlapis-lapis menjadi semakin kecil
daripada energi kinetik air hujan yang jatuh bebas.

2.6. Kearifan Lokal Pertanian Berkelanjutan Kota Baubau

A. Sejarah

Indonesia sebagai negara agraris dan multi etnis memiliki banyak tradisi
dalam bercocok tanam. Meskipun saat ini modernitas telah menjamur, namun
masih ada beberapa daerah yang menjunjung tinggi kearifan lokal dalam bercocok
tanam. Masyarakat Labalawa di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara
misalnya. Labalawa merupakan salah satu perkampungan tua di Kota Baubau
yang usianya ratusan tahun. Keberadaanya tidak dapat dipisahkan dari Kerajaan
Tobe-Tobe yang merupakan kerajaan tua sebelum terbentuk Kerajaan Buton di
Sulawesi Tenggara. Mayoritas masyarakat setempat berprofesi sebagai petani
organik dengan menerapkan cara bercocok tanam yang usianya diperkirakan
mencapai ratusan tahun. Uniknya meskipun tinggal di dataran tinggi dan jauh dari
laut, tetapi petani setempat berprofesi ganda sebagai nelayan tradisional.
Kebudayaan intangible ini sangat rentan hilang walaupun saat ini kondisinya
terpelihara baik. Untuk itu perlu dilakukan pendataan mengenai kearifan lokal
tersebut terlebih masyarakat setempat tidak mengenal tradisi tulisan dalam
menjaga kebudayaan pertanian mereka, disamping terjadinya fenomena
penurunan minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian. Terdapat
pembagian tata ruang yang mengatur letak lokasi pertanian. Ritual adat dilakukan
sejak sebelum penanaman hingga panen. Komoditas yang banyak dibudidayakan
yaitu tanaman jagung, umbi-umbian, dan sayuran. Tradisi bercocok tanam organik
Labalawa memiliki nilai penting yaitu nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan. Upaya pengembangkan agrowisata untuk melestarikan
kebudayan pertanian organik Labalawa, memiliki potensi yang besar sebab
terdapat beberapa situs bersejarah yang dapat dijadikan pendukung sebagai daya
tarik tersendiri.

B. Kondisi umum

Secara kultural, batas wilayah Labalawa bukan hanya di Kelurahan


Labalawa tetapi hingga ke daerah pesisir Kota Baubau di sebelah barat daya
hingga ke selatan. Walaupun demikian penduduk selaku pemegang tradisi,
bermukim di Kelurahan Labalawa yang terbagi atas tiga RW dan enam RT yang
dilantik oleh ketua adat setempat. Jumlah penduduk sebesar 1.181 jiwa yang
terdiri atas 603 laki-laki dan 578 perempuan yang terbagi dalam 282 kepala
keluarga. Terdapat pembagian tata ruang Labalawa yaitu daerah permukiman,
pertanian dan peternakan, perikanan, situs sejarah, dan hutan larangan.
C. Komoditas

Sebanyak 27 komoditas dapat ditemukan dalam pertanian organik


Labalawa yang dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan pemanfaatanya. Dari
lima kelompok tersebut dibedakan lagi berdasarkan status tumbuhnya menjadi
tujuh tipe. Status tumbuh pada sistem pertanian organik Labalawa penting sebab
tidak semua tanaman sengaja ditanam pada lahan tetapi selanjutnya tanaman
tersebut tetap dirawat sebagaimana mestinya, dipanen hasilnya, dan tentunya
diatur dengan tata cara setempat. Selain membudidayakan tanaman, masyarakat
Labalawa juga berternak ayam kampung di kebun mereka yang mirip dengan
konsep pertanian terpadu. Hal unik yang ada di Labalawa adalah selain petani dan
peternak ayam, mereka juga adalah seorang nelayan meskipun tinggal di dataran
tinggi dan lokasi kampung jaraknya tidak dekat dari laut dan bisa dikatakan semua
penduduk Labalawa dapat berenang. Cara mereka menangkap ikan yaitu dengan
menggunakan bubu berbahan bambu yang mereka buat ketika waktu senggang.
Hal inilah yang dapat dijadikan alasan batas kultural Labalawa sangat luas.

D. Prinsip-prinsip Budaya dan Ritual

Prinsip-prinsip budidaya pada pertanian organik Labalawa akan dijabarkan


menjadi delapan antara lain pembukaan lahan, sumber benih, pengolahan lahan,
penanaman, perawatan, panen, pascapanen, dan sistem pembagian. Masyarakat
Labalawa menanam dua kali dalam setahun yaitu musim barat dan timur. Namun,
ritual adat hanya dilakukan pada masa tanam musim barat (November-Februari).
Ritual ini tidak dapat dipisahkan dengan komoditas tipe satu yakni jagung.
Sebelum tanam, masyarakat setempat melakukan pertemuan dengan kepala adat
(pangasa) di katingkaa yang terletak tidak jauh dari Benteng Labalawa. Pada
pertemuan ini akan ditetapkan tanggal untuk menanam jagung (metombusi).
Masyarakat setempat melakukan penanaman serentak untuk menjaga agar tidak
terjadi ledakan hama. Sebelum melakukan penanaman, masyarakat setempat
melakukan kegiatan yang disebut mekufi. Kegiatan ini berupa ritual untuk
meminta izin membuka lahan yang sesungguhnya secara logika melihat apakah
tanah yang akan dibuka tersebut subur atau tidak. Caranya dengan membersihkan
tanah dari gulma sebesar 2 x 2 m2 kemudian diletakkan parang di tengahnya, lalu
dibiarkan selama beberapa hari. Setelah dibiarkan, masyarakat setempat akan
melihat kondisi tanah tersebut apabila tanah tersebut baik, maka metombusi dapat
dilakukan. Jika tidak, maka akan dicari lahan lainnya. Pembukaan lahan dilakukan
secara gotong royong kemudian sampahnya dibakar. Sistem pembakaran ini
merupakan budaya yang tidak dapat dihilangkan sebab ada hal tersembunyi di
dalamnya. Setelah dilakukan pembakaran, apabila hujan turun maka secara
otomatis komoditas tipe empat akan tumbuh sendirinya kemudian ikut dirawat
bersama komoditas tipe 1, 2, dan 3. Hal logis yang bisa menjawab fenomena ini
yaitu seed bank akibat dormansi benih. Usai pembukaan lahan, maka akan
dilakukan ritual kasukea. Sumber benih yang digunakan merupakan benih lokal
setempat. Untuk jagung, terdapat enam jenis varietas lokal yakni jagung coklat,
jagung putih, jagung kuning, jagung merah, jagung hitam, dan jagung ragi. Jagung
ragi adalah jagung yang pada satu tongkol memiliki biji berwarna-warni. Jagung
ragi ini ada dua jenis yaitu makatumpu dan wandede. Makatampu memiliki sifat
tongkol dan tanaman yang pendek dan kecil namun bijinya banyak dan rapat.
Wandede memiliki sifat tongkol dan tanaman yang besar dan panjang. Varietas
lokal jagung yang disebutkan sebelumnya memiliki keunggulan dapat tumbuh di
batu dan masa simpan jagung dapat mencapai 10 tahun. Selain jagung lokal, benih
lokal lainnya yang digunakan yaitu kacang panjang. Varietas yang digunakan
tidak memiliki nama khusus namun setidaknya ada empat jenis kacang panjang
lokal yang dilihat dari warnanya yaitu kacang panjang putih, merah, hijau, dan
kacang panjang hijau berbiji merah (Gambar 2). Kacang panjang lokal yang
digunakan memiliki bentuk buah yang pendek (lebih kurang 20-25 cm) dan umur
tanamanya panjang. Penyimpanan benih juga dilakukan dengan cara setempat
yakni disimpan pada wadah tertutup dan ada juga yang menyimpannya di
keranjang. Sebelum melakukan penanaman, tidak dilakukan pengolahan lahan.
Masyarakat setempat menganggap pengolahan lahan tidak perlu karena dengan
pengolahan lahan akan merusak tanah. Prinsip ini sejalan dengan prinsip
minimum tilage yang akhir-akhir sering disosialisasikan sebab pengolahan lahan
yang berlebihan terbukti dapat merusak struktur dan tekstur tanah yang kemudian
akan mengganggu kimia dan biologi tanah. Masyarakat setempat juga tidak
mengenal pemupukan namun terlihat dari kondisi tanah setempat memang banyak
ditemukan serasah-serasah dari bahan organik yang memang sengaja dibiarkan
dan juga kotoran ayam yang dipelihara masyarakat di kebun. Kemungkinan tanpa
disadari oleh masyarakat, bahan organik tersebut memberikan sumbangsih
terhadap nutrisi pada tanaman (Munawar, 2011).
Masyarakat Labalawa menerapkan sistem tumpang sari namun jarak
tanam tidak diatur. Meskipun jarak tidak diatur, untuk menanam jagung tetap
dilakukan penugalan tidak seperti beberapa tradisi daerah lain apabila jarak tidak
diatur ada indikasi bahwa benih ditebar begitu saja. Di dekat rumah kebun turut
ditanam beberapa benih jagung untuk kebutuhan penyulaman. Khusus untuk
tanaman singkong, masyarakat Labalawa tidak menanam tegak lurus tetapi miring
sekitar 20o . Hal ini dipercayai akan memperbesar umbi dan memudahkan
pemanenan. Pada saat awal penanaman, ternak ayam dikandangi atau diikat agar
tidak mengganggu tanaman. Untuk perawatan, gulma dicabut jika dirasa
mengganggu. Hama utama pada pertanian organik Labalawa adalah tikus, ulat,
belalang, monyet dan babi. Masyarakat setempat mengetahui kapan akan terjadi
ledakan populasi hama dari gejala alam. Di sinilah fungsi peran pangasa tersebut
dalam menetapkan tanggal tanam agar tidak pada hari ledakan itu terjadi. Untuk
hama tikus, masyarakat setempat melindungi populasi burung hantu yang ada di
lingkungan mereka. Khusus monyet dan babi, masyarakat setempat
mengendalikannya dengan dua cara yaitu dengan memagari kebun dan juga
memelihara anjing terlatih di kebun mereka (Gambar 4). Bahan baku pagar untuk
mengendalikan hama yaitu kayu bekas, bambu, dan batu. Kayu Bekas dan bambu
biasanya digunakan pada lahan pertanian di bagian timur laut karena jarang
ditemukan batu sedangkan batu digunakan di lahan bagian barat daya. Bambu
sendiri masuk pada komoditas tipe 5 dan 6 yang artinya tidak ditanam khusus
tetapi turut dijaga namun diatur oleh adat meskipun bukan tanaman utama. Ada
aturan untuk memanfaatkan bambu secukupnya dan setelah dipanen haram
hukumnya untuk mengambil tunas bambu yang baru tumbuh (rebung). Perangkat
adat di bawah pangasa terdapat dua orang wati yang bertugas berkeliling kebun.
Wati inilah yang memegang peran penting ketika akan dilaksanakan ritual
sebelum dan setelah panen. Ketika jagung telah berbuah, maka gendang dikunci
sebagai tanda tidak boleh ada kegiatan seni di kampung agar para petani fokus
menjaga hasil kebunnya yang akan panen tak lama lagi. Ketika panen, masyarakat
membawa hasil panen dengan kombu dan/atau kalangka. Acara panen disebut
bongkana liwu. Tahapannya, masyarakat mengumpulkan jagung lebih kurang 10
buah ke rumah pangasa. Setelah itu pangasa akan menetapkan tanggal untuk
perayaan. Jagung-jagung tersebut diolah menjadi dua yaitu direbus dan dibuat
menjadi kambewe (salah satu makan lokal berbahan dasar jagung). Kedua olahan
jagung tersebut kemudian dibawa ke makam naga, sebutan untuk makam Raja
Tobe-Tobe yang bernama Dungkucangia (Gambar 5). Terakhir, masyarakat
bersama-sama kembali ke rumah pangasa untuk memanjatkan doa atas rasa
syukur telah diberikan nikmat berupa hasil panen.

E. Nilai Penting

Tradisi pertanian organik Labalawa memiliki tiga nilai penting yaitu nilai
penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan budaya. Nilai penting sejarah dan budaya
sangat penting karena usia tradisi ini sudah ratusan tahun. Meski ada kemiripan
dengan tradisi pertanian lain di daerah eks Kerajaan dan Kesultanan Buton, tetapi
tradisi di Labalawa tidak sama dilihat dari artefak, sosefak, maupun ekofak.
Kelangkaan dan keunikannya dilihat dari masyarakat setempat meskipun petani
yang tinggal di dataran tinggi dan jauh dari laut, juga berprofesi sebagai nelayan.
Nilai penting ilmu pengetahuan juga sangat penting karena di dalamnya terdapat
bukan hanya ilmu pertanian dan perikanan tetapi juga ilmu sosial humaniora dan
juga ekologi yang khas di Labalawa.
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pertanian


yang seimbang antara ekosistem, ekonomi, lingkungan dan manusia yang
berkelanjutan untuk saat ini dan yang akan datang. Dan sistem pertanian
berkelanjutan juga mempunyai kriteria, prinsip-prinsip, sifat-sifat, dampak positif
maupun negatif, indikator dan aplikasi dalam menjalankan pertanian yang
sustainable agar dapat berjalan dengan seimbang.
Masyarakat membudidayakan komoditas dengan tata cara yang diwariskan
turun-temurun. Terdapat pembagian tata ruang yang mengatur letak lokasi
pertanian. Ritual adat dilakukan sejak sebelum penanaman hingga panen.
Komoditas yang banyak dibudidayakan yaitu tanaman jagung, umbi-umbian, dan
sayuran. Tradisi bercocok tanam organik Labalawa mimiliki nilai penting yaitu
nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Upaya pengembangkan
agrowisata untuk melestarikan kebudayan pertanian organik Labalawa, memiliki
potensi yang besar sebab terdapat beberapa situs bersejarah yang dapat dijadikan
pendukung sebagai daya tarik tersendiri. Saran yang diberikan dari hasil
penelitian ini, diharapkan kepada pemerintah Kota Baubau untuk mendaftarkan
varietas lokal di Labalawa sebagai sumber genetik dan juga sebagai identitas
daerah.
3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang tidak perna luput
dari kesalahan, sehingga secara pribadi penulis sangat megharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Becker GS. 2004. Tourism and economics, pp.3. Dalam Mak, J. (Ed). Tourism
and The Economy: Understanding The Economics of Tourism. Honolulu
(ID): University of Hawai’i Pr.

Coppenger C. 2011. The Mysteries of The Islands of Buton According to The Old
Men and Me. San Diego (US): Aventine Pr.
Holden A. 2008. Environment and Tourism. New York (US): Routledge.

Munawar M. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr.

Palmer B. 2011. Petani dan pedagang: perubahan ekonomi dan agama di Buton.
Antropologi Indonesia. 32(1):65-81.

Pitana IG dan Gayatri PG. 2007. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta (ID): Penerbit
Andi.

Schoorl JW. 2003. Masyarakat, Sejarah, dan Budaya Buton. Jakarta (ID):
Djambatan.

Supriadi MA. 2010. Nilai penting Leang Mandaudeng dan Leang Tengngae.
Buletin Somba Opu. 13(17):17-15.
Warpani SP dan Warpani IP. 2007. Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah.
Bandung (ID): Penerbit ITB.
Zahari AM. 1977. Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton) I. Jakarta (ID):
Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Zuhdi S. 2010. Sejarah Buton Yang Terabaikan: Labu Rope Labu Wana. Jakarta
(ID): Rajawali Pres.

Anda mungkin juga menyukai