Anda di halaman 1dari 12

MASYARAKAT TUMBUHAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

“EKOLOGI TUMBUHAN”

Dosen Pengajar: Dra. Ni Nyoman Parmithi, M.M.

Oleh

Luh Gede Istri Wulandari

NIM 2017.V.2.0001

VI A Pendidikan Biologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN

ILMU PENGETAHUAN ALAM

IKIP PGRI BALI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena dengan
asung kerta wara nugraha-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
“Masyarakat Tumbuhan” ini dengan baik dengan tepat waktu. Dan tak lupa saya juga
berterima kasih kepada Ibu Dra. Ni Nyoman Parmithi, M.M. selaku dosen mata kuliah
Ekologi Tumbuhan di IKIP PGRI Bali yang telah memberikan tugas ini kepada saya
sehingga dapat menambah wawasan saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan berguna bagi penulis sendiri
maupun pembaca. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Denpasar, 1 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuh-Tumbuhan................... 2
2.2 Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan.................................................... 2
2.2.1 Persaingan................................................................................... 3
2.2.2 Stratifikasi (Lapisan Tajuk)........................................................ 3
2.3 Hubungan Ketergantungan...................................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan.................................................................................................. 8
3.2 Saran........................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Hubungan ini sangat erat dan kompleks sehingga Odum (1959,1971)
menyatakan bahwa ekologi adalah biologi lingkungan (Environmental biology). Hutan
adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai
keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hubungan antara
masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan, margasatwa dan alam lingkungannya begitu erat
sehingga hutan dapat dipandang sebagai suatu actor ekologi atau ekosistem. Ekosistem
adalah suatu actor di dalam alam yang mengandung makhluk hidup (organisme) dan
lingkungan yang terdiri dari zat-zat tak hidup yang saling mempengaruhi dan di antara
keduanya terjadi pertukaran zat yang perlu untuk mempertahankan kehidupan.
Ekologi hutan adalah cabang ekologi yang khusus mempelajari masayarakat atau
ekosistem tumbuhan hutan. Hutan dapat dipelajari dari segi Autekologi dan Synekologi.
Autekologi mempelajari ekologi sesuatu jenis pohon, atau pengaruh suatu actor
lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya satu atau lebih jeni-jenis pohon. Sifat
penyelidikannya mendekati fisiologi tumbuh-tumbuhan (fisio ekologi). Synekologi
mempelajari huatan sebagai masyarakat atau ekosistem, misalnya pengaruh keadaan
tempat tumbuh terhadap komposisi dan produksi hutan.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian hutan sebagai masyarakat tumbuh-tumbuhan?
2) Apa yang terjadi saat hutan sebagai masyarakat tumbuhan?
3) Bagaimana hubungan ketergantungan?
1.3 Tujuan Makalah
1) Untuk mengetahui pengertian hutan sebagai masyarakat tumbuh-tumbuhan
2) Untuk mengetahui hal-hal yang terjadi saat hutan sebagai masyarakat tumbuhan
3) Untuk mengetahui yang terjadi hubungan ketergantungan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuh-Tumbuhan


Masyarakat hutan merupakan kelompok organisme yang mencakup berbagai
spesies tumbuhan yang dikuasai oleh pohon serta berbagai spesies hewan dan
organisme mikro yang menempati suatu habitat. Sehingga pada habitat itu terjadi
hubungan timbal balik yang umum terjadi antar tumbuhan dengan organisme lain
dalam masyarakat hutan.
Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung
berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari spesies tumbuhan
berukuran kecil hingga berukuran besar atau raksasa (Arief, 1994). Di dalam
ekosistem hutan juga terdapat lumut dan jamur yang mengadakan hubungan
kehidupan yang saling menunjang, terutama pada hutan hujan tropis yang
mengandung kehidupan yang sangat beragam. Pada lantai hutan atau lapisan bawah
yang gelap dan sangat lembab, tentu terdapat lebih sedikit kehidupan tetumbuhan
dibandingkan dengan lapisan-lapisan yang ada di atasnya. Istilah tetumbuhan
dipergunakan untuk semua tumbuhan liar dan bersifat alami yang terdapat pada
suatu ekosistem alami misalnya ekosistem hutan.
2.2 Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan
Suatu masyarakat hutan adalah sekelompok tumbuh-tumbuhan yang dikuasai
pohon yang menempati suatu tempat tumbuh atau habitat, di mana terdapat
hubungan timbal-balik antara tumbuh-tumbuhan itu satu sama lain dan dengan
lingkungannya.
Masing-masing tumbuhan ternyata telah mampu mengatur dirinya sendiri dalam
berhubungan secara alami dengan tumbuhan lain, sehingga terbentuklah kehidupan
berdampingan secara serasi sesuai relung ekologinya. Akan timbul berbagai bentuk
kehidupan tumbuhan seperti efifit, tumbuhan parasit, ada pohon yang berkuasa
(dominan), popohon tertekan, pohon pencekik dan pohon mati semuanya
membentuk susunan yang rapi dan alami. Dalam kondisi seperti itu berbagai proses
ekologi akan terjadi misalnya persaingan dan stratifikasi (Ewusie, 1980).

2
2.2.1 Persaingan
Di dalam suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan, seperti hutan, terjadi persaingan
antara individu-individu, baik dari antar spesies yang sama maupun antar spesies
yang berbeda. Hal tersebut disebabkan karena mereka mempunyai kebutuhan
yang sama, misalnya kebutuhan akan hara mineral, tanah, air, cahaya dan ruang
tumbuh (Arief, 1994; Soerianegara dan Indrawan, 1982).
Menurut Vickery (1984), persaingan yang terjadi di antara spesies tumbuhan
baik persaingan yang bersifat intraspesifik maupun interspesifik disebabkan
masing-masing spesies tumbuhan itu mencoba menempati relung ekologi yang
sama. Hal itu menjadi keharusan dan mau tidak mau bahwa setiap organisme yang
menempati relung yang sama pasti disitu terjadi persaingan atau kompetisi dalam
menggunakan unsur-unsur lingkungan sebagai sumber daya bagi pemenuhan
kebutuhan hidupnya. Persaingan intraspesifik itu terjadi lebih keras dibandingkan
persaingan interspesifik, sehingga hanya anggota spesies yang paling tahan
bersaing itulah yang dapat bertahan hidup. Sementara spesies yang tidak tahan
bersaing akan tersingkir atau tersisihkan dan akhirnya tidak mapu bertahan hidup.
Itu berarti bahwa spesies yang tidak tahan bersaing dipaksa untuk masuk ke dalam
relung ekologi yang berbeda.
Kemampuan bersaing suatu spesies organisme juga erat kaitannya dengan
kemampuan adaptasinya pada banyak relung yang berbeda. Di samping itu
kemampuan dalam bersaing bagi tumbuhan dapat lebih mengikat jika suatu
spesies tumbuhan mengeluarkan suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan,
bahkan dapat mematikan spesies tumbuhan lainnya. Pengaruh dari zat yang
bersifat menghambat pertumbuhan atau perkecambahan itu disebut allelopathy.
Soerianegara dan Indrawan (1982) mengemukakan bahwa persaingan akan
menyebabkan terbentuknya susunan masyarakat tumbuhan yang khas dari segi
bentuk (life form), jumlah jenis, dan jumlah individu-individu penyusunan, sesuai
dengan keadaan tempat tumbuh atau habitat.
2.2.2 Stratifikasi (Lapisan Tajuk)
Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tumbuhan secara vertikal
di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Pada tipe ekosistem

3
hutan hujan tropis, stratifikasi itu terkenal dan lengkap (Vickery, 1984). Tiap
lapisan dalam stratifikasi itu disebut stratum. Stratifikasi terjadi karena dua hal
penting yang dimiliki atau dialami oleh tumbuhan dalam persekutuan hidupnya
dengan tumbuhan lainnya, yaitu sebagai berikut:
1) Akibat persaingan antar tumbuhan.
2) Akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hutan tropis terdapat pepohonan
yang tumbuh membentuk beberapa stratum tajuk. Startifikasi yang terdapat
pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas
ke bawah, yaitu stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E.
Masing-masing stratum akan diuraikan sebagai berikut.
1. Stratum A (A-storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hujan paling atas yang
dibentuk oleh pepohonan yang tinggi lebih dari 30 m. Pada umumnya tajuk
pohon pada stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan kearah horizontal
dengan tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum
tajuk itu berbentuk lapisan diskontinu. Pohon pada stratum A umumnya
berbatang lurus, bebas cabang tinggi, dan bersifat intoleran (tidak tahan
naungan).
2. Stratum B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh
pepohonan yang tinggi 20-30 m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B
membulat atau memanjang. Jarak antarpohon lebih dekat, sehingga tajuk-
tajuk pohonnya cenderung membentuk lapisan tajuk yang kontinu. Spesies
yang ada bersifat toleran (tahan naungan). Batang pohon banyak cabangnya
dengan batang bebas cabang tidak begitu tinggi.
3. Stratum C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk
oleh pepohonan yang tinggi 4-20 m. Pepohonan pada stratum C
mempunyai bentuk tajuk yang berubah-ubah tetapi membentuk suatu
lapisan tajuk yang tebal. Selain itu, pepohonannya juga berasosiasi dengan
berbagai populasi epifit, tumbuhan memanjat, dan parasit (Vickery, 1984).
4. Stratum D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk
oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada
stratum itu juga terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda

4
atau dalam fase anakan (seedling), terdapat palma-palma kecil, herba besar,
dan paku-pakuan besar.
5. Stratum E (E-storey), yaitu tajuk yang paling bawah (lapisan kelima dari
atas) yang tingginya 0-1 m. Keanekaragaman spesiespada stratum E lebih
sedikit dibandingkan dengan statum lainnya. Meskipun demikian spesies-
spesies tumbuhan bawah yang sering ada, yaitu anggota famili
Commelinaceae, Zingiberaceae, dan Araceae. Pada startum ini tumbuhan
paku dan Selaginella juga sangat dominan.
Perlu diketahui bahwa tidak semua tipe ekosoistem hutan itu memiliki
kelima stratum seperti tersenut di atas. Oleh karena itu, tentu ada hutan-hutan
yang hanya memiliki statum A, B, D, dan E atau hanya statum A, C, D, dan E
dan lain sebagiannya.
2.3 Hubungan Ketergantungan Atau Persekutuan
Persekutuan hidup tumbuhan terjadi secara kompleks. Oleh karena itu, spesies-
spesies tumbuhan yang mengalami persekutuan hidup dalam masyarakat tumbuhan
akan membentuk golongan-golongan ekologi. Sehingga anggota dari golongan
ekologi yang sama akan memiliki bentuk kehidupan dan pola hubungan dengan
lingkungan yang serupa atau disebut Synusiae.
Di dalam kehiudpan ekosistem hutan terdapat saling keterkaitan antara satu
spesies tumbuhan dengan spesies tumbuhan lainnya. Misalnya dalam hal naungan,
air, hara, mineral, dan relung sehingga terjadi bentuk hubungan timbal balik.
Adapun contoh bentuk hubungan (pesekutuan hidup) tumbuhan antara lain sebagai
berikut.
a. Epifit
Epifit merupakan suatu tumbuhan yang menempel dan tumbuh pada
tumbuhan lain untuk mendapatkan sinar matahari dan air. Epifit tidak
bergantung pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang ditumpangi
atau ditempeli, karena dia mendapat unsur hara dari mineral-mineral yang
terbawa oleh udara, air hujan, atau aliran batang dan cabang tumbuhan lain.
Epifit mampu melakukan fotosintesis untuk pertumbuhan dirinya, sehingga dia
bukan termasuk parasit.keberadaan epifit sangat penting dalam ekosistem hutan
karena kadangkala tumbuhan epifit mampu menyediakan tempat tumbuh bagi

5
semut-semut pohon. Contoh tumbuhan epifit anatara lain spesies tumbuhan paku
dan berbagai jenis anggrek.
b. Tumbuhan Parasit
Tumbuhan Parasit adalah tumbuhan yang hidup menempel pada tumbuhan
lain dan mengambil makanan dari tumbuhan yang ia tumpangi atau dari tubuh
inangnya. Tumbuhan parasit digolongkan menjadi dua, yaitu tumbuhan semi
parasit, dan parasit sempurna (Ewusie, 1990; Arief, 1994).
1. Tumbuhan Semi Parasit (semiparasites atau partial parasites), yaitu
tumbuhan parasit yang hidup dengan suplai sebagian makanan dari inangnya
dan sebagian dari fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan parasit itu
sendiri. Contoh tumbuhan semi parasit yaitu Sopubia ramosa merupakan
parasit yang tumbuh pada akar alang-alang (Ewusie, 1990). Di Indonesia,
parasit cabang pohon yang terkenal adalah benalu, yaitu anggota famili
Loranthaceae (Soerianegara dan Indrawan, 1982).
2. Tumbuhan Parasit Sempurna (total parasites), yaitu tumbuhan parasit yang
hidup sepenuhnya bergantung pada suplai makanan dari tumbuhan inangnya.
Tumbuhan parasit sempurna sangat merugikan tumbuhan inang, bahkan
dapat merusak tumbuhan inang dengan cara memakan jaringan dan
melepaskan racun. Contoh tumbuhan parasit sempurna antara lain
Balanophora spp. merupakan parasit pada pohon di hutan hujan tropis,
Cuscuta spp. merupakan parasit pada perdu dan pohon kecil (Ewusie, 1990).
c. Mikoriza
Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara
cendawan (mycos) dan perakaran (rhizos) tumbuhan. Berdasarkan cara
menginfeksi pada akar tumbuhan ianag, mikoriza dikelompokkan ke dalam tiga
golongan, yaitu ektomikoriza, endomikoriza, dan ektendomikoriza. Mikoriza
tersebut banyak dijumpai bersimbiosis dengan pohon-pohon hutan misalnya
pohon Pinus spp., Eucalyptus spp., spesies pohon anggota famili
Dipterocarpaceae, Agathis spp., dan Aleurites spp.
d. Nodul Akar
Nodul Akar atau bintil akar adalah bentuk simbiosis mutualisme antara
bakteri Rhizobium spp. dengan akar tumbuhan (Killham, 1996). Simbiosis

6
tersebut terjadi pada tumbuhan anggota famili Leguminosae, akan tetapi ada
juga beberapa spesies pohon lainnya yang memiliki nodul akar, yaitu
Podocarpus spp., Casuarina spp., dan Pinus spp.
e. Tumbuhan Pencekik
Tumbuhan Pencekik (strangler) adalah spesies tumbuhan yang pada
awalnya hidup sebagai epifit pada suatu pohon, setelah akar-akarnya mencapai
tanah dan dapat tumbuh sendiri, ia lalu mencekik, bahkan dapat membunuh
pohon tempat bertumpu (Kormondy, 1991). Tumbuhan yang termasuk kategori
tumbuhan yang dapat mencekik dari spesies anggota genus Ficus misalnya
Ficus rigida, Ficus altissima.
f. Liana
Liana merupakan spesies tumbuhan merambat. Tumbuhan itu memiliki
batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga tidak mampu mendukung
tajuknya. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1982), adanya liana di hutan
merupakan salah satu ciri khas hutan hujan tropis, terutama spesies liana
berkayu. Liana berkayu merupakan vegetasi yang membentuk lapisan tajuk
hutan dan mampu mendesak tajuk-tajuk pohon tempat bertumpu. Tajuknya juga
mengisi lubang-lubang diantara beberapa pohon dalam tegakan hutan agar
mendapatkan sinar matahari sebanyak-banyaknya, sehingga liana akan
memperapat dan mempertebal lapisan tajuk pada stratum atas. Contoh spesies
tumbuhan liana antara lain Plumbago capensis, Bougenvilla spp., dan berbagai
spesies rotan misalnya Calamus caesius, Calamus manan, Daemonorops draco,
dan Daemonorops melanochaetes.
g. Hewan Hutan atau Satwa Liar
Hewan Hutan atau Satwa Liar merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dengan masyarakat tumbuhan. Hewan tersebut selain sebagai
konsumen yang pasti membutuhkan tumbuhan sebagai sumber makanannya,
juga menggunakan tumbuhan untuk beraktivitas khususnya hewan arboreal yang
sebagian besar aktivitas hidupnya di atas pohon. Beberapa hewan arboreal antara
lain monyet, tupai pohon, harimau pohon, orang utan, kelelawar, lebah dan
berbagai spesies burung. Diantara hewan tersebut ternyata keberadaannya sangat
diperlukan untuk membantu proses penyerbukan bunga, dan penyebaran biji.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Masyarakat hutan merupakan kelompok organisme yang mencakup berbagai
spesies tumbuhan yang dikuasai oleh pohon serta berbagai spesies hewan dan
organisme mikro yang menempati suatu habitat. Sehingga pada habitat itu terjadi
hubungan timbal balik yang umum terjadi antar tumbuhan dengan organisme lain
dalam masyarakat hutan. Akan timbul berbagai bentuk kehidupan tumbuhan seperti
efifit, tumbuhan parasit, ada pohon yang berkuasa (dominan), popohon tertekan,
pohon pencekik dan pohon mati semuanya membentuk susunan yang rapi dan alami.
Dalam kondisi seperti itu berbagai proses ekologi akan terjadi misalnya persaingan
dan stratifikasi.
Persaingan yang terjadi di antara spesies tumbuhan baik persaingan yang bersifat
intraspesifik maupun interspesifik disebabkan masing-masing spesies tumbuhan itu
mencoba menempati relung ekologi yang sama. Stratifikasi terjadi karena dua hal
penting yang dimiliki atau dialami oleh tumbuhan dalam persekutuan hidupnya
dengan tumbuhan lainnya, yaitu akibat persaingan antar tumbuhan, dan akibat sifat
toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari. Startifikasi pada hutan
hujan tropis dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu stratum
A, B, C, D, dan E.
Persekutuan hidup tumbuhan terjadi secara kompleks. Di dalam kehiudpan
ekosistem hutan terdapat saling keterkaitan antara satu spesies tumbuhan dengan
spesies tumbuhan lainnya. Misalnya dalam hal naungan, air, hara, mineral, dan
relung sehingga terjadi bentuk hubungan timbal balik. Adapun contoh bentuk
hubungan (pesekutuan hidup) tumbuhan antara lain epifit, tumbuhan parasit,
mikoriza, nodul akar, tumbuhan pencekik, liana, serta satwa liar.
3.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat berbagai kekurangan baik dari segi penulisan maupun muatan pembahasan,
maka dari itu penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang sifatnya
membangun dalam penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Indriyanto Ir. 2010. EKOLOGI HUTAN. Cetakan III. Jakarta: PT Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai