Anda di halaman 1dari 14

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Taman Nasional Baluran merupakan salah satu Taman Nasional yang ada di Indonesia.
Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi yang didalamnya memiliki
berbagai macam flora dan fauna dan ekosistem memiliki beragam manfaat baik manfaat
bersifat tangible (dalam pemanfaatan skala terbatas) maupun manfaat yang bersifat
intangible, berupa produk jasa lingkungan, seperti udara bersih dan pemandangan alam.
Kedua manfaat tersebut berada pada suatu ruang dan waktu yang sama, sehingga diperlukan
suatu bentuk kebijakan yang mampu mengatur pengalokasian sumberdaya dalam kaitannya
dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan daya dukung
lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Tim Pengendali Ekosistem
Hutan, 2005).
Taman Nasional Baluran merupakan kawasan konservasi yang memilik keanekaragaman
satwa dan habitat alamnya dengan berbagai tipe komunitas. Tipe vegetasi yang dimiliki oleh
Taman Nasional Baluran antara lain hutan payau, hutan rawa, hutan pantai, savana dan hutan
musim. Hutan musim terdiri dari dua tipe vegetasi yaitu hutan musim alam dan hutan
tanaman jati. Hutan musim dijumpai dari lereng Gunung Baluran sampai mendekati pantai,
kawasan hutan musim mempunyai nilai penting sebagai perlindungan ekosistem dan
merupakan habitat mamalia besar seperti Banteng ( Bos javanicus ), Kerbau liar ( Bubalus
bubalis ) dan Rusa Timor ( Cervus timorensis ).
Hutan yang terdapat di Taman Nasional Baluran terdiri dari tipe hutan musim baik primer
maupun sekunder. Juga terdapat hutan homogen yang merupakan tegakan Acacia nilotica.
Keanekaragaman jenis tumbuhan yang menyusun hutan di kawasan Baluran mempunyai
peranan yang penting untuk menjamin keseimbangan ekosistem. Juga berarti berfungsi dalam
mempertahankan kelangsungan hidup mamalia besar.
Melihat kondisi Taman Nasional Baluran, maka sangat penting untuk dilakukan Praktikum
Manajemen Kawasan Konservasi tentang Manajemen Kawasan Konservasi Di Taman
Nasional Baluran, untuk memberikan pengetahuan tentang sistem pengelolaan kawasan
konservasi dan untuk kedepannya sebagai informasi tambahan dan refrensi dalam penelitian
maupun melakukan kajian riset-riset kehutanan.

1
1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan praktikum ini yaitu untuk mengetahui sistem
pengelolaan kawasan di Taman Nasional Baluran

2
2 KONDISI UMUM LOKASI PRAKTIKUM
2.1 Sejarah Kawasan
Sebelum tahun 1928, AH. LOEDEBOER seorang pemburu kebangsaan Belanda memiliki
daerah Konsesi perkebunan di Labuhan Merak dan Gunung Mesigit. Beliau telah menaruh
perhatian bahwa Baluran mempunyai nilai penting untuk perlindungan satwa mamalia besar.
Pada tahun 1930 KW. DAMMERMAN yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor
mengusulkan perlunya Baluran ditunjuk sebagai hutan lindung. Pada tahun 1937, Gubernur
Jenderal Hindia Belanda menetapkan Baluran sebagai Suaka Margasatwa dengan ketetapan
GB. No. 9 tanggal 25 September 1937 Stbl. 1937 No. 544. Selanjutnya ditetapkan kembali
oleh Menteri Pertanian dan Agraria RI dengan Surat Keputusan Nomor. SK/II/1962 tanggal
11 Mei 1962. Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan hari Strategi Pelestarian se-
Dunia, Suaka Margasatwa Baluran oleh menteri Pertanian diumumkan sebagai Taman
Nasional.
2.2 Letak, Batas dan Luas Kawasan
Kawasan TN Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi
Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah timur Selat Bali,
sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah barat Sungai Klokoran, Desa
Sumberanyar. Secara geografis Taman Nasional terletak antara 7º29’10”-7º55’55” Lintang
Selatan dan 114º29’10”-114º39’10” Bujur Timur. Luas seluruh kawasan 25.000 ha. Tanah
kawasan ini terdiri dari tanah yang berasal dari batuan vulkanis, termasuk jenis regusol. Ciri
khas tanah daerah ini mudah longsor dan sangat berlumpur pada musim hujan. Sebaliknya
pada musim kemarau permukaan tanah pecah-pecah. Topografi kawasan bervariasi dari datar
sampai bergelombang atau berbentuk gunung, dengan ketinggian berkisar 0-1247 m dpl.
Taman nasional ini terdiri dari tipe vegetasi sabana, hutan mangrove, hutan musim, hutan
pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun
serta dengan memiliki potensi flora dan fauna yang cukup banyak. Temperatur udara rata-rata
tahunan sebesar 30,9ºC (BTNB, 1999).
2.3 Peta Kawasan
Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 279/Kpts.-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 kawasan
TN Baluran seluas 25.000 Ha. Sesuai dengan peruntukkannya luas kawasan tersebut dibagi
menjadi beberapa zona berdasarkan SK. Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal 13
Desember 1999 yang terdiri dari: zona inti seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537 ha

3
(perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas 800
Ha, zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha.

Gambar 2. Peta Taman Nasional Baluran

4
3 METODE PENGAMATAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan kegiatan praktikum Manajemen Kawasan Konservasi ini dilaksanakan pada hari
Jumat, tanggal 1 Desember 2017 pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB, dan
bertempat di Kawasan Taman Nasional Baluran di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten
Situbondo dan Wongsorejo, Bayuwangi Propinsi Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Camera
2. Alat Tulis
3. Lembar Kerja
4. Binokuler
5. Monokuler
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Vegetasi
2. Satwa Liar
3. Tipe Habitat
4. Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Baluran
3.3 Metode Pengambilan Data

3.3.1 Metode Observasi

Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamatai
secara langsung di lokasi penelitian dengan melihat kondisi kawasan serta melakukan
pertemuan langsung dengan masyarakat setempat (Sugiyono, 2013). Dimana pada proses
praktikum yang telah dilakukan, praktikan mengamati secara langsung dan mengabadikan
hasil pengamatan dengan menggunakan kamera dalam kelompok masing-masing.
3.3.2 Metode In Depth Interview / Wawancara
Merupakan suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan
proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik
(Sugiyono, 2013). Dimana pada proses praktikum yang telah dilakukan, praktikan bertanya
5
secara langsung kepada narasumber tentang hal-hal yang ingin diketahui atau kurnag
dimengerti.
3.4 Analisis Data

Praktikum Manajemen Kawasan Konservasi dilakukan analisis data secara deskriptif.


Analisis data deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono,
2004).

6
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengelolaan Kawasan


4.1.1 Sistem Zonasi TN Baluran
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 56 /Menhut-II/2006 tentang Pedoman
Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan bahwa Zonasi Taman Nasional adalah suatu
proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan
tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan
zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan
mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Pengelolaan Taman Nasional menggunakan sistem zonasi, kawasan taman nasional dibagi
menjadi beberapa zona yaitu zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan (UU No.5 Th
1990), masing-masing zona memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Sesuai dengan peruntukkannya luas kawasan tersebut, Taman Nasional Baluran dibagi
menjadi beberapa zona berdasarkan SK. Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal 13
Desember 1999 yang terdiri dari: zona inti seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537 ha
(perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas 800
Ha, zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha.
4.1.2 Pembagian Seksi Dan Resort
Dari segi pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran dibagi menjadi dua Seksi
Pengelolaan Taman Nasional, yaitu: Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol,
meliputi Resort Bama, Resort Balanan dan Resort Perengan, Seksi Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah II Karangtekok meliputi Resort Watu Numpuk, Resort Labuhan Merak dan
Resort Bitakol.
4.1.3 Unit Khusus pada Taman Nasional Baluran (PKBSA)
PKBSA merupakan program kerja antara Taman Nasional Baluran dengan Taman Safari
Indonesia yang membantu perkembangbiakan dari banteng (Bos javanicus) sehingga mampu
meningkatkan populasi dari satwa tersebut. Tujuan kegiatan Program Konservasi dan
Breeding Semi alami Banteng di Taman Nasional Baluran adalah: (1) Meningkatkan populasi
Banteng di habitat alami Taman Nasional Baluran, (2) Mengembangbiakan Banteng secara
semi alami di Taman Nasional Baluran, dan (3) Meningkatkan kualitas genetik Banteng yang

7
ada di Taman Nasional Baluran. Rogram ini di Launching oleh Direktur KKH Kemenhut
pada tanggal 26 Juni 2013 bertepatan dengan event Baluran – PLN Birding Competition ke 4
Tahapan-tahapan yang telah dan akan dilakukan terkait kegiatan pengembangbiakan Banteng
di Taman Nasional Baluran adalah:
 Yang telah dilakukan:
o Penunjukan tim pengelola Banteng
o Pembentukan unit pengelola pengembangbiakan Banteng di Bekol Taman Nasional
Baluran.
o Pembuatan kandang breeding.
o Perjanjian Kerjasama dengan TSI dalam rangka penyediaan indukan, peningkatan
kapasitas SDM staf Balai Taman Nasional Baluran, pertukaran indukan dan supervise tenaga
ahli/kesehatan.
o Peningkatan kapasitas SDM pengelola Banteng di Balai Taman Nasional Baluran, yang
meliputi perawat satwa (keeper) dan tenaga supervise.
o Penyediaan indukan Banteng.
o Pembangunan gudang pakan dan menara pemantau tahap pertama
o Penyediaan pakan secara rutin.
o Pemeriksaan kesehatan Banteng
o Pemasangan CCTV
 Yang akan dilakukan:
o Penyediaan indukan jantan.  Indukan jantan diharapkan dapat didapatkan dari dalam
kawasan Taman Nasional Baluran,
o Pembangunan Kandang karantina dan kandang sapihan.
o Pembangunan tempat tidur / Paddock disetiap kandangnya baik dikandang breeding,
kandan rehabilitasi maupun kandang sapih
o Pembangunan Kantor Operasional.
o Ruang pemeriksaan kesehatan/kandang jepit.
o Pembangunan solarcel untuk memenuhi kebutuhan listrik di breeding Banteng.
o Pembangunan jalan transportasi menuju areal breeding banteng.
o Pembiayaan untuk menunjang kegiatan unit pengembangbiakan Banteng bersumber dari
DIPA Balai Taman Nasional Baluran atau sumber-sumber lain yang dapat menunjang
operasional unit pengembangbiakan Banteng.
o Penandaan satwa.

8
o Pencatatan / pengelolaan studbook.
o Pelepasliaran.
o Pertukaran indukan
4.2 Kelembagaan dan SDM
4.2.1 Struktur Organisasi dan SDM
Taman Nasional Baluran memiliki struktur organisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi
Taman Nasional Baluran sebagai berikut :

Gambar 4. Struktur Organisasi Taman Nasional Baluran

4.2.2 Kelompok Fungsional Taman Nasional (Polhut, PEH, Penyuluh)


Pengelola Taman Nasional Baluran terdiri dari Kepala Balai dan Staf Pembantu Kepala Balai
dan tiga pejabat fungsional yaitu PEH, Penyuluh, dan Polisi Kehutanan.
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) adalah Pegawai yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
pengendalian ekosistem. Adapun fungsi dan tugas dari pengendali ekosistem hutan ini yaitu
menjaga keanekaragaman hayati, pengecekan pal batas, pemadaman kebakaran dan lain-lain.
Penyuluh merupakan sebagai inisiator yang selalu memberikan ide-ide atau gagasan baru
dalam mengembangkan pengelolaan kawasan sserta sebagai fasilitator yang selalu
memberikan jalan keluar atau kemudahan dalam proses belajar mengajar.
Polisi kehutanan sangat berperan penting bagi perlindungan penyelamatan atau pengawasan
kawasan konservasi tersebut, karena polisi kehutanan memiliki tugas-tugas dalam

9
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diajalankan seperti dengan melakukan kegiatan
perlindungan dan pengamanan, melakukan kegiatan penyuluhan, penegakan hukum, serta
patroli.
4.2.3 Mitra (MMP dan MPA)
Pemerdayaan masyarakat bersifat wajib dalam pengelolaan kawasan konservasi. Hal ini
sejalan dengan konsep pembentukan kawasan konservasi yaitu perlindungan keanekaragaman
hayati yang mendukung pencapaian kesejahteraan masyarakat. Konsep pemberdayaan
masyarakat yang dapat dilakukan adalah melalui pola kemitraan ataupun pengelolaan
kolaboratif. Dalam konsep ini  sikap saling menghormati, menghargai, percaya dan
memberikan manfaat sangat dikedepankan sehingga secara langsung berdampak pada
peningkatan kemandirian, kesejahteraan, dan kualitas hidup masyarakat di sekitar kawasan
konservasi. Kegiatan pemberdayaan tersebut meliputi pelibatan masyarakat sebagai MMP,
MPA. MMP atau Masyarakat Mitra Polhut terdiri dari 47 orang yang keberadaannya
bertujuan untuk membantu polhut dalam pendataan potensi kawasan dan pendataan kawasan.
Sedangkan MPA atau Masyarakat Peduli Api yang keberadaannya bertujuan membantu
menangani dan mencegah kebarawan kawasan hutan yang sering terjadi di Taman Nasional
Baluran.
4.3 Aktifitas Pengelolaan
4.3.1 Kegiatan Rutin
Kegiatan rutin yang dilakukan pengelola dalam menjaga kawasan diantaranya; patroli
rutin, patroli gabungan, patroli laut, patrol fungsional, sensus dan monitoring dari satwa
liar yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran.
Perkembangan populasi satwa mamalia besar di Taman Nasional Baluran dapat
diketahui salah satunya dengan pelaksanaan monitoring satwa berupa sensus. Dari
beberapa sensus mamalia besar (terutama banteng dan kerbau liar) yang pernah
dilaksanakan, diharapkan merupakan representasi dari kondisi populasi satwa liar
tersebut. Upaya monitoring populasi satwa mamalia besar telah banyak dilakukan
mulai sejak dahulu, bahkan ketika status kawasan berupa suaka margasatwa
(Sabarno, 2007).
4.3.2 Pengelolaan Spesies Prioritas
Diantara beberapa satwa mamalia besar yang terdapat di kawasan Taman Nasional
Baluran, salah satu potensi fauna yang dijadikan mascot (icon) adalah banteng (Bos
Javanicus d’Alton), sehingga menjadi perhatian khusus dalam pengelolaannya.
Status perlindungan satwa banteng berdasar Red Data Book ‐ IUCN (1978) yang
10
termasuk dalam katagori vurnerabel (rawan). Oleh karena itu berbagai hal yang
termasuk dalam aspek populasi, perilaku, penyebaran dan habitat banteng
perlu pengkajian yang lebih mendalam. Akan tetapi tidak mengesampingkan potensi
kawasan lain yang juga memerlukan pengelolaan secara serius. Perkembangan populasi
satwa mamalia besar di Taman Nasional Baluran dapat diketahui salah satunya dengan
pelaksanaan monitoring satwa berupa sensus.
4.3.3 Permasalahan di Dalam Kawasan
Permasalahan dan ancaman yang terjadi di kawasan konservasi Taman Nasional Baluran ini
yaitu dengan terjadinya perburuan liar, illegal logging, perambahan dan kebakaran pada
vegetasi savana baik yang disengaja maupun tidak disengaja serta terjadinya invasi oleh
spesies Acacia nilotica.
Menurut Sabrono (2001), yang menyatakan bahwa kebakaran di kawasan TN Baluran dapat
terjadi secara alami atau disengaja. Kebakaran yang disengaja dilakukan oleh masyarakat
dengan berbagai tujuan, antara lain untuk membuka ladang, menggiring ternak, mengalihkan
perhatian petugas dan lain-lain.
Untuk mencegah penyebaran kebakaran dari savana ke hutan musim, maka pada tahun 1969
(masih berstatus Suaka Margasatwa) pihak pengelola kawasan menanam Acacia nilotica
sebagai tanaman sekat bakar. Akan tetapi, tepatnya spesies Acacia nilotica tersebut sudah
tersebar dan menginvasi sebagian besar wilayah di Taman Nasional Baluran.
Permasalahan lain yang juga terjadi di kawasan konservasi Taman Nasional Baluran salah
satunya yaitu terjadinya perambahan hutan, karena dengan luas kawasan dari Taman
Nasional Baluran tersebut yang sangat luas dengan terdiri dari beberapa vegetasi, sehingga
sangat memungkinkan terjadinya perambahan hutan yang dilakukan oleh beberapa oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan
hutan di Taman Nasional Baluran.

11
5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, segi pengelolaan kawasan Taman Nasional
Baluran dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional, yaitu: Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah I Bekol, meliputi Resort Bama, Resort Balanan dan Resort
Perengan, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Karangtekok meliputi Resort
Watu Numpuk, Resort Labuhan Merak dan Resort Bitakol. Dari tiap seksi wilayah
pengelolaan melakukan kegiatan rutin yang dilakukan pengelola dalam menjaga kawasan
diantaranya; patroli rutin, patroli gabungan, patroli laut, patrol fungsional dan sensus dan
monitoring dari satwa liar yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran.
5.2 Saran
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka praktikum sehinga memiliki banyak keterbatasan, untuk
itu diperlukan penelitian lebih mendalam khususnya mengenai efektifitas pengelolaan Taman
Nasional.

12
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Heru. 2006. Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu- Ilmu Kemanusiaan Dan Budaya.
Jakarta : Gunadarma
BTNB. 1999. Rancangan Pencabutan Seedling/Anakan Hasil Pembongkaran secara
Mekanis, 150 ha di Savana Bekol. Taman Nasional Baluran.Reboisasi Taman Nasional
Baluran.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 56 /Menhut-II/2006. Tentang pedoman zonasi taman
nasional menteri kehutanan. Jakarta.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian bisnis. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung
Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta : Bandung.
Republik Indonesia. 1990. Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lembaran Negara RI Tahun 1990. Sekertariat Negara.
Jakarta.
Sabrano. 2001. Savana Taman Nasional Baluran. BIODIVERSITAS. Volume 3, Nomor 1
Januari 2002. Halaman: 207-212. Balai Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.
Sabarno, Mochammad Yusuf. 2007. Makalah Pengendali Ekosistem Hutan : Analisa
Perkembangan Kondisi Banteng (Bos Javanicus) di Taman Nasional Baluran. Taman
Nasional Baluran
Tim Pengendali Ekosistem Hutan. 2005. Laporan Kegiatan : Identifikasi Habitat Mamalia
Besar di Taman Nasional Baluran. Taman Nasional Baluran

13
LAMPIRAN

14

Anda mungkin juga menyukai