http://nataliatyas1212.blogspot.com/2013/11/makalah-tentang-
kerusakan-hutan.html
2. Pembahasan
2.1 Hakekat Hutan
Pada eksistensinya hutan merupakan subekosistem global yang menenpati posisi
penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996). Senada dengan itu, Radon (2009) menjelaskan
hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan
lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan
berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, serta pelestari tanah, dan
merupakan salah satu aspek biosfera Bumi yang paling penting.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa hutan merupakan bentuk kehidupan yang tersebar
di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim
dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Orang awam mungkin memandang hutan sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan
beraneka jenis satwa dan tumbuhan liar yang terkesan gelap, tak beraturan, dan jauh dari
pusat peradaban dan bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang menakutkan.
Namun, jika kita mengikuti pengertian hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan
di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Menurut Undang-undang tersebut, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Selain itu, jika dikaji dari
sisi ilmu kehutanan, hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau
tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah
tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayursayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara
mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk
(mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu
menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada
daerah di luarnya.
2.2 Peran Hutan Terhadap Lingkungan
Hutan bukanlah warisan nenek moyang, tetapi pinjaman anak cucu kita yang harus
dilestarikan. Jika terjadi bencana, maka dipastikan biaya pengembaliannya jauh lebih besar
ketimbang melakukan pencegahan secara dini. Begitu pentingnya fungsi hutan sehingga pada
21 Januari 2004 Presiden Megawati merasa perlu mencanangkan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu gerakan moral yang melibatkan semua
komponen masyarakat bangsa untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan
harapan, agar lahan kritis itu dapat berfungsi optimal, yang juga pada gilirannya bermanfaat
bagi masyarakat sendiri. Tujuan melibatkan komponen masyarakat, tentu saja agar mereka
menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu sangat penting dijaga kelestariannya.
Hutan memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai
berikut.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
2.3
1)
2)
3)
itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada
anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk
memenuhi keperluannya saja di kota. Hutan kota juga dapat mengurangi rasa kekakuan.
Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu,
meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan
terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Kerusakan hutan berdampak negatif dan dan
positif.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan hutan antara lain :
Kebakaran Hutan
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah
karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal
dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan
dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, mudsah
dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas
dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988).
Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu
maupun perkebunan kelapa sawit.
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk
pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas.
Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif
pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat
kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman
industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata
pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal
industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan
tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi
pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan
dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara
turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan
masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
Penebangan hutan secara sembarangan.
Menebang hutan sembarangan akan menyebabkan hutan menjadi gundul. Ditambah
lagi akhir-akhir ini penebangan hutan liar semakin marak terjadi.
Penegakan Hukum yang Lemah
Menteri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa
lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan
Indonesia. Menurut Kabag penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan
saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan
hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling
bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab sering belum
disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan
kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang
berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan
seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan.
4)
2.4
1)
2)
3)
Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik
diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat
diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.
Mentalitas Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk
menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan
generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang lainnya.
Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia sebagai pusat. Bahkan posisi
seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk menguasai hutan.
Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka
keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi untuk
kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang daripada masa
yang akan datang. Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang
dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan
dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian.
Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan
dengan alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi
jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang
exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi
pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk
menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.
Dampak Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif yang besar di bumi, di
antaranya :
Efek Rumah Kaca (Green house effect).
Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi gas Co2.
Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak, batu bara, dll) akan
menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama
akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti
kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke
permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan
bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan Co2
tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah
kaca.
Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada
umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga
gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat
naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan
terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin
kering.
Kerusakan Lapisan Ozon
Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar
ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan hutan,
meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon.
Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat
semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai
ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di
bumi.
Kepunahan Species
Kesimpulan
Model pengelolaan hutan dalam jangka menengah dan jangka panjang dilakukan
dengan membuat Master Plan Pengelolaan Hutan, yang proses penyusunannya melibatkan
semua unsur terkait (Pemerintah daerah, masyarakat dan perhutani). Master plan pengelolaan
hutan penyusunannya didasarkan pada sistemSocial Forestry, dengan harapan dapat
mewujudkan: pengamanan hutan secara berkesinambungan, menjaga pelestarian hutan dan
peran hutan sebagai penyeimbang lingkungan.
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kerusakan hutan adalah kegiatan pembalakan hutan, merupakan kegiatan
yang merusak kondisi hutan setelah penebangan, karena di luar dari perencanaan yang telah
ada. Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu,
meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan
terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan.
Kerusakan hutan telah menimbulkan perubahan kandungan hara dalam tanah dan
hilangnya lapisan atas tanah yang mendorong erosi permukaan dan membawa hara penting
bagi pertumbuhan tegakan. Terbukanya tajuk iokut menunjang segara habisnya lapisan atas
tanah yang subur dan membawa serasah sebagai pelindung sekaligus simpanan hara sebelum
terjadinya dekomposisi oleh organisme tanah. Terjadinya kerusakan hutan, apabila terjadi
perubahan.yang menganggu fungsi hutan yang berdampak negatif, misalnya: adanya
pembalakan liar (illegal logging) menyebabkan terjadinya hutan gundul, banjir, tanah lonsor,
kehidupan masyarakat terganggu akibat hutan yang jadi tumpuhan hidup dan kehidupanya
tidak berarti lagi serta kesulitan dalam memenuhi ekonominya.
B.
Saran
Konsep pengelolaan hutan secara bijaksana, harus mengembalikan fungsi hutan
secara menyeluruh (fungsi ekologis, fungsi sosial dan fungsi ekonomi) dengan lebih
menekankan kepada peran pemerintah, peran masyarakat dan peran swasta. Langkahlangkah yang sinergi dari ke tiga komponen (pemerintah, masyarakat dan swasta) akan
mewujudkan fungsi hutan secara menyeluruh yang menciptakan pengamanan dan pelestarian
hutan.