Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman

hayati yang sangat tinggi, yang ditandai dengan ekosistem, jenis

dalam ekosistem, dan plasma nutfah (genetik) yang berada di dalam

setiap jenisnya. Dengan demikian, Indonesia menjadi salah satu pusat

keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Negara mega-

biodiversity. Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut merupakan

kekayaan alam yang dapat memberikan manfaat yang vital dan

strategis, sebagai modal dasar pembangunan nasional, serta

merupakan paru-paru dunia yang mutlak dibutuhkan, baik di masa

kini maupun yang akan datang.

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat karena peningkatan

populasi manusia telah menyebabkan perusakan habitat, fragmentasi,

penggantian spesies asli yang sensitif dengan spesies yang tidak asli,

degradasi habitat akuatik yang selanjutnya dapat menyebabkan masa

pemberhentian yang panjang untuk dapat hidup dari perlindungan

1
area. Apabila hal ini berjalan dalam waktu yang lama maka yang

paling terancam adalah keanekaragaman hayati untuk seluruh negara

bukan hanya di negara maju saja tetapi yang sangat membutuhkan

perhatian justru pada negara berkembang dimana pertambahan

penduduk jauh lebih pesat dibanding negara maju yang pada akhimya

kebutuhan lahan juga semakin meningkat.

Pengembangan konservasi merupakan proses untuk dapat

menciptakan perencanaan dan pelaksanaan awal sebagai dasar

perlindungan ekologi, dengan menggunakan teknik yang signifikan

dalam mengembangan kerapatan, topik dan keuntungan dari

konservasi itu sendiri. Menurut Arambiza et.al., 2006 perlu dicari

suatu model manajemen konservasi yang dapat digunakan dalam

pengelolaan lahan di daerah tropis secara terpadu untuk mendapatkan

keseimbangan antara kebutuhan lahan, kebutuhan masyarakat,

penyangga kehidupan, konservasi keanekaragaman hayati serta

fungsi ekosistem.

Dalam upaya konservasi dengan pendekatan komunitas diperlukan

metode yang praktis seperti gap analysis (analisis kesenjangan)

untuk mengukur keberhasilan program konservasi dengan

membandingkan prioritas biodiversitas dengan kawasan konservasi

yang telah eksis. Hasil analisis kesenjangan dapat memperlihatkan

2
kawasan baru yang masih memerlukan perlindungan. Oleh karena itu,

salah satu langkah penting dalam upaya konservasi adalah

menetapkan kawasan perlindungan secara legal baik oleh pemerintah

maupun secara adat.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka upaya “Konservasi Dengan

Pendekatan Komunitas” merupakan salah satu alternatif yang layak

dipertimbangkan untuk pelestarian sumber daya alam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari

makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Jelaskan mengenai ekologi restorasi ?

2. Bagaimana kawasan kenservasi yang dilindungi ?

3. Bagaimana klasifikasi kawasan konservasi yang dilindungi ?

4. Bagaimana penetapan prioritas untuk konservasi ?

5. Bagaimana merancang kawasan konservasi ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui mengenai ekologi restorasi.

2. Untuk mengetahui kawasana konservasi yang di lindungi.

3
3. Untuk mengetahui klasifikasi kawasan konservasi yang di

lindungi.

4. Untuk mengetahui penetapan prioritas untuk konservasi.

5. Untuk mengetahui merancang kawasan konservasi.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat di peroleh dari makalah ini adalah sebagai

berikut.

1. Sebagai media informasi bagi para pembaca terkai konservasi di

tingkat komunitas.

2. Sebagai bahan referensi yang relevan untuk penyusunan makalah

selanjutnya.

3. Sebagai media melatih diri dalam mengembangakan ide atau

buah pikiran.

4
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekologi Restorasi

Ekologi Restorasi adalah pengembalian suatu ekosistem atau

habitat kepada struktur komunitas, komplemen alami spesies, atau

fungsi alami aslinya. Ekologi Restorasi merupakan pemulihan

melalui suatu reintroduksi secara aktif dengan spesies yang semula

ada, sehingga mencapai struktur dan komposisi spesies seperti

semula. Tujuannya untuk mengembalikan struktur, fungsi,

keanekragaman dan dinamika suatu ekosistem yang dituju. Restorasi

suatu wilayah untuk mencapai struktur dan komposisi spesies semula

dapat dilakukan melalui suatu program reintroduksi yang aktif,

terutama dengan cara menanam dan membenihkan spesies tumbuhan

semula. Dalam beberapa waktu terakhir, telah banyak diakui bahwa

konsep suksesi dan restorasi sangat erat kaitannya satu dengan yang

lain. Restorasi suatu ekosistem yang terdegradasi yang tengah

melalui proses suksesi dilakukan untuk mempercepat proses tersebut

sehingga memiliki fungsifungsi ekosistem yang sehat. Percepatan

proses ini dilakukan dengan upaya-upaya yang bersifat manipulasi

lingkungan maupun sumber daya.

5
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengembalikan

komunitas hayati dan ekosistem ke fungsi semula yaitu melalui :

1. Tanpa tindakan, hal ini dilakukan atas pertimbangan bila upaya

pemulihan membutuhkan biaya yang besar dengan kemungkinan

kegagalan yang tinggi.

2. Restorasi merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara

aktif dengan spesies yang semula ada, sehingga mencapai struktur

dan komposisi spesies seperti semula.

3. Rehabilitasi merupakan pemulihan dari sebagian fungsi-fungsi

ekosistem dan spesies asli, seperti memperbaiki hutan yang

terdegradasi melalui penanaman, penyulaman dan pengkayaan

jenis.

Penggantian merupakan upaya penggantian suatu ekosistem

terdegradasi dengan ekosistem lain yang lebih produktif, seperti

mengganti hutan yang terdegradasi dengan pembelukaran, dimana

ekosistem tersebut telah ada sebelumnya.

Tindakan pemulihan kondisi hutan dalam waktu yang

diharapkan lebih cepat adalah dengan kegiatan restorasi..

Keberhasilan kegiatan restorasi perlu didukung beberapa komponen

antara lain :

6
a. Identifikasi luas areal dan pemetaan atas kerusakan ekosistem

dan/atau penurunan populasi flora dan fauna, serta penyebabnya.

b. Teknis restorasi dan rehabilitasi yang digunakan dalam rangka

pemulihan ekosistem dan/atau populasi dan jenis dari flora dan

fauna, serta pemantauan dan evaluasinya.

c. Adanya peran serta dan keterlibatan masyarakat setempat di dalam

kegiatan restorasi.

Salah satu contoh dari lokasi yang sudah mengalami restorasi

adalah Restorasi Ekologi Kawasan Tanjung Api – Api Provinsi

Sumatera Selatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun

2014, wilayah Tanjung Api-Api (TAA) ditetapkan sebagai Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK). Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-

Api memiliki luas 2.030 ha yang terletak dalam wilayah Desa Muara

Sungsang dan Desa Teluk Payo, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten

Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Salah satu infrastruktur

penting untuk mendukung program KEK adalah Pelabuhan Tanjung

Api-Api (PTAA). Pelabuhan ini berada di Muara Sungai Banyuasin,

berfungsi sebagai moda transportasi air untuk mendukung aktivitas

perekonomian berupa mobilitas manusia dan barang.

Kawasan Tanjung Api-Api berhadapan langsung dengan Selat

Bangka, dipengaruhi oleh gelombang pasang-surut (Pasut) dan

7
faktor-faktor alam lainnya sehingga kawasan ini merupakan sistem

alam yang dinamis. Di ujung DAS Musi bagian hilir ini terdapat

Muara Sungai Banyuasin (MSB) sebagai saluran akhir Sungai Lalan

dan Sungai Banyuasin yang berfungsi sebagai penyalur limpasan air

(runoff) dari hulu menuju laut melalui Sungai Lalan dan Sungai

Banyuasin.

Kawasan Tanjung Api-Api merupakan Hutan Bakau (mangrove)

bagian dari lahan basah (wetland). Lahan basah adalah salah satu

ekosistem yang paling penting di bumi karena kondisi hidrologi yang

unik dan perannya sebagai zona peralihan antara sistem daratan dan

perairan (Mitsch dan Gosselink, 2011). Lahan basah, sebagai zona

peralihan antara tanah dan air, memberikan perlindungan alami

8
terhadap banjir ekstrim, sebagai simpanan air tawar, penyimpanan

karbon jangka panjang serta memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi.

Menurut Alikodra (1999), ekosistem hutan mangrove memiliki

beberapa sifat kekhususan, yakni letak hutan mangrove terbatas pada

tempat tertentu, peranan ekologis ekosistem hutan mangrove bersifat

khas, berbeda dengan peran ekosistem hutan lainnya, dan hutan

mangrove memiliki potensi hasil yang bernilai ekonomis tinggi, serta

hutan mangrove sebagai sumberdaya alam yang dapat dipulihkan

pendayagunaan-nya.

Meningkatnya populasi menyebabkan lahan produksi semakin

berkurang sehingga hutan mangrove dikonversi menjadi lahan

pertanian, pertambakan (aquaculture), bahan bakar, dan tujuan

lainnya. Penurunan kualitas dan kuantitas hutan mangrove

9
mengakibatkan menurunnya kualitas biofisik ekosistem hutan

mangrove dan lingkungan sekitarnya, seperti kerusakan fisik pantai

(erosi dan abrasi), hilangnya habitat burung, banjir dan menurunnya

produktivitas perairan (mangrove dan padang lamun), dampak

perubahan iklim global, sedimentasi, serta terbatasnya sarana dan

prasarana di wilayah pesisir dan pulau-pulau.

Kerusakan hutan mangrove akibat dari reklamasi kawasan

Tanjung ApiApi perlu segera dihentikan dengan mengadakan

kegiatan konservasi bahkan merestorasi dengan mengembalikan dan

menata kembali yang mengalami kerusakan. Kegiatan konservasi dan

restorasi hutan mangrove tidak hanya sekedar untuk melindungi dan

melestarikan spesies serta menyediakan obyek wisata (ecoturism),

tetapi harus pula berfungsi untuk meningkatkan kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitarnya dalam konteks pembangunan

berwawasan lingkungan. Membangun hutan mangrove adalah

membangun suatu inti bagi tercapainya pembangunan berwawasan

lingkungan yang tujuan pokoknya adalah meningkatkan kondisi

sosial dan ekonomi masyarakat dan melakukan penanaman kembali

hutan mangrove yang telah rusak. Berarti hutan mangrove merupakan

salah satu bagian yang sangat penting dari seluruh sistem

pembangunan daerah.

10
Waryono T (2002) langkah awal yang harus ditempuh dalam

merumuskan implementasi pengelolaan kawasan reklamasi Tanjung

Api-Api sebagai wilayah bantaran sungai, perlu menetapkan unit-unit

perencanaan yang rasional dan mampu mengakomodasikan pemulihan

peranan fungsi jasa ekosistemnya melalui: (a) pemberdayaan habitat

vegetasi riparian, (b) kajian dasar atas peranan fungsi jasa biologis,

hidrologis dan ekologisnya, (c) serta mengkaji secara mendalam

terhadap nilai kualitas kawasan reklamasi, termasuk kajian potensi

baku habitat dan kesesuaian jenisnya, sebagai dasar acuan dalam

penyusunan rancangan model restorasi ekologi bantaran sungai.

B. Kawasan Konservasi yang Dilindungi

Kawasan konservasi dalam arti luas yaitu kawasan dimana

konservasi sumber daya alam dilakukan. Pengertian kawasan

konservasi yang digunakan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan adalah

“kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Suaka Alam, Kawasan

Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung”. Kawasan

konservasi merupakan salah satu cara yang digunakan pemerintah

untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari

kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi di

tujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya hayati dan

11
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan

kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia.

Kawasan konservasi yang di lindungi di Indonesia antara lain :

1. Taman Nasional Kepulauan Seribu

2. Taman Nasional Kepulauan Wakatobi

3. Taman Nasional Rawa Aopa

4. Taman Laut Bunaken

5. Kebun Raya Universitas Halu Oleo

6. Kebun Raya Bogor

7. Cagar Alam Laut 17 Pulau Riung NTT

8. Suaka Marga Satwa Barumun

9. Suaka Marga Satwa Karang Gading

10. Taman Wisata Alam Laut Gugus Pulau Teluk Maumere

C. Klasifikasi Kawasan Konservasi yang Dilindungi

Klasifikasi dan kriteria kawasan kosevasi menurut sistem IUCN

(International Union for Conservation of Nature and Natural

Resources) adalah sebagai berikut.

1. Kategori I: Kawasan Rimba

Merupakan areal yang dilindungi terutama untuk kepentingan ilmu

pengetahuan atau perlindungan hutan belantara.

12
a) Cagar Alam Merupakan areal daratan dan atau perairan laut

yang memiliki beberapa nilai-nilai utama atau perwakilan

ekosistem, jenis dan/atau kenampakan fisiografis, atau

geologis, yang ditunjuk dan ditetapkan terutama untuk

kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, dan/atau

pemantauan lingkungan.

Kriteria penunjukan :

 Areal harus cukup luas untuk memastikan integritas ekosistem

dan memenuhi tujuan pengelolaan dari areal yang dilindungi

 Areal harus dengan mantap bebas dari semua intervensi

manusia secara langsung dan mampu untuk dapat dikelola.

 Konservasi keanekaragaman hayati dapat dilakukan melalui

perlindungan dan tidak memerlukan adanya manipulasi atau

kegiatan pengelolaan habitat secara aktif.

b) Kawasan Belantara Alam Merupakan areal yang luas terdiri

dari daratan dan/atau perairan laut yang tidak sama sekali

mengalami modifikasi atau hanya sedikit sekali termodifikasi,

dan tetap dominan memperlihatkan karakter dan pengaruh

alami, sebagai tempat tinggal yang penting atau permanen dari

hidupan liar, yang memerlukan upaya pengaturan dan

13
perlindungan agar mampu memelihara dan melestarikan

kondisi alamnya.

Kriteria penunjukan :

 Areal perlu memiliki mutu alami tinggi, diatur semata-mata

terutama oleh kekuatan alam dengan meniadakan berbagai

bentuk gangguan manusia, yang memungkinkan keberlanjutan

dan kelangsungan atribut alami sesuai tujuan yang telah

ditetapkan/diusulkan.

 Areal memiliki potensi ekologis, physiogeografis penting atau

corak lain bernilai ilmiah, pendidikan, sejarah atau panoram

alam yang indah atau inspirasi kejiwaan.

 Areal menawarkan peluang utama untuk kesunyian, menikmati

keindahan alam, perjalanan, dan pencapaian areal secara

sederhana, tenang, peralatan untuk perjalanan tidak

mengganggu dan menimbulkan bahan pencemaran dan bukan

bermotor.

 Areal harus memiliki ukuran yang cukup luas untuk mampu

melakukan praktek pemeliharaan dan penggunaannya sesuai

tujuan penunjukan/penetapannya.

14
2. Kategori II : Taman Nasional

Merupakan areal perairan laut dan/atau daratan yang masih

alami, yang ditunjuk untuk kepentingan :

(a) melindungi integritas ekologis dari satu atau lebih ekosistem

untuk masa depan generasi masa kini dan yang akan datang;

(b) mengeluarkan dan meniadakan pemukiman, pemanfaatan

atau eksploitasi yang membahayakan kepentingan sesuai

sasaran dan tujuan penunjukan areal yang bersangkutan; dan

(c) memungkinkan adanya sesuatu lembaga/yayasan atau pihak

ketiga untuk mampu mengelola kepentingan ilmiah,

pendidikan, pariwisata dan rekreasi dan peluang kunjungan

pengunjung, inspirasi kejiwaan, guna pendayagunaan

potensi alam dan lingkungan yang dapat dimanfaatkan.

Kriteria penunjukan :

 Areal mengandung suatu contoh keperwakilan daerah alami

utama, pemandangan atau corak panorama yang indah,

habitat atau tempat tinggal/hidup dari jenis-jenis satwa liar

dan berbagai jenis tumbuhan dan lokasi geomorfologikan

yang secara khusus memiliki kepentingan pelestarian untuk

nilai-nilai ilmiah khusus, pendidikan, pariwisata dan rekreasi

dan kunjungan wisatawan.

15
 Areal harus cukup luas dan mengandung satu atau lebih

keperwakilan ekosistem yang secara material belum diubah

dan dieksploitasi, tidak diduduki atau dimukimi penduduk

dan sejenisnya.

3. Kategori III : Perlindungan Monumen Alam

Merupakan areal yang berisi satu atau lebih potensi alami

spesifik atau nilai-nilai alami (natural) dan budaya (kultural)

yang sangat menonjolkan unik, terkemuka untuk dihargai,

khas dan jarang dapat ditemukan di tempat lain, merupakan

keperwakilan mutu dan/atau arti tambahan inspirasi

kejiwaan/rohani.

Kriteria penunjukan :

 Areal perlu berisi satu atau lebih corak yang memiliki arti

terkemuka (seperti keindahan air terjun, gua, kawah/lubang

ledakan, benda purbakala/fosil, bukit pasir dan panorama

bawah laut, bersama dengan keunikan dari tumbuh-

tumbuhan dan satwa liar, ketinggian ragam budaya,

kemungkinan gua tinggal, lereng, perbukitan, situs

arkeologi, atau lokasi alami yang mempunyai arti sebagai

warisan/pusaka atau peninggalan dari masyarakat/pribumi).

16
 Areal harus besar cukup luas untuk mampu memberikan

perlindungan atas integritas/keutuhan dari sifat-sifat yang

menonjol dan alam lingkungan yang terkait.

4. Kategori IV : Kawasan Perlindungan Habitat/Spesies

Merupakan areal daratan atau perairan laut yang alami dan

memerlukan adanya pengelolaan intervensi aktif agar mampu

memastikan kebutuhan pemeliharaan tentang tempat

kediaman dan/atau tempat yang dibutuhkan bagi upaya

pelestarian jenis-jenis hidupan liar yang spesifik.

Kriteria penunjukan :

 Areal perlu mengutamakan suatu peran penting di dalam

perlindungan alami dan kemampuan hidup (survival) dari

jenis-jenis hidupan liar, berikut habitatnya berupa lahan

basah, bukit karang, muara sungai, padang rumput, hutan

atau tempat/areal ikan bertelur, atau lokasi perairan laut

tempat makan dan berkembangbiaknya ikan.

 Areal harus merupakan suatu kawasan perlindungan tempat

hidupan terpenting dari tumbuhan atau fauna yang menetap

maupun berpindah, serta mampu memberikan upaya

peningkatan kesejahteraan dan kesehatan bagi masyarakat,

seluruh masyarakat atau kepentingan konservasi.

17
 Areal tempat tinggal terpenting dari jenis-jenis hidupan liar

yang memerlukan dan bergantung pada intervensi aktif oleh

otoritas pengelola, jika perlu dilakukan manipulasi terhadap

tempat hidup/habitat hidupan liar.

 Areal memiliki luas dan ukuran yang sesuai dengan

kebutuhan tempat kediaman/habitat bagi kepentingan

hidupan liar yang memerlukan perlindungan, serta arealnya

dapat terbentang dari luasan yang relatif kecil sampai luasan

yang relatif sangat luas.

5. Kategori V : Perlindungan Landskap Daratan (Landscape)/

Lanskap Perairan Laut (Seascape)

Merupakan areal daratan dengan perairan laut/pantai baik

sebagian atau secara menyeluruh sesuai dengan kepentingan

dan interaksi alami yang terjadi maupun yang berkaitan

dengan hidupan masyarakat dari waktu ke waktu sehingga

menghasilkan suatu hamparan lahan yang memiliki karakter

yang berbeda dengan nilai-nilai ekologis, budaya dan/atau

yang terpenting dan sering juga ditandai dengan nilai-nilai

keanekaragaman biologi tinggi. Perlindungan integritas dan

interaksi yang terjadi secara tradisional adalah merupakan hal

18
terpenting bagi perlindungan, pemeliharaan dan

perkembangan evolusi dari areal seperti itu.

Kriteria penunjukan :

 Areal memiliki suatu pemandangan dan/atau pantai dan

pulau sebagai bentang alam laut (seascape) yang bermutu

tinggi, indah permai, dengan tempat kediaman yang

dihubungkan dengan beragam, dengan kehidupan fauna dan

tumbuh-tumbuhan alami yang secara bersama merupakan

penjelmaan dari suatu penggunaan lahan (land-use) secara

tradisional atau membentuk pola yang unik dan merupakan

pengorganisasian sosial sebagai suatu kejadian (evidenced)

didalam kehidupan adat istiadat setempat dari mata

pencarian, kepercayaan dan kehidupan manusia.

 Areal menyediakan peluang bagi masyarakat untuk

menikmati pariwisata dan rekreasi alam dalam pola

hidupnya (lifestyle) dan kegiatan ekonomi.

6. Kategori VI : Perlindungan Sumber Daya Wilayah

Merupakan kawasan yang dilindungi dan ditata untuk

sebagian besar penggunaan yang mampu menopang

kelestarian ekosistem alami.

Kriteria penunjukan :

19
 Areal harus sedikitnya 2/3 nya berada dalam kondisi alami,

walaupun mungkin juga berisi areal terbatas dari ekosistem

yang telah mengalami modifikasi dan perkebunan komersil

besar umumnya kurang sesuai untuk kepentingan ini.

 Areal yang harus memiliki luas yang cukup untuk menyerap

sumberdaya yang dapat menopang kepentingan penggunaan

tanpa menimbulkan kerusakan untuk jangka panjang pada

keseluruhan nilai-nilai alami yang ada.

D. Penetapan Prioritas Kawasan yang Dilindungi

Beberapa Prioritas dalam penetapan kawasan yang di lindungi yaitu :

1. Kriteria Ekologi

Ciri-ciri dalam kriteria penetapan kawasan antara lain:

 Keanekaragaman varietas atau kekayaan (richness) ekosistem,

habitat, komunitas dan spesies.

 Alamiah yaitu ketidakadaan gangguan atau perusakan.

 Ketergantungan yaitu tingkatan yang mana suatu spesies

tergantung pada daerah yang ditempati, atau tingkatan yang

mana suatu ekosistem tergantung pada proses ekologis yang

terjadi di daerah tersebut.

20
 Perwakilan (Representativeness), tingkatan yang mana suatu

daerah mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis,

komunitas biologis, kondisi fisiografis atau karakteristik alam

lainnya.

 Keunikan sebagai contoh adalah habitat dari spesies langka

yang terdapat hanya di satu daerah.

 Integritas yaitu tingkatan yang mana suatu daerah merupakan

suatu unit yang berfungsi atau efektif, mampu melestarikan

ekologis sendiri.

 Produktivitas yaitu tingkatan yang mana proses produksi di

dalam area menyumbangkan keuntungan-keuntungan kepada

spesies atau manusia.

 Kerentanan (Vulnerability), yaitu kerentanan daerah terhadap

kerusakan oleh peristiwa alam atau aktivitas manusia.

2. Kriteria Sosial

 Penerimaan masyarakat yaitu tingkat dukungan masyarakat

lokal.

 Kesehatan masyarakat yaitu tingkat kebersihan kawasan

konservasi laut dari pencemaran atau penyakit pada manusia.

 Rekreasi yaitu tingkatan yang mana area bisa digunakan

untuk rekreasi oleh masyarakat sekitar.


21
 Budaya yaitu nilai-nilai agama, sejarah, artistik atau nilai-nilai

lainnya di lokasi.

 Estetika yaitu panorama laut, daratan, atau lainnya.

 Konflik kepentingan daerah lindung akan memengaruhi ke-

giatan masyarakat lokal

 Penyelamatan yaitu terkait pada tingkat kebahayaan terhadap

manusia dari arus deras, ombak, rintangan/halangan dari dasar

laut, gelombang dan bahaya-bahaya lain.

 Kemudahan, kemudahan yang dimaksud di sini adalah kemu-

dahan lokasi untuk dijangkau baik melalui darat maupun laut

oleh para pengunjung, mahasiswa, peneliti dan nelayan.

 Penelitian dan pendidikan, terkait dengan kualitas pemanfaat-

an, yaitu area yang mempunyai berbagai sifat ekologis dan

dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan praktek kerja

lapangan

 Kesadaran masyarakat, yaitu tingkatan yang terkait pada

pemantauan, penelitian, pendidikan atau pelatihan di dalam

area, yang dapat memberikan pengetahuan dan apresiasi nilai

lingkungan dan tujuan konservasi.

 Konflik dan kesesuaian, yaitu tingkatan yang terkait dengan

manfaat area dalam membantu memecahkan konflik antara

22
nilai-nilai sumberdaya dan aktivitas-aktivitas manusia, atau

tingkatan yang sesuai atau cocok di antara keduanya.

 Petunjuk (Benchmark), tingkatan yang mana area dapat

dijadikan sebagai "lokasi kontrol" untuk penelitian ilmiah.

3. Kriteria Ekonomi

 Kepentingan untuk spesies, tingkatan yang terkait pada nilai

penting spesies-spesies komersial tertentu yang ada di suatu

area.

 Kepentingan untuk perikanan tergantung pada jumlah

nelayan dan ukuran hasil perikanan.

 Ancaman alam yaitu perubahan lingkungan yang mengancam

nilai secara keseluruhan bagi manusia.

 Keuntungan ekonomi, upaya perlindungan akan

mempengaruhi ekonomi lokal jangka panjang.

 Pariwisata, yaitu nilai potensi daerah yang ada saat ini untuk

pengembangan pariwisata.

4. Kriteria Regional

 Pengaruh wilayah, tingkatan yang mana daerah mewakili

sifatsifat suatu wilayah, baik kondisi alam, proses ekologis

atau lokasi budaya.

23
 Pengaruh subwilayah, tingkatan yang mana suatu daerah

mengisi gap dalam jaringan daerah-daerah lindung dari

perspektif subwilayah.

5. Kriteria Pragmatik.

 Urgensi yaitu tingkatan dimana suatu tindakan harus segera

dilakukan, nilai yang kurang penting pada suatu area harus di-

transfer atau dibuang.

 Ukuran yang mana dan berapa macam habitat harus

dimasukkan ke dalam daerah perlindungan.

 Tingkat Ancaman keberadaan dari potensi ancaman dari

eksploitasi langsung dan proyek pembangunan.

 Keefektifan yaitu kelayakan implementasi program pengelo-

laan.

 Peluang tingkatan dimana kondisi yang telah ada atau

kegiatan yang sedang berlangsung, mungkin akan mengalami

aksi di kemudian hari.

 Ketersediaan (Availability) tingkatan mengenai ketersediaan

daerah untuk dapat dikelola secara memuaskan.

 Pemulihan tingkatan dimana daerah mungkin dikembalikan

ke kondisi alam semula.

24
E. Merancang kawasan konservasi perairan

Mengelola sebuah kawasan konservasi merupakan sebuah

proses panjang untuk sampai pada tujuan besar pengelolaan.

Berbagai kawasan konservasi di tanah air mengalami proses panjang

untuk sampai pada pencapaian tujuan-tujuan pembentukan dan

pengelolaannya. Dimulai dari perencanaan untuk dicadangkan, lalu

pencadangan dan memperoleh legalitas dan pengakuan, kemudian

pengelolaan sumberdaya secara minimu, lalu meningkat menjadi

pengelolaan sumberdaya secara optimum, sampai kepada level

tinggal landas dimana KKP sudah memperoleh berbagai bonus dari

pengelolaan. Proses-proses tersebut membutuhkan waktu yang bisa

sampai berpuluh tahun. Untuk memudahkan proses pengelolaan suatu

kawasan maka penting untuk diketahui tentang kategori-kategori

pengelolaan KKP yang ideal ada dalam pengelolaan suatu kawasan

konservasi.

Beberapa Kriteria dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi

Perairan sebagai berikut.

1. Perencanaan dan Desain Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Suatu wilayah yang akan dijadikan kawasan konservasi

penting memiliki rencana kawasan dan desain kawasan.

Perencanaan kawasan akan sangat menentukan keberhasilan

25
pengelolaan KKP. Di dalam perencanaan terdapat desain KKP

yang akan dibentuk dan dikelola. Karakteristik setiap wilayah

perairan cenderung berbeda dengan wilayah perairan lainnya, hal

ini mempengaruhi perencanaan kawasan.

Contoh Zonasi Kaimana Perencanaan dan desain KKP akan

menggambarkan visi yang akan dicapai dari pegelolaan KKP

tersebut. Misalnya suatu kawasan direncanakan untuk menjadi

wisata bahari untuk kesejahteraan masyarakat maka desainnya

akan banyak menggarisbawahi hal-hal yang berhubungan dengan

wisata bahari. Demikian pula halnya KKP yang direncanakan

untuk menjaga stok biodiversity akan memiliki desain yang

menitikberatkn pada penjagaan stok sumberdaya. Desain kawasan

juga akan mengcover seluruh spot yang memiliki peran dalam

pencapaian tujuan pengelolaan.

Perencanaan dan desain KKP idealnya lahir melalui

pembicaraan bersama antara seluruh masyarakat atau perwakilan

masyarakat dengan segenap stakeholder yang ada dalam kawasan.

Karena terdapat sangat banyak kepentingan di dalam suatu

kawasan. Dengan demikian, desain yang lahir merupakan

harmonisasi berbagai kepentingan stakeholder untuk pencapaian

tujuan keuntungan bersama baik secara jangkan pendek maupun

26
jangka panjang. Hal ini juga menghindari munculnya masalah

didalam pengelolaan nantinya.

Suatu rancangan zonasi perairan adalah wujud perencanaan

dan desain kawasan konservasi perairan. Zonasi yang baik

merupakan upaya penataan ruang di wilayah pesisir dan perairan

untuk kepentingan konservasi sumberdaya dengan tidak

mengabaikan kepentingan masyarakat dan para stakeholder.

Tujuan zonasi akan bisa tercapai jika perencanaan dan desainnya

baik dan benar. Dari rencana zonasi, akan memuat berbagai hal

pengelolaan terutama batas-batas wilayah perairan dan segala

aturan yang terkait didalamnya. Pencapaian tujuan zonasi tersebut

dipengaruhi oleh berbagai hal di dalam pengelolaan kawasan

konservasi seperti kepatuhan terhadap aturan, monitoring dan

evaluasi, serta aspek pendanaan dan administrasi. Dan satu hal

penting yang tidak bisa dilupakan adalah aspek ekonomi

berkelanjutan dari masyarakat di dalam kawasan. Hal-hal tersebut

akan dibahas kemudian. Pertanyaan mendasar yang perlu

diajukan dalam rangka perencaaan dan desain KKP adalah

apakah KKP itu penting bagi masyarakat setempat atau tidak.

Pertanyaan itu sebaiknya diajukan pada saat lokakarya atau

berkumpul dengan masyarakat. Jika jawabannya tidak penting,

27
maka kemungkinan masyarakat membutuhkan sosialisasi yang

baik dari stakeholder tentang pentingnya KKP bagi mereka.

Setelah masyarakat merasakan bahwa KKP adalah kebutuhan

yang penting bagi mereka maka mayarakat itupun dengan mudah

bisa diajak untuk merumuskan perencanaan dan desain KKP

mereka. Masyarakat adalah elemen yang paling mengenal

karakter wilayah mereka dan sumberdaya yang ada di dalamnya.

Karena masyarakatlah yang dalam kurun waktu lama bahkan

turun temurun telah bergaul dengan kawasan tersebut berikut

berbagai sumberdaya yang ada di dalamnya. Masyarakat juga

mengenal dengan baik batas-batas wilayah serta karakter yang

terdapat di setiap wilayah tersebut. Oleh karena itu sangat penting

membaca kebutuhan masyarakat sebelum membuat perencanaan

dan desain KKP. Dengan bersama masyarakat maka rencana

pengelolaan akan lebih realistis tercapai karena mereka

merupakan salah satu aktor penentu tercapainya tujuan

pengelolaan tersebut.

2. Pelibatan Stakeholder

Stakeholder atau para pihak merupakan segenap elemen yang

punya kepentingan terhadap sesuatu baik dalam hubungannya

dengan ruang ataupun waktu. Stakeholder dalam suatu kawasan

28
atau wilayah perairan termasuk di dalamnya masyarakat pelaku

utama (nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasara skala

kecil), pelaku usaha perikanan maupun masyarakat tani/kebun di

pesisir dan pariwisata. Stakeholder juga termasuk pemerintah

pusat dan daerah dengan berbagai jenis institusinya seperti

kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan,

lingkungan hidup, perencanaan dan pembangunan daerah

(Bappeda), perindustrian perdagangan dan koperasi, serta

perhubungan. Stakeholder juga mencakup berbagai lembaga non

pemerintah atau LSM (Non government organization) terutama

yang membidangi tentang pengelolaan kawasan konservasi

perairan. Stakeholder juga mencakup lembaga-lembaga

pendidikan dan perguruan tinggi yang terdapat di dalam kawasan

atau memiliki keterkaitan dengan kawasan tersebut, serta

lembaga-lembaga masyarakat seperti lembaga adat dan sejenisnya

yang turut memiliki andil dalam mempengaruhi perilaku dan

kepatuhan masyarakat terhadap aturan.

Terdapat berbagai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

yang bergerak dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan.

Ada yang wilayah kerjanya lokal dan ada pula yang sampai di

tingkat internasional. LSM ini banyak melakukan pengkajian dan

29
pendampingan ke masyarakat secara intens dalam membangun

kawasan mereka. Sebagian LSM berkantor atau memiliki pos-pos

di masyarakat sehingga familiar bagi masyarakat. Ada pula yang

secara tidak langsung memback-up masyarakat tanpa masyarakat

ketahui. Selain dengan masyarakat terdapat pula LSM yang

membangun kapasitas aparat atau pengelola kawasan itu sendiri

seperti Starling Resources yang berkantor di Bali. Bagi penggiat

kawasan konservasi perairan tentu familiar dengan LSM seperti

CI (Conservation International), WWF (World Wide

Foundation), CTC (Coral Triangle Center), TNC (The Nature

Conservancy), RARE, Terangi (Terumbu Karang Indonesia) dan

berbagai NGO lainnya. Bahkan saat ini LSM konservasi

tergabung dalam MPAG atau Marine Protected Area Governance.

Dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan, mulai dari

proses pencadangan dan perencanaan serta pembuatan desainnya

harus melibatkan seluruh stakeholder yang ada di tempat itu.

Biasanya kegiatan kumpul bersama dalam lokakarya dan

sejenisnya difasilitasi oleh LSM bekerjasama dengan lembaga

pemerintah tertentu dan mengundang berbagai stakeholder terkait.

Keterlibatan stakeholder akan mematangkan proses perencanaan

30
dan mengeliminir kemungkinan masalah dan konflik yang bisa

muncul kemudian.

Pelibatan stakeholder juga akan mengefektifkan pengelolaan

serta mengefisienkan anggaran. Dalam pertemuan-pertemuan

bersama antara stakeholder akan memunculkan keinginan

mengsinkronisasikan berbagai program dari para pihak baik

program kerja lembaga pemerintah, LSM atau program

masyarakat. Sebaliknya jika proses perencanaan dan pengelolaan

tidak melibatkan stakeholder maka capaian pengelolaan juga

tidak akan maksimal bahkan berpeluang menemui hambatan yang

akan menggagalkan pencapaian tujuan pengelolaan kawasan itu

sendiri. Tanpa pelibatan stakeholder maka pengelolaan akan

menjadi parsial dan berjalan lambat serta tidak maksimal.

3. Kepatuhan dan Penegakan Hukum

Hukum adalah masalah yang cukup krusial di Negara kita saat

ini. Kewibawaan hukum sedikit banyak tergerus oleh perilaku

sebagian aparat penegak hukum yang mendegradasi kepercayaan

masyarakat terhadap supremasi hukum itu sendiri. Dalam dunia

perikanan kita mengenal hukum batas daerah penangkapan atau

zona penangkapan, juga mengenal aturan tentang alat tangkap yang

boleh dan tidak boleh digunakan didaerah tertentu, serta hukum

31
tentang spesies yang dilindungi. Tetapi faktanya banyak sekali

illegal fishing yang terjadi di depan mata masyarakat itu sendiri dan

kurangnya upaya penegakan hukum yang serius dari aparat. Hal

tersebut secara otomatis menumbuhkan keberanian masyarakat

untuk ikut melanggar ketika orang lain disekitarnya berani

melakukan pelanggaran dan tidak mendapat sangsi apa-apa.

Minimal masyarakat akan apatis dan tidak mau tau dengan kondisi

lingkungan ketika berulang-ulang bentuk palanggaran mereka

saksikan.

Di dalam masyarakat sesungguhnya sudah terdapat hukum atau

aturan yang mereka patuhi secara turun temurun atau yang kita

kenal dengan kearifan lokal. Di dalam masyarakat juga biasanya

terdapat pranata hukum atau aparat hukum yang disegani dan

dipatuhi oleh masyarakat seperti tokoh adat atau tokoh agama.

Kehidupan masyarakat berjalan harmonis dengan aturan-aturan

tersebut, sampai aturan-aturan tersebut dilanggar oleh masyarakat

dari luar yang tidak tahu tentang aturan tersebut atau karena tidak

memiliki keterikatan dengan daerah tersebut. Pada konteks ini maka

dibutuhkan payung hukum yang lebih besar untuk mengcover

wilayah yang lebih luas, serta butuh penguatan dari pemerintah agar

32
aparat penegak hukum dari pemerintah bisa terlibat dalam upaya

penegakan hukum tersebut.

Aturan yang berasal dari kampung cenderung efektif untuk

dijalankan karena secara pilosofis lahir dari kondisi mereka dan

harapan kondisi ideal yang akan mereka capai ketika aturan itu

ditegakkan. Namun aturan tersebut harus disoalisasikan bukan

hanya secara internal masyarakat dalam kawasan itu sendiri tetapi

secara eksternal harus tersosialisasi sehingga dipatuhi oleh

masyarakat luar. Untuk mencapai hal tersebut peranan pemerintah

dan LSM serta institusi pendidikan akan sangat membantu. Ketika

sudah tersosialisasi maka aturan akan lebih mudah ditegakkan dan

masyarakat punya acuan untuk penerapannya.

Kumpulan aturan-aturan dari kampung-kampung itu akan

membentuk sebuah aturan makro pengelolaan kawasan secara luas.

Menurut Anonim (2013) yang dimodifikasi dari Oposa (1996)

ada empat prinsip dasar pada penegakan hukum yaitu :

1. Hukum adalah perjanjian pada seperangkat aturan yang

tujuannya harus dianggap sebagai keinginan dan didukung oleh

individu dan masyarakat secara keseluruhan. Pada umumnya,

hukum bertujuan untuk mempromosikan ‘kebiasaan baik.”

33
Hukum bisa dilaksanakan lebih baik dan lebih efektif jika

individu memahami dan menghargai alasan adanya hukum.

2. Pemasaran dan pendidikan tentang hukum pesisir. ‘Menjual

hukum’ sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan sukarela.

Orang-orang akan jauh lebih mematuhi aturan jika mereka (a)

menyadari bahwa aturan itu ada, (b) mampu memahami, dan

setuju dengan, alasan yang mendasari aturan, dan (c) menyadari

bahwa akan ada konsekuensi jika mereka melanggar aturan itu.

Orang harus disadarkan mengapa hukum tersebut ada, serta

konsekuensi dari tindakan merekajika mereka melanggarnya.

3. Hukuman yang tepat harus dilaksanakan untuk mencegah

perilaku ilegal. Penuntutan terhadap pelanggar yang terbukti

secara hukum adalah penting. Proses penuntutan peradilan

berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku.

4. Faktor sosial budaya harus dipertimbangkan dalampelaksanaan

hukum. Atribut budaya khusus, seperti yang kadang-kadang

bersifat sangat pribadi tentang hubungan antara penegak dan

pelanggar, dan faktor-faktor seperti “kehilangan muka” dan

menghindar dari penghinaan publik, harus dipahami dan

dimasukkan ke dalam rancangan pendekatan penegakan

Keberadaan aturan serta kepatuhan terhadap aturan tersebut

34
akan mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan

berjalan dengan baik. Semua perencanaan dan desain

pengelolaan kawasan hanya akan berjalan efektif jika ada

kepatuhan terhadap hukum. Sumberdaya alam sangat rentan

terhadap degradasi oleh eksploitasi, apalagi dengan motivasi

masyarakat untuk alasan ekonomi dan bertahan hidup. Dengan

adanya aturan yang ditegakkan maka akan meminimalisir

pelanggaran dan meminimalisir tingkat kerusakan sumberdaya.

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi adalah maintenance dari program

pengelolaan kawasan konservasi perairan. Monitoring atau

pemantauan adalah kegiatan melihat proses pengelolaan kawasan

dan menyesuaikannya dengan pencapaian tujuan pengelolaan

berkelanjutan. Dari hasil pemantauan akan diketahui ada tidaknya

perubahan yang terjadi pada sumberdaya berdasarkan rentang waktu

periode pemantauan dan seberapa besar perubahan yang terjadi jika

ada.

Tim Penilai Kapasitas KKPD KaimanaMonitoring dan evaluasi

membutuhkan kapasitas yang memadai dari pemantau. Kapasitas

pemantauan dan evaluasi adalah kemampuan membaca kondisi

sumberdaya yang dikelola dan perubahan yang terjadi. Hal ini

35
membutuhkan skill pemantauan atas tiga aspek utama pengelolaan

kawasan konservasi perairan yang efektif, yang menurut Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No.30 Tahun 2010 tiga aspek

tersebut yakni aspek tata kelola, aspek sosial ekonomi dan budaya,

serta aspek biofisik. Tata kelola di antaranya meliputi peningkatan

SDM, kelembagaan dan administrasi, aturan, infrastruktur,

kemitraan, jejaring dan pendanaan, serta monitoring dan evaluasi.

Aspek sosial ekonomi dan budaya meliputi pengembangan sosial

ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, pelestarian adat

dan budaya serta monitoring dan evaluasi. Sedangkan aspek biofisik

meliputi perlindungan serta rehabilitasi habitat dan populasi ikan,

pemanfaatan sumberdaya ikan, penilitian dan pengembangan,

pariwisata alam dan jasa lingkungan, pengawasan dan pengendalian

serta monitoring dan evaluasi.

Ketiga aspek tersebut merupakan hal yang sangat kompleks,

sehingga pekerjaan monitoring dan evaluasi harus dikerjakan

bersama oleh stakeholder. Khusus untuk pemantauan biofisik juga

dibutuhkan keterampilan membaca kondisi biofisik dengan

memahami kriteria baku kondisi sumberdaya seperti yang tertuang

dalam beberapa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang

36
kriteria baku kerusakan mangrove, karang, padang lamun dan baku

mutu air laut.

Selain pengetahuan tentang cara pengambilan data di lapangan,

monitoring dan evaluasi juga membutuhkan pengetahuan tentang

tata cara mengelola data (input, analisis dan interprestasi).

Selanjutnya tim monitoring dan evaluasi juga harus punya

pengetahuan tentang cara penulisan laporan dan

mengkomunikasikan hasil monitoring dan evaluasi tersebut kepada

stakeholder terkait. Tujuan monitoring dan evaluasi adalah menjadi

bahan informasi untuk pengambilan keputusan tentang pola

pengelolaan apakah perlu perubahan atau tidak.

Monitoring dan evaluasi akan menjadi perangkat yang

mengingatkan pengelola tentang kondisi baik atau buruk yang

terjadi. Kondisi seperti ambang batas perubahan yang ditoleransi

atau LAC (limit of acceptable change) atau standar perubahan yang

ditetapkan atas sumberdaya, hanya bisa diketahui melalui kegiatan

monitoring (Agussalim dalam www.bp3ambon-kkp.org, 2014).

Perbaikan dan percepatan pengelolaan juga bisa diperoleh dari

informasi hasil monitoring dan evaluasi.

37
5. Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan

Suatu kawasan konservasi perairan sebagai wilayah yang berada

pada pesisir dan laut pada umumnya memiliki potensi sumber

ekonomi berkelanjutan. Pesisir dan laut secara umum memiliki

potensi perikanan, pariwisata bahari dan jasa. Potensi tersebut jika

dikelola dengan baik akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi

yang baik dan berkelanjutan bagi masyarakat kawasan konservasi.

 Budidaya Ikan dan Rumput Laut

Rumput Laut di KaimanaPotensi perikanan yang baik untuk

dikembangkan menjadi aktivitas ekonomi berkelanjutan di

antaranya budidaya ikan dan rumput laut. Ikan yang bisa

dibudidayakan banyak jenisnya tergantung karakteristik

wilayahnya serta nilai ekonomis jenis tersebut, misalnya kerapu,

bobara/kuwe, dan jenis ikan lainnya termasuk udang, dan

kepiting. Dari hasil budidaya perikanan masyarakat akan

memiliki pendapatan yang baik dan berkelanjutan. Pengetahuan

tentang budidaya ikan akan menjadi alternative yang sangat baik

bagi masyarakat nelayan yang selama ini hanya bisa melakukan

aktivitas penangkapan ikan.

 Pengolahan Hasil Perikanan

38
Pengolahan hasil perikanan menjadi berbagai jenis olahan juga

menjadi alternatif kegiatan ekonomi berkelanjutan bagi

masyarakat kawasan konservasi perairan. Ikan hasil tangkapan

nelayan bisa diolah oleh ibu dan wanita nelayan menjadi

berbagai jenis olahan seperti abon, nugget, bakso, otak-otak,

kerupuk, sosis, serta berbagai diversifikasi olahan ikan lainnya.

Termasuk didalam berbagai jenis olahan tersebut adalah olahan

rumput laut menjadi dodol, permen, manisan, selai, cendol,

bahkan sabun, yogurt, saos, nata, biscuit dan sebagainya yang

semuanya berbahan dasar rumput laut.

 Pengolahan Hasil Pertanian/Perkebunan

Wilayah pesisir tidak hanya menyediakan produk perikanan dan

laut, tetapi dipesisir juga terdapat pertanian dan perkebunan.

Sebagian masyarakat di kawasan konservasi biasanya tetap

mempertahankan ketergantungan sumber pendapatan mereka

pada aktivitas bertani atau berkebun. Sebagian lagi menjadikan

aktivitas pertanian sebagai alternative atau sambilan ketika

sedang tidak melaut. Berbagai jenis hasil pertanian menjadi

bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat baik didalam

kawasan konservasi maupun masyarakat secara luas. Produk

pertanian terseut selain dijual utuh atau mentah juga potensial

39
diolah menjadi berbagai jenis olahan yang bisa menjadi sumber

pendapatan berkelanjutan bagi masyarakat. Contohnya di

Kaimana masyarakat mengolah buah merah menjadi minyak

buah merah yang memilikki banyak khasit untuk kesehatan.

Meskipun harganya mahal tetapi buah merah diminati

pengunjung Kaimana karena minyak tersebut sulit ditemukan di

daerah lain. Terdapat juga sirup dari mangrove, serta berbagai

jenis madu berkualitas tinggi seperti yang banyak dijual di

Wakatobi. Masih banyak contoh lain yang bisa dimunculkan

sebagai bukti bahwa produk pertanian/perkebunan pesisir

kawasan konservasi memiliki potensi ekonomi berkelanjutan.

 Pariwisata (alam, budaya dan kuliner)

Pariwisata menjadi salah satu komoditas yang berperan strategis

dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat

kawasan konservasi perairan. Hal itu karena pariwisata selain

menjadi salah satu produk yang dijual oleh masyarakat,

pariwisata sekaligus menjadi pemasok konsumen (pembeli) bagi

produk yang dihasilkan oleh masyarakat seperti ikan hasil

tangkapan nelayan atau hasil olahan masyarakat baik olahan

ikan, rumput laut, maupun olahan hasil pertanian/perkebunan.

40
Produk pariwisata itu sendiri terbagi dalam berbagai jenis yakni

wisata alam, wisata budaya, dan wisata kuliner khas daerah.

Wilayah pesisir dan laut di nusantara menyajikan berbagai

jenis keindahan alam yang berpotensi mengundang wisatawan.

Keindahan alam itu terbentang mulai dari keindahan pantai dan

pasir putihnya dengan berbagai flora dan fauna di sekitarnya

sampai pada keindahan terumbu karang dengan berbagai jenis

ikan warna warni didalamnya. Keragaman budaya di nusantara

juga menjadi daya tarik wisata bernilai tinggi dan sebagian besar

budaya tersebut berbasis pada budaya bahari sehingga menjadi

paket tak terpisahkan dari kegiatan wisata bahari. Berbagai

citarasa makanan khas daerah di tanah air juga menjadi potensi

wisata, karena sebagian besar pengunjung memiliki keinginan

mencoba cita rasa baru yang berasal dari daerah yang baru

dikunjunginya, sehingga menjadi pelengkap kegiatan wisata

yang dilakukannya.

Berbagai jenis kerajinan souvenir bisa menjadi pelengkap

kegiatan wisata yang terdapat di dalam KKP. Souvenir kreasi

masyarakat dalam kawasan akan menjadi sumber pendapatan

bagi masyarakat dan menjadi pelengkap perjalanan para

pengunjung. Bagian yang tak terlewatkan dari setiap pegunjung

41
adalah cinderamata dari daerah tersebut. Peluang pendapatan

tersebut harus bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Peluang itu

dapat dimanfaatkan masyarakat maka perlu pembekalan

keterampilan bagi masyarakat.

 Jasa (transportasi laut, guide, dan bengkel laut)

Ketika suatu kawasan konservasi menawarkan kegiatan

pariwisata maka akan tumbuh lagi suatu peluang ekonomi bagi

masyarakat yakni jasa. Produk jasa yang bisa dijual masyarakat

di kawasan konservasi adalah jasa transportasi. Sebagai wilayah

perairan, maka transportasi laut berupa kapal, speed boat, perahu

dan sejenisnya memegang peranan kunci untuk berbagai hal

terutama untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat. Jasa

transportasi tidak harus selalu disiapkan oleh pemerintah.

Masyarakat bisa mengambil peluang tersebut dengan

menyiapkan jasa angkutan yang akan disewa oleh pengguna

untuk mengantarnya sampai ke daerah tertentu. Contoh hal ini di

antaranya terdapat di Raja Ampat, dimana pengunjung

menggunakan jasa speed boat yang mengantar mereka ke spot-

spot wisata seperti Wayag, Sayang, Pianemo dan spot wisata

lainnya.

42
Kegiatan wisata bahari juga membutuhkan guide yang bisa

melibatkan masyarakat lokal. Masayarakat selaku orang yang

paling mengenal seluk beluk dan karakter wilayah setempat

merupakan guide yang paling tepat (asal terlatih dan

professional). Masyarakat bisa menjadi guide yang mengantar

pengunjung ke spot-spot wisata, termasuk menjadi guide selam

untuk wisata bawah air.

Lalu lintas yang terjadi di wilayah kawasan konservasi

perairan otomatis membutuhkan jasa perbaikan alat transportasi

laut atau bengkel laut. Kerusakan mesin atau bagian tertentu pada

speed boat, kapal atau perahu besar kemungkinannya terjadi di

laut. Kondisi demikian sangat membutuhkan bengkel laut.

Bengkel laut bisa statis tetapi jika dinamis akan lebih baik, agar

bisa mendatangi kendaraan laut yang sedang membutuhkan

perbaikan.

Seluruh potensi ekonomi tersebut bisa dibangun dengan

membekali masyarakat dengan kapasitas yang sesuai kebutuhan

mereka. Pihak pemerintah dan LSM serta berbagai stakeholder

bisa bekerjasama dalam pembangunan kapasitas yang dibutuhkan

masyarakat yang didahului dengan lokakarya perencanaan

43
pengembangan kapasitas pengelolaan wilayah konservasi

perairan.

6. Operasional Lapangan

Pengelolaan kawasan konservasi perairan sangat bergantung

pada operasional lapangan yang meliputi pengawasan dan

patroli. Operasional lapangan membutuhkan dana yang cukup

besar dan komponen pendukung yang harus memadai.

Operasional lapangan berkembang seiring perkembangan

pengelolaan kawasan konservasi. Bisa dimulai dengan

membentuk kelompok-kelompok masyarakat pengawas atau

Pokmaswas, selanjutnya mengidentifikasi kebutuhan untuk

pengawasan dari Pokmaswas tersebut. Kebutuhan akan pos

pengawasan, speedboat pengawasan atau perangkat pengawasan

seperti HT (handy talk), senjata api, GPS dan sebagainya bisa

secara perlahan dipenuhi satu persatu berdasarkan prioritas dan

kemampuan dana pengelolaan.

Menurut Anonim (2013) pengawasan melibatkan peraturan

dan pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan untuk

memastikan bahwa perundang-undangan nasional, kondisi

akses, dan tindakan pengelolaan yang diamati. Komponen

pengawasan dalam pemantauan, pengendalian dan pengawasan

44
atau MCS (Monitoring, Control and Surveillance) memerlukan

personil perikanan yang tidak hanya mengumpulkan data untuk

aspek pemantauan MCS selama tugas pengawasan mereka,

tetapi juga dapat berkomunikasi dengan dan mendidik para

pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan konservasi

partisipatif. Orang ini harus memiliki perlengkapan yang sesuai

dan fasilitas, dana operasi dan pelatihan baik untuk mendorong

kepatuhan sukarela dan untuk menegakkan hukum bila

diperlukan. Pengawasan biasanya merupakan komponen

terbesar dan paling mahal untuk didanai. Kegiatan ini sangat

penting untuk memastikan bahwa sumber daya tidak

dieksploitasi berlebihan, perburuan diminimalkan dan

pengaturan pengelolaan dilaksanakan.

7. Manajemen Administrasi dan Keuangan

Administrasi dan aspek finansial adalah salah satu faktor

penentu pengelolaan kawasan konservasi perairan meskipun

bukan satu-satunya tetapi tanpanya hampir semua aspek tidak

bisa berjalan dengan baik. Aspek keuangan bukan hal yang sulit

diperoleh oleh pengelola KKP tetapi aspek adminstrasi dan

pengelolaan keuangan yang baik butuh keterampilan dan

pendampingan dari LSM yang membidangi hal tersebut.

45
Keuangan kawasan konservasi bisa bersumber dari dana

pemerintah pusat, pemerintah daerah, bahkan dari bantuan badan

internasional. Sumber keuangan kawasan konservasi juga bisa

berasal dari entrance fee atau tarif masuk kawasan seperti yang

berlaku di Raja Ampat Papua Barat yang sekian persen tarif

masuknya adalah untuk pengelolaan kawasan konservasi.

Sumber keuangan pengelolaan kawasan konservasi

perairan atau sumber pendanaan kawasan perlindungan menurut

Kementerian Lingkungan Hidup (2014) Ada 3 kategori yaitu (a)

anggaran pemerintah, (b) kontribusi eksternal, (c) pendanaan

lokal. Untuk memperoleh pendanaan secara berkelanjutan, para

pemangku kepentingan (stakeholders) harus mempunyai

komitmen meningkatkan alokasi pendanaan untuk pembentukan

clan pengelolaan secara efektif kawasan perlindungan.

Kontribusi sumber-sumber pendanaan lokal perlu ditingkatkan.

Salah satu sumber dana lokal potensial adalah merealokasi

sebagian dana subsidi yang saat ini diberikan pemerintah untuk

pemanfaatan sumber daya alam menjadi dana konservasi.

Administrasi dan pengelolaan keuangan untuk kegiatan

pengelolaan kawasan konservasi harus tertata dengan baik

mengingat jangka waktu pengelolaan cenderung berjangka

46
panjang. Selain itu banyaknya stakeholder yang terlibat dalam

pengelolaan bisa bermakna banyaknya kepentingan yang

menunggu bagian kucuran dana. Oleh karenanya adminstrasi

keuangan harus benar-benar berjalan baik, transparan dan

senantiasa bisa dimonitor. Agar adminstrasi keuangan

pengelolaan KKP bisa berjalan dengan baik maka pengelola

harus mendapat pembekalan (capacity building) dan

pendamipngan dari pemerintah maupun LSM. Starling

Resources dan RARE adalah LSM yang focus pada

pendampingan aparat pengelola kawasan konservasi.

47
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut.

1. Ekologi adalah konsep yang mendasar dalam ekologi, yang

merujuk pada perubahan-perubahan berangkai dalam struktur dan

komposisi suatu komunitas. Suatu ekosistem biasanya akan

berkembang dari mulai tingkat organisasi sederhana (misalnya

beberapa spesies dominan) hingga ke komunitas yang lebih

kompleks (banyak spesies yang interdependen) selama beberapa

generasi.

2. Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang digunakan

pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan

kawasan konservasi di tujukan untuk mengusahakan kelestarian

sumber daya hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih

mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan

manusia.

3. Klasifikasi Kawasan Konservasi yang Dilindungi Klasifikasi dan

kriteria kawasan kosevasi menurut sistem IUCN adalah sebagai

48
berikut. Kategori I: Kawasan Rimba, Kategori II : Taman

Nasional, Kategori III : Perlindungan Monumen Alam, Kategori

IV : Kawasan Perlindungan Habitat/Spesies, Kategori V :

Perlindungan Landskap Daratan (Landscape)/ Lanskap Perairan

Laut (Seascape), Kategori VI : Perlindungan Sumber Daya

Wilayah.

4. Prioritas dalam penetapan kawasan yang di lindungi yaitu Kriteria

Ekologi, Kriteria Sosial, Kriteria Ekonom, Kriteria Regional,

Kriteria Pragmatik.

5. Perancangan kawasan konservasi meliputi beberapa kriteria antara

lain : perencanaan dan desain kawasan konservasi perairan,

pelibatan stakeholder, kepatuhan dan penegakan hukum,

monitoring dan evaluasi, pengembangan ekonomi berkelanjutan,

operasional lapangan, dan manajemen administrasi dan keuangan.

B. SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan maka disarankan kepada

pemerintah dan masyarakat agar saling bekerjasama untuk selalu

mengupayakan perlindungan terhadap kawasan konservasi di tingkat

komunitas melalui ekologi restorasi sehingga perancangan kawasan

konservasi dapat dilakukan dengan baik

49
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1999. Implementasi Konservasi Hutan Mangrove di


Indonesia. Makalah pada Raker Pengelolaan Pesisir dan
Hutan di Indonesia yang diselenggarakan pada 18 Mei 1999.
Direktorat Jenderal Bangda Depdagri. Jakarta.
Ardhana Putu Gede. 2010. Konservasi Keanekaragaman Hayati
Pada Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan di Indonesia.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 15. No. 2. Hal: 76.
Hendro, Eko Punto. 2015. Pelestarian Kawasan Konservasi di Kota
Semarang. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. Vol.9.
No. 1. Hal:28.
Hujjatusnaini Noor. 2016. Konservasi Kawasan Hutan di Lamandau
dengan Konsep Bioremiadiasi dan Adat Dayak Keharingan.
Jurnal Konservasi. Vol. 4. No. 2. Hal: 510.
Kusmana, Cecep. 2015. Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Sebagai Elemen Kunci Ekosistem Kota Hijau. PROS SEM
NASMASY BIODIV INDON. Vol.1.No.8.Hal:1749.
Nahdi, Maizer Said. 2008. Konservasi Ekosistem da Keanekaragan
Hayati Hutan Tropis Berbasis Masyarakat. Kaunia. Vol.IV. No.
2.Hal:159-160.
Nordiansyah,H ., Ismail dan Bakrie I. 2016. Penilaian Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Dikawasan Cagar Alam
Padang LuwayKabupaten Kuta Barat. Jurnal AGRIFOR. Vol.
XV. No.1. Hal:44.
Mangkay S, Harahab N, Polii B, Soemarno. 2012. Analisis Strategi
Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kecamatan
Tatapan, Minahasa Selatan, Indonesia. J-PAL. Vol. 3. No. 1.
Hal: 18.
Pramoda, Radityo dan Koeshendrajana Sonny. 2012. Kebijakan
Pengelolaan Konservasi Kelautan dan Perikanan. Jurnal
Borneo Adminisator. Vol.8. No.2. Hal:227.
Rahcman, Maman. 2012. Konservasi Nilai dan Warisan Budaya.
Indonesian Journal Of Conservation. Vol. 1. No. 1. Hal:31.
Reflis. 2017. Reklamasi dan Restorasi Ekologi Kwasan Tanjung
Api-api di Sumatera Selatan. AGRISEP. Vol. 16. No.1. Hal:70.

50
Waryono, T. 2002. Konsep Restorasi Ekologi Kawasan Penyangga
Sempadan Sungai Di DKI Jakarta. Seminar Nasional Evaluasi
Pasca dan Rancang Tindak Penanggulangan Banjir Wilayah
Perkotaan. Kedutaan Belanda (Kuningan Jakarta), 12 Juni
2002, Kerjasama Dept. Kimpraswil, Masyarakat Air Indonesia,
dan Kedutaan Belanda. Jakarta
Widjanarko,A. 2013. Arah Dan Kebijakan Pembangunan Nasional
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman. Sebagai
Kuliah Umum Karya Siswa Beasiswa Pendidikan dan Vokasi
Tahun 2013. Kerjasama Kementerian PU & Mitra Perguruan
Tinggi Sekretaris Jenderal Kementerian PU Republik
Indonesia. Jakarta

51

Anda mungkin juga menyukai