1.
Pendahuluan
Latar Belakang
Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa hutan adalah tanah
yang ditumbuhi pohon-pohon dan biasanya tidak dipelihara orang. Sedangkan
pengertian kawasan hutan menurut UU. No 41 tahun 1999 adalah wilayah tertentu
yang
ditunjuk
dan
atau
ditetapkan
oleh
pemerintah
untuk
dipertahankan
b.
c.
d.
Tujuan
1.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
Pembahasan
Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa
depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.
Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di
masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan
dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.
2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh
kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat
yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon
melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan
bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu
dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke
dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon,
cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih
dan sehat.
3. Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen
Hutan merupakan penyerap gas CO 2 yang cukup penting, selain dari fitoplankton,
ganggang dan rumput laut di samudera. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh
semua tumbuhan baik di hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya
dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO 2 dan air menjadi
karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi
manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan
beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di
lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh
manusia dan hewan.
8. Penahan Angin
Angin kencang dapat dikurangi 75-80% oleh suatu penahan angin yang berupa
hutan kota.
9. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen
mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung,
atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau.
10. Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan
kemampuan menyerap air yang besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah
yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah dan hanya sedikit yang menjadi
air limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada daerah resapan air dari kota
yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas
yang baik.
11. Penapis Cahaya Silau
Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya
seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari
benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari
arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Keefektifan pohon dalam
temurun (Dove, 1988). Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya
terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau
perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
2. Penebangan hutan secara sembarangan
Menebang hutan sembarangan akan menyebabkan hutan menjadi gundul. Ditambah
lagi akhir-akhir ini penebangan hutan liar semakin marak terjadi.
3. Penegakan Hukum yang Lemah
Menteri Kehutanan Republik Indonesia menyebutkan bahwa lemahnya penegakan
hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut
Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja.
Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang
yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling
bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai
modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini
sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya
menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi
kehutanan
dan
dinas
kehutanan.
Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik
diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak
dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.
4. Mentalitas Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk
menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk
kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih
sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan
manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi
kepada manusia untuk menguasai hutan. Karena manusia memposisikan dirinya
sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun
sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya
yang makin lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar
ultraviolet akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker
kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi.
3. Kepunahan Spesies
Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan
rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan
bahkan akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati
Sedunia dua tahun yang lalu Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap
harinya Indonesia kehilangan satu spesies (punah) dan kehilangan hampir 70%
habitat alami pada 10 tahun terakhir ini
4. Banjir dan Kekeringan
Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia salah satu akar penyebabnya
adalah karena rusaknya hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan
tangkapan air (catchment area). Hutan yang berfungsi untuk mengendalikan banjir di
waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat
kerusakan hutan makin hari makin berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk
meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir
di permukaan tanah jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang
dilaluinya. Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga
menyebabkan banjir.
Bencana banjir dapat akan semakin bertambah dan akan berulang apabila hutan
semakin mengalami kerusakan yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan
kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan menjadi taruhannya. Selain banjir,
karena tanah yang berfungsi menyerap air sudah tidak berjalan sesuai fungsi
seharusnya, maka pasokan air akan semakin berkurang. Ketika dating kemarau
akan mengakibatkan kekeringan.
Konservasi untuk Mengurangi dan Menanggulangi Kerusakan Hutan
PENANGGULANGAN KERUSAKAN HUTAN SECARA UMUM :
a. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu
kebijakan ialah harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan untuk
menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. mengajak seluruh lapisan
masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun organisasi perlu secara
serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka penghijauan hutan kembali
sehingga pada 10 15 tahun ke depan kondisi hutan Indonesia dapat kembali
seperti sedia kala.
b. Langkah kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam
penanganan
kerusakan
hutan.
Pemerintah
mengikutsertakan
peran
serta
trilyunan
rupiah
setiap
tahunnya.