PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
hayati tersebut mencakup 27.500 jenis tumbuhan berbunga (10 % dari seluruh
jenis tumbuhan di dunia), 515 jenis mamalia (12% jenis mamalia di dunia), 1.539
jenis burung (17% dari seluruh jenis burung di dunia), dan 781 jenis reptilia dan
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tipe hutan
Jika ditinjau dari berbagai aspek, kawasan konservasi memilki sifat dan
1
karakteristik yang berbeda dengan kawasan lainnya. Sifat dan karakteristik
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang dimaksud dengan cagar alam adalah
tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi
Kawasan Cagar Alam Lifamatola merupakan salah satu cagar alam yang
mangrove, hutan pantai, dan hutan tropis dataran rendah. Keanekaraman flora
dan fauna yang terdapat didalamnya merupakan sumber plasma nutfah yang
kawasan 1.690 hektar. Ditetapkan sebagai cagar alam karena keadaan alamnya
merupakan salah satu habitat dari satwa endemik kawasan Wallacea, antara lain :
Kakatua Alba (Cacatua alba ), Nuri raja (Alisterus amboinensis ), Kasturi ( Eos
2
Perkicit sula (Trichoglossus Flavoviridis ), disamping satwa-satwa endemik
pulau lainnya.
unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun hutan yang
merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat
cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan secara
sehingga banjir terjadi pada musim penghujan dan kekeringan pada musim
kemarau sehingga fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan
pengelolaan kawasan dengan tetap mengacu kepada hutan sebagai satu ekosistem
yang utuh dan masyarakat sekitar kawasan. Hutan sebagai ekosistem harus dapat
3
Minimnya data potensi yang ada menyebabkan kurangnya pengetahuan
serta informasi yang ada di dalam kawasan. Untuk itu guna mengetahui berbagai
potensi flora dan fauna dan potensi – potensi lain yang ada pada Cagar Alam
kawasan yang nantinya dapat menyediakan data terbaru tentang potensi kawasan
kawasan kedepan.
B. Tujuan
4
C. Sasaran
Tersedianya data potensi sumberdaya alam baik flora, fauna, maupun potensi
D. Dasar Hukum
dan Satwa.
7. Surat Perintah Tugas (SPT) Kepala Balai KSDA Maluku Nomor : PT. 18 /
IV-K.30/Peg/2009.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hutan
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan menurut definisi lain,
hutan adalah kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan
menutup areal yang cukup luas sehingga dapat membentuk iklim mikro dan
kondisi ekologis yang khas serta berbeda dengan areal luarnya (Anonimous
6
B. Struktur dan Komposisi Vegetasi
populasi campuran di dalamnya disusun pada arah vertikal dengan jarak teratur
sebaran populasi hewan yang hidup dalam hutan itu. Sering terdapat suatu atau
(Whitmore,1975).
(lapisan semak dan belukar) dan lapisan E (merupakan lantai hutan). Struktur
7
suatu masyarakat tumbuhan pada hutan hujan tropika basah dapat dilihat dari
kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis jenis
penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan
adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah
persentase. Basal area merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah
yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal areal diduga dengan
Suatu daerah yang didominasi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka
biomass, penutup tanah, dan sebagainya) tersebar antara banyak species itu
8
C. Analisis Vegetasi
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
(Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun
9
D. Inventarisasi Potensi Kawasan
mengumpulkan data atau informasi suatu hal secara lengkap untuk digunakan
sifat penelitian, lokasi, bentuk data, ketersediaan dana dan juga tenaga kerja.
mempengaruhi.
oleh suatu kawasan yang dapat dikembangkan atau dimanfaatkan lebih baik
lagi. Potensi merupakan sumberdaya yang belum diketahui sehingga tujuan dari
dilakukan melalui kegiatan dan analisis data citra satelit dan no satelit disertai
berhubungan dengan :
10
- Aspek potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
konservasi
dihimpun untuk bahan penyusunan inventarisasi sumber daya alam hayati dan
potensi kawasan konservasi antara lain dipergunakan pula sebagai dasar dalam
dan ekosistem, dan input data untuk sistem informasi konservasi sumber daya
11
BAB III
METODOLOGI
A. Lokasi
Maluku Utara.
B. Waktu Pelaksanaan
1. Kompas
2. Kamera Digital
4. Parang
5. Teropong
6. Kusioner
12
7. ATK
8. Komputer
1. Peta
3. Buku referensi
pantai sampai hutan dataran rendah. Jalur pengamatan dibuat dengan lebar jalur
pengamatan 20 m x 20 m.
pengamatan 10 m x 10 m.
13
c) Tingkat Sapihan (diameter < 10 cm dan tinggi > 1,5 cm), ukuran
d) Tingkat Semai (tinggi < 1,5 cm), ukuran petak ukur pengamatan 2
m x 2 m.
Lifamatola untuk mengetahui komposisi jenis dan volume kayu dari tegakan.
Lebar jalur dipakai 20 m , panjang 0,5 km dengan jarak antar PU 100 m dan
jarak antar jalur 300 m. Intensitas sampling yang digunakan adalah sebesar 0,1%.
Dasar dari pemilihan IS adalah faktor tenaga kerja dan waktu pelaksanaan yang
terbatas. Jarak antar jalur yang satu dengan yang lain selalu di ambil sama
sedangkan besar kecil jarak tersebut tergantung pada intensitas sampling yang
dikehendaki. Makin besar intensitas sampling akan semakin kecil jarak antar
keadaan populasi dan kecermatan sampling yang diinginkan. Petak ukur yang
sebagai berikut:
Keterangan :
T : Trees/ Pohon
P : Poles/ Tiang
Sp : Sapling/ Sapihan
Sd : Seedling/ Semai
14
Data vegetasi yang diperoleh digunakan untuk mencari INP yang
15
Untuk mencari INP vegetasi tingkat sapihan dan semai dilakukan
relatif dan dominansi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300 (Mueller-Dombois
Kerapatan relatif dan Frekwensi relatif, sehingga maksimum nilai penting adalah
200.
V = ¼ π D².T.f LBD = ¼ π D²
Dimana :
π : 3,14
aves/burung, reptile dan amfibi. Untuk pengumpulan data satwa liar pada
16
dilakukan dengan cara pengamatan cepat (Rapid Assesment). Pengamatan tidak
harus dilakukan pada suatu jalur khusus atau lokasi khusus. Pengamatan
renggutan pada tanaman, bulu atau bagian tubuh lain yang ditinggallkan,
kicauan/suara, dan bekas sarang. Petunjuk lain juga digunakan seperti panduan
pengenalan jenis, habitat, waktu aktif satwa dan bentuk morfologis. Pengamatan
satwa liar dilakukan setiap saat selama dalam kegiatan baik pada saat survey,
dalam kawasan juga dilakukan dengan mencari informasi dari masyarakat sekitar
kebenaran informasi. Selain itu perlu juga diketahui kapan terakhir kali
Pengumpulan data potensi lain yang ada pada Cagar Alam Lifamatola,
seperti potensi bentang lahan, estetika kawasan, fenomena alam, atraksi satwa
liar tertentu, potensi budaya / adat masyarakat lokal yang terdapat atau berdiam
17
4. Analisis Data Potensi Kawasan
menggunakan analisis deskriptif untuk klasifikasi vegetasi yang ada pada Cagar
sosial ekonomi masyarak didalam dan di sekitar kawasan Cagar Alam Lifamatola
tingkat kerusakan yang terjadi di kawasan Cagar Alam Lifamatola. analisa data
18
BAB 1V
126’27” BT dan 1’48” LS sampai 1’48” LS 1’55” LS . Dengan sebelah Utara dan
Timur berbatasan dengan laut Maluku sebelah Barat dengan selat Lifamatola
A. Kondisi geografis
topografi terjal sangat mendominasi dengan tingkat kelerengan lebih dari 30%
ditemukan di bagian timur dan sedikit di bagian selatan kawasan. Kondisi serta
jenis hutan yang dapat ditemui disana adalah hutan pantai dan hutan hujan
19
dataran rendah dengan ketinggian maksimum 200 mdpl dengan jenis vegerasi
heterogen.
tergantung dengan musim angin laut yang ada. Bulan basah lebih banyak
daripada bulan kering dengan pembatasan musim yang tidak begitu jelas.
Menurut USDA jenis tanah yang ada disana dapat dikategorikan jenis
Entisol muda karena merupakan hasil bentukan dari batuan induk berupa
karang yang belum berkembang. Jenis tanah Entisol merupakan jenis tanah tipis
dan sukar menyimpan air sehingga air hujan yang turun akan langsung terlindi
adalah suku Buton yang berkumpul dalam satu desa bernama Desa Waisum.
Desa Waisum dihuni oleh 105 kepala keluarga (KK) dengan keseluruhan
jumlah penduduk sebanyak 452 jiwa. Sebagian besar penduduk desa memiliki
20
melibatkan juga penduduk Desa Waisum agar tekanan penduduk desa terhadap
21
BAB V
A. Kronologis Perjalanan
pada tanggal 14 Maret 2009 sampai dengan 28 Maret 2009 selama 15 hari. Tim
berangkat dari Ambon menuju kota Sanana menggunakan pesawat udara. Alat
transportasi inilah yang dapat diandalkan untuk menuju kawasan karena jadwal
Kota Sanana, pada hari yang sama tim dengan menggunakan long boat
langsung menuju Pulau Lifamatola. Waktu tempuh dari Kota Sanana menuju
sedang.
dan menggali informasi awal tentang kondisi alam di Pulau Lifamatola. Setelah
Alam dan segera membuat camp yang akan digunakan sebagai basis
Selanjutnya tim memulai pengambilan data dari satu titik ke titik yang
lain. Pengambilan data vegetasi dilakukan saat siang hari, sedangkan pagi dan
sore hari difokuskan untuk mengambil data potensi satwa karena pada waktu-
22
waktu inilah biasanya banyak satwa terutama burung memulai aktivitasnya.
Perpindahan camp dan titik pengamatan selain dilakukan melewati jalur darat
juga dilakukan melewati jalur laut menggunakan long boat sewaan mengingat
kondisi medan yang cukup berat apabila ditempuh melewati jalur darat
semuanya.
20 meter x 20 meter pada jalur sepanjang 500 meter. Jarak antar petak ukur
adalah 100 meter sehingga dalam satu jalur terdapat 5 petak ukur dengan jarak
antar jalur 300 meter. Dengan intensitas sampling sebesar 0,1% dan luas
kawasan 1690 ha maka akan diambil sampel sebanyak 43 petak ukur 20 meter
mudah. Kondisi ini diperparah dengan kondisi ombak yang sangat besar di
bagian utara pulau sehingga ada beberapa tempat yang tidak terwakilkan
utara kawasan karena alasan keselamatan. Untuk mengurangi eror yang terjadi
maka jenis vegetasi bagian utara diasumsikan sama dengan jenis vegetasi
bagian selatan karena bagian selatan memiliki topografi dan ketinggian yang
23
Untuk mencari indek nilai penting atau INP tumbuhan maka dalam tiap
petak ukur yang dibuat akan dicari nilai tinggi dan diameter pada tiap jenisnya,
hal ini dilakukan pada tingkat pohon, tiang, sapihan, dan semai. INP tumbuhan
sehingga apabila nilai pentingnya besar maka dapat dinyatakan bahwa jenis
tersebut merupakan jenis yang sering ditemui dalam kawasan tersebut. Jenis
vegetasi yang memiliki nilai relatif INP besar akan menjadi jenis yang paling
kawasan yang berdasarkan analisis vegetasi maka jenis utama yang ada selalu
Dalam suatu hutan alam yang masih utuh selalu terdiri dari beberapa
tingkatan yaitu mulai dari paling atas disebut pohon kemudian tiang, sapihan
dan yang terakhir adalah semai. Penghitungan nilai INP dilakukan pada tiap
tingkatan yang ada. Untuk penghitungan nilai INP tingkat pohon digunakan tiga
parameter yaitu kerapatan relatif, frekwensi relatif dan dominasi relatif. Tabel
nilai INP tingkat pohon pada kawasan C.A. Lifamatola dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
24
7 Bela Hitam (Diospyros pilosanthera) 0.025 0.059 0.024 0.107 3.58
8 Beringin (Ficus sp.) 0.067 0.072 0.093 0.232 7.75
9 Besi (Intsia bijuga) 0.072 0.068 0.184 0.323 10.78
10 Bintangur (Calophyllum soulattri) 0.027 0.014 0.043 0.084 2.79
11 Boha (Anisoptera sp.) 0.002 0.005 0.007 0.014 0.48
12 Durian hutan (Durio sp.) 0.002 0.005 0.038 0.045 1.51
13 Gufasa Hutan/Dena (Vitex cofasus) 0.045 0.027 0.037 0.109 3.62
14 Hitam (Diospyros sp.) 0.002 0.005 0.002 0.009 0.29
15 Hanua Marbau /Lapi (Planchonella firma) 0.020 0.018 0.006 0.044 1.45
16 Iha/ Dadap (Eritryna sp.) 0.007 0.014 0.012 0.033 1.10
17 Jambu karang/Hutan (Eugenia sp.) 0.037 0.014 0.025 0.075 2.51
18 Kabebembe/Kambing 0.052 0.032 0.032 0.116 3.86
19 Kamina-mina 0.010 0.014 0.003 0.027 0.89
20 Kandoa 0.002 0.005 0.002 0.009 0.29
21 Kira2 0.007 0.014 0.004 0.025 0.83
22 Kanaba 0.007 0.009 0.004 0.021 0.69
23 Kenanga (Cananga odorata) 0.015 0.023 0.011 0.048 1.61
24 Kangkurisa 0.010 0.009 0.004 0.023 0.76
25 Kau kui (Fragraea elliptica) 0.002 0.005 0.001 0.008 0.26
26 Kawoi 0.005 0.005 0.002 0.011 0.38
27 Kelapa (Cocos nucifera) 0.007 0.005 0.004 0.016 0.53
28 Keben (Baringtonia asiatica) 0.002 0.005 0.004 0.011 0.36
29 Ketapang (Termunalia cattapa) 0.032 0.059 0.028 0.119 3.96
30 Kobaihi 0.002 0.005 0.001 0.008 0.26
31 Kolot kambing 0.017 0.018 0.015 0.051 1.68
32 Kulit bawang 0.017 0.014 0.012 0.043 1.43
33 Lagi 0.005 0.009 0.002 0.016 0.54
34 Langsa Hutan 0.010 0.014 0.007 0.030 1.00
35 Lambayo 0.002 0.005 0.002 0.009 0.31
36 Lapi 0.002 0.005 0.001 0.008 0.27
37 Tembelekan (Lantana camara) 0.002 0.005 0.001 0.008 0.26
38 Lemon Hutan 0.015 0.023 0.005 0.042 1.40
39 Manggarap (Myristica globosa) 0.007 0.014 0.003 0.024 0.78
40 Mangga hutan (Mangifera sp.) 0.012 0.014 0.005 0.031 1.03
41 Manggis Hutan (Garcinia sp.) 0.002 0.005 0.001 0.008 0.27
42 Maniaga 0.010 0.014 0.007 0.030 1.01
43 Manga2 0.012 0.005 0.008 0.025 0.82
44 Matoa (Pometia pinnata) 0.057 0.032 0.080 0.168 5.60
45 Meranti merah (Shorea leprosula) 0.035 0.050 0.043 0.127 4.23
46 Meranti putih (Shorea selanica) 0.042 0.027 0.047 0.116 3.88
47 Nisa 0.037 0.018 0.033 0.088 2.92
25
48 Nar 0.005 0.005 0.003 0.012 0.41
49 Nyato (Burckella sp.) 0.022 0.032 0.025 0.079 2.63
50 Pandan daun kecil (Pandanus sp.) 0.005 0.005 0.001 0.011 0.36
51 Pandan daun besar (Pandanus sp.) 0.002 0.005 0.001 0.008 0.25
52 Pandan Duri (Pandanus sp.) 0.005 0.009 0.001 0.015 0.51
53 Pat bes (Casearia grewiaefolia) 0.025 0.023 0.011 0.058 1.94
54 Patah Sembilan 0.005 0.005 0.001 0.011 0.36
55 Pepaya (Polyscias nodosa) 0.007 0.009 0.002 0.018 0.61
56 Pulai (Alstonia scholaris) 0.037 0.032 0.022 0.090 3.01
57 Rupi pantai 0.010 0.014 0.003 0.027 0.89
58 Samar (Alangium javanicum) 0.005 0.009 0.003 0.017 0.56
59 Tomi2 Hutan 0.012 0.014 0.003 0.029 0.97
60 Tongkat Langit (Ailanthus integrifolia) 0.005 0.009 0.002 0.016 0.52
61 Waru (Hibiscus tiliaceus) 0.002 0.005 0.001 0.008 0.28
Dari perhitungan nilai INP yang ada diperoleh untuk tingkat pohon jenis kayu
Besi mendominasi kawasan dengan nilai INP 0.32 atau sebesar 10.78%, disusul
jenis Beringin dengan INP 0.23 atau sebesar 7.75% , Matoa dengan INP 0.168
atau sebesar 5.6%, Meranti merah dengan INP 0.127 atau sebesar 4.23% dan
Dari hasil analisis nilai INP yang telah dilakukan dapat terlihat bahwa
untuk tingkat pohon nilai penting jenis kayu Besi lebih besar dari jenis Beringin
namun jika dilihat dari nilai frekwensi relatifnya beringin lebih besar ini artinya
jenis beringin lebih banyak ditemukan dalam petak ukur yang dibuat. Jika
terjadi penebangan terhadap jenis kayu besi maka kayu beringin akan
besar dari kayu besi. Nilai kerapatan menunjukkan jumlah jenis vegetasi dalam
satu lokasi petak ukur, semakin besar nilai maka semakin banyak jenis tersebut.
26
petak ukur yang dibuat artinya jenis dengan nilai frekwensi besar memiliki
parameter yaitu kerapatan relatif, frekwensi relatif dan dominasi relatif. Untuk
27
29 Manggarap (Myristica globosa) 0.032 0.007 0.005 0.016 0.54
30 Mangga hutan (Mangifera sp.) 0.004 0.014 0.012 0.034 1.12
31 Manggis Hutan (Garcinia sp.) 0.008 0.007 0.005 0.016 0.53
32 Maniaga 0.004 0.021 0.013 0.045 1.51
33 Mengkudu 0.012 0.014 0.007 0.029 0.97
34 Meranti merah (Shorea leprosula) 0.008 0.007 0.003 0.014 0.46
35 Nisa 0.004 0.007 0.003 0.014 0.46
36 Nar 0.004 0.014 0.020 0.046 1.53
37 Nong/Api 0.012 0.021 0.032 0.072 2.41
38 Nyato (Burckella sp.) 0.020 0.007 0.004 0.015 0.50
39 Pala Hutan (Myristica sp.) 0.004 0.007 0.004 0.014 0.48
40 Pecah2 0.004 0.007 0.014 0.041 1.37
41 Pandan daun kecil (Pandanus sp.) 0.020 0.007 0.025 0.064 2.12
42 Pandan daun besar (Pandanus sp.) 0.032 0.021 0.034 0.094 3.14
43 Pandan Duri (Pandanus sp.) 0.040 0.034 0.036 0.106 3.52
44 Pat bes (Casearia grewiaefolia) 0.036 0.007 0.003 0.014 0.46
45 Paritigi 0.004 0.007 0.007 0.022 0.72
46 Patah Sembilan 0.008 0.014 0.014 0.048 1.59
47 Pepaya (Polyscias nodosa) 0.020 0.007 0.006 0.017 0.56
48 Pulai (Alstonia scholaris) 0.004 0.055 0.043 0.137 4.58
49 Rupi pantai 0.040 0.007 0.006 0.021 0.70
50 Srikaya 0.008 0.021 0.059 0.140 4.66
51 Tomi2 Hutan 0.060 0.007 0.003 0.014 0.46
52 Tongkat Langit (Ailanthus integrifolia) 0.004 0.021 0.018 0.055 1.83
53 Ul 0.016 0.007 0.004 0.014 0.48
54 Ulat 0.004 0.014 0.010 0.032 1.05
Waru (Hibiscus tiliaceus) 0.008
Dari perhitungan nilai INP yang ada diperoleh untuk tingkat tiang jenis
kayu Kobaihi mendominasi kawasan dengan nilai INP 0.264 atau sebesar 8.79
%, disusul jenis Bela Hitam dengan INP 0.247 atau sebesar 8.22 % , Lemon
Hutan dengan INP 0.148 atau sebesar 4.9 %, Tomi hutan dengan INP 0.14 atau
sebesar 4.66 % dan Rupi pantai dengan INP 0.137 atau sebesar 4.58%.
28
Nilai INP untuk tingkat tiang didominasi oleh jenis Kobaihi dan Bela
hitam, sedang untuk tingkat sapihan didominasi oleh Pandan duri dan Kobaihi.
Untuk tingkat semai didominasi oleh Bintangur dan Kamina-mina. Dari hasil
penghitungan nilai INP untuk setiap tingkat vegetasi dapat dilihat hubungan
antara nilai INP tingkat pohon, tiang, sapihan serta semai. Untuk tingkat
pohon didominasi oleh jenis kayu besi akan tetapi pada tingkat tiang kayu besi
memiliki INP rendah atau bahkan kecil begitu juga pada tingkat sepihan dan
semai ini artinya kayu besi memiliki kerentanan yang besar untuk mencapai
starata pohon. Kayu besi memerlukan kondisi yang sesuai untuk dapat
harus dikurangi. Akan tetapi untuk lebih jelasnya lagi perlu dilakukan
tidak digunakan lagi sehingga pada penghitungan INP tingkat sapihan hanya
menggunakan dua parameter saja yaitu Kerapatan relatif dan Frekwensi relatif.
Untuk hasil penghitungan INP dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.
29
7 Gufasa Hutan/Dena (Vitex cofasus) 0.02 0.054 0.074 3.70
8 Hanua Marbau /Lapi (Intsia sp.) 0.01 0.027 0.037 1.85
9 Jambu karang/Hutan (Eugenia sp.) 0.04 0.054 0.094 4.70
10 Kamina-mina 0.02 0.027 0.047 2.35
11 Kanaba 0.05 0.054 0.104 5.20
12 Kangkurisa 0.01 0.027 0.037 1.85
13 Keben (Baringtonia asiatica) 0.01 0.027 0.037 1.85
14 Kobaihi 0.14 0.081 0.221 11.05
15 Lemon Hutan 0.04 0.054 0.094 4.70
16 Manggarap (Myristica globosa) 0.05 0.027 0.077 3.85
17 Mangga hutan (Mangifera sp.) 0.14 0.054 0.194 9.70
18 Pakis Haji (Cycas rumpii) 0.01 0.027 0.037 1.85
19 Pandan daun kecil (Pandanus sp.) 0.01 0.027 0.037 1.85
20 Pandan daun besar (Pandanus sp.) 0.01 0.027 0.037 1.85
21 Pandan Duri (Pandanus sp.) 0.21 0.054 0.264 13.20
22 Pat bes (Casearia grewiaefolia) 0.02 0.027 0.047 2.35
23 Samama (Anthocephalus macrophylus) 0.01 0.027 0.037 1.85
24 Tagalolo 0.01 0.027 0.037 1.85
25 Tali 0.01 0.027 0.037 1.85
26 Ulat 0.01 0.027 0.037 1.85
tertinggi pada jenis pandan duri dengan nilai INP 0.26 atau sebesar 13.2%, jenis
Kobaihi dengan nilai INP 0.22 atau sebesar 11.05%, jenis mangga hutan dengan
INP 0.194 atau sebesar 9.7 %, jenis Kanaba dengan nilai INP 0.104 atau
sebesar 5.2 % dan Bintangur dengan nilai INP 0.097 atau sebesar 4.85 %.
relatif dan Frekwensi relatif. Hasil yang dipeoleh dapat dilihat pada tabel 4
dibawah ini.
30
Tabel 4 : INP Tingkat Semai
INP 0.256 atau sebesar 12.79 %, Kamina-mina dengan INP 0.203 atau sebesar
10.16 %, Jambu hutan dengan INP 0.188 atau sebesar 9.42 %, Kanaba dengan
31
nilai INP 0.109 atau sebesar 5.42 %, dan Mangga hutan dengan nilai INP 0.108
Potensi Satwa
serta potensi satwaliar (wildlife) yang ada. Untuk survey potensi satwa
perjumpaan, jejak, kotoran, suara, dan tanda lain yang ditinggalkan satwa.
Pengumpulan data tentang satwa yang ada juga dilakukan dengan cara mencari
kawasan.
satwa yang berada di dalam kawasan. Jenis burung / aves antara lain : Kakatua
Putih (Cacatua alba), Kasturi ( Eos squamata ), Nuri Raja Ambon (Alisterus
laut (Sterna hirundo), Pekaka (Halcyon spp.), Walet (Collocalia infuscata), dan
lain-lain. Untuk jenis mamalia antara lain : Babi hutan (Sus scrofa), Babi rusa
Kancil, Tikus Hutan, dan lain-lain. Untuk jenis reptilia antara lain: Ular Phyton
(Phyton molurus), Ular cobra (Naja sputatrix), Biawak (Varanus salvator), Soa-
32
(Eretmocelys imbricata) dan lain-lain. Selain itu, di kawasan cagar alam ini
juga dapat ditemukan jenis kepiting raksasa yaitu Kepiting Kenari (Birgus
latro).
Dari sekian jenis satwa yang ada di dalam kawasan, ular phyton
(Phyton molurus) adalah jenis satwa yang menyimpan cerita yang paling
kejadian yang menceritakan ular ini memangsa hewan peliharaan dan juga
manusia. Terakhir kali kejadian adalah sekitar pertengahan tahun 2008. Waktu
itu ada seorang penduduk yang masuk hutan sendirian bermaksud menebang
kayu. Namun dalam perjalanan orang ini menghilang tanpa jejak. Setelah dicari
ternyata ditemukan ular phyton besar yang sudah tidak bisa berjalan karena
tersebut ditangkap dan dibelah perutnya dan ternyata benar didalamnya terdapat
setidaknya sudah ada tiga kejadian selama ini yang mengakibatkan hilangnya
penduduk desa di dalam kawasan dan diperkirakan disebabkan oleh hal yang
sama. Selain manusia, banyak anjing peliharaan yang digunakan untuk berburu
tidak kembali ke pemiliknya dan diperkirakan juga sudah dimangsa ular ini.
pulau karang sehingga secara keseluruhan kondisi bentang alam yang terlihat
umumnya tipis dengan curah hujan yang relatif tinggi sehingga pada tempat
33
tempat tertentu dapat dijumpai adanya bekas erosi tanah. Hujan yang turun
sebagian besar menjadi aliran permukaan dan hanya sedikit yang terinfiltrasi
kedalam tanah. Hal ini dapat terlihat dengan adanya beberapa kolam air hujan
mendekati kawasan Cagar Alam. Bahkan sudah ada kebun yang lokasinya
pepaya, pisang, ketela, talas, gembili, nanas, lemon, dan jenis jenis lain sebagi
bahan makanan. Hasil kebun ini mereka nikmati sendiri untuk mencukupi
untuk dijual di kota Sanana. Selain berkebun, ternak kambing dan ayam juga
Untuk melanjutkan SMP atau SMA, mereka harus ke luar Pulau Lifamatola dan
34
Sanana. Di Desa Waisum sendiri saat ini baru ada satu bangunan SD dengan
dua tenaga guru dan tiga tenaga tata usaha. Saat ini pemuda Desa Waisum
Penduduk yang masih dipusingkan dengan urusan perut tidak akan berfikir
tentang apa itu koservasi. Mereka hanya akan berfikir bagaimana caranya untuk
terlibat didalamnya. Sesuai dengan filosofi cagar alam yang berarti kata cagar
merupakan sesuatu benda atau barang yang dijadikan jaminan hutang. Cagar
alam berarti alam yang kita jadikan jaminan hutang, kita berhutang kepada anak
cucu kita alam yang masih lestari dan masih asli agar tetap dapat dinikmati
dikemudian hari. Cagar alam merupakan kawasan konservasi yang harus kita
35
komponen yang ada dalam kawasan maka akan lebih mudah dalam pengelolaan
komponen manusia yang ada di sekitarnya. Begitu juga sebaliknya biotik juga
akan mempengaruhi manusia serta komponen fisik yang ada, setiap perubahan
baru. Tujuan dari perencanaan adalah untuk mengarahkan agar perubahan dapat
kawasan yang baik maka akan terbentuk suatu daya dukung kawasan yang baik
pula. Daya dukung kawasan memiliki arti kemampuan kawasan untuk pulih
dari gangguan luar, suatu kawasan dengan daya dukung baik akan lebih tahan
gangguan yang terdapat dalam kawasan. Potensi atau sumber daya yang ada
dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber daya alam baik biotik maupun
abiotik dan sumber daya manusia. Sumber daya alam yang ada merupakan
pengelolaan kawasan.
36
Sumber daya biotik yang perlu diperhatikan dalam kawasan ini adalah
vegetasi dan fauna. Beberapa jenis vegetasi yang ada merupakan jenis-jenis
kayu produksi yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran nasional semisal
kayu besi, meranti, matoa, pulai,kayu hitam dan kayu-kayu lokal lainnya.
Selain jenis kayu dalam kawasan juga terdapat potensi lainnya semisal jenis
jenis tanaman obat yang belum banyak diketahui masyarakat.Untuk jenis fauna
yang ada dalam kawasan juga merupakan satwa yang eksotik semisal jenis jenis
Ancaman yang paling sering ditemui adalah adanya perambahan kawasan untuk
Kurangnya tenaga pengamanan hutan serta letak kawasan yang jauh dari pusat
ini merupakan sumber daya biotik yang sangat tinggi dan merupakan salah satu
jenis yang tinggi selain menguntungkan juga berarti memerlukan suatu usaha
dalam satu kawasan akan berbanding terbalik dengan jumlah populasi jenis
yang ada, hal ini desebabkan karena hubungan dengan daya dukung kawasan
37
yang ada. Dengan jumlah populasi kecil perubahan kecil terhadap daya dukung
Laut Seram dan 126’21” BT sampai 126’27” BT dan 1’48” LS sampai 1’48” LS
1’55” LS. Pulau Lifamatola merupakan pulau karang dan merupakan hasil dari
bergerak dari utara kepulauan Mindanao Filipina menuju ke pulau Sulawesi dan
pulau karang maka kondisi topografi kawasan didominasi oleh tebing serta
bukit bukit karang yang terjal. Proses suksesi yang telah berlangsung bertahun
tinggi. Batuan induk yang terdapat di pulau Lifamatola termasuk batuan kapur
dengan waktu proses pelapukan lama sehingga solum tanah yang ada termasuk
kategori tipis, hanya beberapa tempat saja dengan ketebalan solum dalam dan
umumnya berada pada daerah lembah atau cekungan. Hal ini dapat terjadi
karena adanya proses erosi yang disusul dengan sedimentasi dari kawasan
atasnya. Laju erosi yang terjadi dapat dihambat dengan adanya tajuk yang rapat
dan penutupan lantai hutan yang tebal. Gangguan yang terjadi di bagian atas
kawasan semisal penebangan akan dapat menaikan laju aliran permukaan dan
Untuk jenis batuan kapur laju erosi akan meningkat berbanding lurus
dengan laju pengurangan penutupan tajuk sampai pada satu titik tertentu laju
erosi akan mengecil karena sifat porositas dari batuan kapur. Untuk
38
menaggulangi dan mengatasi terjadinya erosi maka diperlukan suatu
penutupan. Pengwasan serta patroli yang rutin diperlukan dalam satu periode
yang rentan terhadap perubahan tempat tumbuh. Sebagai contoh jenis bakau
tertentu yang dapat tumbuh baik jika memiliki perairan dengan pH tertentu
cagar alam akan kehilangan genetik bakau tersebut. Jika tidak ada
dalam penyusunan rencana pengelolaan harus selalu teliti dan cermat. Cagar
Lifamatola dengan jumlah penduduk 452 jiwa dan sebagian besar memiliki
profesi sebagai nelayan. Pembukaan kebun yang dilakukan oleh penduduk desa
39
Dalam ekologi pangan pemenuhan kebutuhan hidup yang paling dasar
purba, namun demikian kegiatan tersebut masih juga dilakukan oleh bangsa
yang modern. Bangsa Jepang sampai saat ini masih melakukan perburuan ikan
paus untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Begitu juga dengan negara
kita masih banyak penduduk yang menggantungkan menjadi nelayan dan pada
daerah tertentu sagu yang digunakan sebagai makanan pokok masih didapatkan
dengan mengumpulkan dari alam. Ternak dan kebun merupakan perluasan dari
jumlah manusia semakin meningkat, oleh karena itu sejak jaman dahulu telah
hewan tertentu yang dirasa memiliki nilai pemenuhan kebutuhan yang tinggi
menghasilkan daging atau susu lebih baik. Perkebunan mulai dilakukan setelah
manusia merasa sumber makanan nabati telah menipis dan harus mencari lebih
jauh lagi ke dalam hutan untuk mendapatkan sumber makanan baru, oleh
40
perambahan hutan untuk membuka perkebunan. Kekurangan sumber makanan
dan hal ini diperparah dengan rendahnya tingkat pengetahuan dari penduduk.
Hal ini dimanfaatkan oleh beberapa investor dari luar untuk membuka usaha
pembuatan kapal dengan tenaga kerja penduduk dan bahan baku kayu yang
dihapuskan akan tetapi sampai saat ini telah terjadi salah sikap, kebutuhan kayu
kerjasama yang erat antara intansi yang telah ada . BKSDA Maluku sebagai
yang baik di tingkat desa diharapkan akan terbentuk suatu jalinan kerjasama
yang baik dengan pemerintah dan pada akhirnya dalam setiap progam atau
mengurangi tekanan penduduk dapat juga dibuat suatu sistem zonasi penyangga
41
di sekitar kawasan konservasi. Sistem zonasi adalah suatu jawaban terhadap
dapat ditanggulangi lagi. Taman Nasional adalah salah satu contoh pengelolaan
saat ini telah mulai beralih dari perikanan menjadi perkebunan. Perambahan
serta perubahan fungsi dari hutan menjadi perkebunan dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Saat ini perkebunan penduduk telah mencapai batas dari
sudah tidak mungkin dilakukan lagi sehingga harus segera dibuat suatu zona
yang harus diterima dari kawasan cagar alam adalah pengurangan luasan.
42
MATRIK RENCANA PENGELOLAAN 5 TAHUN
No Komponen Tahun
1 2 3 4 5
1. Biotik Flora Inventarisasi potensi Penyusunan data base Memperketat Memperketat Pengawasan kawasan
flora dalam kawasan jenis jenis flora beserta pengawasan kawasan pengawasan kawasan dengan mengedepankan
fauna dalam kawasan jenis jenis fauna beserta pengawasan kawasan pengawasan kawasan dengan mengedepankan
daya lahan serta memantapkan tata batas menata batas kawasan atau zona kawasan cagar alam
pemanfaatan terbatas
3. Sosial Masyarakat Invenatrisasi potensi Membangun dan Meningkatkan Meningkatkan Pembinaan masyarakat
masyarakat sekitar memantapkan sistem kesadaran serta peran ketrampilan di kawasan penyangga
43
kawasan kelembagaan yang serta masyarakat masyarakat dengan secara
44
Rencana pengelolaan yang dibuat dalam matrik pengelolaan
merupakan garis besar untuk digunakan sebagai acuan pengelolaan kawasan per
kawasan Cagar Alam Lifamatola baik supaya tetap dapat lestari sampai
generasi berikutnya.
45
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kawasan Cagar Alam Lifamatola memiliki 80 jenis flora dan beberapa jenis
satwa dengan dominasi flora tingkat pohon adalah kayu Besi dengan nilai INP
0.32 atau sebesar 10.78%, tingkat tiang jenis kayu Kobaihi dengan nilai INP
0.264 atau sebesar 8.79 %, tingkat sapihan jenis pandan duri dengan nilai INP
0.26 atau sebesar 13.2%, dan tingkat semai jenis Bintangur dengan nilai INP
0.256 atau sebesar 12.79 selain itu kawasan cagar alam didominasi oleh
perbukitan dan tebing karang dengan kelerengan lebih besar dari 30%.
2. Jenis fauna yang terdapat di kawasan Cagar Alam Lifamatola sangat beragam
dan memiliki kekhasan fauna di daerah wallacea. Satwa liar tersebut adalah
satwa dari kelas mamalia, aves, reptilia, dan juga satwa liar lainnya.
3. Desa Waisum adalah satu-satunya desa yang berada disekitar kawasan cagar
alam dengan jumlah penduduk 452 jiwa dan tingkat perekonomian relatif
46
DOKUMENTASI
Gambar 3 : Tim sedang bekerja mengambil data Gambar 6 : Lahan bekas erosi permukaan
47
Gambar 7 : Ekosistem bakau dalam kawasan Gambar 8 : Ekosistem bakau dalam kawasan
48
Gambar 9, 10, 11 : Pengukuran potensi flora kawasan
49
Gambar 12 : Bekas sarang burung Maleo Gambar 13 : Bekas kubangan Babi hutan
50
Gambar 16: Telur penyu Gambar 17: Telur penyu
51
Gambar 18: Nelayan Desa Waisum Gambar 19: Pengumpul ikan di Desa Waisum
Gambar 20: Batas CA. Lifamatola Gambar 21: Batas CA. Lifamatola
52
Gambar 21: Persiapan meninggalkan lokasi Gambar 22: Sunset di Lifamatola
53