Anda di halaman 1dari 24

DEPARTEMEN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN


Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti, Blok VII lantai 7
Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270 - Telp. 5720229 - Fax. 5720229

ASPEK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN


KELEMBAGAAN PENGELOLAAN
TAMAN HUTAN RAYA

Oleh :
Tubagus Unu Nitibaskara

___________________________________________________________
Workshop Penyusunan Konsep Management Plan Taman Hutan
Raya
Bogor, 9 Mei 2007

78

I.

PENDAHULUAN

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi


Hayati disebutkan bahwa Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah
kawasan dengan cirri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai fungsi perlindungan system penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta
pemanfaatan secara lestari, sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan Pelestarian Alam terdiri dari Taman Nasional, Taman Wisata
Alam dan Taman Hutan Raya. Taman Hutan Raya adalah Kawasan
Pelestarian Alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau/satwa yang
alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi
kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya pariwisata dan rekreasi.
Sesuai dengan Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Taman Hutan Raya termasuk ke dalam kawasan lindung.
Selanjutnya Taman Hutan Raya perlu dikelola sebagai upaya terpadu
dalam penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian pemulihan,
pengembangan dan perlindungan serta pemanfaatannya.
Salah satu tujuan pengelolaan Taman Hutan Raya adalah terbentuknya
taman provinsi yang menjadi kebanggaan provinsi yang bersangkutan.
Sesuai PP No. 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan
Kehutanan kepada Daerah yang menentukan bahwa Pengelolaan
TAHURA merupakan kewenangan provinsi. Dalam perkembangannya di
era reformasi telah diterbitkan PP No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom yang menyebutkan bahwa kewenangan pengelolaan TAHURA
adalah kewenangan kabupaten terhadap TAHURA yang terletak dalam 1
kabupaten dan kewenangan provinsi yang terletak lintas kabupaten.
Mengacu kepada PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Pelestarian
Alam dan Kawasan Suaka Alam, disebutkan a.l. bahwa Setiap Kawasan
Pelestarian Alam dikelola berdasarkan satu Rencana Pengelolaan.
Berdasarkan jangka waktu pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam
PP
No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, maka
Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya dibuat dalam jangka panjang
(20 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1 tahun).
Rencana Pengelolaan yang telah disusun, selanjutnya dinilai dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan jangka waktunya.

79

Berdasarkan pemantauan Direktorat Jenderal PHKA, sampai April 2007


belum semua TAHURA memiliki Rencana
Pengelolaan, sehingga
perkembangannya belum optimal.
Dengan demikian perlu ada upaya percepatan/revitalisasi kawasan
Taman Hutan Raya, sehingga perkembangannya dapat berjalan secara
berkelanjutan.
II.

KONDISI DAN PERMASALAHAN

1. Lokasi dan Luas


Sampai April 2007 tercatat 21 (dua puluh satu) Unit Taman Hutan
Raya di 19 provinsi dengan luas 347.427,34 Ha.
Tabel 1. Daftar nama dan luas Taman Hutan Raya adalah sebagai
berikut :
No.
1.

Nama Kawasan
Provinsi
Pocut Meurah Intan (Cut Nyak Nanggroe Aceh
Dhien)
Darussalam
2.
Bukit Barisan Selatan
Sumatera Utara
3.
Dr. Mohammad Hatta
Sumatera Barat
4.
Minas (Sultan Syarif Kasim)
Riau
5.
Sultan Mahmud Thoha Saifudin Jambi
6.
Raja Lelo (Pungguk Menakat)
Bengkulu
7.
Wan Abdul Rachman
Lampung
8.
Ir. H. Juanda
Jawa Barat
9.
Pancoran Mas Depok
Jawa Barat
10. Gunung Palasari
Jawa Barat
11. Ngargoyoso
Jawa Tengah
12. Gunung Bunder
DI Yogyakarta
13. R. Suryo
Jawa Timur
14. Ngurah Rai
Bali
15. Nuraksa
NTB
16. Prof. Ir. Herman Johannes
NTT
17. Sultan Adam
Kalimantan Selatan
18. Bukit Soeharto
Kalimantan Timur
19. Paboya-Paneki (Palu)
Sulawesi Tengah
20. Bontobahari
Sulawesi Selatan
21. Murhum
Sulawesi T.tenggara
Total luas Taman Hutan Raya (THR)
Sumber : Direktorat Konservasi Kawasan, 2007

Luas (Ha)
6.300,00
51.600,00
12.100
6.172,00
15.830,00
1.122,00
22.245,50
590,00
6,00
35,81
231,30
4.567,93
27.868,30
1.373,50
3.155,00
1.900,00
112.000,00
61.850,00
7.128,00
3.475,00
7.877,00
347.427,34

2. Permasalahan
a. Sampai saat ini Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
belum ada penggantinya, sebagai konsekuensi dengan
diterbitkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Disamping itu SK Menteri Kehutanan No.
107/Kpts-II/2003 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantu

80

Pengelolaan Taman Hutan Raya oleh Gubernur atau


Bupati/Walikota dan keikutsertaan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pusat BKSDA, menjadi timbul berbagai penafsiran, terutama
kaitannya dengan pendanaan dan kelembagaan.
b. Belum semua TAHURA mempunyai Unit Pelaksana Tugas Daerah
(UPTD), sebagian besar masih dikelola langsung oleh Dinas
Kehutanan provinsi. Disamping itu dalam perencanaan seperti
Rencana Pengelolaan, Desain fisik, Site plan, informasi potensi
belum terinci.
c. Kondisi sebagian besar Taman Hutan Raya rusak akibat illegal
logging, perambahan, pencurian kayu, dan lain-lain.
d. Beberapa Taman Hutan Raya antara lain di Provinsi NTT dan
Provinsi Bengkulu berencana menyerahkan kembali kawasannya
kepada pemerintah pusat.
e. Pemerintah Daerah menganggap mengelola Taman Hutan Raya
adalah biaya, karena tidak tersedia dana secara cukup dan masih
berharap bantuan pemerintah pusat.
f. Pengusahaan Pariwisata Alam di Blok Pemanfaatan Taman Hutan
Raya kurang diminati karena prosedur perijinan yang panjang.
g. Sebagian tenaga pengelola di Taman Hutan Raya masih belum
profesional dan perlu diklat tambahan, termasuk publikasi dan
promosi.
h. Sarana prasarana masih terbatas, dan perlu persetujuan serah
tarima aset dari Meneg BUMN, untuk aset-aset yang berasal dari
Perum Perhutani.
i. Sosialisasi/penyuluhan akan pentingnya Taman Hutan Raya belum
optimal.
III. DASAR PENGELOLAAN DAN ACUAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
1. Dasar Pengelolaan
(1)

Fungsi :

a. Sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan potensi alamnya


untuk koleksi tumbuhan dan/atau satwa baik yang alami atau
buatan, jenis asli atau bukan asli, dan wisata alam.
b. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
c. Sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta keunikan alam.
(2) Tujuan Pengelolaan :
a. Terjaminnya kelestarian kawasan taman hutan raya.
b. Terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi kawasan
Taman Hutan Raya.

81

c. Optimalnya manfaat taman hutan raya untuk wisata alam,


penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya,
budaya, bagi kesejahteraan masyarakat.
d. Terbentuknya taman propinsi yang menjadi kebanggaan propinsi
yang bersangkutan.
(3) Prinsip Pengelolaan :
a. Pendayagunaan potensi taman hutan raya untuk kegiatan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa, wisata alam, penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, dan penyediaan plasma nutfah untuk
budidaya, diupayakan tidak mengurangi luas dan tidak merubah
fungsi kawasan.
b. Sebagai
taman
kebanggaan
provinsi,
maka
dalam
pengembangan taman hutan raya diutamakan menampilkan
koleksi jenis tumbuhan dan satwa dari propinsi yang
bersangkutan.
c. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman
hutan raya ditata ke dalam blok-blok pengelolaan, yaitu blok
perlindungan dan blok pemanfaatan.
d. Blok Perlindungan :

d.1. Dalam blok perlindungan dapat dilakukan kegiatan monitoring


sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan wisata
terbatas;
d.2. Dalam blok perlindungan dapat dibangun sarana dan
prasarana untuk kegiatan monitoring seperti tersebut pada
butir d.1.;
d.3. Dalam blok perlindungan tidak dapat dilakukan kegiatan
yang bersifat merubah bentang alam;
e. Blok Pemanfaatan :
e.1. Dalam blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan
pemanfaatan kawasan dan potensinya dalam bentuk
kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata alam;
e.2. Kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada
pihak ketiga, baik koperasi, BUMN, swasta maupun
perorangan;
e.3. Blok pemanfaatan dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan penangkaran jenis sepanjang
untuk menunjang kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, restocking, dan budidaya plasma nutfah oleh
masyarakat setempat;

82

e.4. Dalam blok pemanfaatan dapat dibangun sarana dan


prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, dan wisata
alam (pondok wisata, bumi perkemahan, karavan,
penginapan remaja, usaha makanan dan minuman, sarana
wisata tirta, angkutan wisata, wisata budaya, dan penjualan
cindera mata) yang dalam pembangunannya harus
memperhatikan gaya arsistektur daerah setempat;
e.5. Blok pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang
alam.
f. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan potensi, dalam kawasan
taman hutan raya, setelah melalui pengkajian yang seksama,
dapat dilangsungkan kegiatan :
f.1. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi;
f.2. Rehabilitasi kawasan;
f.3. pengendalian dan/atau pemusnahan jenis
dan/atau satwa pengganggu.

tumbuhan

g. Masyarakat sekitar harus secara aktif diikutsertakan dalam


pengelolaan kawasan taman hutan raya khususnya dalam
mendapatkan kesempatan bekerja dan peluang berusaha.
(4) Kegiatan Pokok
a. Pemantapan Kawasan
a.1. Pengukuhan status kawasan mulai dari penunjukan,
penataan batas, sampai pada penetapan status kawasan;
a.2. Pemeliharaan batas dan tanda batas kawasan termasuk
rekonstruksi batas;
a.3. Penataan kawasan ke dalam blok perlindungan dan blok
pemanfaan;
a.4. Pengkajian bagian kawasan yang kondisinya dan/atau
pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan penetapannya.
b. Penyusunan Rencana Pengelolaan
Untuk setiap kawasan taman hutan raya disusun rencanarencana pengelolaan :
b.1. Rencana Pengelolaan
b.1.1. Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Jangka
Panjang (20 tahun).
b.1.2. Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Jangka
Menengah (5 tahun); dan

83

b.1.3. Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Jangka


Pendek (Tahunan).
b.2. Rencana Teknis
Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang
memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat
disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk
bangunan tertentu, pembinaan habitat, pembinaan populasi,
dan rancangan pengambilan sumber genetik.
b.3. Cakupan Wilayah Perencanaan
Rencana pengelolaan disusun untuk setiap lokasi taman
hutan raya.
c. Pembangunan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan taman hutan raya dapat terdiri
dari :
c.1. Sarana dan Prasarana Pokok Pengelolaan :
c.1.1.
c.1.2.
c.1.3.
c.1.4.
c.1.5.
c.1.6.
c.1.7.
c.1.8.
c.1.9.
c.1.10.
c.1.11.
c.1.12.

Kantor pengelolaan;
Pondok kerja dan pondok jaga;
Jalan patroli;
Menara pengawas kebakaran;
Menara pengintai satwa;
Kandang satwa;
Laboratorium;
Persemaian dan pembibitan;
Peralatan navigasi;
Peralatan komunikasi;
peta kerja dan peta-peta dasar
Peralatan transportasi.

c.2. Sarana dan Prasarana Pengembangan Wsiata Alam


c.2.1.
c.2.2.
c.2.3.
c.2.4
c.2.5.

Akomodasi;
Transportasi;
Pertunjukan kebudayaan;
Sistem sanitasi;
Fasilitas rekreasi alam.

d. Pengelolaan Potensi Kawasan


d.1. Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan
penanganan hasil-hasilnya melalui sistem database;

dan

84

d.2. Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan


pelaporan kondisi dan potensinya;
d.3. Pembinaan dan pengembangan koleksi tumbuhan dan
satwa;
d.4. Penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan
budidaya;
d.5. Pengkayaan dan penangkaran jenis yuntuk kepentingan
penelitian;
d.6. Pemakaian kawasan untuk kegiatan wisata alam;
d.7. Rehabilitasi bagian-bagian kawasan yang rusak
e. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan
e.1.
e.2.
e.3.
e.4.
e.5.
e.6.
e.7.
e.8.

Perlindungan dan pengamanan batas fisik kawasan;


Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;
Sosialisasi batas;
Pengembangan kemitraan dengan masyarakat sekitar dalam
rangka melindungi dan mengamankan kawasan;
Pemasangan tanda-tanda larangan di tempat-tempat yang
strategis;
Penegakan hukum;
Pencegahan kebakaran;
Pengendalian dan pemusnahan hama dan penyakit dan
jenis gangguan lainnya.

f. Pengelolaan Penelitian dan Pendidikan


f.1. Identifikasi obyek-obyek penelitian dan pendidikan mengenai
tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial ekonomi budaya
masyarakat;
f.2. Penyiapan materi dan pelayanan kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.3. Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan
pendidikan;
f.4. Penyusunan
rencana dan skala prioritas pelaksanaan
penelitian;
f.5. Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi, dan promosi.
g. Pengelolaan Wisata Alam
g.1. Inventarisasi dan identifikasi obyek dan daya tarik wisata dan
rekreasi dalam kawasan;
g.2. Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan
budaya masyarakat, kecenderungan pasar, kebijaksanaan
sektor kepariwisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan
prasarana pendukung yang berada di sekitar kawasan;

85

g.3. Peningkatan peranserta masyarakat sekitar kawasan dalam


kesempatan dan peluang usaha dan kerja untuk
peningkatan kesejahteraan;
g.4. Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi
lingkungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
g.5. Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.

h. Pengembangan Integrasi dan Koordinasi


h.1. Koordinasi dengan lintas sektoral sejak penyusunan rencana
pengelolaan sampai dengan tahap pelaksanaan pengelolaan
kawasan dan pengembangannya;
h.2. Bersama-sama organisasi pemerintah dan non-pemerintah,
baik dalam manupun luar negeri, dan masyarakat
mengembangkan suatu sistem kemitraan dalam upaya,
antara lain :
h.2.1.

h.2.2.

Promosi wisata alam, penelitian, pendidikan, dan


kegiatan pemanfaatan potensi kawasan untuk
kegiatan budidaya;
Penyuluhan konservasi, baik melalui jalur resmi
maupun informal, tentang fungsi, tujuan, dan
manfaat taman hutan raya.

h.3. Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada


pengikutsertaan masyarakat sekitar dalam pengembangan
wisata alam di kawasan tersebut.
(5) Jenis Kegiatan di Tahura yang dapat dikolaborasikan :
Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan P.19/Menhut-II/2004
tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA maka kegiatan
dapat yang dapat dikolaborasikan adalah :
A. Penataan Kawasan
B. Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
atau Kawasan Pelestarian Alam
C. Pembinaan Daya Dukung Kawasan
D. Pemanfaatan Kawasan
E. Penelitian dan Pengembangan
F. Perlindungan dan Pengamanan Potensi Kawasan
G. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam rangka
mendukung pengelolaan KSA dan KPA
H. Pembangunan Sarana dan Prasarana dalam rangka
menunjang pelaksanaan kolaborasi
I. Pembinaan Partisipasi Masyarakat

86

2. Acuan Peraturan Perundang-undangan


1. UU No. 5/1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya
2. UU No. 23/1997 tentang lingkungan hidup
3. UU No. 41/1999 tentang kehutanan
4. UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah
5. UU No. 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah
6. UU No. 26/2007 tentang penataan ruang
7. PP No. 18/1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona
pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata
alam
8. PP No. 62/1998 tentang penyerahan sebagian urusan
pemerintahan di bidang kehutanan kepada daerah
9. PP No. 68/1998 tentang kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam
10. PP No. 9/1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar
11. PP No. 25/2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan
propinsi sebagai daerah otonom
12. PP No. 8/2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah
13. PP No. 44/2004 tentang perencanaan kehutanan
14. PP No. 6/2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan
15. SK Menhut No. 107/ Kpts-II/ 2003 tentang penyelenggaraan tugas
pembantuan
pengelolaan
tahura
oleh
Gubernur
atau
Bupati/Walikota
16. Permenhut No. P19/ Menhut-II/ 2004 tentang pengelolaan KSA
dan KPA
17. Permenhut No. P28/ Menhut-II/ 2006 tentang sistem perencanaan
kehutanan
18. SK Dirjen PHPA No. 43/ Kpts/ DJ-VI/1994 tentang pedoman
penyusunan rencana pengelolaan taman hutan raya
19. SK Dirjen PHPA No. 129/ Kpts/ DJ-VI/1994 tentang pola
pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan
hutan lindung
20. SK Dirjen PHPA No. 43/ Kpts/ DJ-VI/1997 tentang petunjuk teknis
penyusunan site plan dan desain fisik taman hutan raya
Tabel 2. Acuan Perundang-undangan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Taman Hutan Raya
No.
1
1.
2.
3.

Prinsip
2
Pengertian Tahura dan Kawasan
Pelestarian Alam
Pedoman Penyusunan Rencana
Pengelolaan
Pola Pengelolaan Tahura

Sumber
3
UU. No. 5/1990
SK Dirjen PHPA No. 43/Kpts/DJ-VI/1994
SK Dirjen PHPA No. 129/Kpts/DJ-VI/1996

87

4.

Pedoman Penyusunan Site Plan


dan Desain Fisik
Kegiatan Tata Hutan Pada
Kawasan Hutan Raya

SK Dirjen PHPA No. 43/Kpts/DJ-VI/1997

6.

Pembagian Zonasi (Blok)

7.

Prinsip Pembangunan Sarana dan


Prasarana Pariwisata Alam Dalam
Blok Pemanfaatan
Prinsip Pengelolaan Blok
Perlindungan dan pemanfaatan

PP No. 34 tahun 2002 (Diperbaharui PP 6


Tahun 2007)
PP No. 18 Tahun 1994

5.

8.

IV.

PP No. 34 Tahun 2002 ( Diperbaharui PP


No 6 Tahun 2007)

SK Dirjen PHPA No. 129/Kpts/DJ-VI/1996

INSTITUSI PENGELOLAAN/KELEMBAGAAN TAHURA

Berdasarkan PP No. 44/2004 dan PP No. 6/2007, Hutan Taman Hutan


Raya termasuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi namun
perkembangan organisasinya masih menunggu peraturan pelaksanaan.
Berikut ini adalah Unit Pengelolaan Hutan Taman hutan Raya dan contoh
pengelolaannya :

1. Unit Pengelolaan Hutan Taman Hutan Raya


Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan, salah satu pembentukan wilayah
pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat unit pengelolaan. Unit
pengelolaan hutan merupakan kesatuan pengelolaan hutan terkecil
pada hamparan lahan hutan sebagai wadah kegiatan pengelolaan
hutan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kriteria dengan
standar pembentukan unit pengelolaan hutan mempertimbangkan :
a.
b.
c.
d.
e.

Karakteristik lahan
Tipe hutan
Kondisi Daerah Aliran Sungai
Kondisi Sosial, Budaya, Ekonomi masyarakat
Kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hutan
adat
f. Batas administrasi pemerintahan
g. Hamparan yang secara geografis merupakan satu kesatuan
h. Batas alam atau buatan yang bersifat hermanen
i. Penguasaan lahan.
Dalam hal kaitannya dengan Taman Hutan Raya merupakan kesatuan
Pengelolaan Hutan Konservasi yang fungsi pokoknya dapat terdiri dari
satu atau kombinasi dari
Hutan Cagar Alam, Hutan Suaka
Margasatwa, Hutan Taman Nasional, Hutan Taman Wisata Alam,
Hutan Taman Hutan Raya dan Hutan Taman Buru.

88

Prosedur pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi


adalah Instansi Kehutanan Pusat di Daerah yang bertangung jawab di
bidang konservasi mengusulkan rancang bangun unit pengelolaan
hutan konservasi berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan
oleh Menteri.
Selanjutnya
dari usulan tersebut Menteri menetapkan arahan
pencadangan unit pengelolaan hutan konservasi. Menteri menetapkan
arah unit pengelolaan hutan konservasi. Selanjutnya Menteri Kesatuan
Pengelolaan Hutan Konservasi berdasarkan arahan pencadangan unit
pengelolaan hutan konservasi.
Sesuai penjelasan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2007 disebutkan bahwa dalam menetapkan organisasi
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) (termasuk KPHK) khususnya yang
berkaitan dengan sumber daya manusia, pemerintah provinsi atau
pemerintah kabupaten/kota harus memperhatikan antara lain, syarat
kompetensi kerja yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi di
bidang kehutanan atau pengakuan oleh Menteri.
2. Beberapa Contoh Pengelolaan Tahura di Indonesia :
1) TAHURA Ir. H. Djuanda (Jawa Barat)
Sejarah Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda awalnya berstatus sebagai hutan
lindung (Komplek Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya
ditentukan pada tahun 1922. Pada awal tahun 1963 sebagian
kawasan hutan lindung tersebut mulai dipersiapkan sebagai Hutan
Wisata dan Kebun Raya. Untuk tujuan tersebut, kawasan seluas +
30 hektar mulai ditanami dengan tanaman koleksi pohon-pohonan
yang berasal dari berbagai daerah. Pada tanggal 23 Agustus 1965
atas gagasan Gubernur PRopinsi Jawa barat, hutan tersebut
ditetapkan sebagai Kebun Raya/Hutan Wisata Ir. H. Djuanda.
Pada tahun 1980 Kebun Raya/Hutan Wisata yang merupakan
bagian dari Komplek Hutan Gunung Pulosari ini ditetapkan sebagai
taman wisata, yaitu Taman Wisata Curug Dago seluas 590 Ha yang
ditetapkan oleh SK Mentan No. 575/Kpts/Um/8/1980 tanggal 6
Agustus 1980. Pada tahun 1985, Bapak Mashudi dan Bapak Ismail
Saleh sebagai pribadi dan Bapak Soedjarwo selaku Menteri
Kehutanan mengusulkan untuk merubah status Taman Wisata
Curug Dago menjadi Taman Hutan Raya. Usulan tersebut
kemudian diterima Presiden Soeharto yang kemudian dikukuhkan
melalui Keputusan Presiden No. 3 Tahun 1985 tertanggal 12
Januari 1985. Peresmian Tahura Ir. H. Djuanda dilakukan pada

89

tanggal 14 Januari 1985 yang bertepatan dengan hari kelahiran


Bapak Ir. H. Djuanda lahirlah Tahura Ir. H. Djuanda sebagai Tahura
pertama di Indonesia.
Untuk menjamin suksesnya pengelolaan Tahura, Menteri
Kehutanan melalui Surat Keputusan No. 192/Kpts-II/1995
membentuk Badan Pembina Tahura Ir. H. Djuanda yang diketuai
oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
(PHPA) serta menunjuk Perum Perhutani sebagai Badan
Pelaksana Pengelola dan Pembangunan Tahura Ir. H. Djuanda.
Tugas Badan Pembina Tahura adalah : (1) memberikan
pengarahan pembangunan dan Pengembangan Tahura Ir. H.
Djuanda ; (2) Menyusun rencana jangka panjang dan menengah;
(3) Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan pembangunan
Tahura Ir. H. Djuanda. Anggota Badan Pembina terdiri dari Wakil
Perguruan Tinggi, yaitu : (1) Rector Institut Teknologi Bandung, (2)
Rektor Universitas Padjadjaran Bandung dan (3) Rektor Institut
Pertanian Bogor. Selain wakil perguruan tinggi juga ditunjuk wakil
perguruan tinggi juga ditunjuk wakil tokoh masyarakat.
Mengingat lokasi Tahura Ir. H. Djuanda berada pada lintas
wilayah Kabupaten dan Kota,
yaitu terletak di Kabupaten
Bandung (Kecamatan Cicadas dan Kecamatan Lembang) dan Kota
Bandung (Kecamatan Coblong), maka sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2000, kewenangan pengelolaan berada
di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini adalah Dinas
Kehutanan Provinsi Jawa Barat.
Memperhatikan hal tersebut di atas Pemerintah Provinsi Jawa
Barat membentuk Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya yang
merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas
Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Ketentuan tersebut tercantum
dalam Perda No. 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat No. 15 Tahun 2002 tentang Dinas
Daerah Provinsi Jawa Barat dengan bagan struktur organisasi
sebagai berikut :
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Balai Pengelolaan
Taman Hutan Raya

90

KEPALA BALAI
SUB BAGIAN
TATA USAHA

KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL

SEKSI
PEMANFAATAN

SEKSI
PERLINDUNGAN

INSTALASI

2) Tahura R. Soerjo (Jawa Timur)


1) Penunjukan
Taman Hutan Raya R. Soeryo ditunjuk dengan keputusan
Presiden Republik Indonesia Nolmor 29 tahun 1992. keppres
tersebut ditindak lanjuti dengan keputusan Menteri Kehutanan
Nomor : 1128/Kpts-II/92 tanggal 19 Desember 1992 sebagai
pengembangan pengelolaan Cagar Alam Lalijiwo, dengan
memperluas dengan memasukkan hutan lindung yang ada di
sekitarnya. Pada saat penunjukan, luas Tahura ialan 25.000 Ha,
termasuk di dalamnya Cagar Alam Lalijiwo. Setelah dilakukan
pengukuran dan penataan batas, maka luas Tahura R. Soerjo
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
80/Kpts-II/2001 menjadi 27.868,30 Ha (dua puluh tujuh ribu
delapan ratus enam puluh delapan koma tiga puluh hektar).
Taman Hutan Raya adalah suatu bentuk sistem pengelolaan
kawasan konservasi, yang munculnya bersamaan dengan
sistem pengelolaan Taman Nasional. Sistem pengelolaan ini
merupakan pergeseran sistem pengelolaan kawasan konservasi
sebelumnya, yaitu perlindungan jenis dengan adanya kawasan
Suaka Alam beralih pada sistem perlindungan ekosistem berupa
kawasan Taman Nasional dan Tahura.
Dalam sistem
perlindungan jenis maka kawaan Suaka Alam (Cagar Alam dan
Suaka Margsatwa) masih memungkinkan luasan kawasan

91

konservasi yang relatif kecil, bahkan kurang dari 2 hektar,


namun dalam pengelolaan ekosistem luasan kawasan
konservasi diperlukan yang relatif luas, misalnya untuk Taman
Nasional minimal 40.000 hektar dan memiliki berbagai potensi
yang lebih heterogen, mulai konservasi sampai dengan potensi
pemanfaatan (obyek wisata alam).
Rencana penetapan Tahura R. Soerjo telah dimulai tahun 1983,
dengan pembuatan Feasibility Study (studi kelayakan), untuk
mem pertimbangkan berbagai aspek termasuk potensi kawasan
dan pertimbangan ekosistem lainnya, sebagimana yang
dipersyaratkan terhadap penunjukan kawasan Tahura. Nama R.
SOERJO (Raden Soerjo) untuk Tahura diambil dari nama
Gubernur pertama Jawa Timur, yang juga sebagai Gubernur
pada saat perang perlawanan dengan Belanda pada tanggal 10
No-pember 1945, wafat sebagai pahlawan pada waktu peristiwa
pemberontakan PKI Madiun tahun 1949, di Banjarejo-mantingan
Ngawi.
Disebutkan dalam Keppres No. 29 tahun 1992, dalam
membangun dan mengembangkan kelompok hutan Arjuno
Lalijiwo menjadi R. Soerjo adalah bertujuan untuk :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Melestarikan sumber plasma nutfah


Menjadi sarana penelitian tipe hutan gunung.
Sebagai sarana pendidikan, latihan dan penyuluhan bagi
generasi muda dan masyarakat.
Sebagai sarana pembinaan pecinta alam dan tempat
wisata.
Memelihara keindahan alam dan menciptakan iklim yang
segar.
Meningkatkan fungsi hidro-orologis bagi DAS (Daerah
Aliran Sungai) Brantas, DAS Konto dan DAS Kromong.

Sebelum otonomi daerah, pengelolaan Tahura R. Soerjo masih


dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Pengelolaan dilaksanakan
oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Sub Balai
KSDA) Jawa Timur II yang berkantor di Jember selaku
pengelola Cagar Alam Arjuno Lalijiwo sebelum masuk dalam
kawasan Tahura.
Terdapat beberapa kali perubahan nama instansi pengelola
kawasan konservasi di J awa Timur, yaitu :
Sebelum tahun 1969 institusi pengelola kawasan
perlindungan alam di Jawa Timur adalah Jawatan
Perlindungan Alam.
Tahun 1969 sampai dengan tahun 1960, di Jawa Timur
berubah menjadi Seksi Perlindungan dan Pengawetan Alam

92

(PPA) Jawa Timur I di Malang, Seksi PPA Jawa Timur II di


Banyuwangi dan Seksi PPA Jawa Timur III di Mojokerto.
Institusi ini merupakan UPT Direktorat PPA pada Ditjen
Kehutanan, Departermen Pertanian.
Pada tahun 1980 sampai 1983 Seksi Perlindungan dan
Pengawetan Alam berubah menjadi Seksi Perlindungan dan
Pelestarian Alam.
Setelah tahun 1983, Seksi Perlindungan dan Pelestarian
Alam berubah menjadi Sub Balai Konservasi Sumber Daya
Alam Jawa Timur I di Malang. Di Jawa Timur berubah
menjadi 2 Sub Balai, yaitu Sub Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Jawa Timur I di Surabaya dan Sub Balai KSDA
Jawa Timur II di Jember. Bersamaan dengan dibentuknya
Balai KSDA terbentuk pula Balai Taman Nasional.
Institusi tersebut di atas, sampai awal pelaksanaan Otonomi
Daerah masih sebagai UPT Pusat, yaitu UPT Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Departemen Kehutanan, di bawah koordinasi Kanwil
Departemen Kehutanan Propinsi Jawa Timur.
Pada saat itu Tahura R. Soerjo masih di bawah pengelolaan
Balai KSDA Jawa Timur II, sampai dengan dilakukan serah
terima antara Departemen Kehutanan kepada Pemerintah
Propinsi Jawa Timur, setelah Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi dan Perda
Propinsi Jawa Timur No. 23 Tahun 2000 tentang Dinas
Kehutanan Propinsi Jawa Timur.
2) Institusi Sekarang
Berdasarkan Undang-undang nonmor 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur
Nomor 33 Tahun 2000 maka terbentuk Dinas Kehutanan Propinsi
Jawa Timur. Bersamaan dengan itu pula terbentuk Balai Taman
Hutan Raya R. Soerjo sebagai salah satu UPT Dinas Kehutanan
Propinsi Jawa Timur, yang diberikan wewenang melaksanakan
pengelolaan kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo. Penyerahan
formal pengelolaan Tahura R. Soerjo antara Departemen
Kehutanan dengan Gubernur Jawa Timur sampai saat belum
dilaksanakan, dan masih berupa konsep serta inventarisasi aset,
namun secara de facto pengelolaan dan kewenangan Dinas
Kehutanan Propinsi Jawa Timur telah melakukan pengelolaan
sepenuhnya.

93

Organisasi
Balai Tahura R. Soerjo sebagai institusi eselon III.a dipimpin
oleh Kepala Balai, berkedudukan Kantor di Malang. Balai
Tahura membawahi 4 Seksi Wilayah Tahura, yaitu :
1). Seksi Wilayah Tahura Jombang, berkedudukan di
Wonosalam.
2). Seksi Wilayah Tahura Mojokerto, berkedudukan di Pacet.
3). Seksi Wilayah Tahura Pasuruan, berkedudukan di Tretes/
Pandaan.
4). Seksi Wilayah Tahura Malang, berkedudukan di Malang.
Seksi Wilayah Tahura merupakan institusi eselon IV.a yang
dipimpin oleh Kepala Seksi Wilayah Tahura. Selain
membawahi 4 Kepala Seksi Wilayah, dalam struktur
organisasinya Kepala Balai Tahura juga membawahi satu
Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan satu Kepala Seksi
Konservasi. Untuk mengetahui struktur organisasi Balai
Tahura dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi Balai Taman Hutan Raya R.
Soerjo
KEPALA DINAS KEHUTANAN
PROV. JAWA TIMUR

KEPALA BALAI
TAHURA R. SOERJO

KASUBAG T.U
KASI KONSERVASI

KASI WIL.
JOMBANG

KASI WIL.
MOJOKERTO

KASI WIL.
PASURUAN

KASI WIL.
MALANG

Wilayah kerja Seksi eqivalen dengan wilayah Kabupaten, kecuali untuk


Kota Batu yang masuk dalam wilayah kerja Seksi Malang. Hal ini karena
pembentukan Seksi Wilayah Tahura lebih dulu dari pembentukan
wilayah Kota Batu yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Malang.

94

Luas kawasan Tahura menurut pembagian wilayah pengelolaan Seksi


dan Kabupaten masing-masing dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Luas areal Tahura menurut pembagian wilayah
Seksi dan Kabupaten.
NO.
1
1.
2.
3.
4.

SEKSI
WILAYAH
23
Jombang
Mojokerjo
Pasuruan
Malang

KABUPATEN/
KOTA
3
Jombang
Mojokerto
Pasuruan
Malang+Batu

LUAS
KAWASAN
4
2.864,70
11.411,80
4.663,60
8.928,20
27.868,30

PROSEN
(%)
5
10,28
40,95
16,73
32,04
100

Dari Tabel 3. diketahui, bahwa kawasan Tahura yang masuk wilayah


Kabupaten Mojokerjo atau Seksi Wilayah Tahura Mojokerto merupakan
bagian yang paling luas, yaitu seluas 11.411,80 Ha, atau 40,95 & dari
luas seluruh kawasan, dan diikuti wilayah Malang seluas 8.928,20 Ha,
atau 32,04 %, diikuti Pasuruan 16,73 % dan Jombang 10,28 %.
V.

MEKANISME PENYUSUNAN, PENILAIAN DAN PENGESAHAN


RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
(KPA) JANGKA PANGJANG

Undang-Undang 41 Tahun 1999 Pasal 11 Ayat (2) mengamanatkan


bahwa perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan,
bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan
dan aspirasi daerah. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
2004 menambahkan bahwa perencanaan kehutanan tersebut disusun
secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional, sektor
terkait dan masyarakat serta mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi,
sosial budaya dan berwawasan global, dan memperhatikan kakhasan
serta aspirasi daerah termasuk kearifan tradisional. Pasal 38 dan
penjelasannya menyatakan bahwa Rencana Pengelolaan terdiri dari
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (20 tahun), Rencana Pengelolaan
Jangka Menengah (5 Tahun), dan Rencana Pengelolaan Jangka
Pendek/Tahunan.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 28/Menhut-II/2006 tanggal 24 Mei
2006 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan pada pasal 3 menyatakan
bahwa Sistem Perencanaan Kehutanan dimaksudkan menyediakan acuan
dan pedoman dalam proses penyusunan, pengkoordinasian dan penilaian
serta penetapan rencana-rencana kehutanan dan proses pengendalian
serta evaluasi pelaksanaan rencana kehutanan.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Pasal 11, 12,
13, 14, dan 36 mengamanatkan bahwa pemerintah bertugas mengelola
KSA dan KPA berdasarkan rencana pengelolaan yang disusun melalui

95

kajian ekologis, teknis, ekonomi, sosial budaya dan memuat sekurangkurangnya tujuan pengelolaan serta garis-garis besar kegiatan yang
menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
A.

Tahapan Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang


Rencana Pengelolaan Jangka Panjang disusun melalui beberapa
tahapan sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
a. Untuk UPT Balai (Eselon III), pengumpulan data untuk CA,
SM, TN dan TWA dilakukan oleh Tim yang dibentuk Kepala
Balai.
b. Untuk UPT Balai Besar (Eselon II); pengumpulan data untuk
CA, SM, TN dan TWA dilakukan oleh Tim yang dibentuk
Kepala Balai Besar.
c. Untuk Tahura pengumpulan data dilakukan oleh Tim yang
dibentuk Kepala UPTD/Kepala Dinas yang membidangi
Kehutanan (bila belum dibentuk UPTD).
2. Data yang dibutuhkan
a. Eksternal
Aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah setempat
terhadap keberadaan KSA dan KPA;

Rencana Tata Ruang Wilayah;

Aspek kekuatan, kelemahan, peluang-peluang dan


ancaman terkait dengan pengelolaan kawasan;

Isue-isue terkait kawasan dan potensinya, baik


regional, nasional maupun internasional.

b. Internal
Sumber daya ekologi;
Ekonomi dan sosial budaya;
Karakteristik kawasan, baik dalam bentuk flag-species
atau ekosistem;

Infrastruktur di dalam dan sekitar kawasan;

Kemampuan/daya dukung kawasan;

Praktek pemanfaatan sumber daya alam, termasuk


kearifan lokal (tradisional wisdom).

3. Pengolahan dan Analisis Data


Data dan informasi diolah dengan mempertimbangkan berbagai
aspek terkait secara komprehensif salah satunya melaui analisis

96

SWOT, untuk mendapatkan alternatif kegiatan dalam


perencanaan yang dapat dituangkan secara sekuen dan
berdasarkan prioritas. Metode yang digunakan dalam analisis
agar disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan, namun dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
4. Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
a. Untuk UPT Balai (Eselon III); Rencana Pengelolaan Jangka
Panjang untuk CA, SM, TN dan TWA disusun Tim yang
dibentuk oleh Kepala Balai
b. Untuk UPT Balai Besar (Eselon II); Rencana Pengelolaan
Jangka Panjang untuk CA, SM, TN dan TWA disusun oleh Tim
yang dibentuk Kepala Balai Besar;
c. Untuk Tahura disusun oleh Tim yang dibentuk kepala
UPTD/kepala Dinas yang membidangi Kehutanan (bila belum
dibentuk UPTD);
d. Konsep Rencana Pengelolaan Jangka Panjang tersebut
dibahas dengan melibatkan stakeholder terkait, seperti
Balai/Balai Besar KSDA/TN/UPTD/Dinas yang membidangi
Kehutanan, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/kota, LSM,
Lembaga Pendidikan Tinggi setempat, Pihak swasta, dan
masyarakat setempat. Pembahasan ini dapat dilakukan
beberapa kali dalam rangka mengakomodasikan masukanmasukan para pihak terhadap pengelolaan KSA dan KPA
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku
di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem.
B.

Tahapan Penilaian Dan Pengesahan


1. UPT Balai Besar (Eselon II)
a. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang yang telah dibahas di
daerah selanjutnya dipersentasikan pada lingkup Direktorat
Jenderal PHKA dengan melibatkan Direktorat teknis terkait.
b. Apabila dari hasil pembahasan terdapat hal-hal yang perlu
diperbaiki,
Kepala
Balai
Besar/Tim
Penilai
akan
mengembalikan Rencana Pengelolaan tersebut kepada Tim
yang dibentuk Kepala Balai Besar, untuk diperbaiki. Hasil
perbaikan disampaikan kembali kepada Kepala Balai
Besar/Tim Penilai.
c. Kepala Balai Besar/Tim Penilai menyampaikan Rencana
Pengelolaan hasil perbaikan tersebut kepada Direktur
Jenderal PHKA untuk mendapat pengesahan.
d. Rencana Pengelolaan yang telah disahkan, akan disampaikan
kepada :

Menteri Kehutanan ;

97

Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan ;


Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal PHKA;
Gubernur/Bupati/Walikota terkait;
Ketua BAPPEDA Provinsi/Kabupaten/Kota terkait;
Kepala Balai Besar KSDA/TN.

2. UPT Balai (Eselon III)


a. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang yang telah dibahas di
daerah selanjutnya dipresentasikan pada l ingkup Direktorat
Jenderal PHKA dengan melibatkan Direktorat teknis terkait.
b. Apabila dari hasil pembahasan terdapat hal-hal yang perlu
diperbaiki, Direktur Teknis akan mengembalikan Rencana
Pengelolaan tersebut kepada Tim yang dibentuk Kepala
Balai, untuk diperbaiki. Hasil perbaikan disampaikan kembali
kepada Kepala Direktur Teknis.
c. Direktur Teknis menyampaikan Rencana Pengelolaan hasil
perbaikan tersebut kepada Direktur Jenderal PHKA untuk
mendapat pengesahan.
d. Rencana Pengelolaan yang telah disahkan, akan disampaikan
kepada :

Menteri Kehutanan ;
Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan ;
Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal PHKA;
Gubernur/Bupati/Walikota terkait;
Ketua BAPPEDA Provinsi/Kabupaten/Kota setempat;
Kepala Balai KSDA/TN

3. Tahura
a. Dalam rangka penilaian dokumen Rencana Pengelolaan
Jangka Panjang, Kepala UPTD/Dinas yang membidangi
Kehutanan membentuk Tim Penilai yang melibatkan unsurunsur
Dinas yang membidangi Kehutanan, BAPPEDA
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan BKSDA setempat.
b. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang yang telah dibahas di
daerah selanjutnya dipresentasikan pada Tim Penilai
c. Apabila dari hasil pembahasan terdapat hal-hal yang perlu
diperbaiki, Tim Penilai akan mengembalikan Rencana
Pengelolaan tersebut kepada Tim yang dibentuk Kepala
UPTD/Dinas yang mebidangi Kehutanan (bila belum dibentuk
UPTD), untuk diperbaiki. Hasil perbaikan disampaikan kembali
kepada Tim Penilai.
d. Tim Penilai menyampaikan Rencana Pengelolaan hasil
perbaikan tersebut kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk
mendapat pengesahan.

98

e. Rencana Pengelolaan yang telah disahkan, akan disampaikan


kepada :

C.

Menteri Kehutanan ;
Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan ;
Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal PHKA;
Gubernur/Bupati/Walikota terkait;
Ketua BAPPEDA Provinsi/Kabupaten/Kota setempat;
Kepala Balai/Balai Besar KSDA
Kepala UPTD TAHURA.

Kerangka Rencana Pengelolaan


Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
Sampul
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Peta Situasi
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar lampiran
Daftar Lampiran Peta
I.

Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, dan batasan
pengertian dari disusunnya rencana pengelolaan, kawasan
suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru

II.

Deskripsi Kawasan
Bab ini berisi informasi megnenai :
A. Risalah kawasan, meliputi sejarah kawasan, progres
pengukuhan, dan karakteristik penunjukkan kawasan (flag
species atau ekosistem)
B. Kondisi umum, meliputi kondisi fisik, dan bioekologi :
-

Kondisi fisik kawasan, meliputi letak dan luas kawasan,


letak astronomis/geografis, adminstratif, uraian batas
kawasan, iklim, geologi
dan tanah, topografi dan
kelerengan, hidrologi, potensi wisata, sarana prasarana,
dan aksesibilitas;

99

Kondisi bioteknologi meliputi tipe ekosistem, flora dan


dauna;

C. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya


dalam/sekitar kawasan

masyarakat

di

D. Praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam yang telah


berkembang
E. Kelembagaan kemasyarakat yang ada
F. Permasalahan kawasan.
III.

Kebijaksanaan
A. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian
Alam dan taman Buru;
B. Pembangunan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

IV.

Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan


Pelestarian Alam dan Taman Buru

V.

Analisis dan Proyeksi


Bab ini berisi data dan informasi yang diolah dengan
mempertimbangkan berbagai aspek terkait secara komprehensif
melalui Analisis SWOT, untuk mendapatkan alternatif kegiatan
dalam perencanaaan yang dapat dituangkan secara sekuen dan
berdasarkan prioritas

VI.

Rencana Kegiatan
Dari hasil analisis disusun rencana kegiatan jangka panjang
yang dapat dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Jangka
Menengah dan Jangka Pendek, yang meliputi program-program
antara lain :

Pemantapan Kawasan (Pengukuhan, Pemeliharaan Batas,


Penataan Zona/Blok);
Pembangunan Sarana Dan Prasarana
Pengelolaan Data Dan Informasi
Pengelolaan Potensi Kawasan (Pengelolaan, Pembinaan,
dan Konservasi (Genetik, species, Komunitas, dan
Habiatat/Ekosistem)
Perlindungan dan Pengamanan
Pengelolaan, Penelitian dan Pendidikan;
Pegneloalan Wisata Alam
100

Pengembangan Integrasi, Koordinasi, dan Kolaborasi;


Pengembangan dan Pembinaan Daerah Penyangga
Restorasi, Rehabilitasi, dan Reklamasi Ekosistem
Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

VII. Penutup
Lampiran-lampiran
-

Peta-situasi yang digambarkan pada kertas A4


Peta Kawasan
Peta Topografi
Peta Geologi
Peta Tanah
Peta Iklim
Peta Vegetasi
Peta Sebaran Flora dan Fauna Penting
Peta Penggunaan Lahan
Peta Penataan Zona/Blok
Peta Sarana dan Prasarana yang sudah ada
Peta Rencana Pengembangan Sarana dan Prasarana (Site
Plan)
Skala Peta :
Luas kurang dari 50.000 hektar menggunakan peta skala
1.100.000
Luasnya antara 50.000 250.000 hektar menggunakan
peta skala 1.250.000
Luasnya lebih dari 250.000 hektar menggunakan peta
skala 1.500.000

VI. PENUTUP
Taman Hutan Raya sebagai salah satu bentuk dari Kawasan Pelestarian
Alam, perlu ditumbuh kembangkan baik dari segi perencanaan maupun
kelembagaan.
Dalam pelaksanaannya program konservasi hayati dapat dikerjasamakan
dengan berbagai pihak yang hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat
sekitar sehingga nantinya dapat meningkat kesejahteraannya.
Permasalahan pendanaan yang selama ini menjadi kendala perlu
dicarikan solusinya melalui terobosan-terobosan yang kreatif tanpa
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengkajian
ulang terhadap beberapa ketentuan yang tidak implementatif perlu
dilakukan.

101

Anda mungkin juga menyukai