Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ILMU HAMA TANAMAN


TEORI TIMBULNYA HAMA

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Halimatun Syakdiah
(125040200111037)
Kiki Nurhidayati
(125040200111062)
Ani Minarni
(125040200111050)
Lindia Rahayu W.S.
(125040200111063)
Moh. Saifudin Afandi
(125040200111201)
Zeni Lailum M.
(125040200111216)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia, temak dan
tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan budidaya
tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya yang mana aktivitas
hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis. Dantje, 2012 menjelaskan
adanya pengertian bahwa suatu hewan dalam satu pertanaman belum menimbulkan

kerugian secara ekonomis belum dapat disebut sebagai hama. Namun demikian, potensi
mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut
pemantauan (monitoring). Secara garis besar, hewan yang berpotensi menjadi hama
adalah dari jenis : serangga, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Mungkin di suatu
daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi hama,
karena tidak merugikan. Pada kondisi tersebut sangat berbeda status suatu hama, sebagai
contoh jika ada serangga menyerang habis suatu pertanaman dimana pertanaman tersebut
dinilai tidak ekonomis/bukan tanaman budidaya, maka serangga tersebut tidak akan
mendapatkan perlakuan pengendalian, bahkan jika serangga tersebut memiliki nilai
ekonomi maka serangga tersebut akan banyak dimanfaatkan oleh manusia. Dengan
demikian manusia/petani tidak menganggap serangga tersebut menjadi hama. Namun
sebaliknya, jika serangga tersebut menyerang lahan pertanian/tanaman budidaya, maka
status serangga tersebut akan berubah menjadi hama. Oleh karena itu banyak hal yang
perlu kita ketahui dalam teori terjadinya hama. Sehingga kita bias menentukan langkah
bijak dalam mengendalikan sesuai dengan konsep agroekosistem yang benar.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui konsep/teori timbulnya hama menurut Stern dkk (1959) dan menurut
Pimentel (1982).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hama
Hama dalam arti luas adalah setiap organisme yang dapat mengganggu, merusak,
ataupun mematikan organisme lain. Pengertian organisme dalam hal ini adalah semua jenis
organisme, baik makro maupun mikroorganisme. Sedangkan pengertian hama dalam arti
sempit yang berkaitan dengan kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak
tanaman atau hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomis. (Sembel, 2012)
2.2 Konsep Terjadinya hama
Konsep timbulnya hama dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu :
1.

Adanya proses pembukaan lahan baru


Pada ekosistem alami makanan serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif
selain hambatan lingkungan, sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada
ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas
sehingga populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya.
Sebagai contoh Kumbang kentang Colorado (Leptinotarsa decei lineata Say.) yang
sebelumnya serangga tersebut hidup diberbagai tanaman famili Solanaceae liar di hutanhutan, populasi masih rendah. Begitu hutan dibuka dan diubah menjadi kebun kentang
maka populasinya meningkat dengan cepat dan menjadi hama kentang yang sangat
merugikan. Tanaman monokultur padi pada areal yang sangat luas, akan mengubah
populasi berbagai hama bertambah dengan cepat. Katakanlah serangga hama itu Wereng
coklat, yang sebelumnya populasi rendah, akan bertambah dengan cepat sehingga Wereng
coklat merugikan tanaman padi.
Pembukaan lahan baru akan membuat perubahan pada ekosistem sehingga
menjadi tidak seimbang, misalnya terjadinya penurunan populasi atau bahkan musnahnya
musuh alami sehingga populasi hama meningkat dan menimbulkan kerusakan.
Pembukaan lahan baru akan mengakibatkan kondisi ekosistem pada lahan pertanian
menjadi tidak stabil. Selanjutnya apabila penanaman pada lahan tersebut dilakukan secara
monokultur akan berpotensi terjadinya dominasi suatu organisme pada ekosistem.
Penanaman monokultur akan menyediakan sumber makanan yang sangat berlimpah
untuk suatu organisme, sehingga populasi organisme tersebut akan berkembang dengan
cepat sementara faktor pembatas seperti musuh alami mungkin sangat kurang. Pimentel
(1982) mengatakan bahwa pertanaman monokultur menyebabkan komunitas biotik

menjadi sederhana, sehingga ekosistem kurang stabil dan memberikan lingkungan yang
sesuai bagi ledakan populasi OPT.
2. Introduksi tanaman baru ke suatu lokasi
Kejadian ini dapat dipahami dari dua arah, yang pertama yaitu tanaman yang
diintroduksikan memang tidak membawa hama namun perkembangan yang cepat dari
tanaman tersebut dapat merubah status tanaman tersebut menjadi gulma dan
keberadaannya menjadi sangat membahayakan bagi tanaman budidaya yang lain seperti
kasus introduksi eceng gondok. Yang kedua adalah introduksi tanaman budidaya dengan
membawa hama tanaman namun musuh alami dari hama tersebut tidak ikut terbawa. Pada
saat tanaman tersebut dibudidayakan dan hama dapat berkembang dengan baik, maka
tindakan pengendalian menjadi sulit dilakukan. Hal ini sangat penting untuk dipahami
sebagai tindakan pencegahan penyebaran hama yang lebih luas. Pimentel (1982)
menyatakan bahwa:
a. Pemasukan/introduksi jenis tanaman baru, karena jenis tanaman baru tidak
dapat menahan serangan OPT yang asli di suatu ekosistem
b. Introduksi spesies OPT baru, dalam hal ini spesies serangga/parasit yang tanpa
sengaja terbawa masuk ke suatu daerah yang baru dapat berubah statusnya
menjadi hama/patogen.
Serangga hama dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan
tempat secara aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan. Secara pasif
dilakukan oleh factor lain seperti; tertiup angin atau terbawa pada tanaman yang
dipindahkan oleh manusia. Di tempat yang baru populasi serangga ini bertambah dengan
cepat bila faktor lingkungan mendukvngnya. Sebagai contoh Kutu loncat lamtoro
(Heteropsylla cubana) yang berasal dari Amerika tengah, kemudian bermigrasi ke negara
pasifik dan akhirnya sampai ke Indonesia. Kutu loncat di Indonesia tumbuh cepat sekali
sehingga ratusan hektar tanaman lamtoro diserangnya. Musuh alami yang efektif untuk
Kutu loncat lamtoro yaitu Kumbang predator Curinus cocruleus belum tersedia di
Indonesia, sehingga harus di datangkan dari Hawai. Setelah pengenbangan predator
Curinus, populasi kutu loncat lamtoro mulai dapat dikendalikan (susniahti dkk, 2005).
3. Perubahan persepsi manusia
Ini juga dapat menentukan status hama, salah satunya dapat diukur dari
ambang ekonomi. Hewan dapat berubah statusnya menjadi hama jika populasinya
sudah melebihi atau diatas ambang ekonomi, atau tingkat kerusakan yang
ditimbulkannya sudah merugikan secara ekonomi. Stern, et al. (1959) mengatakan

bahwa adanya perubahan lingkungan OPT masuk ke suatu daerah baru, maka keadaan
di daerah baru tersebut sesuai untuk perkembangannya, sehingga statusnya berubah
menjadi hama.
Pada kondisi seperti populasi serangga hama yang rendah sekalipun, tidak
dikehendaki kehadirannya. Ambangekonomi lebih rendah dari populasi keseimbangan
(Equilibrium position). Sebagai contoh serangga hama yang disebut Penggerek
tongkol jagung (Helicoverpa armigera Hbn.) masuk ke tongkol jagung melalui
ujungnya dengan memotong rambut-rambut tongkol, kemudian hidup dibagian dalam
ujung tongkol dengan memakan butiran-butiran biji jagung. Bagian tongkol yang
dirusaknya hanya ujungnya saja sedangkan bagian tongkol masih tetap utuh. Bagi
segolongan masyarakat tertentu yang tidak dapat menerima hal ini, menganggap
keberadaan H. armigera haus dikendalikan dengan serius (susniahti dkk, 2005).
4. Aplikasi Insektisida Yang Tidak Bijaksana
Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana akan menyebabkan permasalahan
hama semakin kompleks, banyak musuh alami yang mati sehingga populasi serangga
bertambah tinggi disamping berkembangnya resistensi, resurgensi dan munculnya
hama sekunder. Resistensi terhadap insektisida bisa terjadi kalau digunakan jenis
Insektisida yang lama (bahan aktif sama atau kelompok senyawa yang sama) secara
terus-menerus,terutama dosis yang digunakan tidak tepat. Pada populasi serangga di
alam terjadi keragaman genetik antara individu - individunya. Ada individu yang
tahan terhadap suatu jenis insektisida dan ada yang tidak tahan. Bila digunakan jenis
insektisida yang sama secara terus menerus maka individu yang ada dalam populasi
tersebut akan terseleksi menjadi individu yang tahan.
Apabila serangga tersebut berkembangbiak dan masih digunakan insektisida
yang sama dengan dosis yang sama maka jumlah individu yang tahan akan semakin
banyak demikian seterusnya. Resurgensi adalah peningkatan populasi serangga yang
terjadi. Setelah aplikasi insektisida, populasi serangga yang mula-mula rendah
kemudian meningkat lagi dengan cepat melebihi tingkat populasi sebelum aplikasi
insektisida. Penyebab utara terjadinya resurgensi adalah terbunuhnya musuh alami
serangga hama tersebut pada waktu aplikasi insektisida. Musuh alami umumnya lebih
rentan terhadap insektisida dibandingkan serangga hama. Apabilapopulasi hama
tersebut meningkat lagi pada generasi berikutnya atau datang dari tempat lain maka
tidak ada lagimusuh alaminya yang mengendalikan serangga populasi serangga hama
meningkat. Munculnya hama sekunder pada ekosistem pertanian karma insektisida
yang ditujukkan untuk mengendalikan hama utama, akan membunuh pula musuh

alami hama utama dan musuh alam hama sekunder. Dalam kondisi demkian
komposisi hama pada beberapa generasi berikutnya mungkin akan berubah. hama
sekunder akan menjadi hama utama dan hama utama menjadi hama sekunder
(susniahti dkk, 2005).
Kemudian, ada beberapa pendapat yang menyatakan tentang hal-hal yang
berperanan dalam meningkatkan populasi tanaman (OPT)
1. Menurut Stern, dkk (1959), terdapat 3 faktor yang menyebabkan munculnya hama :
a. Masuknya Spesies baru
Spesies yang baru masuk disuatu daerah biasanya juga diikuti oleh masuknya
OPT baru yang berasosiasi dengan spesies tersebut.
b. Serangga melewati batas Geografis
Dalam kehidupannya serangga selalu berada dalam ekosisten tertentu, yang
terpisah oleh keadaan geografis dengan ekosistem yang lain. Apabila suatu
spesies serangga mampu melewati batas geografis sehingga tersebut mendapat
suatu ekosistem baru, biasanya serangga akan lebih leluasa untuk mendapatkan
jenis makanan yang cocok. Serangga akan beradaptasi dengan lingkungan
barunya dan akan berkembang biak dengan cepat dan menyerang inangnya
secara besar-besaran.
c. Perubahan Toleransi Manusia
Dengan meningkatnya kesejahteraan manusia akan mempengaruhi tingkatan
toleransinya terhadap kualitas produksi, terutama terhadap adanya infeksi oleh
hama atau penyakit.
2. Menurut Pimentel (1982), terdapat 12 faktor yang menyebabkan munculnya hama :
a. Pertanaman monokultur.
b. Pemasukan jenis tanaman baru
c. Pemasukan spesies hama baru.
d. Pemindahan tanaman ke daerah yang berbeda iklim
e. Hasil pemuliaan tanaman
f. Berkurangnya keanekaragaman genetic
g. Jarak tanam
h. Penanaman yang terus menerus
i. Unsur hara tanah
j. Masa tanam
k. Asosiasi antara tanaman dan hama.
l. Pestisida yang merubah fisiologi tanaman
2.3 Status Hama
Pada suatu ekosistem pertanian ada serangga yang setup tahun merusak tanaman
sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar, ada serangga yang populasinya tidak
begitu tinggi tetapi merugikan tanaman pula bahkan ada serangga yang populasinya sangat

rendah dan kerusakan yang diderita tanaman kurang diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya
serangga-serangga yang diuraikan diatas dikategorikan :
a. Major pest / Main pest / Key pest atau hama penting / hama utama, adalah serangga
hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangga yang berat sehingga
diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah selalu
tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua species
serangga hama utama di suatu daerah. Hama utama untuk tiap daerah dapat sama
atauberbeda dengan daerah lain pada tanaman yang sama. Sebagai contoh hama
utama pada tanaman padi dapat berupa wereng coklat, penggerek batang, ganjur
karena serangga hama tersebut dapat menimbukan kerugian yang cukup besar
sehingga diperlukan strategi pengendaliannya.
b. Secondery pest / Potensial pest adalah hama yang pada keadaan normal akan
menyebabkan kerusakan yang kurang berarti tetapi kemungkinan adanya perubahan
ekosistem akan dapat meningkatkan populasinya sehingga intensitas serangan sangat
merugikan. Dengan demikian status hama berubah menjadi hama utama. Sebagai
contoh hama putih atau Nymphula depunctalis Guene pada tanaman padi kurang
merugikan tanaman pada populasi masih rendah. Apabila ekosistem pesawahan diairi
dengan cukup bukan mustahil populasi hama putih itu akan meningkat. Incldently
pest / occasional pest adalah hama yang menyebabkan kerusakan tanaman sangat
kecil/kurang berarti tetapi sewaktu-waktu populasinya dapat meningkat dan akan
menimbulkan kerusakan ekonomi pada tanaman. Sebagai contoh serangga hama
belalang yang memakan daun padi biasanya terjadi pada tanaman, padi, setempatsetempat.
c. Migratory pest adalah hama bukan berasal dari agroekosistem setempat tetapi datang
dari luar secara periodik yang mungkin menimbulkan kerusakan ekonomi. Sebagai
contoh belalang kembara atau Locusta migratoria yang datang secara periodik dan
memakan berbagai tanaman sepanjang wilayah yang dilalui dengan populasi yang
sangat tinggi.
2.4 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga
2.4.1 Faktor Fisik
Pengertian faktor fisik terbatas kepada suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan
dan angin yang mudah dievaluasi. Setiap serangga mempunyai kisaran suhu tertentu,
dimana pada suhu terendah ataupun suhu tertinggi, serangga tersebut masih dapar
bertahan hidup. Serangga di daerah tropis tidak tahan terhadap suhu rendah

dibandingkan serangga yang hidup di daerah sub tropis, mendekati suhu minimum
perkembangan serangga menjadi lambat walaupun serangga masih hidup, keadaan
tersebut disebut diapause. Diapause karena suhu minimum disebut hibernasi dan yang
disebabkan suhu maksimum disebut estivasi. Jelaslah kehidupan serangga hama di
alam dipengaruhi oleh suhu dengan kisaran suhu 15C - 50C.
2.4.2 Faktor Makanan
Faktor makanan sangat penting bagi kehidupan serangga hama. Keberadaan
faktor makanan akan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, curah hujan dan tindakan
manusia. Pada musim hujan, orang banyak menanam lahannya dengan berbagai
tanaman. Apabila semua faktor lain sangat mendukung perkembangan serangga maka
pertambahan populasi serangga akan sejalan dengan makin bertambahnya makanan.
Keadaan sebaliknya akan menurunkan populasi serangga hama. Hubungan faktor
makanan dengan populasi serangga itu disebut hubungan bertautan padat atau density
independent
2.4.3 Faktor Biologi
Komponen terpenting dari faktor biologi adalah parasitoid, predator dan
entomopatogen. Ketiga komponen itu berpengaruh terhadap populasi kaena makin
tinggi faktor biologi tersebut. Demikian pula sebaliknya akan makin menurunkan
populasi hama.
2.4.4 Faktor Internal Serangga
Komponen terpenting dari faktor biologi adalah parasitoid, predator dan
entomopatogen. Ketiga komponen itu berpengaruh terhadap populasi kaena makin
tinggi faktor biologi tersebut. Demikian pula sebaliknya akan makin menurun.
a. Sex Ratio
Serangga hama pada umumnya berkembang biak melalui perkawinan
walaupun ada beberapa spesies tertentu yang menghasilkan keturunannya tanpa
melalui pembuahan telurnya disebut parthenogenesis. Perbandingan serangga jantan
dan serangga betina atau lebih dikenal dengan sex ratio sangat penting dalam
menentukan cepatnya pertumbuhan populasi hama. Sebagian besar serangga
mempunyai sex ratio 1:1 yang artinya kemungkinan serangga jantan dan serangga
betina bertemu melakukan kopulasi akan lebih tinggi sehingga reproduksi serangga
tersebut akan tinggi. Pada beberapa serangga hama tertentu, perbandingan sex ratio
tidaklah demikian, contoh pada Xylosandrus compactus mempunyai sex ratio 1:9,
pada serangga hama Xylosandrus compactus sex rationya 1:9; pada serangga

Hyphothenemus hampei sex rationya 1:59, artinya serangga betina lebih banyak dari
serangga jantan
b. Kepribadian
Serangga hama yang mempunyai keperidian cukup tinggi biasanya diketahui
dengan faktor luar sebagai penghambat perkembangannya, yang tinggi pula. Baik
berupa makanannya, musuh alami, faktor fisik: ataupun faktor kompetisi antara
serangga hama itu sendiri dalam memperoleh ruang tempat hidup, kompetisi
memperoleh makanan dan lain sebagainya. Kompetisi akan terjadi pada individuindividu dalam suatu habitat untuk mendapatkan sumber kebidupan. Kompetisi antar
individu dalam terjadi dalam bentuk perebutan makanan, runag gerak dan dalam hal
tempat perlindungan
c. Jangka Waktu Perkembangan
ada sebagian serangga hama jangka waktu perkembangan dari telur sampai
dewasa berlangsung pendek, tetapi pada serangga lain perkembangannya berlangsung
lama. Serangga yang mengalami metamorfosa holometabola perkembangan serangga
dimulai dari telur-larva-pupa/kepompong-dewasa. Pada serangga yang mengalami
metamorfasa hemimetabola atau paurometabola perkembangannya dimulai dari telurnimfa-dewasa. ada sebagian serangga hama jangka waktu perkembangan dari telur
sampai dewasa berlangsung pendek, tetapi pada serangga lain perkembangannya
berlangsung

lama.

Serangga

yang

mengalami

metamorfosa

holometabola

perkembangan serangga dimulai dari telur-larva-pupa/kepompong-dewasa. Pada


serangga

yang

mengalami

metamorfasa

hemimetabola

atau

paurometabola

perkembangannya dimulai dari telur-nimfa-dewasa.


BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan/ penjelasan pada halaman-halaman sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa suatu hama dapat timbul pada suatu hamparan lahan pertanian karena
beberapa hal diantaranya sistem budidaya yang mendukung adanya serangan hama misalkan
pola tanaman monokultur dan penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak bijaksana,
adanya spesies baru yang masuk karena adanya produk pertanian atau tanaman dari terserang
hama dan masuk pada suatu daerah, serangga melewati batas geografis, dan perubahan
tolerandi manusia pada produk pertanian misalkan keinginan akan buah atau sayur yang
bersih tanpa ada tanda serangan hama (lubang-lubang, bercak,dsb) sehingga menimbulkan

tindakan pengendalian hama yang kurang bijaksana dan justru menyebabkan suatu peledakan
hama.

DAFTAR PUSTAKA
Pimentel, D. (1982). Perspectives of integrated pest management. Crop Protect. 1 :5-26
Sembel T., Dantje. 2012. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Yogyakarta : Andi Offset
Stern et al. (1959): The Past, Present, and Future of IPM.
Susniahti, dkk. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Bandung : Unpad Press

Anda mungkin juga menyukai