Anda di halaman 1dari 21

Tugas laporan pratikum

Dasar-dasar ekologi

SUKSESI

NAMA : KIFANI JATTING PALEWO


NIM : G011171543
KELAS : EKOLOGI I
KELOMPOK :2
ASISTEN : 1. YULIANTI
2. NURUL AMIN

PROGRAM STUDI AGROTERNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suksesi merupakan perubahan, adaptasi dan perkembangan secara gradual dari
tumbuh-tumbuhan sesuai dengan faktor lingkungan hingga mencapai klimaks.
Berdasarkan tingkat gangguan terhadap tumbuhan, maka suksesi dibedakan dalam
suksesi primer dan suksesi sekunder. Disisi lain berdasarkan faktor lingkungan
terhadap perkembangan suksesi tumbuhan hingga mencapai klimaks maka dibedakan
dalam climatic climax, edhapic climax, biotic climax, preclimax, sub-climax,
sereclimax dan post climax. Dalam suksesi dikenal jenis-jenis tumbuhan pionir, yaitu
jenis-jenis yang menginvasi daerah terbuka seperti permukaan tanah atau batu-batuan
yang kosong kemudian berkembang secara perlahan sesuai dengan ketersediaan hara
pada lokasi tersebut.
Kesuburan tanah adalah faktor ekologi yang penting untuk suksesi karena
mempengaruhi laju pertumbuhan. Kondisi fisik tanah mempengaruhi komposisi jenis
tumbuhan yang berasosiasi karena iklim kikro (cahaya,radiasi, angin, temperatur dan
kelembaban) berpengaruh pada kondisi permudaan. Faktor tanah yang berbeda atau
variasi topografi serta perubahan substansional menyebabkan perbedaan struktur dan
komposisi vegetasi yang tumbuh. Terdapat tiga variasi suksesi yang menutupi
kawasan tanggul ganda yaitu variari vegetasi padang rumput, tipe yang kedua yaitu
variasi tipe vegetasi pohon dan tiang, dan tipe yang ketiga yaitu tipe vegetasi
peralihan dari padang rumput.
Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut
klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai
homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan
kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (respon) yang terkoordinasi dari
komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang cenderung
mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu komunitas telah
mencapai klimaks, perubahan yang searah dan tidak terjadi lagi.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu di lakukan praktikum mengenai suksesi,
untuk mengetahui pergeseran vegetasi pada suatu daerah suksesi serta laju penutupan
jenis vegetasi sampai mencapai maksimal.
1.2 Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dari percobaan ini ialah untuk mengetahui pergeseran vegetasi pada suatu
daerah suksesi serta laju penutupan jenis vegetasi sampai mencapai maksimal.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
aspek-aspek suksesi serta faktor yang mempengaruhinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suksesi
Suksesi ekologi adalah konsep yang mendasar dalam ekologi, yang merujuk atau
mengarah pada perubahan-perubahan berangkai dalam struktur dan komposisi
suatu komunitas ekologi yang dapat diramalkan. Suksesi dapat terinisiasi oleh
terbentuknya formasi baru pada suatu habitat yang sebelumnya tidak dihuni oleh
mahluk hidup terhadap suatu komunitas hayati yang telah ada sebelumnya oleh
adanya kebakaran, badai, maupun adanya penebangan hutan (Sutomo, 2009).
Dengan demikian suksesi ekologi adalah suatu proses perubahan komponen-
komponen spesies suatu komunitas selama selang waktu tertentu secara stabil dan
teratur. Menyusul adanya sebuah gangguan, suatu ekosistem biasanya akan
berkembang dari mulai tingkat organisasi sederhana (misalnya beberapa spesies
dominan) hingga ke komunitas yang lebih kompleks (banyak spesies yang
interdependen) selama beberapa generasi (Sutomo, 2009).
Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas
klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil yang
mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Komunitas klimaks ditandai
dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang
mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat bertahan dan
berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan (Arianto, 2008).
Wirakusumah (2003) mengatakan bahwa proses suksesi selalu progresif
artinya selalu mengalami kemajuan, sehingga membawa pengertian:
1. Pergantian progresif pada kondisi tanah (habitat) yang biasanya pergantian itu
dari habitat yang ekstrim ke optimum untuk pertumbuhan vegetasi.
2. Pergantian progresif dalam bentuk pertumbuhan (life form).
Namun demikian perubahan-perubahan yang terjadi pada vegetasi tersebut
bisa mencakup hilangnya jenis-jenis tertentu dan dapat pula terjadi suatu
penurunan kompleksitas struktural sebagai akibat dari degradasi setempat.
Keadaan seperti itu mungkin saja terjadi misalnya apabila hilangnya mineral di
dalam tanah. Perubahan vegetasi seperti itu dapat dikatakan sebagai suksesi
retrogresif atau regresi (Wirakusumah, 2003).
2.2 Jenis-Jenis Suksesi
Suksesi di bagi menjadi dua jenis berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi
yaitu :
1. Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang
mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat
baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan
manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung
berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan
manusia dapat berupa kegiatan penambangan (Odum, 2006).
Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut
kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut
kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat
anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah
yang lebih kompleks. Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur.
Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan
dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini
dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan
suksesi komunitas hewan. Secara langsung atautidak langsung. Hal ini karena
sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu
wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis
tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem
seimbang yang tahan terhadap perubahan (Sutomo, 2009).
2. Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak
bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat
kehidupan/substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari
tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir (Arianto, 2008)
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari
peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina
topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan
kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya
adalah pembukaan areal hutan (Wirakusumah, 2003)
2.3 Tahap-Tahap Suksesi
Menurut Michael, (2005) tahap-tahap yang terjadi pada proses suksesi meliputi 6
sub komponen dalam proses suksesi yaitu sebagai berikut :
1. Nudasi : terbukanya lahan, bersih dari vegetasi
2. Migrasi : tersebarnya biji
3. Eksesis : proses perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi
4. Kompetisi : adanya pergantian spesies
5. Reaksi : perubahan habitat karena aktivitas spesies
6. Klimaks : komunitas stabil
Dalam tahap suksesi, di bagi menjadi tahap suksesi primer dan tahap suksesi
sekunder. Adapun tahapan-tahapan dari suksesi primer dan sekunder adalah
sebagai berikut :
1. Tahap Suksesi Primer
Menurut Odum, (2006) tahapan suksesi primer adalah sebagai berikut :
a. Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut
kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana.
b. Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik.
Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga
terbentuk tanah yang lebih kompleks.
c. Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu. akan
tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan dengan itu pula
hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk.
Hal ini dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu
diikuti dengan adanya suksesi komunitas hewan. Secara langsung atau tidak
langsung. Hal ini karena sumber makanan pada hewan berupa tumbuhan sehingga
keberadaan hewan pada suatu wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa
menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah
komunitas klimaks atau ekosistem seimbang yang tahan terhadap perubahan
(Salah satu contoh suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau.
Setelah letusan itu, bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu
sampai kedalaman rata – rata 30 m (Odum, 2006).
2. Tahap Suksesi Sekunder
Menurut Odum, (2006) tahapan-tahapan suksesi sekunder adalah sebagai
berikut :
a. Fase permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang
tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak
muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.
b. Fase awal/muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh
jenis-jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang
sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai
berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang
disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7- 25
tahun), berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang
luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-
pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan
umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh
jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis
pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh
pionir-pionir awal yang cepat tumbuh.
c. Fase Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan
mati satu per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir
yang juga akan membentuk lapisan pohon yang homogen. Secara garis besar,
karakteristik-karakteristik pionir-pionir akhir yang relatif beragam dapat
dirangkum sebagai berikut: Walaupun sewaktu muda mereka sangat menyerupai
pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih lama (50-100
tahun), dan sering mempunyai kayu yang lebih padat.
Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang
disebarkan oleh angin, yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang
sangat lama. Mereka bahkan dapat berkecambah pada tanah yang sangat miskin
unsur hara bila terdapat intensitas cahaya yang cukup tinggi. Jenis-jenis pionir
akhir yang termasuk kedalam genus yang sama biasanya dijumpai tersebar
didalam sebuah daerah geografis yang luas (Wirakusumah, 2003).
Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara
kontinyu.Sejalan dengan akumulasi biomasa yang semakin lambat, efisiensi
penggunaan unsur-unsur hara akan meningkat, karena sebagian besar dari unsur-
unsur hara tersebut sekarang diserap dan digunakan kembali. Sebagai hasil dari
keadaan tersebut dan karena adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang non-
fungsional pada lapisan organik dan horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi
unsur-unsur hara pada biomasa (Michael, 2005).
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Suksesi
Proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisi lingkungan. Menurut Devina,
(2014) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suksesi adalah sebagai
berikut:
1. Iklim
Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan suksesi adalah iklim. Adapun
jenis iklim yang mempengaruhi kecepatan suksesi adalah :
a. Curah hujan
Curah hujan menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-
proses penting lainnya pada vegetasi. Air merupakan salah satu faktor penting
yang dapat menentukan tipe vegetasi. Air dapat mengubah kadar garam tanah
sehingga dapat mempengaruhi vegetasi suatu daerah.
b. Suhu
Suhu di daerah tropika tidak pernah turun sampai titik beku dan kebanyakan
berkisar antara 200C dan 280C. Suhu tropika yang tinggi disebabkan oleh sudut
jatuh pancaran surya yang hampir tegak. Suhu yang tinggi pada daerah tropika
kebanyakan disebabkan oleh suhu minimum yang lebih tinggi dan tidak
dipengaruhi suhu maksimumnya yang dekat di khatulistiwa mencapai kira-kira
300C.
c. Kelembaban
Kelembaban atmosfer yang merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya
curah hujan, terdapatnya air tergenang, dan suhu merupakan faktor lingkungan
yang penting yang dapat menentukan ada atau tidaknya beberap jenis tumbuhan
dan hewan dalam habitat tertentu.
d. Angin
Pengaruh angin terhadap vegetasi cukup penting. Angin memberikan pengaruh
terhadap konfigrasi, distribusi tumbuhan dan juga mempengaruhi faktor ekologi
lainnya seperti kandungan air dalam udara, suhu di suatu tempat melalui
pengaruhnya terhadap penguapan. Angin juga mempengaruhi secara langsung
vegetasi yaitu dengan menumbangkan pohon-pohon atau mematahkan dahan-
dahan atau bagian-bagian lain.
e. Cahaya
Cahaya juga memainkan peranan penting dalam penyebaran, orientasi dan
pembungaan tumbuhan. Di dalam hutan tropika, cahaya merupakan faktor
pembatas, dan jumlah cahaya yang menembus melalui sudut hutan akan tampak
menentukan lapisan atau tingkatan yang terbentuk oleh pepohonan.
f. Keseimbangan Energi
Baik tumbuhan maupun hewan tersinari dari segala arah dengan sinaran surya,
yaitu oleh sinar surya langsung maupun cahaya yang dipantulkan dari tanah, dari
benda lain di sekelilingnya dan dari awan. Sinaran surya penting bagi tumbuhan
karena meupakan satu-satunya sumber energi untuk fotosintesis. Secara tidak
langsung sinar itu juga menyediakan energi untuk segala proses kehidupan yang
terjadi dalam biosfer.
2. Faktor fisiografis
Fisiologis yaitu meliputi faktor topografi berurusan dengan corak permukaan
daratan dan mencakup ketinggian, kemiringan tanah, lapis alas geologi yang
mempengaruhi pengirisan, pengikisan dan penutupan. Berbagai corak permukaan
tanah itu berpengaruh pada sifat dan sebaran komunitas tumbuhan.
3. Faktor edatik
Tanah membentuk lingkungan untuk sistem akar yang rumit pada tumbuhan
dan bagian bawah tanah lainnya seperti rhizoma, subang dan umbi lapis maupun
untuk sejumlah jasad tanah. Tanah juga secara terus menerus menyediakan air dan
garam mineral. Dapat berdiri tegaknya tanaman di atas tanah merupakan masalah
yang peka.
4. Faktor biotik
Meliputi pengaruh jasad kehidupan baik hewan maupun tumbuhan. Pengaruh
itu dapat langsung ataupun tidak langsung dan dapat merugikan atau
menguntungkan tumbuhan tersebut. Di dalam hutan banyak terdapat tumbuhan,
komunitas tersebut berinteraksi satu sama lain dan menyesuaikan diri dengan
keadaan lingkungannya.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat Dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Exfarm, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Oktober
2017 mulai pukul 16.00-18.00 Wita.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang di gunakan dalam praktikum suksesi adalah meteran, cangkul, parang,
korek api, alat hitung dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum suksesi adalah tali rapiah, patok,
label dan pasir.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum suksesi adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membuat plot sebanyak 4 plot dengan ukuran 1m x 1m.
3. Mengamati dan mencatat vegetasi yang ada.
4. Memberikan perlakuan pada setiap plot sesuai dengan meetode.
P0 = Tanpa pengrusakan tanah P1 = Pengrusakan tanah
P2 = Penutupan dengan pasir P3 = Pembakaran lahan
5. Melakukan pengamatan setelah 7 hari dan selanjutnya 2 minggu sekali.
6. Mengamati dan mencatat jumlah dan jenis vegetasi yang tumbuh
(Membedakan tanaman yang berdaun sempit dan tanaman berdaun lebar).
7. Parameter pengamatan yang dihitung untuk menentukan tingkat
perkembangan ekosistem adalah :
a. Dominasi Jenis
b. Dominasi Relatif (%)
c. Kepadatan Jenis
d. Kepadatan Relatif (%)
e. Frekuensi jenis
f. Frekuensi Relatif (%)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Satu Minggu Pertama Setelah Diberikan Perlakuan

Jumlah Vegetasi
Plot Total
Dan Sempit Daun Lebar
2 Vegetasi 2 Vegetasi
P0 V1 : 3 V1 : 1 6

V2 : 1 V2 : 1
1 Vegetasi 1 Vegetasi
P1 3
V1 : 1 V1 : 2

1 Vegetasi 1 Vegetasi
P2 3
V1 : 1 V1 : 2

- Vegetasi 1 Vegetasi
P3 1
V1 : 0 V1 : 1

Total Vegetasi 13

Tabel 2. Dua Minggu Pertama Setelah Diberikan Perlakuan


Jumlah Vegetasi
Plot Total
Dan Sempit Daun Lebar
3 Vegetasi 2 Vegetasi
V1 : 6 20
P0 V1 : 5
V2 : 2
V2 : 5
V3 : 2
1 Vegetasi 1 Vegetasi 13
P1
V1 : 1 V1 : 12
2 Vegetasi 2 Vegetasi
P2 V1 : 8 V1 : 2 12

V2 : 1 V2 : 1
P3 3 Vegetasi 1 Vegetasi 8
V1 : 1
V2 : 2 V1 : 3
V3 : 2

Total Vegetasi 53

4.2 Pembahasan
Pada minggu pertama , P0 terdapat 4 vegetasi diantaranya terdiri dari 2
vegetasi daun lebar dan 4 jenis daun sempit. Pada P1 terdapat 2 vegetasi yang
diantaranya terdiri dari 1 jenis daun sempit dan 2 jenis daun lebar. Pada P2
terdapat 3 vegetasi yang diantaranya terdiri 1 jenis daun sempit dan 2 jenis daun
lebar. Sedangkan pada P3 terdapat 1 vegetasi yang terdiri dari dari 1 jenis daun
lebar. Sehingga total vegetasi pada pengamatan minggu pertama yaitu 13 vegetasi
yang terdiri dari 6 jenis daun sempit dan 7 jenis daun lebar.
Pada minggu kedua , P0 terdapat 5 vegetasi diantaranya terdiri dari 10
vegetasi daun lebar dan 10 jenis daun sempit. Pada P1 terdapat 2 vegetasi yang
diantaranya terdiri dari 1 jenis daun sempit dan 12 jenis daun lebar. Pada P2
terdapat 4 vegetasi yang diantaranya terdiri 9 jenis daun sempit dan 3 jennis daun
lebar. Sedangkan pada P3 terdapat 4 vegetasi yang terdiri dari dari 5 jenis daun
sempit dan 3 jenis daun lebar. Sehingga total vegetasi pada pengamatan minggu
kedua yaitu 53 vegetasi yang terdiri dari 25 jenis daun sempit dan 28 jenis daun
lebar.
Dalam praktikum yang kami lakukan, suksesi yang terjadi pada Po,P1,P2
yang kami buat termasuk dalam jenis suksesi sekunder. Sedangkan pada P3
merupakan suksesi primer (pembakaran). Suksesi sekunder muncul dari kerusakan
alam yang parsial saja, hal ini sesuai karena kerusakan yang timbul hanya
disebabkan oleh proses pencangkulan dan bukan karena kerusakan alam total
yang umumnya terjadi akibat bencana alam. Sedangkan Suksesi primer terjadi jika
suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang
secara total sehingga terbentuk habitat baru.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa suksesi
yang paling cepat terjadi secara berturut-turut adalah pada P0, P1, P2, dan P3 .
Hal ini disebabkan jenis suksesi merupakan suksesi sekunder, dimana sudah
terdapat kehidupan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1992)
yang mengatakan bahwa Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap
suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga
masih terdapat kehidupan/substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder
dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.
Proses terjadinya suksesi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang baik
secara terpisah-pisah maupun dalam kombinasi dapat mempengaruhi
ketidakhadiran atau kehadiran, keberhasilan atau kegagalan berbagai komunitas
tumbuhan melalui vegetasi penyusunnya. Pada praktikum ini, faktor yang paling
berpengaruh adalah iklim yaitu curah hujan dan jenis suksesi yang terjadi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Odum (1992) yang menyatakan bahwa curah hujan
menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-proses penting
lainnya pada vegetasi. Air merupakan salah satu faktor penting yang dapat
menentukan tipe vegetasi. Air dapat mengubah kadar garam tanah sehingga dapat
mempengaruhi vegetasi suatu daerah. Jumlah hujan yang turun berlainan antara
suatu daerah dengan daerah lainnya, tergantung dari beberapa faktor yaitu
topografi, letak daerah dan letak geografis.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat
diambil adalah :
a. Pergeseran populasi dalam suatu suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu iklim daerah terjadinya suksesi diantaranya yaitu curah hujan, angin,
suhu dan kelembaban.
b. Adanya tumbuhan atau organisme pioneer juga sangat mempengaruhi
terjadinya suksesi yaitu tumbuhan yang berkemampuan tinggi untuk hidup
pada lingkungan yang serba terbatas pada berbagai faktor pembatas.
Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan
tertentu yang memberikan kemungkinan hidup bagi tumbuhan lainnya.
5.2 Saran
Sebaiknya pengamatan suksesi harus lebih teliti dalam mengamati dan
menghitung jenis tumbuhan yang tumbuh pada plot yang ditentukan. Praktikan
juga harus memahami materi praktikum yang akan dilaksanakan sebelum
memulai kegiatan. Kami juga butuh bimbingan dari asisten, karena saat ini kami
bingung.
DAFTAR PUSTAKA

Arianto.2008. Pengertian Suksesi. UI Press, Jakarta.


Devina.M.S. Faktor dan upaya Dalam Proses Suksesi. Universitas Kristen Petra.
Surabaya.
Michael.2005.Manajemen Sumber Daya Manusia.PT Elexmedia. Jakarta
Odum. 2006. Fundamental of Ecology. W.B.Sounders. Co. Philadelphia.
Sutomo.2009. Dinamika suksesi. Demedia.Jakarta
Wirakusumah.2003. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Indonesia Press
LAMPIRAN
1. Perhitungan
Berikut ini merupakan perhitungan parameter pengamatan minggu pertama untuk
menentukan tingkat perkembangan ekosistem.
1) Dominasi Jenis
Jumlah individu
Dominasi Jenis = Luas plot individu berada (m2 )
Jumlah individu 6
P0 = = =6
Luas plot individu berada (m2 ) 1
Jumlah individu 3
P1 = = =3
Luas plot individu berada (m2 ) 1
Jumlah individu 3
P2 = = =3
Luas plot individu berada (m2 ) 1
Jumlah individu 1
P3 = = =1
Luas plot individu berada (m2 ) 1

2) Dominasi Relatif (%)


Dominasi suatu jenis
Dominasi Relatif = x 100 %
Dominasi semua jenis
Dominasi suatu jenis 6
P0 = x 100 % = x 100 % = 46,15%
Dominasi semua jenis 13
Dominasi suatu jenis 3
P1 = x 100 % = x 100 % = 23,07 %
Dominasi semua jenis 13
Dominasi suatu jenis 3
P2 = x 100 % = x 100 % = 23,07 %
Dominasi semua jenis 13
Dominasi suatu jenis 1
P3 = x 100 % = x 100 % = 7,69 %
Dominasi semua jenis 13

3) Kepadatan Jenis
Jumlah individu
Kepadatan Jenis = Total luas plot (m2 )
Jumlah individu 6
P0 = = = 1,5
Total luas plot (m2 ) 4
Jumlah individu 3
P1 = = = 0,75
Total luas plot (m2 ) 4
Jumlah individu 3
P2 = = = 0,75
Total luas plot (m2 ) 4
Jumlah individu 1
P3 = = =0,25
Total luas plot (m2 ) 4

4) Kepadatan Semua Jenis


Kepadatan Semua Jenis = Jumlah semua jenis
Kepadatan Semua Jenis = P0 + P1 + P2 + P3
= 1,5 + 0,75 + 0,75 + 0,25
= 3,25
5) Kepadatan Relatif (%)
Kepadatan suatu jenis
Kepadatan Relatif = x 100 %
Kepadatan semua jenis
Kepadatan suatu jenis 1,5
P0 = x 100 % = x 100 % = 46,15 %
Kepadatan semua jenis 3,25
Kepadatan suatu jenis 0,75
P1 = x 100 % = x 100 % = 23,07 %
Kepadatan semua jenis 3,25
Kepadatan suatu jenis 0,75
P2 = x 100 % = x 100 % = 23,07%
Kepadatan semua jenis 3,25
Kepadatan suatu jenis 0,25
P3 = x 100 % = x 100 % = 7,69 %
Kepadatan semua jenis 3,25

6) Frekuensi Jenis
Jumlah plot terdapat individu
Frekuensi Jenis = Jumlah total plot
Jumlah plot terdapat individu 4
a. Daun Sempit = = = 1
Jumlah total plot 4
Jumlah plot terdapat individu 4
b. Daum Lebar = = = 1
Jumlah total plot 4

7) Frekuensi Relatif (%)


Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif = x 100 %
Frekuensi semua jenis
Frekuensi suatu jenis
a. Daun Sempit = x 100 %
Frekuensi semua jenis
1
= x 100 %
2

= 50 %
Frekuensi suatu jenis
b. Daun Lebar = x 100 %
Frekuensi semua jenis
1
= x 100 %
2

= 50 %

Berikut ini merupakan perhitungan parameter pengamatan minggu ke dua untuk


menentukan tingkat perkembangan ekosistem.
8) Dominasi Jenis
Jumlah individu
Dominasi Jenis = Luas plot individu berada (m2 )
Jumlah individu 20
P0 = = = 20
Luas plot individu berada (m2 ) 1
Jumlah individu 13
P1 = = = 13
Luas plot individu berada (m2 ) 1
Jumlah individu 12
P2 = = = 12
Luas plot individu berada (m2 ) 1
Jumlah individu 8
P3 = = =8
Luas plot individu berada (m2 ) 1

9) Dominasi Relatif (%)


Dominasi suatu jenis
Dominasi Relatif = x 100 %
Dominasi semua jenis
Dominasi suatu jenis 20
P0 = x 100 % = x 100 % = 37,73 %
Dominasi semua jenis 53
Dominasi suatu jenis 13
P1 = x 100 % = x 100 % = 24,52 %
Dominasi semua jenis 53
Dominasi suatu jenis 12
P2 = x 100 % = x 100 % = 22,64 %
Dominasi semua jenis 53
Dominasi suatu jenis 8
P3 = x 100 % = x 100 % = 15,09 %
Dominasi semua jenis 53

10) Kepadatan Jenis


Jumlah individu
Kepadatan Jenis = Total luas plot (m2 )
Jumlah individu 20
P0 = = = 5
Total luas plot (m2 ) 4
Jumlah individu 13
P1 = = = 3,25
Total luas plot (m2 ) 4
Jumlah individu 12
P2 = = = 3
Total luas plot (m2 ) 4
Jumlah individu 8
P3 = = = 2
Total luas plot (m2 ) 4

11) Kepadatan Semua Jenis


Kepadatan Semua Jenis = Jumlah semua jenis
Kepadatan Semua Jenis = P0 + P1 + P2 + P3
= 5 + 3,25 + 3 + 2
= 13,25
12) Kepadatan Relatif (%)
Kepadatan suatu jenis
Kepadatan Relatif = x 100 %
Kepadatan semua jenis
Kepadatan suatu jenis 5
P0 = x 100 % = x 100 % = 37,73%
Kepadatan semua jenis 13,25
Kepadatan suatu jenis 3,25
P1 = Kepadatan semua jenis
x 100 % = 13,25
x 100 % = 24,52 %
Kepadatan suatu jenis 3
P2 = x 100 % = x 100 % = 22,64%
Kepadatan semua jenis 13,25
Kepadatan suatu jenis 2
P3 = x 100 % = x 100 % = 15,09 %
Kepadatan semua jenis 13,25

13) Frekuensi Jenis


Jumlah plot terdapat individu
Frekuensi Jenis = Jumlah total plot
Jumlah plot terdapat individu 4
c. Daun Sempit = = = 1
Jumlah total plot 4
Jumlah plot terdapat individu 4
d. Daum Lebar = = = 1
Jumlah total plot 4

14) Frekuensi Relatif (%)


Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif = x 100 %
Frekuensi semua jenis
Frekuensi suatu jenis
c. Daun Sempit = x 100 %
Frekuensi semua jenis
1
= x 100 %
2

= 50 %
Frekuensi suatu jenis
d. Daun Lebar = x 100 %
Frekuensi semua jenis
1
= x 100 %
2

= 50 %

Anda mungkin juga menyukai