Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS VEGETASI MENGGUNAKAN METODE LINE INTERCEPT

DI HUTAN EVERGREEN TAMAN NASIONAL BALURAN

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Vegetasi


Yang Dibimbing Oleh Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si.

Disusun Oleh:
Offering G/ Kelompok 1

Dania Merit Novitasari (160342606251)


Fira Fitria Jihans (160342606248)
Tasafima Tesari (160342606280)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
Desember 2018
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah penulis mengucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan Laporan KKL ANAVEG 2018 dengan judul “Analisis Vegetasi
Menggunakan Metode Line Intercept Di Hutan Evergreen Taman Nasional
Baluran”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian tugas akhir ini tidak
lepas dari peran serta beberapa pihak yang telah memberikan saran, bimbingan,
pengarahan, dan petunjuk serta fasilitas. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Ir. Suhadi, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Vegetasi
yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, serta petunjuk dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
2. Petugas perpustakaan Biologi dan perpustakaan pusat Universitas Negeri
Malang yang telah menyediakan referensi untuk penulis.
3. Teman-teman dan semua yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas
ini.
Penulis menyadari bahwa laporan praktikum yang telah penulis buat ini
tidak lepas dari kekurangan dan jauh dari sempurna, maka dengan segala
kerendahan hati penulis mengharap kritik, saran, dan masukan dari semua pihak
demi perbaikan. Semoga yang penulis sajikan dapat bermanfaat guna menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan.

Malang, 26 November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan
adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Undang-Undang RI Nomor 41
Tahun 1999).

Taman Nasional Baluran memiliki lebih dari satu ekosistem alami yang
memberikan kekayaan dan cirri khas tersendiri. Hutan evergreen merupakan salah
satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam
hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang
tahun. Tumbuhan bawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai
penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya
erosi. Sedangkan keberadaan tumbuhan pohon tidak hanya memberikan fungsi
secara ekologis melainkan memberikan nilai ekonomi bagi Negara (Lathifah,
2015).

Dengan banyaknya macam ekosistem Hutan di Taman Nasional Baluran


ini maka akan banyak pula jenis vegetasi yang menyusun ekosistem-ekosistem
yang ada disana. Untuk mengetahui macam vegetasi yang terdapat di hutan
evergreen Taman Nasional Baluran, maka kami mengadakan praktikum yang
berjudul “Analisis Vegetasi Menggunakan Metode Line Intercept Di Hutan
Evergreen Taman Nasional Baluran”

1.2 Tujuan
1. Mengetahui nilai Ineks Nilai Penting vegetasi di hutan pantai Taman
Nasional Baluran menggunakan metode line intercept.
2. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap Indeks Nilai Penting
vegetasi di hutan pantai Taman Nasional Baluran metode line intercept.
1.3 Manfaat Penelitian
a. Bagi Mahasiwa :
1. Mahasiswa dapat mengetahui nilai Indeks Nilai Penting vegetasi di hutan
pantai Taman Nasional Baluran menggunakan metode line intercept.
2. Mahasiswa dapat Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap Indeks Nilai
Penting vegetasi di hutan pantai Taman Nasional Baluran
b. Bagi Masyarakat :
1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai Indeks Nilai
Penting vegetasi di hutan pantai Taman Nasional Baluran
2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kondisi
lingkungan di Hutan Taman Nasional Baluran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Taman Nasional Baluran

Taman Nasional Baluran merupakan kawasan Konservasi Sumberdaya


Alam, yang berarti di dalam kawasan Taman Nasional Baluran terdapat
pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana, untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Tujuan
pembangunan konservasi sumberdaya alam yaitu mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia (Balai Taman Nasional, 2007).

Taman Nasional Baluran memiliki lebih dari satu ekosistem alami yang
memberikan kekayaan dan cirri khas tersendiri. Hutan evergreen merupakan salah
satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam
hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang
tahun. Tumbuhan bawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai
penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya
erosi. Sedangkan keberadaan tumbuhan pohon tidak hanya memberikan fungsi
secara ekologis melainkan memberikan nilai ekonomi bagi Negara (Lathifah,
2015).

Taman Nasional Baluran (TNB) merupakan salah satu kawasan taman


nasional yang sangat menarik dengan sejumlah jenis ekosistemnya. Kesembilan
jenis ekosistem tersebut antara lain: hutan hijau sepanjang tahun (evergreen),
hutan musim, hutan savana, hutan pegunungan, hutan pantai, hutan mangrove,
hutan jati alam, hutan jati buatan, dan ecotone. Luas wilayah Taman Nasional
Baluran sekitar 25.000 Ha sehingga sangat sulit untuk mengamati seluruh jenis
dan macam ekosistem tersebut. Taman Nasional Baluran sebagai salah satu
kawasan konservasi yang didalamnya memiliki berbagai macam flora dan fauna
dan ekosistem memiliki beragam manfaat baik manfaat bersifat tangible (dalam
pemanfaatan skala terbatas) maupun manfaat yang bersifat intangible, berupa
produk jasa lingkungan, seperti udara bersih dan pemandangan alam. Kedua
manfaat tersebut berada pada suatu ruang dan waktu yang sama, sehingga
diperlukan suatu bentuk kebijakan yang mampu mengatur pengalokasian
sumberdaya dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan
tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan aspek sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya.

Taman Nasional Baluran memiliki beberapa obyek dan daya tarik wisata
alam yang cukup beragam, terdiri dari kombinasi berbagai bentang alam mulai
dari ekosistem laut hingga pegunungan, savana, dan keanekaragaman jenis satwa
dan tumbuhan. Beberapa daerah di Taman Nasional Baluran yang sering
dikunjungi wisatawan dan masyarakat untuk berbagai keperluan terutama yang
dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata antara lain: Gua Jepang, Curah Tangis,
Sumur Tua, Evergreen Forest, Bekol, Bama, Manting, Dermaga, Kramat, Kajang,
Balanan, Lempuyang, Talpat, Kacip, Bilik, Sejileh, Teluk Air Tawar, Batu
Numpuk, Pandean, dan Candi Bang. Adapun wisatawan yang berkunjung ke
Taman Nasional Baluran meliputi wisatawan domestik dan wisatawan
mancanegara. Dari berbagai obyek wisata yang ada di Taman Nasional Baluran
sebagian telah dikembangkan menjadi produk wisata, antara lain Gua Jepang,
Curah Tangis, Visitor Centre, Candi Bang, Savana Semiang, Savana Bekol,
Evergreen ForestBekol, dan Pantai Bama (Balai Taman Nasional, 2007).

2.2 Hutan Evergreen

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi


sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan
adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Undang-Undang RI Nomor 41
Tahun 1999). Evergreen merupakan ekosistem yang paling subur dengan curah
hujan yang besar sekitar 200-400 mm/tahun. Evergreen selalu hijau sepanjang
tahun baik pada musim hujan atau kemarau, karena dipengaruhi faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik meliputi semut, kupu-kupu, serangga kecil, lalat, perdu
(Citrus), gebang, timongo, kendal dan gebang. Ketebalan seresah sekitar 8 cm.
Sedangkan faktor abiotik antara lain: suhu, kelembaban, pH, intensitas cahaya,
kecepatan angin, dan tekstur tanah. Evergreen memiliki fotoperiode (lamanya
pencahayaan) seragam sepanjang tahun, memiliki kelembaban yang tinggi karena
ketebalan seresahnya yang tebal, gugurnya daun dan pertumbuhan terjadi tidak
bersamaan dan konstan, reproduksi pada pohon-pohon memiliki jarak yang sama
sepanjang tahun.

2.3 Metode Line Intecept

Metode line intercept biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari
komunitas padang rumput. Dalam cara ini terlebih dahulu ditentukan dua titik
sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m, 100
m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada garis transek itu kemudian dibuat
segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m, 10 m. Dalam metode ini garis-
garis. Metode transek kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus,
kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 m, jarak
antar kuadrat ditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan
struktur vegetasi. Selanjutnya mencatat, menghitung dan mengukur panjang
penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut. Cara
mengukur panjang penutupan adalah memproyeksikan tegak lurus bagian basal
atau arial coverage yang terpotong garis transek ke tanah (Anwar ,1995).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan praktikum dilakukan di Hutan Taman Nasional Baluran pada hari
Sabtu tanggal 20 Oktober 2018

3.2 Alat dan Bahan


1. Alat
a) Meteran
b) Soil tester
c) Termometer tanah
d) Termohigrometer
2. Bahan
a) Kertas label
b) Kantong plastik
3.3 Prosedur Kerja

Dipilih titik awal plot yang akan digunakan untuk analisis vegetasi metode
Line Intercept

Dibentangkan roll meter sepanjang 10 meter, kemudian dilakuakn pengamatan


komunitas bawah

Ditentukan pohon yang tersentuh, diatas atau dibawah garis intercept kemudian
dihitung keliling pohon, panjang intercept, lebar maksimum kanopi pohon dan
dicari nilai sudutnya.

Dilakukan identifikasi pada spesies yang ditemukan dan kemudian dianalisis

3.4 Metode Analisis


Untuk mengetahui struktur vegetasi perlu diketahui sejumlah karakteristik
vegetasi meliputi kerapatan, frekuensi, dominansi dan nilai penting dari masing-
masing jenis dengan menggunakan rumus berikut :
∑I Unit area
Kerapatan =( ) x Panjang transek total
M

Kerapatan tiap jenis


Kerapatan relative = Kerapatan total untuk seluruh jenis x 100%

Frekuensi = Jumlah petak ditempati suatu spesies


Jumlah seluruh petak contoh
Frekuensi Relatif(FR) = Frekuensi uatu spesies X 100%
Frekuensi seluruh spesies
Dominansi = Luas basal area
Luas petak contoh
Domminans Relatif (DR)= Dominan suatu spesies X 100%
Dominansi seluruh spesies
Indeks Nilai Penting untuk Pohon dan sapling = KR + FR + DR Indeks
Nilai Penting untuk seedling dan tumbuhan bawah = KR + FR (Mueller-Dombois
dan Ellenberg, 1974).
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
3.1 Data Pengamatan
Tabel 4.1. Data Faktor Abiotik Hutan Evergreen

Faktor Abiotik Plot

1 2 3 4 5 6 7 Rerata

Suhu Udara (0C) 34 34 36 36 36 35 36 32,29

Kelembapan Udara (%) 57 56 56 56 54 55 58 56

Kelembapan Tanah dry dry dry dry dry dry dry dry

pH Tanah 7 7 7 7 7 7 7 7

Kesuburan Tanah To To To To To To To To
little little little little little little little little

Intensitas Cahaya 5 8 7,5 5 6,2 6 6,9 6,37

Tabel 4.2. Data Perhitungan Indeks Nilai Penting


Lebar Densitas Dominasi Frekuensi
Nama Spesies jarak 1/M Densitas Dominasi INP
Kanopi relatif Relatif relatif
(m)
Streblus asper 7,17 23 0,043 0,12463 12,46 0,27283511 27,28 30 69,75
Cannarium
7,93 12,7 0,078 0,225709 22,57 0,15065243 15,07 15 52,64
littorale
Xanthophyllum
5,17 9,5 0,105 0,301737 30,17 0,11269276 11,27 15 56,44
sp
Terminalia
5,66 27,3 0,03663004 0,105 10,50 0,32384342 32,38 25 57,88
cattapa
Schleichera
6,43 11,8 0,08474576 0,242924 24,29 0,13997628 14,00 15 53,29
olesa
0,34885738 1
Tabel 4.3. Rangking Spesies

Nama Spesies Rangking

Streblus asper 1

Cannarium littorale 5

Xanthophyllum sp. 3

Terminalia cattapa 2

Schleichera olesa 4

3.2 Analisis Data


Berdasarkann analisis data yan teelah dilakukan didapatkan rerata
fktor abiotik suhu udara sebesar 32,29 0C, kelembapan udara sebesar
56%, kelembapan tanah dry , rerata pH tanah sebesar 7 , kesuburan tanah
menunjukkan To Little, dan nilai rerata intensitas cahaya sebesar 6,37.
Spesies Streblus asper memiliki nilai INP tertinggi, yaitu sebesar 69,75
dan mnempati rangking 1, spesies Cannarium littorale memiliki nilai INP
terendah, sebesar 52,64, spesies Xanthophyllum sp.memiliki nilai INP
sebesar 56,44 sehingga menempati rangking 3, spesies Terminalia cattapa
memiliki nilai INP sebesar 57,88 sehingga menepati rangking 2, spesies
Schleichera olesa memiliki nilai INP sebesar 53,29 sehingga menempati
rangking 4.
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan di peroleh hasil
spesies Streblus asper memiliki nilai INP tertinggi, yaitu sebesar 69,75 dan
mnempati rangking 1 yng berarti tumbuhan tersebut mendominasi kawasan hutan
everreen Taman Nasional Baluran. Tumbuhan Serut (Streblus asper) dapat
ditemukan di Negara-negara beriklim tropis (Afjalus, dkk. 2013). Tumbuhan
Serut (Streblus asper) tumbuh tersebar di kawasan Asia. Di Indonesia dapat
dijumpai di pulau Sumatera, Jawa, Madura, Kepulauan Sunda Kecil dan Muluku.
Habitat dari tanaman Serut (Streblus asper) ini yaitu disemua jenis hutan dengan
ketinggian hingga mencapai 1000 meter di atas permukaan laut. Topografi TN
Baluran dapat dibagi dalam kategori: datar dengan ketinggian 0-124 m dpl,
bergelombang dengan ketinggian 125-900 m dpl, dan terjal pada ketinggian lebih
dari 900 m dpl (Sabarno, 2002), ketinggian tersebut temasuk ideal bagi kriteria
habitat Streblus asper. Faktor yang mendukung dominansi Streblus asper adalah
faktor abiotik dari kawasan tersebut.

Hasil perhitungan kelembapan tanah menunjukkan dray, artinya kadar


kelembapan pada tanah tersebut rendah dan kadar air yang tersimpan dalam tanah
pun juga rendah, karena mmang praktikum dilaksanakan pada bulan Oktober
yaitu pada musim kemarau. Kawasan Taman Nasional Baluran memiliki musim
hujan pada bulan November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-
Oktober dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari (Baluran
Nasional Park, 2015).. Untuk pengukuran pH tanah menunjukkan pH 7, dengaan
nilai pH seperti ini tidak bisa mendukung pertumbuhan tanaman secara optimum,
hal ini sesuai (vidiawan, 2011). Perhitungan suhu tanah dengan termometer tanah
menunjukkan hasil 32,290C. Besar suhu tanah dipengaruhi oleh radiasi matahari,
sehingga besarnya sering berubah-ubah, hal ini sesuai dengan (Pioh,dkk 2013)
Perubahan suhu permukaan tanah sepanjang siang hari terjadi karena intensitas
radia sinar matahari yang cukup besar masuk ke bawah kanopi pepohonan.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Nilai indeks nilai penting tertinggi sebesar 69,75 yang dimiliki oleh
spesies Streblus asper an nilai indeks nilai penting terendah sebesar
52,64 yang dimiliki oleh Cannarium littorale.
2. Faktor abiotik berpengaruh terhadap dominansi spesies dalam sutu
kawasan.
6.2 Saran
Perlu diilakukan penelitian lebih lanjut dan area yang lebih luas, dengan
menambah jumlah plot yang digunakan.
Daftar Rujukan

Afjalus, dkk.2013. Investigation Of Analgesic And Antioxidant Actyvity Of


Ethanolic Extract Of StreblusasperLour. (Moraceae) Leaf And Bark.
International Research Journal Of Pharmacy. Vol. 4 (1).
Anwar, 1995. Biologi lingkungan, Ganexa Exact, Bandung.
Balai Taman Naional Baluran Banyuwangi. 2007.
https://TAMAN_NASIONAL_BALURAN_Secuil_Afrika_di_Jawa,
diakses 27 November 2018
Febriliani, Dkk., 2013, “Analisis Vegetasi Habitat Anggrek Di Sekitar Danau
Tambing Kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Warta Rimba, Vol. 1,
No.1
Lathifah S. S., Rahmaniah R., Yuliani R., Rosari R. N., Faturrahman A. 2015.
Keanekaragaman Tumbuhan Di Hutan Evergreen Taman Nasional
Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA
BKS-PTN Barat. 123-134. http://download.portalgaruda.org, diakses 28
November 2018
Pioh D.D., Rayes L., Polii B., Hakim L. 2913. Analisis Suhu Tanah Di Kawasan
Wisata Alam Danau Linow Kota Tomohon Sulawesi-Utara. Journal of
Indonesian Tourism and Development Studies. (Online), 1(2):62
67, http://jitode.ub.ac.id/index.php/jitode/article/download/118/113.,
diakses 3 Desember 2018
Sabarno M.Y. 2002. Savana Taman Nasional Baluran. B I O D I V E R S I T A S.
3(1): 207- 212. (Online).
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0301/D030107.pdf,
diakses 3 Desember 2018
Vidiawan A.R. 2011. Analisa Pengaruh Kelembaban Tanah Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Dengan Menggunakan Metode Analysis Of
Variance Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Undang-Undang RI Nomor 41 Tentan Kehutanan.1999.
hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_19_04.htm, diakses 28 November 2018
LAMPIRAN

Pemasangan alat praktikum Penulisan data mentah

Persiapan praktikum Pengamatan plot

Anda mungkin juga menyukai