Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kuliah lapangan atau field trip adalah suatu kegiatan kunjungan ke objek
tertentu diluar lingkungan kampus, yang bertujuan untuk mencapai tujuan
intruksional tertentu (Sumaatmadja, 1984). Mahasiswa diajak melihat langsung
objek yang akan dipelajari, mengembangkan pemikiran dan merangsang kreatifitas
karena mahasiswa menyaksikan dan membuktikan sendiri fenomena alam yang
terjadi. Melalui penggalian sumber belajar yang ada dilingkungan, secara tidak
langsung dosen telah mendekatkan mahasiswa dengan lingkungan. Kegiatan
pembelajaran seperti ini termasuk cara mencerdaskan, mendewasakan,dan
membebaskan mahasiswa dalam mengembangkan pemikiran mahasiswa (Learning
to think), menambah pengalaman mengajar (Learning by expirience), menimbulkan
rasa peduli (Learning to care), dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya (Learning to live together) (Onah, 2008).
Berdasarkan penelitian Patrick (2010) diketahui bahwa manfaat utama
melaksanakan kuliah lapangan adalah kuliah lapangan mampu menyajikan
kebenaran yang nyata dengan cara menjumpai langsung organisme tersebut di
habitat aslinya. Hal ini memberikan keuntungan bagi siswa untuk mendapatkan
informasi awal. Selain itu manfaat lain setelah melakukan field trip terjadi
peningkatan kemampuan mahasiswa dalam ranah kognitif, psikomotor dan afektif.
Pengamatan yang kami lakukan di aek nauli dilatar belakangi karena lokasi
tersebut sudah biasa dilakukan untuk lokasi penelitian dari berbagai instansi, dan
hutan tersebut sangat mendukung untuk dijadikan lokasi pengamatan etimasi
kelimpahan populasi serangga. untuk mata kuliah ekologi hewan, karena jenis
serangga yang melimpah di lapangan rumput yang masih asli tanpa gangguan
tangan manusia.
Serangga adalah salah satu kelas avertebrata di dalam filum arthropoda yang
memiliki exokleton berkitin, bagian tubuhnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu
kepala, thorax dan abdomen,. 3 pasang kaki yang terhubung ke thorak, memiliki
mata majemuk dan sepasang antena.

1
Populasi adalah kumpulan keompok makhuk hidup yang sama jenisnya
yang mendiamii suatu ruangan khusus. Etimasi populasi adalah suatu metode yang
digunakan untuk melakukan penghitungan kepadatan suatu populasi. Kepadatan
popuai satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah atau
biomassa per unit. Atau peratuan luas, atau persatuan voume.
Kerapatan popuasi adalah ukuran besarpopulai yang berhubungan dengan
satuan ruang yang umumnya diteliti dan dinyatakan sebagai cacah individu atau
biomassa persatuan luas per satuan isi. Kerapatan populasi dapat dihitung dengan
dua cara yaitu secaara absout dan relative. Cara mengukur kerapatan absolute
dengan 2 cara yaitu menghitung seluruh individu, dan metode sampling
(widyleksono, 2012) Dalam suatu ekosistem terdapat fluktuasi kepadatan popuasi
untuk mempermudah dalam mengitung kepadatan suatu popuasi maka dibuat suatu
simulasi cara penghitungan kepadatan populasi, yaitu dengan metode CMRR.

1.2 Tujuan Kegiatan


Tujuan kegiatan penelitian ini adalah agar mahasiswa dapat menerapkan
metode CMRR ( Capture-Mark-Releae-Recapture ) untuk memperkirakan cacah
populasi serangga belalang dan membandingkan hasiletimasi dengan rumus ptersen
dan schnabel di Hutan Arboretum Aek Nauli

1.3 Ruang Lingkup


Lokasi kegiatan praktikum adalah Kawasan hutan Aek Nauli merupakan salah
satu KHDTK yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
39/Menhut-II/2005, tanggal 7 Pebruari 2005 dengan luasan 1.900 Ha.Secara
geografis KHDTK Aek Nauli terletak diantara 2˚ 41’ – 2˚ 44’ LU dan 98˚ 57’ –
98˚58’ BT dan secara administratif termasuk pada Desa Sibaganding, Kecamatan
Girsang Sipanganbolon dan Desa Dolok Parmonangan Kecamatan Dolok
Panribuan, Kabupaten Simalungun. Kawasan ini merupakan daerah pegunungan
pada ketinggian sekitar 1.100 – 1.750 meter dari permukaan laut dengan kemiringan
antara 3 – 65 %. Hutan Aek Nauli berfungsi sebagai bagian Daerah Tangkapan
Air (DTA) memiliki beberapa tipe ekosistem yang menjadi habitat beragam jenis
tumbuhan dan satwaliar dilindungi.

2
1.4 Sistematika Penyajian Laporan
Laporan ini terdiri dari 5 Bab yaitu :
 Bab I pendahuluan : berisi latar belakang,, tujuan, ruang lingkup serta
sistematika penajian laporan praktikum
 Bab II Tinjauan Pustaka : berisi uraian mengenai vegetasi di hutan Aek
Nauli, serta teori popuasi serangga
 Bab III Metodologi : Menggambarkan tentang metode pelaksanaan kuliah
lapangan yaitu waktu dan lokasi, alat dan bahan, prosedur kerja dan analisis
data
 Bab IV Hasil dan Pembahasan : yaitu mengurai tentang hasil analisis
estimasi populasi serangga
 Bab V Kesimpulan : Menyajikan Kesimpulan dari hasil praktikum

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Aek Nauli

2.1.1 Sejarah dan Perkembangan


Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli
merupakan salah satu KHDTK yang ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 39/Menhut-II/2005, tanggal 7 Pebruari 2005
dengan luasan 1.900 Ha. Secara geografis KHDTK Aek Nauli terletak
diantara 2˚ 41’ – 2˚ 44’ LU dan 98˚ 57’ – 98˚ 58’ BT dan secara
administrative termasuk pada Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang
Sipanganbolon dan Desa Dolok Parmonangan Kecamatan Dolok Panribuan,
Kabupaten Simalungun.
Kawasan KHDTK Aek Nauli memiliki aksesibilitas yang mudah
dilalui karena terdapat di pinggir jalan propinsi yang menuju Kawasan
Danau Toba. Untuk menuju ke kawasan dapat ditempuh dengan rute yaitu
dari Medan – Pematangsiantar – Parapat dengan jalan darat menggunakan
kendaraan pribadi maupun kendaraan umum dengan lama perjalanan
sekitar 4 jam atau dengan jarak lebih kurang 150 km. Dengan telah
beroperasinya bandara Silangit yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara,
kawasan ini dapat dicapai dengan waktu kurang lebih 90 Menit melewati
Parapat. Kawasan KHDTK Aek Nauli merupakan daerah pegunungan pada
ketinggian sekitar 1.000– 1.750 meter dari permukaan laut dengan
kemiringan antara 3 – 65 % (rata-rata antara 25– 40 %).
Kondisi topografi yang umumnya perbukitan dan pegunungan
sehingga membawa kondisi geologis yang labil dan tingkat rawan erosi
tanah sangat tinggi. KHDTK Aek Nauli berfungsi sebagai bagian Daerah
Tangkapan Air (DTA) memiliki beberapa tipe ekosistem yang menjadi
habitat beragam jenis tumbuhan dan satwaliar dilindungi. Beragam
ekosistem di KHDTK Aek Nauli dapat dikelompokan diantaranya Hutan
Primer, Hutan Sekunder, Hutan Tanaman/Dominansi Pinus, Semak Belukar
dan Rerumputan, Dominansi Jenis Tertentu.Masyarakat di sekitar KHDTK

4
Aek Nauli mayoritas terdiri dari suku Batak Toba dan Jawa. Mata
pencaharian penduduk ada yang berladang seperti menanam kopi, ubi kayu,
sayur-sayuran dan buah-buahan. Bahasa yang dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah bahasa Toba dan bahasa Indonesia.
Tujuan dari pemulihan yang dilakuakan dikawasan hutan tersebut
adalah untuk mengembalikan komposisi dan struktur vegetasi mendekati
kondisi semula sebelum terjadinya gangguan. Dengan demikian, ekosistem
hutan KHDTK Aek Nauli dapat kembali menjalankan peran dan fungsinya
sebagai kawasan hutan lindung.
Agar pemulihan ini dapat berjalan baik dan berhasil, diperlukan
informasi komposisi dan struktur vegetasi dikawasan hutan, baik pada
ekosistem hutan yang masih baik maupun yang telah mengalami gangguan.
Tersedianya kondisi acuan merupakan komponen penting dalam kegiatan
pemulihan kawasan hutan.

2.1.2 Letak kawasan


Dengan luas 1.900 Ha. Secara geografis KHDTK Aek Nauli terletak
diantara 2˚ 41’ – 2˚ 44’ LU dan 98˚ 57’ – 98˚ 58’ BT dan secara administratif
termasuk pada Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipanganbolon dan
Desa Dolok Parmonangan Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten
Simalungun. Kawasan KHDTK Aek Nauli memiliki aksesibilitas yang
mudah dilalui karena terdapat dipinggir jalan provinsi yang menuju
Kawasan Danau Toba. Untuk menuju kekawasan ini dapat ditempuh dengan
rute yaitu dari medan- Pematangsiantar- Parapat dengan jalan darat
menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

5
2.1.3 Kondisi fisik lapangan

Gambar 1. Peta Aek Nali

Aek Nauli merupakan pegunungan pada ketinggian sekitar 1.000-


1.750 meter dari permukaan laut dengan kemiringan antara 3-65 % (rata-
rata anatara 25-40%). Kondisi topografi yang merupakan pada umumnya
adalah perbukitan dan pegunungan sehingga membawa kondisi geologis
yang labil dan tingkat rawan erosi tanah sangat tinggi.

2.1.4 Geologi dan Tanah


Kondisi topografi yang umumnya perbukitan dan pegunungan
sehingga membawa kondisi geologis yang labil dan tingkat rawan erosi
tanah sangat tinggi. KHDTK Aek Nauli berfungsi sebagai bagian Daerah
Tangkapan Air (DTA) memiliki beberapa tipe ekosistem yang menjadi
habitat beragam jenis tumbuhan dan satwaliar dilindungi.

2.1.5 Iklim
Kawasan Aek Nauli terletak di ketinggian 426 m di atas permukaan laut,
iklim di sini yaitu beriklim tropis. curah hujan di Aek Nauli adalah signifikan, yaitu
dengan presipitasi bahkan selama bulan terkering. klasifikasi iklim koppen geiger
adalah Af. suhu rata-rata tahunan di tempat ini adalah 24.4°C di Aek nauli. Curah
hujan tahunan rata-rata adalah 2892 mm.
bulan kemarau atau kering terjadi dibulan Juli, yaitu dengan 166 mm hujan.
Pada bulan Oktober, endapan dapat mencapai puncak, yaitu dengan rata-rata 349
mm.

6
Dan dibulan mei mungkin merupakan bulan terhangat sepanjang tahun.
Karena suhu rata-rata mungkin 25.0°C pada 24.0°C rata-rata, november adalah
bulan dengan suhu dingin tahun ini.
Perbedaan dalam presipitasi antara bulan kemarau dan bulan hujan adalah
183 mm. variasi dalam suhu tahunan adalah sekitar 1,0 °C.
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan 759 mm dengan
jumlah hari hujan sebanyak 15 hari.

2.1.6 Keanekaragaman Flora dan Fauna


Kawasan hutan Aek Nauli ekosistem yang sangat beragam, oleh karena itu
karena beragamnya ekosistem di KHDTK Aek Nauli deapat dikelompokkan
diantaranya yaitu Hutan Primer, hutan sekunder, dan hutan Tanaman/dominansi
Pinus, Semak belukar dan rerumputan, dominansi jenis tumbuhantertentu. Adapun
keanekaragaman flora dan faunanya yaitu terdapat Hutan Primer dan Hutan
Skunder yang di Dominasi Tanaman hutan,Semak dan Belukar,Pohon Pinus, dan
pohon Kemenyan. Serta Fauna yang berada di Hutan Aek Nauli ialah
Gajah,Siamang, Lebah,Rusa,Serangga.

2.2 Morfologi Serangga


Tubuh serangga terdiri dari 3 bagian yaitu kepala, thoraks, dan abdomen.
Kutikula dibangun oleh lapisan epikutikula, eksokutikula, dan endokutikula.
Kepala dibangun oleh cranium dimana terletak mulut, antena, dan mata. Thoraks
terdiri dari 3 segmen prothoraks, mesothoraks, metathoraks. Pasangan struktur
organ reproduksi terdapat pada bagian abdomen. Serta untuk mendukung proses
kehidupannya, serangga memerlukan kesetimbangan dalam makan dan
pencernaan, pernapasan, peredaran , ekskresi, syaraf, dan reproduksi. Saluran
makan serangga terdiri dari foregut, midgut, dan hindgut. Zat makanan yang
diperlukana serangga adalah karbohidrat, asam amino, lemak, vitamin, kolestrol,
air dan mineral ( Sugeng, 2010).
Pada bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral) dapat
ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, mulut (mandibula, sepasang
maksila, labium dan labrum), occiput, mata majemuk, mata tunggal (ocelli),
postgena, dan antena. Sedangkan toraks terdiri dari protorak, mesotorak,dan
metatorak. Sayap serangga tumbuh dari dinding tubuh yang terletak dorsal-

7
lateral antara nota dan pleura. Pada umumnya serangga mempunyai dua pasang
sayap yang terletak pada ruas mesotoraks dan mmetatorak. Pada sayap terdapat
pola tertentu dan sangat berguna untuk identiikasi (Borror, dkk,. 1992).
Serangga memiliki skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya
(eksoskeleton). Rangka luar ini tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi
pelindung tubuh. Pada dasarnya, eksoskeleton serangga tidak tumbuh secara
terus-menerus. Pada tahapan pertumbuhan serangga eksiskeleton tersebut harus
ditanggalkan untu menumbuhkan yang lebih baru dan lebih besar lagi (Hadi,
2009).

2.2.1 Klasifikasi Serangga


a. Ordo Orthoptera (Serangga Bersayap Lurus)
Serangga yang termasuk ke dalam ciri-ciri ordo Orthoptera adalah
belalang (Dissostura sp), belalang sembah (Stagmomantis sp), jangkrik (Gryllus
sp), dan kecoa (Blatta orientalis).
b. Ordo Odonata
Serangga ini menggunakan sebagian besar hidupnya untuk terbang.
Capung memiliki tubuh yang langsing dengan dua pasang sayap, dan memiliki
pembuluh darah jala (Ansori, 2005)
c. Ordo Hemiptera
Serangga yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah walang sangit
(Leptocorixa acuta), kumbang coklat (Podops vermiculata), kutu busuk (Eimex
lectularius), kepinding air (Lethoverus sp).
d. Ordo Homoptera
Contoh serangga dalam kelompok ini adalah tonggeret (Dundubia
manifera), wereng hijau (Nephotetix apcalis), wereng coklat (Nilapervata
lugens), kutu kepala (Pediculushumanus capitis) dan kutu daun (Apid sp).
e. Ordo Hymenoptera
Memiliki sayap 2 pasang, seperti selaput, bervena sedikit dan mempunyai
sederetan kait kecil yang terletak di margin anterior. Contoh dari serangga
Hymenoptera adalah lebah madu (Apis mellifera) dan. kumbang madu
(Xylocopa sp).
f. Ordo Diptera

8
Contoh dari ordo ini adalah lalat (Musca domestica), nyamuk biasa (Culex
natigans), dan nyamuk (Anopheles sp dan Aedes Aegepty).
g. Ordo Coleoptera
Contoh serangga dalam kelompok ini adalah kumbang kelapa (Orytec
rhynoceros), kumbang buas air (Dystisticus marginalis), serta kumbang beras
(Calandra oryzae).
h. Ordo Lepidoptera
Mempunyai 2 pasang sayap yang tertutup bulu atau sisik. Antena agak
panang, mulut pada larva bertipe pengigit dan pada dewasa penghisap. Contoh
kupu-kupu ulat sutra (Bombyx mori) (Akbar, 2012).

2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga


Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor
dalam (yang dimiliki oleh serangga itu sendiri) dan faktor luar (yang berada di
lingkungan sekitarnya).
1. Faktor dalam
a. Kemampuan berkembangbiak
Lebih cepat waktu berkembangbiak maka akan lebih tinggi kemampuan
berkembangbiaknya, watu berkembangbiak serangga trgantung pada lamanya
siklus hidup serangga tersebut (Natawigena, 1990)
b. Perbandingan kelamin
Perbandingan kelamin ini pada umumnya adalah 1 : 1, akan tetapi
karena pengaruh tertentu, baik faktor dalam maupun faktor luar seperti keadaan
musim dn kepadatan populasi, maka perbandingan dapat berubah (Jumar,
2000)
c. Sifat mempertahankan diri
Untuk mempertahankan hidup, serangga memiliki alat atau kemampuan
untuk memperthankan dan melindungi dirinya dari serangan musuh.
Kebanyakan serangga akan berusaha menyelamatkan diri bila diserang musuh
dengan cara terbang, meloncat, berlari, berenang, dan menyelam.
d. Siklus hidup

9
Spesies serangga masing-masing memiliki jangka perkembangan
bagian serangga yang berbeda-beda. Ada serangga yang siklus hidupnya
beberapa hari,bahkan hidup lebih dari satu bulan (Nenet, 2005)
e. Umur Imago
Serangga umumna memiliki umur imago yang pendek. Ada yang
bebeapa hari, akan tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Semakin lama
umur imago betina, maka akan lebih sering kesempatan untuk bertelur
(Natawigena, 1990)
2. Faktor luar
a. Suhu dan kisaran suhu
Pengaruh suhu jelas telihat pada proses fisiologiserangga. Suhu tertentu
aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu yang lain akan berkurang.
Kisaran suhu yang efektif untuk aktivitas serangga adalah 15 oC (suhu
minimum), 25o C (suhu optimum, 45oC(suhu maksimum) (Jumar, 2000).
b. Kelembaban/hujan
Kelembaban yang dimaksud adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat
hidup serangga yang merupakan faktor penting yang mempengaruhi distibusi,
kegiatan, serta perkembangan serangga. Serangga umumnya memiliki kisaran
toleransi terhadap kelembaban optimum yang terletak dalam titik maksimum
73-100%.
c. Cahaya / warna / bau
Cahaya adalah faktor lingkungan abiotic yang besar pengaruhnya
terhadap serangga seperti lamanya hidup, cara bertelur, berubah arah terbang,
karena banyak serangga yang mempunyai reaksi positif terhadap cahaya
(Natawigena, 1990).
Selain tertarik pada cahaya, diemukan juga serangga yang tertarik oleh
wrna seperti warna hijau dan kuning. Sesungguhnya serangga memiliki
preferensi tersendiri terhaap warna dan bau, seperti terhadap warna-warna
bunga.
d. Angin

10
Angin berperan dalam membantu penyyebaran serangga, terutama bagi
seranga yang berukuran kecil misalnya Apid sampai terbang terbawa angin
sampai sejauh 1.300 km (Jumar, 2000).

2.3 Macam-Macam Teknik Pengumpulan Serangga


Dalam menentukan kerapatan populasi perlu dibdakan antara kerapatan
(crude density) dengan kerapatan ekologi. Kerapatan kasar yaitu cacah individu
suatu populasi per areal atau total area. Sedangkan kerapatan eologi adalah cacah
individu per areal habitatnya.
1. Sistem banjir
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah. Teknik ini
relatif lebih mudah dan cepat yaitu dengan membasahi suatu area
yang ditentukan dengan air. Beberapa saat kemudian, serangga-
serangga yang berada di dalam tanah keluar, kemudian dapat di
hitung jumlahnya.
2. Pitfall trap
Teknik ini di gunakan untuk serangga tanah pada daerah vegetasi
rendah atau dilahan kosong, dimana serangga-serangga tersebut
merupakan serangga aktif.
3 capture re-capture prinsip perangkap ini yaitu sangat sederhana
dengan menggunakan bejana yang ditanam dalam tanah sebagai
perangkap lubang dengan kedalaman 20 cm dan permukaan bejana
dibuat datar dengan tanah. Pemasangan perangkap ini dapat
dilakukan pada pukul 07.00 pagi dan sampel serangga dapat diambil
pada pukul 17.00 sore ( Usman, 2017)
3. 3Capture re-capture
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah yang terbang
diatas 1-2 meter. Serangga di tangkap dengan menggunakan insect
net.serangga yang tertangkap kemudian ditandai dan dilepaskan
kembali, dilakukan dengan pengulangan penangkapan serangga.
4. Light trap
Teknik ini digunakan untuk serangga malam, dengan
menggunakan suatu layar atau suatu wadah yang telah berisi air,

11
sabun dan formalin lalu diamkan dibawah cahaya lampu. Serangga
tertarik terhadap cahaya lampu yang kemudian akan terjatuh
kedalam wadah tersebut ( Sugeng, 2010).
Pemasangan perangkap dapat dilakukan pada pukul 18.00-19.00
WIB. Pemantauan 10 menit sekali dan dilakukan selama 1 jam (Aji,
2018).
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah pitfall trap dan light trap.
Meetode pitfall trap merupakan metode penangkapan hewan engan sistem
perangkap, khusunya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari
metode pitfall trap adalah untuk menjebak binatang-binatang permukaan tanah agar
jatuh kedalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi jenis
binatang permukaan tanah yang berada pada lingkungan perangkap. Metode pitfall
trap tidak digunakan untuk mengukur besarnya populasi namun dari data yang
diperoleh bisa didapatkan cerminan komunitas binatang tanah dan indeks
diversitasnya ( Joshua, 2012).
Pada suatu tempat atau area tertentu terdapat berbagai macam spesies
serangga yang hidup atau yang menempati, untuk mengetahui keanekaragaman
serangga yang hidup di area tertentu maka dapat mengunakan perhitungan
menggunakan rumus Indeks Dominansi (D), Indeks Sympson (SID), dan Shanon
Wiener (H’)

Indeks Dominansi (D)


D = Σ (ni/N)2 Keterangan :
ni : Jumlah Individu tiap spesies
N : Jumlah Individu seluruh spesies

Indeks Sympson (SID)


SID = I-D

Indeks Shanon Wienet (H’)


H’ = -Σ pi log pi Keterangan : H’ : Indeks Keanekaragaman Shanon Wiener
pi = ni/N = Kelimpahan relative spesies
( Fenti, 2012).

12
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya
spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam
memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme dalam
suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah, ukuran,
produksi dan hubungan lainnya.
Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks
keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut
spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik, atau kekhasan fungsional.
Analisis komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasarkan pada
pembedaan zone atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut.
Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitas karena
batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak dalam sifat fisika
lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies dan jumlah total individu
dalam suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman spesies. Ini berkaitan
dengan kestabilan lingkungan dan beragam komunitas berbeda (Wolf, 1992).

2.4 Estimasi kelimpahan populasi serangga


Populasi diartikan sebagai suatu kumpulan kelompok makhluk hidup yang
sama spesies (atau kelompok lain individunya mampu bertukar informasi genetik),
yang mendiami suatu ruang khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang
walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai miliki kelompok
dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu (Odum, 1971).
Estimasi populasi adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan
perhitungan kepadatan suatu populasi. Kepadatan populasi satu jenis atau
kelompok hewan dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit,
atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan
relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan
kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif
biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase. Perhitungan populasi baik untuk
hewan maupun tumbuhan dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung.
Secara tidak langsung, yaitu dengan perkiraan besarnya populasi sedemikian rupa
sesuai dengan sifat hewan atau tumbuhan yang dapat dihitung. Misalnya, untuk
hewan-hewan besar dapat dilakukan dengan metode track count atau fecal count,

13
sedangkan untuk hewan yang relatif mudah ditangkap misalnya tikus, belalang
dapat diperkirakan populasinya dengan metode Capture mark release recapture
(Suin, 1989).
Dalam mempelajari kelimpahan suatu spesies disatu lokasi tunggal maka
idealnya perlu tahu tentang kondisi fisika kimia, tingkat sumber daya yang dapat
diperoleh, daur hidup makhluk itu, pengaruh kompetitor, pemangsa, parasit dan
sebagainya. Perbedaan-perbedaan dalam populasi mungkin dapat dikorelasi dengan
cuaca, jenis tanah, cacah predator dan sebagainya. Suatu populasi dapat dirubah
oleh kelahiran, kematian dan migrasi. Suatu nilai ekstrim besarnya populasi dapat
mencerminkan tingkat saat terakhir ketika berkurang, waktu yang dilampaui untuk
tumbuh kembali dan laju pertumbuhan intrinsik selama waktu tersebut. Suatu nilai
ekstrim lain besarnya populasi juga dapat mencerminkan ketersediaan beberapa
sumber daya yang menjadi kendala perluasan populasi lebih lanjut yang dibatasi
oleh laju kelahiran, bertambahnya laju kematian atau stimulasi migrasi (Soetjipta,
1993).
Dalam kejadian yang tidak praktis, untuk menerapkan kerapatan mutlak
suatu populasi, ternyata dianggap cukup bila diketahui kerapatan nisbi suatu
populasi. Kerapatan populasi dapat dihitung dengan dua cara, yaitu secara absolut
dan secara relatif. Pada kerapatan relatif jumlah individu tidak dapat dinyatakan
secara pasti melainkan dibandingkan dengan jenis lain atau frekuensinya per satuan
waktu. Cara mengukur kerapatan absolut ada dua, yaitu menghitung seluruh
individu dan metode sampling (Widyaleksono, 2012).
Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu, biasanya mengikuti dua
pola. Beberapa populasi mempertahankan ukuran populasi mempertahankan
ukuran populasi, yang relatif konstan sedangkan populasi lain berfluktuasi cukup
besar. Perbedaan lingkungan yang pokok adalah suatu eksperimen yang dirangsang
untuk meningkatkan populasi tersebut. Penyelidikan tentang dinamika populasi,
pada hakikatnya dengan keseimbangan antara kelahiran dan kematian dalam
populasi dalam upaya untuk memahami pada tersebut di alam (Naughton, 1973).
Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam
dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan
volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur

14
untuk menghitung produktifitas dan untuk membandingkan kepadatan suatu jenis
dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut (Rakhmanda,
2011: 1).
Pengukuran kerapatan mutlak ialah dengan cara :
1. Penghitungan menyeluruh yaitu cara yang paling langsung untuk mengerti
berapakah makhluk yang di pertanyakan di sutau daerah adalah menghitung
makhluk tersebut semuanya.
2. Metode cuplikan yaitu dengan menghitung proporsil kecil
populasi.(PETERSON) (Sukarsono,1992).
Metode yang paling akurat untuk mengetahui kerapatan populasi adalah
dengan cara menghitung seluruh individu mahkluk hidup yang di maksud (sensus),
namun situasi alam atau lokasi penelitian sering tidak memungkinkan pelaksaan hal
tersebut, terutama pada penghitungan hewan liar misalnya nyamuk atau rusa.
Mungkin sebagian medan habitat tidak dapat atau sukar dicapai, atau beberapa
individu sangat sulit untuk dijumpai secara langsung. Selain itu pergerakan hewan
dari dan ke arah lokasi sensus menyebabkan tidak akuratnya perhitungan
(Sukarsono,1992).
Perhitungan populasi baik untuk hewan maupun tumbuhan dapat
dilaksanakan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara
tidak langsung yaitu dengan perkiraan besarnya populasi sedemikian rupa sesuai
dengan sifat hewan atau tumbuhan yang akan dihitung. Misalnya untuk menghitung
sampling populasi rumput di padang rumput dapat digunakan metode kuadarat
rumput, untuk hewan-hewan besar dapat dilakukan dengan metode track count atau
fecal count, sedangkan untuk hewan yang relatif mudah ditangkap misalnya tikus,
belalang atau burung dapat diperkirakan populasinya dengan metode capture mark
release recapture (Sukarsono,1992).

2.4.1 Pengertian CMRR


Capture Mark Release Recapture (CMMR) yaitu menandai, melepaskan dan
menangkap kembali sampel sebagai metode pengamatan populasi. Merupakan
metode yang umumnya dipakai untuk menghitung perkiraan besarnya populasi.
Capture-mark-recapture (CMR) merupakan eksperimen yang dikembangkan
untuk mengatasi kesulitan yang berhubungan dengan estimasi ukuran populasi pada

15
hewan. Umum Prinsip CMR percobaan adalah untuk menandai individu dalam sesi
capture pertama dan kemudian merekam proporsi individu yang ditandai dalam sesi
merebut kembali berikutnya (Williams, 2001) dalam (Petit, 2005).
Perhitungan populasi baik untuk hewan maupun tumbuhan dapat
dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung, yaitu
dengan perkiraan besarnya populasi sedemikian rupa sesuai dengan sifat hewan
atau tumbuhan yang dapat dihitung. Misalnya, untuk sampling populasi rumput di
padang rumput dapat digunakan metode kuadrat rumput, untuk hewan-hewan besar
dapat dilakukan dengan metode track count atau fecal count, sedangkan untuk
hewan yang relatif mudah ditangkap misalnya tikus, belalang atau rumput dapat
diperkirakan populasinya dengan metode capture mark release recapture (CMRR)
(Suin, 1989).
Dalam kejadian yang tidak praktis, untuk menerapkan kerapatan mutlak suatu
populasi, ternyata dianggap cukup bila diketahui kerapatan nisbi suatu populasi.
Kerapatan populasi dapat dihitung dengan dua cara, yaitu secara absolut dan secara
relatif. Pada kerapatan relatif jumlah individu tidak dapat dinyatakan secara pasti
melainkan dibandingkan dengan jenis lain atau frekuensinya per satuan waktu.
Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase. Cara mengukur
kerapatan absolut ada, yaitu:
a. Mengitung seluruh individu di suatu daerah, contoh: sensus
b. Metode sampling, dengan metode Peterson atau metode Eschmeyer (capture
and recapture methode) (Widyaleksono, 2012).
Metode CMRR secara sederhana adalah menangkap hewan, menandai,
melepaskan dan menangkap kembali. Kadang-kadang ada beberapa hewan yang
bersifat suka ditangkap (trap happy) atau susah (trap shy). Southwood (1971)
menyatakan bahwa penerapan metode CMRR dengan asumsi- asumsi sebagai
berikut.
1) Hewan yang ditandai tidak terpengaruh oleh tanda dan tanda tidak mudah
hilang.
2) Hewan yang ditandai harus tercampur secara homogen dalam populasi.
3) Populasi harus dalam sistem tertutup (tidak ada migrasi atau migrasi dapat
dihitung).

16
4) Tidak ada kelahiran atau kematian selama periode sampling.
5) Hewan yang ditangkap sekali atau lebih, tidak mempengaruhi hasil
sampling selanjutnya.
6) Populasi sampling secara random dengan asumsi semua kelompok umur
dan jenis kelamin dapat ditangkap serta semua individu mempunyai
kemampuan yang sama untuk ditangkap.
7) Sampling dilakukan dengan interval waktu yang tetap
(Wheather, 1995:208)

17
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi


Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 hingga 30 November 2019.

Lokasi Penelitian
Lokasi tempat diadakannya penelitian Analisis Keanekaragaman Tumbuhan
berada di Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) Kawasan Hutan
Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), Aek Nauli, Sumatera Utara (Sumut).

3.2 Bahan dan Alat


Tabel 1. Alat
No Alat Jumlah

1 Pacak kayu 4 pacak

2 Tali raffia 1 gulungan ukuran besar

3 Jaring penangkap serangga 1 pcs

4 Spidol 1 pcs

6 Alat tulis Seperlunya

7 Alat dokumentasi Seperlunya

18
Tabel 2. Bahan
No Bahan Jumlah

1. Oxya serville (belalang) 17

2. Gryllus assimilis (jangkrik) 22

3. Paederus littoralis (tomcat) 1

4. Drosophila sp (lalat) 4

3.3 Prosedur Kerja


1. Menangkap sejumlah belalang dengan menggunakan jarring perangkap
serangga
2. Menghitung jumlah belalang yang tertangkap, lalu memberi tanda dengan
menggunakan spidol pada bagian caput, thoraks atau abdomen pada tiap
belalang dan melepaskannya kembali
3. Mengulangi langkah 1 dan menghitung jumlah belalang yang tertangkap
baik yang telah di beri tanda dan tertangkap kembali maupun yang belum
memiliki tanda
4. Memberi tanda pada belalang yang belum memiliki tanda dan
melepaskannya kembali
5. Mengulangi percobaan diatas sampai penangkapan 3 kali
6. Mencatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan

3.4 Teknik Analisis Data


Dengan menggunakan metode CMRR. Dalam hal ini dilakukan pembatasan
area yaitu pembuatan plot dalam ukuran 5m x 5m. dikhususkan pada satu jenis
serangga. Alat penagkapan menggunakan jarring pernagkap serangga.

19
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Pada percobaan pada metode CMRR (Capture-Mark-Release-Recapture)
untuk menemukan estimasi kelimpahan populasi serangga pada lapangan luas di
daerah hutan Aek Nauli, Siantar pada 29 November 2019 diperoleh hasil dalam
table sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Penangkapan

NO Nama Spesies Jumlah Pengulangan Jumlah Serangga Yang


I II III tertanggap kembali
1 Gryllus assimilis 3 5 9 3
(jangkrik)
2 Oxya serville (belalang) 4 7 11 7

3 Paederus littoralis 1 - - -
(tomcat)
4 Drosophila sp (lalat) 2 - 2 1
Jumlah 10 12 22 4

Maka dari data jenis spesies serangga yang muncul dapat diperoleh hasil
analisis kelimpahan populasi serangga dengan menggunakan metode Lincoln-
Peterson dan Metode Schanabel dalam table berikut ini:

Tabel 4. Pengamatan Metode CMRR


NO C M m R CM C(M)2 ∑CM MR CM/R ∑R ∑CM/∑R R2/C

1 17 5 17 3 85 425 0 15 28,3 1 0 0.52


2 22 9 22 7 198 1782 6 63 22 20 0,3 2,22

20
3 1 1 1 - 1 1 2 1 - 6 0,33 -
4 4 2 4 1 8 16 1 2 8 4 2,25 0,25
∑ 43 17 44 11 292 2224 9 81 58,3 31 2,88 2,99

4.2 Pembahasan
Populasi diartikan sebagai suatu kumpulan kelompok makhluk hidup yang
sama spesies, yang mendiami suatu ruang khusus yang memiliki berbagai
karakteristik yang walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai
memiliki kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu. Estimasi
populasi digunakan untuk melakukan perhitungan kepadatan suatu populasi.
Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam bentuk
jumlah atau biomasa oer unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau
persatuan penangkapan. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan
kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit
tersebut.
Pada pengamatan ini dengan penangkapan serangga berupa belalang, lalat,
jangkrik dan tomket yang dilakukan dengan menggunkan jaring., setelah itu
menandai setiap seranggga yang tertangkap lalu melepaskannya kembali. Hal ini
dilakukan sebanyak 3(tiga) kali pengulangan. Namun, penangkapan hingga 3(tiga)
kali tidak semua yang ditandai tertangkap kembali. Hal ini disebabkan karena
banyaknya populasi serangga sehingga sulit untuk mendapatkan kembali belalang
yang telah ditandai.
Adapun analisis yang didapat dari data hasil pengamatan hasil N sebesar
12,99 dengan nilai variasi 15,61 dan nilai standart yaitu 28,4. Pada percobaan
tersebut didapatkan. Hal ini menandakan bahwa serangga yang terdapat pada lokasi
penangkapan tersebut memiliki jumlah yang banyak serta tingginya mobilitas dan
persebaran spesies-spesies yang berada di lokasi tersebut.

21
BAB V
KESIMPULAN

Pada pengamatan yang kami lakukan di aek nauli dapat di simpulkan bahwa
pengamatan ini dengan penangkapan serangga berupa belalang, lalat, jangkrik dan
tomket yang dilakukan dengan menggunkan jaring., setelah itu menandai setiap
seranggga yang tertangkap lalu melepaskannya kembali. Hal ini dilakukan
sebanyak 3(tiga) kali pengulangan. Namun, penangkapan hingga 3(tiga) kali tidak
semua yang ditandai tertangkap kembali. Hal ini disebabkan karena banyaknya
populasi serangga sehingga sulit untuk mendapatkan kembali belalang yang telah
ditandai.

Adapun analisis yang didapat dari data hasil pengamatan hasil N sebesar
12,99 dengan nilai variasi 15,61 dan nilai standart yaitu 28,4. Pada percobaan
tersebut didapatkan. Hal ini menandakan bahwa serangga yang terdapat pada lokasi
penangkapan tersebut memiliki jumlah yang banyak serta tingginya mobilitas dan
persebaran spesies-spesies yang berada di lokasi tersebut.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2010. Studi Keanekaragaman Serangga Di Vegetasi Savana Taman


Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS). Malang : Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Akbar, Fahzur. 2012. Keanekaragaman Ordo Serangga Wilayah Agroekosistem


Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangkaraya.
Palangkaraya : STAIN Palangkaraya.

Ansori, Irwandi. 2005. Keanekaragaman Nimfa Odonata di Beberapa Persawahan


Sekitar Bandung Jawa Barat. Bengkulu : Universitas Bengkulu

Borror, DJ, dkk. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga, Edisi Keenam. Penerjmah
Soetiyono Partosoedjono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Campbell, et al. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hadi, H.M.,dkk. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta : Rineka Cipta.

Joshua, N.2012. Pitfall Trap. http://www.scribd.com/doc/95952190/Acara-4-Pit-


Fall-Trap. Diakases tanggal 30 Oktober 2012

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru – Van
Hoeve : Jakarta

Muhamad, N .1989.Ekologi Hewan Tanah.Bumi aksara. Jakarta

Natawigena. 1990. Entomologi Pertanian. Surabaya : Bina Aksara.

Naughton (1973) dalam Rahmawati. 2007. Pola Migrasi Vertikal Harian


Zooplankton di Berbagai Kedalaman Waduk Sutami Karangkates Malang.
Malang: Universitas Muhamadiyah Malang
Nenet, dkk. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Bandung : Universitas
Padjajaran Press.

23
Odum, E.P. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Press, 1971.
Petit and Valerie. 2005. Estimating Population Size with Noninvasive Capture-
Mark-Recapture Data. Jurnal Conservation Biology. Vol 20 ( 4): 1062–
1073
Rakhmanda, Andhika. 2011. Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak
Bayan Yogyakarta. Jurnal Ekologi Perairan. Vol 1(1): 1-7.
Sugeng. L.2010. Sensus Populasi Serangga dengan Metode Capture dan Recapture.

Soerjipta. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1993.
Southwood, T.R.E. Henderson, P.A. 1971. Ecologycal Method. Bandung: Angkasa
Suin. Estimasi Besarnya Populasi Serangga. Makassar: Universitas Hasanuddin,
1989.
Sukarsono. 1992. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Usman, Andi Asis. 2017. Identifiksi Serangga Tanah Di Perkebunan Pattallassang
Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.
Makassar : Universitas Islam Negeri Alauiddin Makassar

Veronica, Vera. 2019. Identifikasi Serangga Pada Tanaman Cabai (Capsicum


annum) Di Kawasan Hortipark Desa Sabah Balau Kecamatan Tanjung
Bintang Lampung Selatan. Bandar Lampung : Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung.

Wolf, L. 1992. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Wheather, Philip C. Bell, James R. Cook, Penny A. 1995. Practical Field Ecology.
Yogyakarta:UGM Press.
Widyaleksono C.P, Trisnadi, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Ekologi
Umum.Surabaya : Airlangga University Press

Widyaleksono, C.P. Petunjuk Praktikum Ekologi Umum. Surabaya: Airlangga


University Press, 2001

24
Lampiran

Dokumentasi Pada Saat Kegiatan Praktikum


Estimasi Kelimpahan Populasi Serangga
Di kawasan Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) Kawasan
Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), Aek Nauli, Sumatera Utara
(Sumut).

Gambar 2. Pembuatan plot ukuran 5m x5m pada lahan homogen

Gambar 3. Proses penangkapan serangga di dalam plot dan dilakukan


pengulangan sebanyak 3 kali

25
Daftar Tabel

Tabel 1. Alat .................................................................................................... 18

Tabel 2. Bahan ................................................................................................ 19

Tabel 3. Hasil Penangkapan ............................................................................ 20

Tabel 4. Pengamatan Metode CMRR ............................................................. 20

26

Anda mungkin juga menyukai