Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat berlimpah, baik itu tumbuhan maupun satwanya. Dari itu,
maka perlu dilakukan upaya untuk tetap menjaga keanekaragaman tersebut seperti
kegiatan perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan keanekaragaman yang
biasa disebut dengan upaya konservasi. Dalam upaya konservasi tersebut,
tentunya memiliki kawasan – kawasan tertentu, dimana dalam hal ini adalah
terdiri dari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
Kawasan suaka alam (KSA) adalah adalah kawasan dengan ciri khas
tertentu, baik yang terdapat di daratan maupun di perairan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan
dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.
Taman Wisata Alam (TWA) adalah salah satu bagian dari KPA,yang
merupakan kawasan yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan
pariwisata alam dan rekreasi. Setiap daerah di Indonesia memiliki kawasan
TWA, salahsatunya terdapat di Pulau Lombok, terdapat setidaknya enam
TWA yang ada di pulau ini. Salah satunya adalah Taman Wisata Alam
Bangko-bangko, yang terletak di Desa Batu Putih, Kecamatan Sekotong,
Kabupaten Lombok Barat, kawasan yang banyak memiliki jenis vegetasi dan
satwa yang memenuhi area ini baik yang endemik maupun non endemik,
yang merupakan daya tarik daerah ini.
Dari penjelasan diatas, maka perlu dilakukannya praktikum ini, agar
mahasiswa dapat mengetahui kondisi hutan di kawasan TWA Bangko –
Bangko, serta mampu mengidentifikasi vegetasi dan satwa yang ada
didalamnya.
Taman Wisata Alam Bangko-bangko ditetapkan berdasarkan SK. Menhut
No. 664/Kpts-II/92 tanggal 1 Juli 1992 mempunyai luas 2169 Ha. Menurut
administrasi pemerintahan Taman Wisata Alam Bangko-bangko terletak di
Desa Pelangan, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Secara astronomis Taman Wisata Alam Bangko-
bangko terletak pada 8o20’10” – 8o23’00” LS dan 116o00’00” – 116o04’03”
BT. Taman Wisata Alam Bangko-bangko terletak pada ketinggian antara 0–
400 m dpl. Kondisi bentang alam yang bervariasi dari datar, bergelombang

1
dan berbukit, dengan variasi kelerengan 8 – 15 % dan 15 – 30 %. Menurut
klasifikasi Schmidt-Ferguson, Taman Wisata Alam Bangko-bangko memiliki
tipe iklim E. Musim hujan umumnya jatuh pada bulan November hingga
bulan Februari. Pada musim Hujan rata-rata curah hujan 1459 mm per tahun
dan jumlah hari hujan 66 hari dengan intensitas hujan 23,47/hh.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi fisik TWA Bangko - Bangko
2. Untuk mengidentifikasi vegetasi yang ada di TWA Bangko - Bangko
3. Untuk mengidentifikasi satwa yang ada di TWA Bangko – Bangko

1.3 Manfaat
Manfaat praktikum ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi pengelola, dalam pengambilan kebijakan
dan keputusan mengenai pengembangan kawasan TWA Bangko - Bangko
2. Sebagai bahan refrensi bagi penelitian selanjutnya

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kawasan Konservasi


Kawasan Konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Termasuk kawasan
ini adalah hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam (Jazuli, 2010).

2.2 Definisi Taman Wisata Alam


Taman Wisata Alam yang selanjutnya disebut TWA adalah Kawasan
Pelestarian Alam yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata
alam dan rekreasi (MenLHK P. 76, 2015)

2.3Potensi Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. HutanIndonesia
diperkirakan terdapat 4.000 spesies pohon, tetapi sepesies pohon itu belum
dicakup secara rinci dalam buku tentang flora. Oleh kerena itu, pengenalan
jenis pohon masih bergantung pada jasa dari orang – orang yang tinggal di
daerah setempat, juga dengan cara mengoleksi contoh organ tumbuhan untuk
dideterminasi yang kemudian disusun daftar nama pohon berdasarkan daerah
asalnya. Cara demikian dapat membantu dan mempermudah studi komunitas
tumbuhan, kegiatan inventarisasi dan konservasi hutan (Indriyanto, 2005).

2.4 Potensi Satwa


Hewan yang ada di alam raya ini sangat beragam. Hewan atau satwa
merupakan makhluk hidup yang dapat tumbuh dan bergerak serta cepat
menerima rangsangan. Hal ini dikarenakan hewan memiliki organ saraf
sebagaimana makhluk hidup lainnya seperti manusia. Hewanpun dapat
melakukan perkembangbiakan, mencari makan juga mencari tempat
perlindungan. Kita dapat melihat hewan yang bisa terbang, berjalan,
berenang, merangkak, merayap dan melompat. Tentunya hewan – hewan ini
hidup bebas di alam liar yakni hutan (Yusuf, 2011).
2.5 Vegetasi dan Satwa Endemik
Hutan merupakan tempat hidup (habitat) bagi satwa liar dan vegetasi
lainnya. Beragam jenis vegetasi dan satwa dapat ditemukan dihutan, dengan
beranekaragam jenis inilah kita bisa temukan vegetasi atau satwa endemik.
Vegetasi atau satwa Endemik yaitu suatu organisme yang hanya bisa
ditemukan di satu daerah dan tidak ada didaerah lain.Di Indonesia terdapat

3
banyak vegetasi dan satwa endemik, yang tidak bisa ditemukan di negara lain
(Rahayu, 2009).

2.6 Rantai Makanan


Dalam kehidupan, semua makhluk hidup membutuhkan makanan untuk
bertahan hidup dan berkembang biak. Dalam memenuhi kebutuhan makanan
tentunya ada peristiwa memangsa dan dimanngsa yang disebut dengan rantai
makanan, yaitu peristiwa memakan dan dimakan antara makhluk hidup
dengan urutan tertentu, dimana terdapat produsen (penghasil makanan),
konsumen (pemangsa) dan pengurai. Puncak tertinggi dalam tingkatan tropik
ditepati oleh predator yang hampir tidak mungkin dimakan oleh organisme
lain. Posisi konsumen yang berada diantara herbivora dan predator, dia
memakan organisme lain tetapi juga mempersiapkan diri sebagai makanan
dari para predator diatasnya. Panjang tingkatan tropik dalam rantai makanan
ditentukan oleh kompleksitas suatu ekosistem, namum umumnya banyaknya
tingkatan tropik tidak jauh berbeda tiap ekosistem. (Untoro dan Tim Guru
Indonesia, 2010).

4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati ini dilaksanakan pada
Tanggal 24 – 25 November 2017. Bertempat di Kawasan Taman Wisata
Alam Bangko – Bangko, Desa Batu Putih, Kecamatan Sekotong, Kabupaten
Lombok Barat.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Alat tulis
2. Lembar kerja
3. Binokuler
4. Camera
3.2.2 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan sebagai objek praktikum ini adalah
1. Vegetasi TWA Bangko Bangko
2. Satwa liar TWA Bangko – Bangko

3.3 Metode Pengambilan Data


3.3.1 Observasi
Metode pengambilan data yang digunakan dalam praktikum ini
adalah metode observasi, merupakan metode pengumpulan data dengan
cara peneliti melakukan pengamatan secara langsung di lapangan.
Metode ini dilakukan dengan cara mengamati, menghitung, mengukur
dan mencatat secara sistematik gejala –gejala yang diselidiki (Agung,
2009).
Pada praktikum ini praktikan langsung melakukan pengamatan ke
lapangan untuk mengamati vegetasi dan satwa liar yang ada, baik itu
pada kawasan hutan pantai, hutan dataran rendah dan hutan mangrove..
3.3.2 Indeks Interview
Selain dengan metode observasi pengambilan data juga dilakukan
dengan cara interview, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mewawancari narasumber (Agung, 2009).
Pada praktikum ini praktikan dijelaskan mengenai kondisi umum
Kawasan TWA Bangko – Bangko oleh narasumber dari BKSDA NTB.

5
3.4 Analisis Data
3.4.1 Deskriptif
Analisis data yang dilakukan pada praktikum ini adalah secara
deskriptif, yaitu teknik menganalisis data dengan cara menggambarkan
atau menjelaskan suatu objek, peristiwa atau keadaan sesuai dengan
yang ditemukan dilapangan (Agung, 2009).
Pada praktikum ini dilakukan deskripsi terhadap ciri umum objek
yang diamati, misalnya seperti warna Satwa, bentuk tubuh, perilaku
satwa, suara dan lainnya.

6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Kondisi Umum Habitat


TWA Bangko - Bangko ini terletak di Kabupaten Lombok Barat, kawasan
ini cukup banyak dikunjungi oleh wisatawan asing maupun lokal. Dapat
dilihat pada saat pelaksanaan praktikum, kondisi geografis kawasanTWA
Bangko - Bangko ini adalah hutan pantai dan Hutan Payau, kondisi geogrfis
ini meliputi suhu 30 derajat Celsius, kelembaban 20% dan ketinggian 0 - 400
mdpl. Pada saat pelaksanaan praktikum mengenai satwa dan vegetasi, dapat
dilihat satwa yang ada disana yaitu bangau dan elang gondola. Sedangkan
vegetasi yang dapat dijumpai tidaak terlalu banyak diantaranya mangrove
akar napas, mangrove akar tunjang dan ketapang tetapi yang paling
mendominasi tegakan adalah tanaman mangrove. Kawasan TWA Bangko -
Bangko ini sangat berpotensi sekali sebagai tempat pengamatan, praktikum,
ataupun sebagai tempat riset selain potensinya sebagai tempat wisata sendiri,
dan pihak yang bersangkutan bisa menjalin hubungan dengan pihak
Universitas yang ada disekitar NTB ini supaya kawasan lebih maju dan bisa
berkembang pesat.
4.2 Kondisi Habitat
Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan
berkembang biak. Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan
alam dimana suatu organisme hidup. Berbagai habitat tempat
vegetasi dan satwa tumbuh diantaranya habitat hutan hujan
tropis, hutan musim, hutan gambut, hutan rawa, hutan payau,
dan hutan pantai. Semua organisme atau makhluk hidup
mempunyai habitat atau tempat hidup. Contohnya, habitat
paus dan ikan hiu adalah air laut, habitat ikan mas adalah air
tawar, habitat buaya muara adalah perairan payau, habitat
monyet dan harimau adalah hutan, habitat pohon bakau
adalah daerah pasang surut, habitat pohon butun dan
ketapang adalah hutan pantai, habitat cemara gunung dan
waru gunung adalah hutan dataran tinggi dan contoh lainnya
(Indriyanto, 2015).
Tabel 4.1 Hasil identifikasi habitat di TWA Bangko - Bangko.
N Tipe Habitat Deskripsi Umum/Ciri
o
1 Hutan Payau Terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara
teratur digenangi air laut atau dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, daerah pantai dengan

7
kondisi tanah berlumpur, berpasir atau lumpur
berpasir
2 Hutan Pantai Hutan pantai terdapat di daerah – daerah kering
tepipantai dengan kondisi tanah berpasir atau
berbatu dan terletak di atas garis pasang
tertinggi
Pada praktikum KSDAH di TWA Bangko - Bangko ini,
mahasiswa diminta untuk melakukan pengamatan terhadap
satwa liar dan vegetasi yang ada pada hutan pantai dan hutan
payau. Hutan pantai merupakan hutan yang terdapat di
daerah – daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah
berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang
tertinggi, sedangkan hutan payau adalah hutan yang berada
di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi air
laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut, daerah
pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir atau lumpur
berpasir. Di kedua tipe hutan tersebut, dapat diamati
beberapa jenis satwa dan juga vegetasi, serta dapat
dikatakan juga bahwa hutan payau yang ada di TWA Bangko –
Bangko ini ditanami oleh berbagai jenis mangrove yang
berbeda namun susah untuk diamati karena perairannya yang
mencapai tinggi kurang lebih 150 cm.
Dari segi ekologi, ekosistem hutan payau merupakan
habitat unik dan paling khas yang dalam banyak hal berbeda
dengan habitat – habitat lainnya. Di habitat ini memungkinkan
terjalinnya perpaduan yang unik antara organisme laut dan
darat, serta antara organisme laut dan darat, serta antara
organisme air asin dan air tawar.
4.3 Komponen Vegetasi Penyusun
Hampir semua jenis mangrove dapat dijumpai di TWA Bangko – Bangko
ini, namun minimnya pengetahuan mengenai berbagai nama dari jenis
mangrove yang menjadi penghabat pada praktikum kali ini.
Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Vegetasi di TWA Bangko - Bangko
No Nama Lokal/Latin Deskripsi umum/ciri Keterangan

1 Mangrove akar napas atau Akar yang muncul disekitar Bernilai Ekonomi
pedada pohon mangrove berbentuk
seperti pensil
(Avicennia spp)

8
2 Mangrove akar tunjang atau Akar berbentuk seperti Bernilai Ekonomi
bakau ceker ayam

(Rhizophora spp)

Pengamatan yang dilakukan terhadap vegetasi yang ada pada praktikum


kali ini dapat dapat dilihat pada tabel pengamatan diatas. Terdapat beberapa
jenis vegetasi yang dijumpai selama pengamatan di TWA Bangko - Bangko,
diantaranya memang pertumbuhan vegetasi tersebut mendominasi pada
kawasan hutan payau. Namun terdapat pula jenis vegetasi yang lainnya di
hutan pantai namun belum diketahui secara jelas oleh pengamat jenis dan
nama dari vegetasi tersebut.

4.4 Komponen Satwa Liar Penyusun


Pengertian satwaadalah segala macam jenis sumber daya alam hewani
yang berasal dari hewan yang hidup di darat, air dan udara.
Tabel 4.3 Hasil identifikasi satwa di TWA Bangko - Bangko
No. Nama lokal/latin Ciri keterangan
1 Bangau Berkaki panjang, leher Bernilai
(Ciconiidae) panjang, berwarna hitam Budaya
kecoklatan
2 Elang bondol Ukuran tubuh sedang dan Dilindungi
(Haliastus inelus) berwarna hitam
3 Alap- Alap Ukurannya sedang,warna Dilindungi
leher hitam bercorak
putih,sayap berwarna hitam
Pada saat dilakukannya identifikasi vegetasi dan satwa liar yang ada di
TWA Bangko – Bangko, dijumpai bangau (Ciconiidae) dipesisir pantai dan
Elang bondol (Haliastus inelus) yang sedang terbang saat menyusuri hutan
payau.

4.5 Upaya Konservasi Terhadap Spesies Kunci


Upaya Konservasi yang dapat dilakukan di TWA Bangko - Bangko adalah
monitoring populasi pada spesies kunci, pembinaan/ pemulihasi habitat
dengan melakukan penanaman, membuat menara pengamatan dan
pemasangan pada informasi. Dengan demikian diharapkan spesies kunci yang
ada di Pulau Lombok dapat dijaga kelestariannya dengan harapan tidak
mengalami kepunahan dengan begitu cepat.

9
Gambar 4.1 Elang Bondol

Gambar 4.2 Burung Alap-alap

Gambar 4.3 Tanaman Bakau

4.2.3 Upaya Konservasi


Telah banyak upaya-upaya konservasi yang dilakukan oleh
pihak BKSDA NTB maupun warga sekitar, upaya konservasi
yang telah dilakukan pada TWA Bangko – Bangko ini adalah
dengan mendirikan berbagai papan – papan informasi pada areal
– areal tertentu, membuat aturan – aturan masuk kawasan. Meski
telah dilakukan kerjasama dengan masyarakat, dan pengelola
TWA namun upaya yang telah dilakukan masih relatif sedikit,
karena masih banyak terdapat berbagai aktivitas masyarakat yang

10
menyimpang dari upaya-upaya konservasi tersebut seperti
perburuan liar, pembakaran hutan mangrove serta pembuangan
sampah sembarangan. Sangat diharapkan bagi pengelola TWA
dan semua pihak untuk sangat perlu meningkatkan upaya
konservasi misalnya seperti pengawasan yang lebih ketat lagi,
penegakan aturan, pengadaan tempat membuang sampah dan
lainnya agar kelestarian keanekaragaman di TWA ini tetep terjaga
dengan baik dan lestari.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dialukakn dan berdasarkan tujuan praktikum
dapat disimpulkan bahwa :
1. Kondisi fisik pada kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Bangko –
Bangko dapat dikatakan masih alami dan terjaga, meskipun masih
terdapat permasalahan seperti perburuan dan perusakan hutan, ini terbukti
dengan masih banyaknya keanekaragaman hayati yang melimpah, baik
sumber penghasilan masyarakat sekitar, menyediakan tempat penelitian
dan wisata, habitat dan ekosistem bagi satwa dan vegetasi masih terjaga,
baik pada hutan pantai, hutan mangrove dan hutan dataran rendah pada
TWA tersebut.
2. Pada TWA Bangko - Bangko, banyak terdapat jenis vegetasi yang
menempati kawasan ini baik dari jenis rumput liar, tanaman bunga,
tanaman obat-obatan, liana sampai dengan tumbuhan besar dan tinggi,
namun yang mendominasi adalah jenis tumbuhan mangrove seperti
Avicenia, Rhizopora dan Bruguera. Dimana semuanya dapat membentuk
dan menjaga kelestarian ekosistem di TWA Bangko – Bangko ini.
3. TWA Bangko – Bangko pula banyak terdapat jenis satwa yang menjadi
maskot kawasan seperti Elang Bondol,Bangau dan Alap-alap , serta
terdapat banyak jenis burung lainnya, baik yang berukuran kecil hingga
besar yang berada di hutan pantai, hutan mangrove dan hutan dataran
rendah.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan pada praktikum ini adalah :

11
1. Dalam melakukan pengamatan satwa, tidak boleh menimbulkan
kegaduhan atau kondisi ribut karena akan membuat satwa pada lingkungan
tersebut akan pergi dan merasa terusik.
2. Dibutuhkan kesabaran yang besar dalam pelaksanaan praktikkum ini.
3. Bagi BKSDA dan pihak terkait dalam pengelolaan TWA ini agar lebih
memperhatikan segala permasalahan yang ada dan respon cepat untuk
mengatasinya

DAFTAR PUSTAKA

Agung, S. 2009. Kantong Sosiologi. Pustaka Widyatama. Yogyakarta.


Baidun, Alam. 2010.Siklus Kehidupan di Alam. CV. Empat Pilar Pendidikann,
Yogyakarta.
Indriyanto, 2005. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Ismadi, Janu. 2011. Ensiklopedia Hewan 7. Buana Cipta Pustaka. Jakarta Selatan
Jazuli, Ahmad. 2010. Manfaaat Hutan Lindung. CV. Sinar Cemerlang Abadi.
Jakarta.
Rahayu, Weni. 2009. Fauna Khas Indonesia. PT. Mediantara Semesta. Jakarta.
Sugiarto, D.P. 2012. Pengertian Taman Nasional, Keriteria Penetapan, Zonasi
dan Pemanfaatan. Diakses pada 21 November 2016. Dari
https://tnrawku.wordpress.com/2012/09/21/pengertian-taman-nasional-
kriteria-zonasi-dan-pemanfaatan/

Sultan, Sudirman 2014. Aspek Spiritual Resort Based Management. Diakses pada
21 November 2106. Dari http://pengamananhutan.blogspot.co.id/
Yusuf, Fauzi. 2011. Pengetahuan Tentang Satwa. PT. Graha Bandung Kencana.
Bandung.

12
LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai