PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Manfaat dalam pelaksanaan kegiatan PKKE tersebut adalah sebagi berikut:
1. Menjadi bahan informasi bagi pihak pengelola TBMK dalam pengelolaan
kawasan konservasi dan ekowisata.
2. Memberikan informasi kepada pengunjung yang ingin melakukan aktivitas
ekowisata di kawasan TBMK
3. Mengetahui komponen ekosistem dan keberadaan jenis satwa yang
ditemukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.6 Herbarium
Herbarium mempunyai dua pengertian, pertama diartikan sebagai tempat
penyimpanan spesimen tumbuhan, baik yang kering maupun basah. Selain tempat
penyimpanan juga digunakan untuk studi mengenai tumbuhan terutama untuk
tatanama dan klasifikasi. Herbarium sangat erat kaitannya dengan kebun botani,
institusi riset, ataupun pendidikan (Vogel, 1987). Menurut Index Herbariorum,
edisi 8 tahun 1990 tercatat sekitar 272.800.926 spesimen telah tersimpan di 2639
herbarium yang tersebar di 147 negara. Pengertian kedua dari herbarium adalah
spesimen (koleksi tumbuhan), baik koleksi basah maupun kering. Spesimen
kering pada umumnya telah dipres dan dikeringkan, serta ditempelkan pada kertas
(kertas mounting), diberi label berisi keterangan yang penting dan sulit dikenali
secara langsung dari specimen kering tersebut, diawetkan serta disimpan dengan
baik ditempat penyimpanan yang telah disediakan. Spesimen basah yaitu koleksi
yang diawetkan dengan menggunakan larutan tertentu, seperti FAA atau alcohol.
BAB III
METODOLOGI
Periode 1998
Muncul surat dari Menteri Kehutanan No. 235/Menhut/-II/1998, tanggal 25
Februari 1998 yang menyetujui bahwa Hak pengusahaan Taman Buru Gunung
Masigit Kareumbi diserahkan kepada PT. Prima Multijasa Sarana (PMS) yang
berada di blok pemanfaatan dan blok buru seluas 7.560,72 ha. Sedangkan sisanya
seluas 4809,98 ha yang didalamnya terdapat tegakan pinus, hak pengusahaannya
diserahkan kepada Perum Perhutani. Hak pengusahaan tersebut mencakup ijin
untuk memanfaatkan dan menyadap getah. Dalam perjalanannya kawasan ini
kemudian ditetapkan melalui SK. Menhut No. 298/Kpts-II/98 tanggal 27 Pebruari
1998 dan nama resminya adalah Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Surat
Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan No. 733/II/Kum/1998 Tanggal 16
April 1998, tentang Ijin Prinsip Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi
dinyatakan bahwa ijin Pengusahaan Perburuan bertanggung jawab atas kelestarian
fungsi kawasan. Selain itu, kepada Perum Perhutani diberi kesempatan untuk
menyadap getah pinus dan tidak untuk memanfaatkan kayu. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 923/Kpts-II/1999 Tanggal 14
Oktober 1999, diberikan ijin Pengusahaan Taman Buru kepada PT. PMS pada
blok pemanfaatan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Namun dalam
perjalanannya, pihak pengelola ini terkait kasus penebangan hasil hutan terutama
kayu yang menyeret banyak pihak kepada hukum, terutama pihak pengelola
sendiri sampai akhirnya kawasan ini diambil lagi pengelolaannya oleh BKSDA.
Periode 2008 s/d Sekarang
Sampai tahun 2008, kawasan ini terutama area “KW” berada dalam kondisi
terbengkalai. Infrastruktur dan bangunan yang dibangun oleh pengelola
sebelumnya termasuk oleh pemrintah dan berbagai program yang telah
diluncurkan lambat laun rusak. Sebagian besar konstruksi bangunan dan
infrastruktur, termasuk bangunan rumah pak Ibrahim Adjie dicuri orang.
Bangunan Pusat Informasi Taman Buru milik BKSDA juga tak luput dari
perusakan dan sudah tidak dapat digunakan kembali. Wisma Pemburu, kompleks
taman safari mini, kolam renang, rumah sakit hewan bahkan mesjid juga tidak
luput dari kerusakan. Selain itu, perambahan kawasan untuk pertanian dan
pengambilan kayu untuk keperluan bahan bangunan serta kayu bakar juga marak.
Demikian juga perburuan liar yang menyebabkan satwa terutama rusa tak
berbekas. Pada sekitar tahun 2006, sesepuh Wanadri yang sering melakukan
perjalanan ke kawasan ini, Remi Tjahari (W-090-LANG) melihat potensi
kawasan yang sangat besar. Namun di balik potensi kawasan sebagai daerah
konservasi dan sangat layak dikembangkan untuk wisata dan pendidikan alam
terbuka juga terdapat potensi kerusakan lingkungan bila tidak dikelola dengan
baik. Akhirnya pada tahun 2007, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki
Gunung Wanadri menyampaikan minat untuk melakukan pengelolaan kawasan
pada pihak Kementrian Kehutanan dan BBKSDA. Setelah menempuh berbagai
kewajiban diantaranya pembuatan Rencana Jangka Pendek dan Menengah, pada
bulan April tahun 2008, BBKSDA mengeluarkan surat keputusan No: 750/
BBKSDA JABAR. 1/ 2008 yang kemudian direvisi oleh SK No. 1111/BBKSDA
JABAR.1/2009 yang pada intinya menyatakan bahwa BBKSDA setuju untuk
melakukan kerjasama kemitraan Optimalisasi Pengelolaan Kawasan dengan
Wanadri dan mekanisme kerjasamanya ditelurkan kedalam dokumen tersebut
dengan diketahui oleh Departemen Kehutanan.
Selanjutnya, pihak Dewan Pengurus Wanadri menunjuk Koperasi Wanadri
melalui surat No: 02/ SPK/ DP/ XX/ W/ IV/ 2008 untuk membentuk sebuah
badan otonom yang dapat melakukan fungsi-fungsi pengelolaan di TBMK.
Maka pada akhir 2008 dibentuklah tim yang disebut Tim Manajemen Pengelola
Kawasan Konservasi Masigit Kareumbi.
4.5 Aksesibilitas
Ada beberapa pintu masuk ke kawasan TBMK.
1. KW: Bandung – Rancaekek – Bypass Cicalengka – Sindangwangi –
Tanjungwangi, jarak ± 43 Km.
2. Cipancar: Bandung – Sumedang – Cipancar jarak ± 47 Km, ke lokasi ± 1,5 Km
3. Cibugel: Bandung – Limbangan – Cibugel jarak ± 68 Km, Cibugel- lokasi ±3
Km
Pintu masuk selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Pintu Masuk Blok KW. (Cigoler) Ditempuh dengan route jalan Bandung
– Cicalengka – Sindangwangi – Tanjungwangi – Blok KW. Jarak kota
Bandung – Cicalengka ± 30 Km, menggunakan jalan raya propinsi atau
dengan kereta api. Dari Cicalengka menuju Sindangwangi (± 13 Km)
dengan jalan beraspal hotmix dalam kondisi baik (2009), dari
Sindangwangi melintasi Kp. Leuwiliang menuju pintu masuk Blok KW
(±2 Km) berupa jalan aspal kelas III dengan kondisi agak jelek dan
sempit. Dari pintu masuk menuju blok KW ±1 km jalan berbatu
makadam dengan kondisi agak jelek. Lokasi KW dapat dilalui dicapai
oleh kendaraan roda empat, truk tentara dan bis mini (30 seat).
STATUS: AKTIF
2. Pintu masuk CIbugel / Cikudalabuh, dapat ditempuh melalui route
Bandung – Balubur Limbangan – Cibugel (±68 Km), atau melalui route
Bandung – Sumedang – Darmaraja – Cibugel (±72 Km), jalan beraspal
dengan kondisi baik. Dari Cibugel menuju lokasi Cikudalabuh (±3 Km)
jalan berbatu dengan kondisi agak jelek.
STATUS: TIDAK AKTIF
3. Pintu Masuk Ciceuri, ditempuh melalui route Bandung – Tanjungsari –
Haurgombong – Ciceuri (±28 Km), sebagian kondisi jalan dari
Haurgombong menuju lokasi Blok Ciceuri (±3 Km) berbatu dengan
kondisi baik.
STATUS: TIDAK AKTIF
4. Pintu Masuk Cipancar, ditempuh melalui route Bandung – Sumedang
menuju CIpancar (±47 Km) dengan jalan beraspal kondisi baik,
selanjutnya dari Cipancar ke lokasi (± 1,5 Km) dengan kondisi jalan agak
jelek.
STATUS: TIDAK AKTIF
Pintu masuk utama menuju lokasi yang sudah dikelola oleh Manajemen
adalah yang melalui Cicalengka. Lokasi pintunya disebut “KW” yang merupakan
singkatan dari “Kawasan Wisata“. Pintu ini terletak di kampung Leuwiliang,
Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. KW dapat
dicapai lebih kurang 14km dari kota Cicalengka, atau sekitar 90 menit berkendara
dari Bandung. Jarak dari pintu tol. Jarak dari Tol Pasteur sampai KW adalah 62
kilometer.
Titik :1
Titik :2
Titik :3
Titik :4
2. Data Abiotik
𝐷1+𝐷2+𝐷3
D= 3
2.16+7.16+3.5
= 3
= 4.27
2+1
= 8.54 𝑥100% = 117.09% = 70.26%
= 35.12%
2.5+1 6+3 3+2
C2= 𝑥100% C2 = 8.54 𝑥100% C2 8.54 𝑥100%
8.54
BAB VI
PEMBAHASAN
BAB VII
PENUTUP
7.1 Penutup
7.2 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA