Anda di halaman 1dari 56

Materi Kuliah

TEKNIK PERENCANAAN HUTAN

Dr.Ir. Endang Hernawan


Dr. Tien Lastini

PROGRAM SARJANA
REKAYASA KEHUTANAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
MINGGU - 2

II. PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS EKOSISTEM

2.1. Konsep Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem


• Konsep Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem (PHBE) atau
Ecosystem – Based Forest Management (EBFM), merupakan
pengembangan dari konsep Pengelolaan Ekosistem (Ecosystem
Management) atau Ecosystem – Based Management
(Schlaepfer (1997 ) dalam von Gadow et al. (2000).
• Konsep ini menekankan pentingnya kontribusi ilmu
pengetahuan ke dalam praktek pengelolaan hutan secara
berkelanjutan melalui penguatan prinsip-prinsip ekologi dalam
tindakan pengelolaan (US Forest Service’s, 1994)
• Macam-Macam Definisi PHBE:
• Gordon (1993): Pendekatan pengelolaan hutan dengan
menggunakan pengelolaan ekosistem yang dijadikan alat untuk
mencapai keberlanjutan (kelestarian) yang berbeda dengan
pengelolaan fungsi ganda (multiple – use management) dalam
penekanan pada masukan-masukan, interaksi, dan proses serta
penggunaan dan keluarannya.
• Grumbine (1994): Pengelolaan ekosistem adalah
pengintegrasian pengetahuan ilmiah mengenai hubungan
interaksi dan interelasi ekologis dalam suatu kerangka sosial-
politik yang kompleks dan nilai-nilai untuk mencapai tujun
umum berupa pemeliharaan keterpaduan ekosistem alami
dalam jangka waktu yang panjang
• The Ecological Society of America (Christenson et al., 1996):
Pengelolaan ekosistem adalah pengelolaan yg digerakan oleh tujuan-
tujuan yang tegas dan jelas, dijalankan oleh kebijakan-kebijakan,
protokol (tata cara), dan praktek-praktek yang dilakukan secara
adaptif berdasarkan hasil monitoring dan penelitian yang mendalam
mengenai interaksi dan proses ekologis yang diperlukan untuk
mempertahankan keberlanjutan komposisi, struktur dan fungsi
ekosistem.
• Salswasser (1999): Pengelolaan ekosistem adalah suatu penerapan
sintesis dan keahlian penguasaan ilmu pengetahuan untuk
menentukan tindakan-tindakan dalam pengurusan ekosistem untuk
mendorong pencapaian keadaan yang diinginkan mengenai
lingkungan, ekonomi, dan kehidupan manusia.
• The Interagency Ecosystem Management Task Force (1994)
yang dibentuk oleh Pemerintah Bill Clinton (AS): Pengelolaan
ekosistem adalah suatu pendekatan berdasarkan tujuan yang
digerakkan untuk memulihkan dan melestarikan kesehatan
ekosistem, fungsi-fungsinya dan nilai-nilainya dengan
menggunakan konsep ilmu pengetahuan terbaik yang tersedia.
• USDA (United State Department of Agriculture) Forest Services
(Thomas and Huke, 1996): Pengelolaan ekosistem adalah suatu
konsep pengelolaan sumberdaya alam yang didalamnya dicakup
kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan dengan memperhatikan
interaksi antara faktor-faktor ekonomis, ekologis, dan sosial di
dalam suatu kesatuan daerah atau wilayah tt, baik untuk tujuan
jangka pendek maupun jangka panjang.
• Overbay (1992): Pengelolaan Ekosistem yaitu suatu alat
atau cara digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam program-program dan rencana
untuk kepentingan tertentu sperti memproduksi,
memulihkan, atau melestarikan keadaan ekologis tt,
menggunakan dan memproduksi sumberdaya yang
diperlukan berupa jasa-jasa lingkungan penting,
keindahan, budaya, dan nilai-nilai spiritual.
• Kunci Pengertian Konsep Pengelolaan Ekosistem
• Pengelolaan dilakukan dalam kesatuan bentang alam yang
dibatasi oleh batas-batas ekologis, bukan administrasi, seperti
wilayah DAS, kesatuan wilayah hutan yang kompak, dll.
• Pengelolaan berdasarkan ada interaksi antara komponen
ekosistem (hayati dan non hayati) dan dengan komponen
lingkungannya.
• Pengelolaan memperhatikan keseluruhan fungsi ekosistem,
mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomis dan sosial
• Pengelolaan mencakup tindakan2 memulihkan, membina atau
mempertahankan, serta melestarikan kualitas (kesehatan)
ekosistem, serta memanfaatkannya untuk kepentingan
ekonomis dan masyarakat secara lestari.
• Penekanan dalam pengelolaan ekosistem:

• Faktor-faktor ekologis dan manusia sebagai bagian dari


ekosistem.
• Melestarikan kesehatan ekosistem merupakan prioritas utama,
dan pemenuhan beragam kebutuhan manusia adalah prioritas
kedua.
• Berlandaskan pada interdisiplin yang kompleks
• Berdasarkan spesifik lokasi melalui proses yang bersifat adaptif
(dinamis) dan didukung oleh hasil penelitian dan monitoring
dalam memahami interaksi dan proses ekologi dalam
melestarikan komposisi, struktur dan fungsi ekosistm
• Lima komponen penting dalam konsep pengelolaan hutan lestari
(Franklin (1993) dalam von Gadow et al (200):
• Berfikir holistik: menekankan pd ekosistem, bukan hanya pada species
atau produk tt
• Perencanaan pada skala ruang yg besar dan luas (bentang alam atau
wilayah)
• Pengenalan thd kepentingan pemeliharaan habitat
• Pengelolaan thd peran ganda matriks dalam mengkonservasikan
keanekaragaman. Matriks adalah komponen-komponen suatu
bentang alam yg tipe kehadirannya melimpah dan paling banyak
berinteraksi dengan komponen lain, shg berperan penting dalam
menentukan fungsi bentang alam
• Adanya kesadaran bahwa tdk semua unsur dalam bentang alam
memiliki peran sama, dan tidak selalu berarti bahwa makin tinggi
keanekaragman dalam suatu bentang alam lebih diperlukan.
• Karakteristik Utama Dalam Pengelolaan Hutan:

• Berlandaskan pendekatan ekosistem dengan hasil berupa jasa


lingkungan seperti jasa hidrologi, penciptaan iklim mikro dan
pemeliharaan keanekaragaman hayati.
• Bersifat multifungsi, sehingga perlu dilakukan pendekatan
optimalisasi fungsi-fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial dari
ekosistem hutan
• Khusus untuk pengelolaan hutan dengan tujuan menghasilkan
kayu secara lestari, maka hasil dari proses produksi kayu akan
melekat pada pohon pembentuk tegakan yang sekaligus
berfungsi sbg pabrik dalam proses produksi tersebut.
• Dimensi waktu pengelolaan yang tidak terhingga (infinite).
III. TEKNIK PENILAIAN DAN
PENGKARAKTERISTIKAN KONDISI HUTAN

3.1. Kebutuhan Evaluasi Sumberdaya Hutan Untuk


Perencanaan Hutan

• Evaluasi sumberdaya hutan di dalam dan di sekitar lokasi hutan yang


akan dikelola merupakan tahap penting pertama dalam memahami
kerangka kerja dalam mana keputusan dibuat.
• Oleh karena itu, penaksiran outcome, baik ekonomi, ekologi dan
sosial, yang merupakan hasil implementasi aktivitas manajemen
adalah diperlukan untuk menentukan aktivitas sesuai dengan harapan
pemilik lahan.
3.2. Struktur Evaluasi Sumberdaya Hutan
• Pohon per unit area • Rata-rata Riap Tahunan,
• Rata-rata diameter pohon Riap Tahunan Periodik
• Ditribusi diameter Pohon • Snag (Pohon Mati)
• Luas bidang dasar • Banir kayu
• Diameter Rata-rata pohon • Penutupan kanopi atau
kuadarat tajuk
• Rata-rata tinggi pohon • Umur pohon
• Volume kayu • Biomasa dan karbon
• Produk hasil hutan non
kayu
Satuan Sistem Pengukuran
A. Jumlah Pohon Per Areal
• Salah satu struktur evaluasi dasar • Kerapatan ini akan bertambah jika
di suatu site adalah menentukan terjadi regenerasi alam
jumlah tegakan atau pohon per • Kerapatan ini akan berkurang
unit Are (TPA) atau per hektar apabila dilakukan penjarangan
(TPH). secara sistematis
• Kerapatan pohon sebesar
3300/ha di awal penanaman dgn
jarak tanam 3 x 2 m
70

60

A. Jumlah Pohon Per Areal 50

Kelas DBH Kelas DBH Pohon per Pohon per


(inc.) (cm) Arce ha 40

6 15 1 0
7 18 7 3 30

8 20 17 8
9 23 42 19
20
10 25 58 26
11 28 61 27
12 30 22 10 10

13 33 9 4
14 36 2 1
0
6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kelas Diameter dalam Inci


B. Rata-Rata Diameter Pohon

• Parameter pohon yang umum diukur adalah diameter


pohon setinggi dada (DBH) atau sekitar 1.37 m.
• Standard pengukuran DBH pohon adalah sebagai
berikut:
1. DBH harus selalu diukur dari sisi yang 5. jika garpu pohon di bawah, tapi dekat 4,5
menanjak dr pohon kaki, masing-masing sebagai garpu
dianggap pohon yang terpisah, dan DBH
2. DBH tidak harus diukur jika terdapat
harus diukur satu kaki atau lebih di atas
cabang, tanaman merambat, atau garpu.
objek yang bukan merupakan bagian
pohon. 6. Jika garpu di atas 4.5 feet, maka
dipertimbangkan sebagai 1 pohon
3. Jika pohon miring, DBH diukur secara
tegak lurus ke pohon yang miring. 7. jika pohon memiliki tonjolan yang tidak
4. Jika pohon dibawah 4.5 kaki masing2 biasa sekitar 4,5 kaki, pengukuran DBH
harus dibuat satu kaki atau lebih di atas
garpu dianggap pohon yang terpisah
tonjolan.
8. jika pohon memiliki bottleneck dekat 4,5
kaki, seperti apa yang Anda temukan dalam
botak cypress pohon (Taxodium distichum),
pengukuran DBH harus dibuat satu kaki
atau lebih di atas kemacetan.
• Contoh: Kita menseleksi tegakan sejenis Jati untuk ilustrasi
perkembangan dan proyeksi pada level tegakan berikutnya. Dimulai
dengan pengukuran awal tegakan pada umur 15 tahun berikut

Rata-rata tinggi
Kelas DBH (inchis) Jml Phn per acre Cacat phn per acre
(feet)
2 29.0 19.7 0.9
3 75.0 24.5 1.0
4 91.5 27.8 1.1
5 253.5 31.1 0.9
6 16.5 42 -
Total 465.5 3.9
(σ 𝑗𝑚𝑙 𝑝ℎ𝑛 𝑥 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝐷𝐵𝐻)
𝐴𝑣 𝐷𝐵𝐻 = =4.3 in
𝐽𝑚𝑙 𝑝ℎ𝑛
C. Distribusi Diameter Pohon
• Distribusi Diameter pohon • Distribusi Diameter Pohon
seumur tidak seumur
D. Luas Bidang Dasar (Basal Area): jumlah areal melintang setiap pohon
diukur pada DBH.
2
𝐷𝐵𝐻 2
𝐵𝐴(𝑢𝑛𝑖𝑡𝑠 ) = 𝜋( )
2
Atau
𝐷𝐵𝐻 2
𝐵𝐴(𝑢𝑛𝑖𝑡𝑠 2 ) = 𝜋( )
4

𝐷𝐵𝐻2
𝜋( )
2
𝐵𝐴(𝑓𝑒𝑒𝑡 ) = 4
144

𝐵𝐴(𝑓𝑒𝑒𝑡 2 ) = 0.005454𝐷𝐵𝐻2
e. Quadratic Mean Diameter • 𝑄𝑀𝐷 (𝑖𝑛𝑐ℎ𝑒𝑠) =
(QMD) of Trees: diameter 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑏𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑟𝑒𝑒
pohon yang digambarkan 0.005454
oleh rata-rata luas bidang
dasar.
f. Average Height: Rata-rata 500
450
180
160
tinggi pohon digunakan

Tinggi Pohon Dominan (ft)


400 140

Jumlah Pohon per Acre


untuk mengetahui ukuran 350
120
300
relative pohon terhadap 250
100
80
tegakan yang lain di 200
60
150
sekitarnya, juga untuk 100 40

mengetahui site index 50 20

(kualitas tempat tumbuh/ 0 0

100
105
110
35

60
15
20
25
30

40
45
50
55

65
70
75
80
85
90
95
bonita) tegakan Umur Tegakan
G. Volume kayu:
• Volume pohon merupakan karakteristik umum yang diukur dalam
nventarisasi dan outputnya digunakan untuk rencana manajemen
hutan.
• Volume kayu terkait langsung dengan keuntungan, oleh karena itu
terjalin erat dengan evaluasi aktivitas ekonomi.
• Capaian volume diperoleh melalui aktivitas peningkatan habitat,
khususnya dengan mengurangi kepadatan pohon sehingga lebih cocok
untuk species yang ada.
• Di Amerika Serikat telah ditetapkan standard maksimum luas bidang
dasar pada kualitas tempat tumbuh yang baik untuk jenis tertetu,
misalnya untuk jenis Picoides borealis yakni 80 𝑓𝑡 2 per acre.
• Volume pohon sering dinyatakan juga dalam satuan kayu solid
(𝑚3 , 𝑓𝑡 3 , 𝑐𝑢𝑛𝑖𝑡, 𝑐𝑜𝑟𝑑), satuan manufaktur (board foot, thousand
board foot (MBF), berat (ton, atau metric ton) dsb.
H. MEAN ANNUAL INCREMENT, PERIODIC ANNUAL INCRMENT
• Mean annual increment (MAI) adalah rata-rata pertumbuhan
tahunan dihitung berdasarkan volume, berat, atau satuan
lainnya, sampai waktu pengukuran atau waktu proyeksi.
• MAI dapat dihitung untuk pohon atau tegakan pohon, dan untuk
tegakan pohon menggambarkan laju pertumbuhan per satuan
luas per tahun.
• MAI selalu berubah selama hidup pohon atau tegakan pohon,
dengan laju yang lambat pada awal pertumbuhan, laju tertinggi
pada pertengahan umur hidupnya pohon atau tegakan pohon,
dan laju pertumbuhannya menurun pada umur tua.
• Titik pada mana MAI mencapai puncaknya secara umum disebut
sebagai biological maturity, dan seringkali digunakan untuk
pegangan keputusan pemanenan.
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑎𝑐𝑟𝑒
𝑀𝐴𝐼 =
𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛
• MAI juga dapat digambarkan sebagai fungsi indeks kualitas lahan (site
index)
𝑀𝐴𝐼 = 0.00473 𝑆𝐼 2.04
• MAI untuk tegakan seumur (even-age) akan berubah sejalan dengan
waktu, sedangkan pada tegakan tidak seumur (uneven-age) mungkin
berubah mungkin tidak tergantung pada kondisi tegakan tidak
seumur dan intensitas tebangan periodic.
• Persamaan MAI oleh Hanson et al diringkas menghasilkan estimasi
tunggal MAI yang menggambarkan rata-rata riap (increment) pada
periode waktu dari tegakan terbentuk (dapat diukur
pertumbuhannya) sampai umur pada MAI mencapai maksimum
(mencapai nilai maksimum)
• Periodic annual increment (PAI) adalah laju pertumbuhan pohon
atau tegakan pohon pada periode waktu tertentu , yakni 1 tahun, 5
tahun, satu decade (8 tahun), atau lebih panjang lagi.
• PAI yang dihitung pada periode satu tahun disebut Current Annual
Increment (CAI) atau laju pertumbuhan tahunan. Untuk manajemen
hutan biasanya menggunakan CAI.
• Ketika grafik kurva PAI (atau kurva CAI, jika periode tahunan) bertemu
dengan kurva MAI merupakan umur rotasi untuk tegakan seumur.
• Hitungan CAI dalam bentuk persamaan berikut:

𝐶𝐴𝐼 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 − 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

• Jika kita ingin menggunakan PAI, dan “periode” lebih panjang dari
satu tahun, Persamaan PAI dimodifikasi versi persamaan CAI

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒


𝑃𝐴𝐼 =
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒
Contoh: Pertumbuhan Tegakan dan PAI periode –
5 tahun untuk Tegakan Douglas fir seumur
Umur Volume per acre PAI- 5 THN
25000
15 375 492
20 867 856
25 1723 1283
20000
30 3006 1528
35 4534 1660
40 6194 1642
45 7836 1611 15000

Volume (ft3)
50 9447 1549
55 10996 1468
60 12464 1366 10000
65 13830 1242
70 15072 1117
75 16189 1004 5000
80 17193 891
85 18084 787
90 18871 711
0
95 19582 655

100
105
110
40

95
15
20
25
30
35

45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
100 20237 613
Volume per acre PAI- 5 THN
105 20850 581
110 21431 0
MAI dan CAI untuk Tegakan Seumur Jenis
Douglas Fir
350,0
Umur Volume per acre CAI MAI
15 375 25.0
MAI
20 867 98.4 43.4 300,0
25 1723 171.2 68.9 CAI
30 3006 256.6 100.2
250,0
35 4534 305.6 129.5
40 6194 332 154.9
45 7836 328.4 174.1

Volume (ft3)
200,0
50 9447 322.2 188.9
55 10996 309.8 199.9
60 12464 293.6 207.7 150,0
65 13830 273.2 212.8
70 15072 248.4 215.3
75 16189 223.4 215.9 100,0

80 17193 200.8 214.9


85 18084 178.2 212.8
50,0
90 18871 157.4 209.7
95 19582 142.2 206.1
100 20237 131 202.4 0,0

105
100

110
30

40

95
15
20
25

35

45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
105 20850 122.6 198.6
110 21431 116.2 194.8 Umur Tegakan
I. SNAGS
• Pohon yang baru saja mati dan tetap berdiri disebut Snags.
• Snags ini dianggap berbahaya untuk penebangan dan tujuan
pengendalian kebakaran, namun mereka memiliki nilai untuk
beberapa tujuan habitat satwa liar.
• Sebagai contoh, model kesesuaian habitat burung pelatuk bulai
(Picoides pubescens) mencakup dua variabel, yang merupakan
fungsi dari bidang dasar pohon dalam tegakan, dan lainnya yang
merupakan fungsi dari jumlah snags per satuan luas yang DBH
lebih besar dari 6 inci

29
• Snags per satuan luas dapat diperkirakan dengan
menggunakan teknik sampling di lapangan yang sama
dengan yang digunakan untuk menentukan pohon
hidup per satuan luas.
• Memproyeksikan ketersediaan snags berdasarkan
waktu (ke masa depan) melibatkan prosedur yang lebih
kompleks. Jumlah snags baru di setiap jangka waktu
proyeksi dapat diperoleh dengan menilai perbedaan
antara pohon hidup per satuan luas per periode ke
depan.

30
Klas DBH jml phn per Snags per
rata-rata tinggi (feet)
(inches) acre acre
(D) (N) (F) (S)
2 29.0 19.7 0.9
3 75.0 24.5 1.0
4 91.5 27.8 1.1
5 253.5 31.1 0.9
6 16.5 42.0 -
Total 465.5 29.0 3.9

31
J. Down Woody Debris
Down Woody Debris dinyatakan dalam dua jenis yaitu:
• Merupakan bagian yang dekat atau pada permukaan tanah
sebagai pembentuk pohon berdiri, sebagai dasar perhitungan
capaian kayu yang diperoleh. Volumenya dirumuskan sbb:

𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ (𝑓𝑒𝑒𝑡) 2


𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝜋 panjang (feet)
2

32
• Volume kayu yang dibuang termasuk karena
penyakit
Kelas Kerusakan
I II III IV V
Kulit Pohon utuh Sebagian besar utuh Sebagian besar Tidak ada kulit Tidak ada kulit
utuh
Integritas Sehat kayu gubal busuk hati kayu baik hati kayu busuk Tidak ada
Cabang Lengkap yang ada ranting yang ada ranting yang ada Tidak ada
besar besar potongan
cabang besar
K. Tutupan Tajuk Pohon (Crown) dan Kanopi
Tegakan
• Beberapa pengukuran tajuk pohon diperlukan
untuk permodelan pertumbuhan dan hasil serta
penilaian kualitas habitat.
• Dua pengukuran dasar tajuk adalah (1) panjang
tajuk dari puncak sampai cabang yang masih
hidup, dan (2) rasio tajuk (tinggi total pohon
dibagi panjang tajuk.

34
• Diameter tajuk diukur di lapangan dengan cara
proyeksi secara vertical dari sisi pohon dan
dikuru jarak dari satu sisi ke sisi lainnya.
• Diameter tajuk juga dapat diukur dengan
menggunakan foto udara.
• Penutupan kanopi diukur dengan jumlah area di
lapangan yang tertutup oleh tajuk pohon dalam
suatu tegakan.

35
• Terdapat hubungan antara radius tajuk dengan DBH,
contoh Pinus ponderosa menggunakan persamaan
sbb:
𝑅𝑎𝑑𝑖𝑢𝑠 𝑇𝑎𝑗𝑢𝑘 = 0.9488 + 0.0356(𝐷𝐵𝐻)

• Apabila penutupan tajuk dapat diestimasi dari potret


udara atau citra satelit, maka DBH pohon individual
dapat diketahui. Contoh untuk penentuan DBH Pinus
echinata sbb:
𝐷𝐵𝐻 𝑖𝑛𝑐ℎ𝑒𝑠 = 0.6733 + 0.5287 𝑡𝑎𝑗𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑒𝑒𝑡

36
L. Umur
• Umur tegakan digunakan untuk menggambarkan suatu
kondisi hutan seumur, dan membantu dalam
memprediksi pertumbuhan dan hasil pohon. Umur
tegakan dapat digambarkan dengan beberapa cara
diantaranya:
• Jangka waktu sejak perkecambahan biji
• Jangka waktu sejak semai
• Jangka waktu sejak penanaman pohon atau semai
di lapangan
• Jangka waktu sejak tinggi pohon 4.5 feet

37
•Pengkarakteristikan lain terkait dengan
umur adalah dengan membuat kelas
umur. Kegunaan kelas umur ini digunakan
untuk manajemen hutan seumur dan
hutan tidak seumur.
•Tegakan hutan seumur menyebar secara
kurva bel kurus atau kurva normal,
dengan 20% tersebar pada rata-rata umur
tegakaan.
38
300

250

200

150 Uneven-aged stand Even-aged stand

100

50

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80

39
M. Biomass dan Carbon
• Perhitungan simpanan karbon dan karbon merupakan
topic yang hangat dalam manajemen hutan dewasa ini.
• Pengukuran karbon dalam pohon atau tegakan dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung
• Metode pengukuran langsung dilakukan dengan
memotong bagian pohon dan menganalisis kandungan
kayu. Sedangkan metode tidak langsung dilakukan
dengan menggunakan berat jenis, kerapatan air, dan
volume pohon.

40
• Persamaan dasar untuk mengestimasi berat kering kayu
dalam pohon atau tegakan pohon adalah:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝐵𝐽𝐾 × 𝐵𝐽𝐴 × 𝑉𝑇

𝐶𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = 0.5 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡


dimana;
𝐵𝐽𝐾 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐾𝑎𝑦𝑢
𝐵𝐽𝐴 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐴𝑖𝑟
𝑉𝑇 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑃𝑜ℎ𝑜𝑛

41
• Contoh: diasumsikan BJ kayu Pinus merkusii adalah 0.47, dan
kerapatan air adalah 62.4 pounds per ft3. Jika tegakan pohon
memiliki kayu sebanyak 2,500 ft3 per acre, berapa kandungan karbon
dalam tegakan tsb?
• Jawab:
Berat kayu = (0.47)x(62.4 lb/ft3)x(2,500 ft3/acre)
= 73,320 pounds kayu per acre

Estimasi karbon adalah:


Carbon = (0.5) x (73,320 pounds)
= 36,660 pounds atau 18.33ton
Catatan: 1 ton = 2,000 pounds

42
• Untuk mengetahui simpanan karbon dalam suatu periode waktu tertentu ke
periode berikutnya, maka kita membutuhkan estimasi volume tegakan pada
permulaan periode, dan estimasi tegakan pada akhir periode.
• Untuk contoh sebelumnya dimisalkan, bahwa pada akhir tahun berikutnya
volume tegakan menjadi 2,650 feet cubic, maka berat kering kayu pada
akhir periode akan menjadi:
• Berat kayu = (0.47)x(62.4 lb/ft3)x(2,650 ft3/acre)
= 77,719 pounds kayu per acre
dan estimasi karbon adalah
Carbon = (0.5) x (77,719 pounds
= 38,860 pounds atau 19.43 ton
Maka estimasi penambahan karbon selama periode satu tahun menjadi:
∆𝐶𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = 𝐶𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝐶𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑤𝑎𝑙
= 38,860 − 36,660 = 2,200 pounds/acre = 1.1 ton/acre

43
N. Pine Straw

44
O. HHBK Lainnya

Jumlah (Ton)
500
Thousands

445
450

400

350

300
254
250
206
200 186
167 169
150

100

50
7 1 0 11 12 1 7
0

45
P. SITE QUALITY
• KUALITAS TEMPAT TUMBUH ADALAH MENUNJUKKAN TINGKAT
KETERSEDIAAN AIR DAN KONDISI TANAH YG DIPERLUKAN POHON
ATAU TEGAKAN
• TINGKAT KUALITAS TEMPAT TUMBUH BIASANYA DINYATAKAN DALAM
SITE INDEX ATAU BONITA
• IS ATAU BONITA DINYATAKAN DIUKUR OLEH PENINGGI YAKNI RATA-
RATA POHON TERTINGGI DALAM LUASAN TT

46
47
48
Q. SIMPANAN DAN KERAPATAN TEGAKAN
• JUMLAH POHON PER UNIT AREA DAN BASAL AREA SUATU
TEGAKAN ADALAH DASAR PENGUKURAN DARI SIMPANAN DAN
KERAPATAN TEGAKAN
• KERAPATAN TEGAKAN ADALAH UKURAN KUANTITATIF DARI
TEGAKAN YANG DIGAMBARKAN SBG JUMLAH TEGAKAN PER
SATUAN UNIT DALAM ANGKA ABSOLUT ATAU RELATIF.
• KERAPAN TEGAKAN DIGUNAKAN SEBAGAI INPUT UNTUK
MEMPREDIKSI PERTUMBUHAN DAN HASIL SEBAGAI PETUNJUK
DALAM TINDAKAN SILVIKULTUR ATAU EVALUASI HHBK SEPERTI
HABITAT SATWA LIAR.

49
Basal Area Per Acre (ft2)

Hundred Trees per Acre


50
51
Letak Pohon Dalam Satu Tegakan

Keterangan:
a= Jarak antar satu pohon dengan pohon yg lain
t= jarak antar dua larikan yang berdekatan
N= jumlah pohon tiap hektar
52
• Perhatikan segitiga siku-siku:
2 2
1 2 3 2
𝑡 =𝑎 − 𝑎 = 𝑎
4 4
1
𝑡= 𝑎 3
2
𝑎 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
100
Dalam larikan per hektar = 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛
𝑎
100 200
Tiap hektar terdapat = 1 = larikan
𝑎 3 𝑎 3
2
𝑁 200 100 20,000
Atau = 𝑥 = 2
ℎ𝑎 𝑎 3 𝑎 𝑎 3

53
• Untuk menghitung jarak tanam:
2
200𝑥100
𝑎 =
𝑁 3
2𝑥104 2
𝑎= = 100 atau
𝑁 3 𝑁 3
100
𝑎= 𝑥1.0745
𝑁
107.45
Sm=a=
𝑁

54
• Hart (1938) menyatakan bahwa derajat kekerasan penjarangan berdasarkan
perbandingan jarak rata-rata antara pohon dan peninggi, atau menurut
Ferguson dinyatakan dalam S%
𝑎
𝑆% = 𝑥100%
𝑝
dimana;
𝑆𝑚 = 𝑎 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛
𝑝 = 𝑂𝐻 = 𝑃𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝑆% = 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
= 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 % 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝑁 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑝 ℎ𝑎

55
Reference

• Bettiner, Pete et al. 2009. Forest Management and Planning. AP

56

Anda mungkin juga menyukai