Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Ekologi

DEKOMPOSISI

Nama : ALIF JARMADI


NIM : G011 17 1329
Kelas :F
Asisten : 1. NURUL PRATIWI. D M
2. DEBI ANGRIANI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di alam ini, ada begitu banyak vegetasi yang tumbuh. Dinamika alam yang ada
adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang sekarang
ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses perubahan
yang tidak pernah ada akhirnya. Keadaan keseimbangan yang tampaknya begitu
mantap, hanyalah bersifat relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika
salah satu dari komponennya mengalami perubahan.
Vegetasi merupakan sistem yang dinamik, sebentar menunjukkan pergantian
yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat hubungan dengan
habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai keseimbangan.
Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam menghasilkan konsep
suksesi.
Berdasarkan keterangan diatas, dalam kesempatan kali ini kami melakukan
pengamatan tentang “Suksesi Tumbuhan” untuk mengetahui proses terjadinya
suksesi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui proses suksesi alami dari
lahan garapan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suksesi Secara Umum


Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang
terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk
komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain,
suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan ekosistem tidak seimbang menuju
ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi lingkungan fisik
dalam komunitas atau ekosistem (Arianto, 2008).
Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas
klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak
berubah) yang mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Komunitas
klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu
komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat
bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan (Arianto,
2008).
Suksesi merupakan perubahan, adaptasi dan perkembangan secara gradual
(setahap demi setahap) dari tumbuh-tumbuhan sesuai dengan faktor lingkungan
hingga mencapai klimaks. Berdasarkan tingkat gangguan terhadap tumbuhan,
maka suksesi dibedakan dalam suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi
primer adalah perkembangan tumbuhan secara gradual pada suatu daerah yang
sama sekali belum ada vegetasi hingga mencapai keseimbangan atau klimaks.
Suksesi ini dikenal dengan suksesi autogenik karena muncul pada kondisi dengan
faktor-faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi pertumbuhan individu
dalam komunitas tumbuh-tumbuhan tersebut (Wanggai, 2009).
2.2 Jenis Jenis Suksesi
Menururt Odum (1992), berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat
dibedakan dua macam suksesi yaitu :
1) Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang
mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat
baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan
manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung
berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan
manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak
bumi).
Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa
lumut kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana.
Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat
anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah
yang lebih kompleks.Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur.
Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan
dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini
dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan
suksesi komunitas hewan. Secara langsung atautidak langsung. Hal ini karena
sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu
wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis
tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem
seimbang yang tahan terhadap perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh
suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu,
bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman rata
– rata 30 m.

2) Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak
bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat
kehidupan/substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari
tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari
peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina
topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan
kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya
adalah pembukaan areal hutan.

2.3 Tahap-Tahap Suksesi


Menurut Odum (1992), adapun tahapan-tahapan suksesi sekunder yaitu :
1) Fase permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang
tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak
muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.
2) Fase awal/muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh jenis-
jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan
tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit,
daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai berbunga,
memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh
burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7- 25 tahun),
berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas.
Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-
pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan
umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh
jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis
pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh
pionir-pionir awal yang cepat tumbuh.
3) Fase Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan
mati satu per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir
yang juga akan membentuk lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). Secara
garis besar, karakteristik-karakteristik pionir-pionir akhir yang relatif beragam
dapat dirangkum sebagai berikut: Walaupun sewaktu muda mereka sangat
menyerupai pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih lama
(50-100 tahun), dan sering mempunyai kayu yang lebih padat.
Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang
disebarkan oleh angin, yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang
sangat lama. Mereka bahkan dapat berkecambah pada tanah yang sangat miskin
unsur hara bila terdapat intensitas cahaya yang cukup tinggi. Jenis-jenis pionir
akhir yang termasuk kedalam genus yang sama biasanya dijumpai tersebar
didalam sebuah daerah geografis yang luas.
Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara
kontinyu. Dalam hutan-hutan yang lebih tua, biimasa yang diproduksi hanya 1-
4.5 t/ha/tahun. Setelah 50-80 tahun, produksi primer bersih mendekati nol. Sejalan
dengan akumulasi biomasa yang semakin lambat, efisiensi penggunaan unsur-
unsur hara akan meningkat, karena sebagian besar dari unsur-unsur hara tersebut
sekarang diserap dan digunakan kembali. Sebagai hasil dari keadaan tersebut dan
karena adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang non-fungsional pada
lapisan organik dan horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi unsur-unsur hara
pada biomasa.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Suksesi
Menurut Odum (1992), faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi kecepatan
laju susksesi dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu :
2.4.1 Iklim
a) Curah hujan
Curah hujan menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-proses
penting lainnya pada vegetasi). Air merupakan salah satu faktor penting yang
dapat menentukan tipe vegetasi. Air dapat mengubah kadar garam tanah sehingga
dapat mempengaruhi vegetasi suatu daerah. Jumlah hujan yang turun berlainan
antara suatu daerah dengan daerah lainnya, tergantung dari beberapa faktor yaitu
topografi, letak daerah dan letak geografis.
b) Suhu
Suhu di daerah tropika tidak pernah turun sampai titik beku dan kebanyakan
berkisar antara 200°C dan 280°C. Suhu tropika yang tinggi disebabkan oleh sudut
jatuh pancaran surya yang hampir tegak. Perubahan tahunan panjangnya hari yang
hanya kecil, dan kapasitas bahan dalam lautan dan tanah. Suhu yang tinggi pada
daerah tropika kebanyakan disebabkan oleh suhu minimum yang lebih tinggi dan
tidak dipengaruhi suhu maksimumnya yang dekat di khatulistiwa mencapai kira-
kira 300°C.
c) Kelembapan
Kelembaban udara dipengaruhi oleh temperatur, yaitu apabila suhu turun
menyebabkan kelembaban relatif bertambah, sedangkan jika suhu naik maka
kelembaban akan berkurang. Kelembaban dan suhu juga mempengaruhi dalam
menentukan daerah distribusi tumbuhan terutama pepohonan.
d) Angin
Pengaruh angin terhadap vegetasi cukup penting. Angin memberikan pengaruh
terhadap konfigrasi, distribusi tumbuhan dan juga mempengaruhi faktor ekologi
lainnya seperti kandungan air dalam udara, suhu di suatu tempat melalui
pengaruhnya terhadap penguapan. Angin juga mempengaruhi secara langsung
vegetasi yaitu dengan menumbangkan pohon-pohon atau mematahkan dahan-
dahan atau bagian-bagian lain.
e) Cahaya
Cahaya juga memainkan peranan penting dalam penyebaran, orientasi dan
pembungaan tumbuhan. Di dalam hutan tropika, cahaya merupakan faktor
pembatas, dan jumlah cahaya yang menembus melalui sudut hutan akan tampak
menentukan lapisan atau tingkatan yang terbentuk oleh pepohonan.
2.4.2 Fisiologis
Fisiologi yaitu meliputi faktor topografi berurusan dengan corak permukaan
daratan dan mencakup ketinggian, kemiringan tanah, lapis alas geologi yang
mempengaruhi pengirisan, pengikisan dan penutupan. Berbagai corak permukaan
tanah itu berpengaruh pada sifat dan sebaran komunitas tumbuhan.
2.4.3 Edatik
Tanah membentuk lingkungan untuk sistem akar yang rumit pada tumbuhan dan
bagian bawah tanah lainnya seperti rhizoma, subang dan umbi lapis maupun untuk
sejumlah jasad tanah. Tanah juga secara terus menerus menyediakan air dan
garam mineral. Dapat berdiri tegaknya tanaman di atas tanah merupakan masalah
yang peka. Beberapa jenis tanaman tidak dapat tumbuh pada pada tanah jenis
tertentu kecuali jika pohon itu telah tersesuaikan secara khusus.

2.4.4 Biotik
Meliputi pengaruh jasad kehidupan baik hewan maupun tumbuhan. Pengaruh itu
dapat langsung ataupun tidak langsung dan dapat merugikan atau menguntungkan
tumbuhan tersebut. Di dalam hutan banyak terdapat tumbuhan, komunitas tersebut
berinteraksi satu sama lain dan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :
Hari/Tanggal : Rabu, 20 Maret 2013

Waktu : 16.00 WITA – Selesai

Tempat : Depan Gedung Jurusan Biologi FMIPA UNTAD

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, tali rafia,
patok kayu dan alat tulis.
Bahan yang digunakan yakni lahan alami seluas 2 × 2 m2.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai
beriku:
1. Membersihkan lahan garapan dengan cangkul dari rumput-rumputan dan
tumbuhan yang hidup dilahan tersebut.
2. Memetak lahan garapan dengan ukuran 2 × 2 m2 dan dibatasi oleh tali rafia.
Selanjutnya biarkan petak pengamatan tersebut selama 4 minggu.
3. Setelah 4 minggu mengamati jenis tumbuhan yang tumbuh dalam plot dan
mencatat mengenai jumlah dan jenis tumbuhan yang ada di dalam plot
tersebut.
4. Mencatat perubahan komposisi tumbuhan tersebut.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :

Adapun tabel gambar hasil pengamatan tiap minggunya adalah sebagai berikut :

No.

Gambar

Keterangan

Pengamatan minggu pertama

Pengamatan minggu kedua

Pengamatan minggu ketiga


4

Pengamatan minggu keempat

4.2 Pembahasan
Pada Praktikum kali ini membahas tentang suksesi tumbuhan yang bertujuan
untuk mengetahui proses terjadinya suksesi alami dari lahan garapan. Suksesi
merupakan proses perubahan dalam suatu komunitas yang berlangsung hingga
menuju suatu arah pembentukan komunitas secara teratur. Suksesi merupakan
proses yang terjadi akibat adanya modifikasi lingkungan fisik dalam suatu
komunitas tersebut.
Praktikum ini dilakukan dengan membuat petak/plot sebanyak 1 buah dengan
luas 2 × 2 m2, petak inilah yang dibuat gundul (dirusak) dengan cara mencangkul
area petak ini hingga akar tanaman yang ada manjadi hilang sama sekali.
Petak/plot dibuat dengan menggunakan tali rafia dengan warna yang mencolok
(misalnya merah), pemilihan warna ini bertujuan agar pembatas (garis) tersebut
masih dapat terlihat jelas walaupun nantinya tumbuh berbagai tumbuhan dengan
lebat.
Pengamatan tentang suksesi ini dilakukan selama 4 minggu. Pada saat
pembuatan petak/plot dan pencangkulan lahan, dihitung sebagai minggu ke 0.
Selama berlangsungnya pengamatan suksesi, praktikan mengalami beberapa
minggu di mana tidak turun hujan (± 3 minggu), sedangkan di sisa minggu yang
ada, hampir setiap harinya turun hujan.
Perlu diketahui bahwa hujan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan
tanaman dan berlangsungnya suksesi di dalam tumbuhan pada petak yang
bersangkutan. Semakin deras hujan yang terjadi, maka akan dapat dipastikan
suksesi yang terjadi juga akan semakin subur (lebat).
Pada minggu pertama dan kedua, belum ada vegetasi yang tumbuh. Hal ini
kemungkinan pada petak tersebut, proses pencangkulan sampai menghilangkan
akar dari tanaman yang ada sebelumnya sehingga diperlukan proses yang lama
untuk menumbuhkan kembali tanaman tersebut.
Pada minggu ketiga terdapat vegetasi baru, yaitu ilalang. Tumbuhan ilalang
dengan populasi sebanyak 2 spesies dengan tinggi 1 cm dan 1,3 cm.
Pada minggu keempat, populasi ilalang bertambah menjadi 3 spesies dengan
tinggi masing-masing 3 cm, 3,4 cm dan 1,2 cm. Penambahan populasi serta tinggi
varietas ini kemungkinan dikarenakan sering terjadinya hujan yang
mengakibatkan tumbuhnya ilalang pada petak/plot pengamatan.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa vegetasi
yang pertama muncul adalah jenis rerumputan yaitu ilalang. Hal ini disebabkan
jenis suksesi merupakan suksesi sekunder, dimana sudah terdapat kehidupan
sebelumnya. Vegetasi yang biasanya muncul pertama kali biasanya berupa
tumbuhan pelopor atau pionir yaitu tumbuhan yang berkemampuan tinggi untuk
hidup pada lingkungan yang serba terbatas pada berbagai faktor pembatas.
Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu
yang memberikan kemungkinan hidup bagi tumbuhan lainnya. Jenis tumbuhan
pionir lainnya yaitu tumbuhan lumut kerak. Lumut kerak termasuk dalam
tumbuhan pionir sebab memiliki kemampuan dalam proses pembentukam lapisan
tanah, memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan materi organik ketika
terjadi pelapukan dari bagian tumbuhan yang mati.
Proses terjadinya suksesi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang baik
secara terpisah-pisah maupun dalam kombinasi dapat mempengaruhi
ketidakhadiran atau kehadiran, keberhasilan atau kegagalan berbagai komunitas
tumbuhan melalui vegetasi penyusunnya.
Sehingga dari percobaan yang telah dilakukan dapat dikatakan berhasil sebab
tampak terjadinya proses suksesi yakni perubahan dalam suatu komunitas yang
berlangsung menuju ke suatu arah pembentukan komunitas secara teratur. Hal ini
nampak dengan munculnya beberapa jenis vegetasi yang nantinya akan
membentuk suatu komunitas baru.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut
:
1. Suksesi yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder. Karena
telah ditemukan adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput
liar, yang kemudian dibersihkan dengan cara dicangkul sampai bersih hingga
akar-akarnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi
tidak dari komunitas pioner. Yaitu ada fase permulaan, fase awal, fase muda,
dan diakhiri dengan fase klimaks yang ditandai dengan matinya tanaman
secara terus-menerus.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi suskesi yaitu iklim, topografi, edatik dan
biotik.
5.2 Saran
Sebaiknya pengamatan suksesi harus lebih teliti dalam mengamati dan mengukur
jenis tumbuhan yang tumbuh pada lahan garapan.
DAFTAR PUSTAKA

Michael, P., 1996. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan


Laboratorium. Jakarta : UI Press.
Odum, H. T., 1992. Ekologi Sistem Suatu Pengantar. Yogyakarta : UGM Press.

Soemarwoto, O., 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,. Jakarta :


Djambatan
Suharno, 1999, Biologi, Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai