Anda di halaman 1dari 33

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PKL (Praktik Kerja Lapang) merupakan suatu bentuk pendidikan formal

(kegiatan mahasiswa terstruktur) dengan beban 5 sks (1 sks setara 120 jam)

yang memberikan pengalaman kepada mahasiswa melalui bekerja (magang)

pada institusi di luar kampus (pemerintah dan non pemerintah/swasta) maupun

unit/laboratorium dan lembaga dalam kampus sesuai dengan minat dan

ketertarikan mahasiswa.

PKL penting untuk dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada

mahasiswa untuk merasakan bagaimana proses dalam bekerja di suatu institusi

dan mendapatkan pengalaman kerja. PKL juga merupakan salah satu sarana

untuk merealisasikan apa yang telah didapatkan di ruang kuliah sebagaimana

yang telah dijelaskan pada Petunjuk Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang (PKL)

Edisi Revisi Maret 2015.

Praktek Kerja Lapang (PKL) juga merupakan salah satu upaya dalam

meningkatkan sumber daya manusia dalam pendidikan perguruan tinggi yang

merupakan sarana penting untuk pengembangan diri dalam dunia kerja yang

sesungguhnya sebelum mahasiswa memasuki dunia kerja. Dengan adanya

Praktek Kerja Lapang (PKL) ini sangatlah membantu mahasiswa untuk

mendapatkan pengalaman dalam bekerja dan kesempatan untuk menjalin

hubungan kerja sama dengan institusi yang ditempati.

TUPOKSI kegiatan yang dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya

Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan yaitu pemantauan peredaran tumbuhan dan

satwa liar di setiap perusahaan pengepul dan pengedar yang berada di Sulawesi

Selatan. Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang dimaksud adalah ikan

Napoleon (Cheillinus undulatus) yang merupakan salah satu satwa yang

1
dilindungi oleh Undang – undang dan termasuk dalam daftar appendiks CITES.

Pengelolaan ikan Napoleon (Cheillinus undulatus) terutama dalam aspek

pemanfaatannya, dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

melalui PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Liar, yang terbatas pada pelayanan perizinan perdagangan internasionalnya.

Sebagai lembaga konsevasi sumberdaya alam BBKSDA (Balai Besar Konservasi

Sumberdaya Alam) Sulawesi Selatan memiliki peranan penting untuk mengatur

dan memantau peredaran dan perdagangan TSL ikan Napoleon (Cheillinus

undulatus) untuk mencegah spesies tersebut dari kepunahan.

TUPOKSI kegiatan yang dilakukan di Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional (LAPAN) yaitu melaksanakan penerimaan, perekaman, dan

pengelolaaan data satelit penginderaan jauh termasuk data tentang ekosistem

mangrove. Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pengolahan data tentang ekosistem

mangrove dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional untuk

menyediakan data bagi lembaga yang berkepentingan, untuk bidang pendidikan,

dan untuk bidang penelitian.

Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan dapat menerapkan apa yang di

peroleh di tempat praktik untuk melihat, menganalisis dan mempraktekkan

kemampuan yang ada, serta memperoleh pengalaman di lapangan yang

berguna dalam perwujudan pola kerja yang akan dihadapi nantinya dalam

lingkungan pekerjaan.

2
B. Tujuan

1. Tujuan Akademik

Praktik Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu

syarat kelulusan Sarjana (S1) Departemen Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas hasanuddin.

2. Tujuan Institusional

Praktek Kerja Lapang (PKL) ini bertujuan untuk memahami kondisi suatu

instansi/kantor (pemerintah atau non pemerintah / swasta) secara fungsional dan

peranan serta operasionalnya guna menambah wawasan terhadap realita dunia

kerja.

3. Tujuan Keilmuan

Praktik Kerja Lapang ini dilakukan pada 2 instansi. Tujuan keilmuan adalah

untuk:

a. Mengetahui tahap-tahap dalam pengawasan dan pengedaran ikan

Napoleon Wrasse (Cheillinus undulatus) di Balai Konservasi Sumber

Daya Alam Kota Makassar

b. Mengetahui tahap - tahap dalam membuat peta luas kawasan ekosistem

mangrove di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari Praktek Kerja Lapang (PKL) di BKSDA yaitu: melakukan

pemeriksaan jumlah spesies ikan Napoleon Wrasse (Cheillinus undulatus),

pemeriksaan izin pengedaran karang hias di perusahaan, dan ikut mendampingi

kegiatan kunjungan di TWA Lejja. Sedangkan ruang lingkup di Lembaga

Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yaitu melakukan pengolahan data

citra satelit seperti melakukan georefencing, digitasi citra, dan layout peta serta

3
membantu kegiatan lain di LAPAN seperti melakukan digitasi software lahan

sawah, mendampingi dan mengarahkan peserta kunjungan di LAPAN, dan

membantu dalam membuat album peta seperti melakukan laminating peta, dan

memotong peta sesuai ukuran.

4
II. KEADAAN UMUM INSTANSI

A. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)

1. Sejarah Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Balai Besar KSDA Sul – Sel merupakan pengggabungan dari 2 UPT pusat

setingkat Eselon III di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Balai KSDA Sulawesi

Selatan I (Makassar) dan Balai KSDA Sulawesi Selatan II (Pare - pare).

Berdasarkan Permenhut Nomor : P.02/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007

tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis KSDA. Tabel 1 berikut

memberikan informasi tentang perubahan organisasi Balai Besar KSDA Sulawesi

Selatan sejak awal berdiriya tahun 1973.

Tabel 1. Sejarah Terbentuknya Organisasi Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

PERIODE NAMA (DASAR HUKUM)


Seksi Perlindungan dan Pengawetan Alam Sulawesi (SK Dirjen
1973 – 1980 Perlindungan dan Pengawetan Alam cq. Direktorat Pembinaan
Hutan No. 94/T.U.P/1070, tanggal 12 Maret 1970)
Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam Sulawesi Selatan
1984 – 1990
(SK.Mentan No. 429/Kpts/Org/7/1978 tanggal 12 Juli 1978)
Sub Balai KSDA Sulawesi Selatan (SK. Menhut No. 144/Kpts-
1990 – 1999
II/1991 tanggal 1 Maret 1991)
Unit KSDA Sulawesi Selatan I dan II (SK. Menhut No. 204/Kpts-
1999 – 2002
II/1998 tanggal 27 Februari 1998)
Balai KSDA Sulawesi Selatan I dan II (SK. Menhut No. 6187/Kpts-
2002 – 2007
II/2002 tanggal 10 Juni 2002)
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan (Peraturan Menhut No. P.
2007 – 2016
02/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007)
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
2016 – P.8/MenhIk/Setjen/OTL.0/1/2016 tanggal 29 Januari 2016 Tentang
Sekarang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi
Sumber Daya Alam

5
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan dalam menetapkan sasaran kinerja,

juga merupakan upaya untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan

dan ingin dicapai, yaitu :

“Menjadi UPT Terdepan dan Terpercaya dalam Penyelamatan

Sumberdaya Alam Hayati dan Eksosistem guna Peningkatan Kesejahteraan

Masyarakat”

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, ditetapkan misi pembangunan

kehutanan Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, yaitu sebagai berikut:

a. Pemantapan kelembagaan Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan;

b. Mengoptimalkan peran dan fungsi kawasan konservasi sebagai tempat

pengawetan, perlindungan SDAH dan Ekosistemnya guna berlangsungnya

pemanfaatannya secara berkelanjutan;

c. Mengoptimalkan penegakan hukum dalam penanganan permasalahan

tindak pindak pidana kehutanan;

d. Membangunan kemitraan / kerjasama dengan berbagai sektor dalam

mendukung dan mengoptimalkan pengelolaan KSDAH dan Ekosistemnya

guna peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan.

Memperhatikan segala elemen yang menjadi sektor penting dalam

pengelolaan SDAH dan Ekosistemnya, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai

oleh Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan untuk jangka menengah adalah

sebagai berikut :

1. Misi : Pemantapan kelembagaan Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

a. Profesionalisme kelembagaan Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan Alam

Hayati dan Ekositemnya, dengan sasaran :

1. Penguatan kapasitas kelembagaan resort dalam pengelolaan

kawasan konservasi dan pengawasan peredaran TSL, melalui

6
peningkatan kapasitas SDM, pemanfaatan pengelolaan data

kawasan, sistem kerja dan sarana prasanan pengelolaan;

2. Peningkatan mutu sistem pelayanan, melalui sertifikasi pelayanan

pemanfaatan (ISO);

3. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran berbasis kinerja serta

penyusunan laporan evaluasi dan keuangan wajar tanpa

pengecualian.

2. Misi : Mengoptimalkan peran dan fungsi kawasan konsevasi sebagai tempat

pengawetan, perlindungan SDAH dan Ekosistemnya guna berlangsungnya

pemanfaatannya secara berkelanjutan

a. Penataan pada 15 kawasan konservasi :

1. Terpeliharanya jalur batas kawasan konservasi;

2. Terselesaikannya konflik pada kawasan konservasi;

3. Tersedianya data base potensi keanekaragaman hayati (TSL dan tipe

ekosistem) dan gangguan di kawasan konservasi;

4. Tersedianya rencana pengelolaan kawasan konservasi.

b. Meningkatnya kualitas keanekaragaman hayati pada kawasan

konservasi:

1. Terkelolanya habitat dan populasi spesies kunci dan terancam punah

di kawasan konservasi;

2. Pengembangan penangkaran (budidaya) dan peningkatan

pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) secara lestari.

c. Pengembangan pemanfaatan wisata, jasa lingkungan dan perburuan

pada kawasan konservasi prioritas :

1. Percepatan pengembangan pemanfataan wisata alam pada kawasan

taman wisata alam prioritas dan taman buru;

7
2. Penyebarluasan informasi/ promosi dalam rangka menarik investor

pengusahaan wisata, perburuan dan meningkatnya jumlah kunjungan

pada kawasan konservasi.

d. Peningkatan pengelolaan daerah penyangga

1. Pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan model desa

konservasi.

e. Peningkatan pengelolaan ekosistem esensial.

3. Misi : Mengoptimalkan penegakan hukum dalam penanganan permasalahan

tindak pidana kehutanan.

a. Menurunnya tingkat gangguan keamanan (perambahan, tumpang tindih

kawasan, illegal logging dan illegal peredaran TSL) kawasan tertangani

setiap tahunnya;

1. Penanganan kasus baru tindak pidana kehutanan (perambahan

hutan, illegal logging dan peredaran TSL ) dan tunggakan dapat

tertangani setiap tahunnya;

2. Terselesaikannya tunggakan perkara tindak pidana kehutanan

(perambahan hutan, illegal logging dan peredaran TSL ) setiap

tahunnya;

3. Terselesaikannya kasus perambahan pada kawasan konservasi;

b. Menurunnya intensitas kebakaran hutan pada 2 daerah operasional

pengendalian kebakaran hutan :

1. Menurunnya hotspot (titik panas);

2. Penurunan luas kawasan yang terbakar;

3. Tertanganinya pelaku kebakaran hutan.

4. Misi : Membangunan kemitraan/ kerjasama dengan berbagai sektor dalam

mendukung dan mengoptimalkan pengelolaan KSDAH dan Ekosistemnya

guna peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan

8
a. Meningkatkan kesadaran dan peran serta para pihak dalam

pengembangan pengelolaan konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat:

1. Peningkatan kerjasama dengan akademisi, pemda, NGO dan para

pihak lainnya dalam pengembangan perlindungan, pemanfaatan dan

pelesatariaan keanekaragaman hayati, baik melalui kesepakatan

(MoU) maupun pembentukan kelompok masyarakat (kader

konservasi, masyarakat mitra polhut dan masyarakat pedulu api, dll).

2. Struktur Organisasi Balai Besar KSDA

Berdasarkan Permenhut Nomor : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Nomor P.8/MenhIk/Setjen/OTL.0/1/2016 tanggal 29 Januari 2016 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam

.Susunan organisasi Balai Besar Konservasi Sumberdaya alam dapat dilihat

pada gambar 1:

1) Bagian Tata Usaha berkedudukan di Makassar

Bagian Tata Usaha membawahi :

a. Sub Bagian Umum;

b. Sub Bagian Perencanaan dan Kerjasama serta;

c. Sub Bagian Data, Evlap dan Humas

2) Bidang Teknis KSDA berkedudukan di Makassar

Bidang Teknis KSDA membawahi :

a. Seksi Pelayanan dan Pemanfaatan ;

b. Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan.

3) Bidang KSDA Wilayah I berkedudukan di Palopo.

Bidang KSDA Wilayah I Palopo membawahi :

a. Seksi Konservasi Wilayah I berkedudukan di Mamuju;

9
b. Seksi Konservasi Wilayah II berkedudukan di Malili.

4) Bidang KSDA Wilayah II Pare-Pare

Bidang KSDA Wilayah II Pare-Pare membawahi :

a. Seksi Konservasi Wilayah III berkedudukan di Soppeng;

b. Seksi Konservasi Wilayah IV berkedudukan di Kabupaten Takalar

10
STRUKTUR ORGANISASI
BALAI BESAR KSDA SULAWESI SELATAN
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MenhIk/Setjen/OTL.0/1/2016

Kabag Tata Usaha


Amri, SH., M.Hum

Kasubag Umum Kasubag Perencanaan & Kasubag Data, Evlap


Zaenabun, S,Hut Kerjasama & Humas
Diany Marganingsih, S.Sos., M.PA Dedy Asriady, S.Si, MSi

Kadid Teknis KSDA Kabid KSDA Wilayah I Kabid KSDA Wilayah II


Fery A.M. Liauw, S.Hut.T., M.Sc Ir. Syamsuddin, A Ir. Belo Linthin, MM

Kasie Pemanfaatan & Kasie Perlindungan, Kepala SKW I Kepala SKW II Kepala SKW III Kepala SKW IV
Pelayanan Pengawetan & Perpetaan Ir. Alias Nur Alam, S. Hut Ir. Lahuddin, MM Faat Rudhianto, S,Hut., MSi
Edy Santoso, S.Hut, MSi Yusry M., S. Tp

Catatan : Mahasiswa PKL


Kelompok Jabatan Fungsional
Polisi Kehutanan (Polhut)
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH)
Penyuluh Kehutanan
11

11
Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
B. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

1. Uraian Singkat Tentang Instansi

Tugas utama Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh adalah

menyediakan data penginderaan jauh berlisensi Pemerintah Indonesia bagi

seluruh Kementerian/Lembaga, TNI, POLRI, dan Pemerintah daerah (Undang-

Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan). Untuk mendapatkan data

yang mendekati realtime dilakukan direct receiving data dari satelit. Stasiun

Bumi Lapan saat ini melakukan tracking, akuisisi, dan perekaman data satelit

penginderaan jauh. Untuk mendapatkan data penginderaan jauh yang mampu

meliputi seluruh wilayah Indonesia, diperlukan suatu lokasi yang dapat meliput

seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu stasiun bumi LAPAN dapat

mengirimkan data dengan cepat ke data center atau bank data yang ada di Pusat

Teknologi dan Data Penginderaan Jauh.

1.1 Sejarah Balai Penginderaan Jauh Parepare :

Tahun 1993 dibangun Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh (SBSPJ)

LAPAN, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 29 September

1993. Letak stasiun ini berada di tepi kota Parepare, sekitar 155 km sebelah

utara Kota Makassar (Provinsi Sulawesi selatan). Beberapa alasan SBSPJ

dibangun di Parepare, yaitu: Daerah liputan optimal (95 % Wilayah Indonesia),

Tersedianya fasilitas pendukung (listrik dan telekomunikasi internasional), dan

Tersedianya lokasi yang memenuhi persyaratan teknis.

Tahun 1995, dibangun Sistem penerimaan dan perekaman data untuk satelit

JERS-1. Satelit ini membawa sensor SAR dan optik. Tahun 2001, Stasiun Bumi

Penginderaan Jauh (SBSPJ) berubah namanya menjadi Instalasi Penginderaan

Jauh Sumber Daya Alam (IISDA) LAPAN Parepare. Berdasarkan Surat

Keputusan Kepala LAPAN Nomor Kep/010/II/2001, Instalasi Penginderaan Jauh

Sumber Daya Alam (Instalasi Inderaja SDA LAPAN) mempunyai tugas

12
melaksanakan : Penerimaan, Perekaman, dan Pengelolaan Data satelit serta

distribusi dan pelayanan teknis pemanfaatan data satelit Indraja untuk wilayah

Indonesia Bagian Tengah.

Tahun 2011 tepatnya tanggal 20 Juni 2011 IISDA LAPAN PAREPARE

berubah namanya menjadi UPT Balai Penginderaan Jauh Parepare Data satelit

yang direkam adalah data SPOT4 dan Modis (Aqua dan Terra). Pada saat itu

Stasiun Bumi tersebut menerima data satelit SPOT2, LANDSAT-5, ERS-1, dan

ERS-2.

Saat ini Balai Penginderaan Jauh Parepare melakukan perekaman data

satelit SPOT 5, SPOT 6, SPOT 7, Landsat 8, Landsat 7, AQUA, TERRA, dan

NPP.

1.2 Fungsi dari SBSPJ Lapan Parepare adalah :

a) Melaksanakan penerimaan, perekaman, dan pengelolaaan data satelit

penginderaan jauh;

b) Melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan Stasiun Bumi;

c) Menginventarisasi kebutuhan bahan penunjang dan suku cadang untuk

kelancaran operasi dan pemeliharaan dan perbaikan Stasiun Bumi;

d) Melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam penelitian dan

pengembangan untuk menunjang kelancaran operasi Stasiun Bumi.

1.3 Visi & Misi Balai Penginderaan Jauh Parepare :

Visi dan misi merupakan panduan yang memberikan pandangan dan arah

kedepan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam

mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Dalam menjalankan tugas dan

fungsinya Balai Penginderaan Jauh LAPAN Parepare berpatokan pada visi dan

misi Pustekdatja yang disesuaikan dan juga berdasarkan perkembangan dan

kondisi real di lapangan sehingga visi dan misi tersebut dapat dijadikan dasar

13
dari setiap tujuan dan sasaran untuk melaksanakan setiap program di lingkungan

Balai Penginderaan Jauh LAPAN Parepare.

1.3.1 Visi Balai Penginderaan Jauh Parepare :

“Menjadi Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh Multimisi Berstandar

Internasional Yang Mampu Memenuhi Kontinuitas Ketersediaan Data Nasional”.

1.3.2 Misi Balai Penginderaan Jauh Parepare :

“Mempertahankan kontinuitas ketersediaan data penginderaan jauh resolusi

rendah, menengah dan tinggi; memperkuat kemampuan dan kemandirian dalam

penguasaan pengoperasian dan integrasi sistem stasiun bumi; serta

meningkatkan kualitas, produksi, promosi dan penyebarluasan data/informasi

penginderaan jauh”.

Perubahan nama dan struktur organisasi ditujukan untuk mempertahankan

kontinuitas ketersediaan data penginderaan jauh resolusi rendah dan menengah,

memperkuat kemampuan dan kemandirian dalam penguasaan teknologi sensor,

sistem stasiun bumi dan Bank Data Penginderaan Jauh, serta meningkatkan

kualitas, produksi, promosi, dan penyebarluasan data/informasi penginderaan

jauh.

Dalam memujudkan visi Pustekdata sebagai pusat rujukan kemandirian

penguasaan teknologi dan bank data penginderaan jauh, teknis pelaksanaan

operasional penerimaan data satelit penginderaan jauh dan diseminasi data serta

informasi penginderaan jauh di Indonesia bagian tengah dilakukan oleh Balai

Penginderaan Jauh LAPAN Parepare.

1.4 Tujuan Balai Penginderaan Jauh Parepare :

a) Melaksanakan operasional dan integrasi sistem stasiun bumi multimisi

dalam rangka mendukung dan mempertahankan ketersediaan data

penginderaan jauh.

14
b) Melaksanakan pengembangan dan operasional sistem produksi dan

pengolahan data awal/lanjut serta distribusi data satelit penginderaan

jauh pada para pengguna.

c) Meningkatkan partisipasi stakeholder dalam pemanfaatan data satelit

penginderaan jauh untuk perencanaan dan pemantauan pembangunan

nasional.

1.5 Motto Balai Penginderaan Jauh Parepare :

a) Spasial : Citra satelit inderaja menggambarkan unsur-unsur permukaan

bumi yang bersifat keruangan (menggambarkan dimensi panjang, luas,

volume dan jumlah)

b) Aktual : Citra satelit inderaja mampu menyajikan informasi-informasi

terbaru.

c) Faktual : Citra satelit inderaja menyajikan informasi yang sebenarnya

mengenai objek, daerah, atau fenomena yang terjadi di bumi.Kredibel :

Kreativ, Disiplin dan Akuntabel.

2. Struktur Organisasi

Secara garis besar LAPAN, dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya dipimpin oleh seorang kepala LAPAN yang dibawahi langsung oleh

Presiden Indonesia. Dalam pelaksanaan tugasnya LAPAN terbagi atas dua

bagian yaitu inspektorat dan sekretariat umum. Dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, LAPAN membentuk 3 (tiga) Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Deputi

Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, dan Deputi Bidang

Teknologi Dirgantara.

Tiga deputi tersebut memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Deputi Bidang

Inderaja memiliki tugas sebagai pusat pengolahan data dan sebagai pusat

pengembangan dan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh. Adapun struktur

organisasi balai penginderaan jauh pare-pare dapat dilihat pada gambar 2:

15
Kepala Balai Penginderaan
Jauh Parepare
S.T.A. Munawar, B. Eng

Subbagian Tata Usaha


Aris Maulana

Seksi Akusisi Seksi Data Seksi Pengguna


Panji R. R, S.T. Ahmad Lutfi H. S.T. Sarip Hidayat, S.Pi M.T
M.Si.
Catatan : Mahasiswa PKL

Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 2. Struktur Organisasi Balai Penginderaan Jauh Parepare

3. Tugas dan Fungsi Bidang/Seksi/Unit/Laboratorium

Lapan adalah lembaga pemerintah non-departemen yang berkedudukan

dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. Dalam

pelaksanaan tugasnya dikoordinasi oleh menteri yang bertanggung jawab

dibidang riset dan teknologi.

Tugas pokok:

 Melaksanakan tugas pemerintah dibidang penelitian dan pengembangan

kedirgantaraan dan pemanfaatannya sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.

 Melaksanakan tugas sekretariat Dewan Penerbangan dan Antariksa

Nasional Repunblik Indonesia (DEPANRI), sesuai Keppres No. 99 Tahun

1993, tentang DEPANRI sebagaimana telah diubah dengan Keppres No.

132 Tahun 1998 yang menjelaskan bahwa DEPANRI adalah suatu

badamnasional yang mengkoordinasikan program-program kedirgantaraan

16
antar instansi dan mengarahkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan

dengan masalah-masalah kedirgantaraan.

Dalam mengembangkan tugas pokok di atas, LAPAN menyelenggarakan

fungsi-fungsi:

 Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dibidang penelitian dan

pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya.

 Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAPAN

 Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintah dibidang kedirgantaraan dan pemanfaatannya.

 Kerjasama dengan instansi terkait ditingkat nasional dan internasional

 Penelitian dan pengembangan sins atmosfer, iklim antariksa dan

lingkungan antariksa, pengkajian perkembangan kedirgantaraan serta

pelayanannya.

 Penelitian dan pengembangan teknologi dirgantara terapan, elektroneka

dirgantara, wahana dirgantara serta pemanfaatan dan pelayanannya.

 Pemasyarakatan dan pemasaran dalam bidang kedirgantaraan

 Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur

di lingkungan LAPAN

 Penyelenggaraan, pembinaan dan pelayanan administrasi umum

Kewenangan:

 Penyusunan rencana nasional secara makro dibidangnya

 Perumusan kebijakan dibidangnya untuk mendukung pembangunan secara

makro

 Penetapan sistem informasi dibidangnya

Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku yaitu: perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu dibidang penelitian

17
dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya, penginderaan jarak

jauh dan pemberian rekomendasi perizinan orbit satelit.

4. Program Kerja/Kegiatan Instansi

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Balai Penginderaan Jauh

melakukan kegiatan litbangyasa yang meliputi operasional maupun

pengembangan sistem stasiun bumi, produksi data dan sistem pengolahan data.

Kegiatan tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Tracking, Akuisisi dan Pengolahan Data Satelit Penginderaan Jauh.

Kegiatan Tracking, Akuisisi dan Pengolahan Data Satelit Penginderaan Jauh

adalah kegiatan utama yang dilakukan secara kontinu. Kegiatan ini tidak memiliki

pernah berhenti walaupun dalam hari libur dan hari raya. Dalam kegiatan ini

seluruh staff di Balai Penginderaan Jauh terlibat dalam proses perekaman dan

distribusi data dari satelit sampai dengan dikirim ke Bank Data Penginderaan

Jauh Pekayon.

b. Desain dan Pengembangan Sistem Stasiun Bumi.

Untuk mempermudah kegiatan operasional dilakukan kegiatan

pengembangan Stasiun Bumi, Produksi Data dan Pengolahan Data. Kegiatan ini

dilakukan untuk mewadahi kegiatan perekayasa dan litkayasa di lingkungan Balai

Penginderaan Jauh Parepare. Kegiatan ini dilakukan sembari kegiatan

operasional yang sudah ada. Selain itu kegiatan ini dilakukan agar seluruh

karyawan dapat terus beradaptasi dengan perubahan teknologi yang ada.

c. Perawatan dan Perbaikan Berkala.

Perawatan dan perbaikan seluruh sistem secara berkala, perawatan secara

berkala dilakukan dengan penjadwalan dan melihat kebutuhan di sisi kerusakan.

Perawatan dan perbaikan berkala dilakukan untuk menghindari kerusakan yang

bersifat permanen.

18
d. Training dan Bimtek Penginderaan Jauh Di Lingkungan Pemerintah

Daerah.

Bimbingan teknis kepada pemerintah daerah dilakukan sebagai sarana

sosialisasi dan pengenalan produk produk citra hasil penginderaan jauh.

Bimbingan teknis ini diharapkan pemerintah daerah maupun kementrian dan

lembaga dapat menggunakan seluruh produk citra satelit dengan optimal.

19
III. RANGKAIAN KERJA

A. Waktu dan Tempat PKL

Praktik kerja lapang dilaksanakan pada 2 instansi yaitu Balai Besar

Konservasi Sumber daya Alam Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Juni-29 Juli

2016 dan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada

tanggal 02 Oktober-30 November 2017.

B. Ulasan Kegiatan Fungsional/Institusional

1. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)

Adapun kegiatan fungsional yang dilakukan selama berada di Balai Besar

Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan yaitu melakukan pengenalan

sarana dan prasarana serta staf bagian kantor, melakukan pemeriksaan stok

karang hias yang ingin di edarkan oleh perusahaan seperti yang terlampir pada

gambar 21 dan gambar 23, membuat materi dalam bentuk power point untuk

kepala bagian seksi pemanfaatan dan pelayanan BKSDA, membantu kegiatan

administrasi kantor lainnya.

Selain itu, mahasiswa PKL juga mengikuti kegiatan pendampingan

kunjungan lapangan berupa kegiatan penilaian permohonan Izin Pemanfaatan

Energi Air (IPEA) di TWA Lejja oleh masyarakat desa Bulu E yang terlampir pada

gambar 25.

2. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Praktik kerja lapang yang berkaitan dengan kegiatan institusional/fungsional

yang telah dilakukan di Balai Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan Dan

Antariksa Nasional (LAPAN) Pare - Pare, Sulawesi Selatan yaitu pengenalan

sarana dan prasarana serta staf bagian yang dibimbing oleh karyawan/pekerja,

membantu penerimaan kunjungan dari berbagai instansi baik dari dinas setempat

20
ataupun mahasiswa dari berbagai jenis kampus yang ada, biasanya bantuan

dalam bentuk dokumentasi dan pemberian arahan kepada peserta

kunjungan,seperti yang terlampir pada gambar 29, membantu dalam pembuatan

peta – peta dari kabupaten, biasanya bantuan dilakukan berupa digitasi software

pada lahan sawah menggunakan aplikasi Arcgis 10.3 yang terlampir pada

gambar 28,melakukan laminating peta yang terlampir pada gambar 30, dan

melakukan pemotongan peta yang dapat dilihat pada gambar 31.

C. Ulasan Kegiatan Keilmuan

1. Balai Konservasi Sumber Daya Alam

Kegiatan keilmuan yang dilakukan selama PKL yaitu mengacu pada tema

PKL di Balai Besar KSDA diantaranya adalah melakukan BAP (Berita Acara

Pemeriksaan) untuk stok ikan Napoleon Wrasse di perusahaan pengedar ikan

Napoleon Wrasse untuk keperluan surat angkut (SATS-DN). Kegiatan BAP

merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh Balai Besar KSDA selaku

lembaga konservasi untuk menjaga kelestarian ikan Napoleon Wrasse dari

kepunahan supaya perusahaan pengedar ikan Napoleon Wrasse tidak

melakukan penangkapan dan pengedaran ikan Napoleon Wrasse secara

berlebihan (tidak melampaui jumlah yang telah ditentukan). Mengingat betapa

langkanya biota laut tersebut sehingga ikan Napoleon Wrasse dimasukkan ke

dalam daftar Apendiks CITES sehingga untuk melakukan pengedaran ikan

Napoleon Wrasse harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Kegiatan BAP

dilakukan dengan cara memantau secara langsung stok ikan di perusahaan yang

akan mengedarkan ikan Napoleon Wrasse seperti yang terlampir pada gambar

22. Kegiatan pemantauan diantaranya menghitung jumlah ikan yang akan

diedarkan apakah sesuai dengan jumlah yang ditentukan, pengukuran bobot

ikan.

21
Penangkapan ikan oleh CV UDIN JAYA memiliki Izin dari Balai Besar

Konservasi Sumber Daya Alam berupa SK.116/BBKSDASS-23/2/PF/2016

tentang Izin Penangkapan Satwa Liar Jenis Ikan Napoleon Wrasse yang berlaku

dari tanggal 15 Februari 2016 hingga 31 Desember 2016. Jumlah kuota tangkap

CV. Udin Jaya pada tahun 2016 adalah sebanyak 100 ekor ikan. Hingga saat ini

perusahaan telah mengirim ikan tersebut dengan tujuan dan jumlah

sebagaimana yang terdapat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Pengiriman ikan Napoleon


Tanggal Jumlah yang Ukuran
No. Tujuan Pengiriman
Pengiriman dikirim bobot Ikan
1 UD Malasina Jaya Walet 28 April 2016 25 ekor 3 kg
2 UD Malasina Jaya Walet 12 Mei 2016 25 ekor 3 kg
3 UD Malasina Jaya Walet 19 Mei 2016 25 ekor 3 kg
4 UD Malasina Jaya Walet 23 Juni 2016 25 ekor 3 kg
Jumlah 100 ekor

Selain itu, mahahsiswa PKL juga melakukan wawancara kepada pemilik

perusahaan. Berikut hasil wanwancara yang didapatkan yaitu : terdapat 12 orang

nelayan yang menangkap ikan tersebut dengan menggunakan jaring yang aman

bagi habitat biota laut, lokasi penangkapan ikan Napoleon yang dilakukan

meliputi Perairan Makassar (Spermonde), Pangkep, Sinjai dan Selayar. Hasil

yang ditangkap oleh para nelayan dibeli dengan Rp. 300.000/ekor ikan. Hasil

yang diperoleh dari para nelayan kemudian ditampung kedalam bak

penampungan.

2. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Kegiatan keilmuan yang dilakukan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional adalah membuat peta luas kawasan hutan mangrove khususnya

kepulauan Tanakeke, pulau Bauluang, dan pulau Satanga. Adapun yang menjadi

landasan dipillihnya ketiga pulau tersebut karena terdapat banyak tumbuhan

22
mangrove. Berikut langkah – langkah dalam pembuatan peta luas kawasan

hutan mangrove:

a) Membuka aplikasi ArcMap 10.3

b) Kemudian melakukan Add Data . Hal ini dilakukan untuk memanggil data

yang akan diolah seperti pada gambar 3 berikut;

Gambar 3. Melakukan Add Data

c) Selanjutnya membuat shapefile dengan cara mengklik kiri “catalog” dan

melakukan pencarian folder penyimpanan citra kemudian mengklik kanan

pada folder “pilih new klik shapefile” seperti pada gambar 4 berikut;

Gambar 4. Membuat Shapefile

23
d) Setelah itu akan muncul tampilan seperti pada gambar 5, memberi nama

shapefile dan mengubah type menjadi polygon, kemudian mengklik Edit.

Gambar 5. Mengedit Shapefile

e) Selanjutnya mengubah Coordinate system yaitu dengan memilih

Geographic Coordinate System – wgs 1984, kemudian mengklik ok seperti

pada gambar 6 berikut:.

Gambar 6. Mengubah Coordinate system

24
f) Untuk melakukan digitasi maka terlebih dahulu mengaktifkan menu editing

dengan cara mengklik editor pada layar dan memilih “star editing” seperti

pada gambar 7 berikut;

Gambar 7. Mengaktifkan menu editing

g) Setelah proses digitasi citra selesai maka hasilnya akan terlihat seperti pada

gambar 8;

Gambar 8. Hasil digitasi citra

25
h) Selanjutnya adalah melakukan Klasifikasi pada citra yang telah di digitasi yaitu

dengan mengklik kanan pada shapefile polygon – Open Attribute Table

seperti yang terlihat pada gambar 9;.

Gambar 9. Membuka Attribute Table

i) Maka akan muncul tabel seperti gambar 10. Melakukan klasifikasi sesuai

dengan objek yang ada.

Gambar 10. Melakukan Klasifikasi Citra

26
j) Selanjutnya adalah menambah luasan lahan yang telah diklasifikasi yaitu

dengan memilih Table Option – Add Field seperti pada gambar 11 berikut;

Gambar 11. Membuka Add Field

k) Memberi nama pada kolom nama seperti pada gambar 12, dan mengubah

tipenya menjadi Double dan memilih ok.

Gambar 12. Memberi Nama pada kolom Add field

27
l) Untuk mendapatkan nilai pada luas lahan maka dilakukan Calculate

Geometry yaitu dengan mengklik kanan pada kolom Luasan dan memilih

Calculate Geometry seperti pada gambar 13 berikut;

Gambar 13. Melakukan Calculate Geometry

m) Pada kolom Calculate Geometry, memilih Area untuk kolom property, dan

Coordiinate System wgs 1984, kemudian memilih ok. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar 14 berikut;

Gambar 14. Mengubah Coordiinate System

28
n) Setelah itu, nilai pada kolom Luas akan muncul seperti pada gambar 15

berikut;

Gambar 15. Kolom Luas Lahan Mangrove

o) Selanjutnya adalah memberikan warna pada citra yang telah di digitasi sesuai

dengan hasil klasifikasi yaitu dengan mengklik kanan pada Shapefile

polygon – Property – pilih Symbology – dan mengatur warnanya. Setelah

itu mengklik ok. Dapat dilihat pada gambar 16 berikut;

Gambar 16. Memberi Warna pada hasil digitasi citra

29
p) Selanjutnya adalah membuat layout peta yaitu dengan memilih Layout view

pada bagian pojok kiri bawah citra. Maka akan ditampilkan mode Layout

seperti pada gambar 17 berikut;

Gambar 17. Tampilan Mode Layout Peta

q) Kemudian untuk menambahkan atribut seperti mata angin, skala, legenda,

teks, gambar, maka memilih Insert – setelah itu mengatur sesuai posisinya

seperti yang terlihat pada gambar 18 berikut;

Gambar 18. Menambahkan atribut peta

30
r) Selanjutnya adalah menambahkan grid peta yaitu dengan mengklik kanan

pada citra – memilih properties – New Grid seperti yang terlihat pada

gambar 19 berikut;

Gambar 19. Menambahkan Grid Peta

s) Untuk menyimpan peta dalam bentuk gambar, maka memilih File – Export

Map. dan memilih folder penyimpanan yang diingankan seperti pada gambar

20 berikut;

Gambar 20. Menyimpan peta yang telah jadi

31
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan kegiatan Prektik Kerja Lapang (PKL) di Balai Konservasi

Sumber Daya Alam dan Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut;

1. Aspek Akademik

Praktik Kerja Lapang telah dilaksanakan selama 600 jam pada 2 instansi.

Alokasi waktu ini telah memenuhi syarat untuk Ilmu kelautan penyelesaian studi

Sarjana-1 di Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan, Universitas

Hasanuddin.

2. Aspek Institusional/Fungsional

Berdasarkan kegiatan PKL yang dilakukan di 2 instansi, dapat disimpulkan

bahwa :

a. Mahasiswa telah melakukan kegiatan Institusional di Balai Konservasi

Sumber Daya Alam meliputi pengenalan staf kantor, melakukan

pemeriksaan stok karang hias yang ingin di edarkan oleh perusahaan,

selain itu, mahasiswa PKL juga telah mengikuti kegiatan pendampingan

kunjungan lapangan berupa kegiatan penilaian permohonan Izin

Pemanfaatan Energi Air (IPEA) di TWA Lejja oleh masyarakat desa Bulu

E.

b. Mahasiswa telah melakukan kegiatan Institusional di Lembaga

Penerbangan dan Antariksa Nasional meliputi pengenalan staf kantor,

membantu dalam pembuatan peta – peta kabupaten seperti

pemotongan peta hasil cetakan, digitasi software lahan sawah

menggunakan Arcgis 10.3, serta membantu kegiatan kunjungan berupa

dokumentasi dan memberikan arahan bagi peserta kunjungan.

32
2. Aspek Keilmuan

Berdasarkan kegiatan PKL yang dilakukan di 2 instansi, dapat disimpulkan

bahwa :

a. BBKSDA: berdasarkan kegiatan PKL yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa tahap – tahap dalam pengawasan dan pengedaran ikan Napoleon

Wrasse (Cheillinus undulatus) meliputi pemeriksaan jumlah ikan yang

ditangkap, ukuran bobot ikan yang ditangkap, serta tujuan pengiriman ikan.

b. LAPAN: berdasarkan kegitan PKL yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa pembuatan peta ekosistem mangrove dilakukan dengan

menggunakan beberapa tahap yaitu melakukan georeferencing citra, digitasi

citra, klasifikasi citra, dan layout peta.

B. Saran

Sebaiknya mahasiwa lebih aktif di dalam lembaga ataupun instansi PKL

agar mendapatkan banyak pengalaman kerja.

33

Anda mungkin juga menyukai