Oleh:
NAMA : MELISA
NIM : M1A120128
KELAS : KEHUTANAN B
JURUSAN KEHUTANAN
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah konservasi sumber daya
hutan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini memuat tentang masalah
konservasi lingkungan di sekitar. Adapun laporan ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi syarat lulus mata konservasi sumberdaya hutan.
Tak lupa pula, saya mengucapkkan terima kasih kepada teman-teman,
serta semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian makalah konservasi
sumberdaya hutan ini, yang telah membantu saya dalam menyelesaikannya.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kata kesempurnaaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, saya telah berusaha dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik. Saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan tugas-tugas makalah maupun tugas
lain untuk kedepannya agar lebih baik lagi.
Melisa
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah hutan konservasi merujuk pada suatu kawasan hutan yang diproteksi
atau dilindungi. Proteksi atau perlindungan tersebut bertujuan untuk melestarikan
hutan dan kehidupan yang ada di dalamnya agar bisa menjalankan fungsinya
secara maksimal. Hutan konservasi merupakan hutan milik Negara yang dikelola
oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi
Alam, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pengertian hutan
konservasi menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan
adalah sebagai berikut : Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya (Adia, 2011)
Cagar alam (strictly nature reserve and wilderness area) adalah suatu
kawasan yang diterapkan untuk menjaga agar suatu spesies, habitat, kondisi
geologi,ekosistem, juga proses ekologis agar tetap seperti apa adanya, tanpa
campur tangan manusia dengan tujuan utama untuk kepentingan ilmiah atau
pemantauan lingkungan. Pengelolaan dalam cagar alam hanya berupa monitoring
(termasuk riset) dan pengamanan saja (sehingga sering dikenal sebagai zero
manajemen). Kegiatan pemanfaatan yang di perbolehkan dalam cagar alam sangat
terbatas, terutama yang berkaitan denga kepentingan ilmiah serta bukan kegiatan
yang sifatnnya ekstaktif (mengambil sesuatu yang berupa fisik dari kawasan).
Biasanya tumbuhan dan satwa dalam kawasan cagar alam merupakan asli daerah
tersebut, tidak didatangkan dari luar. Perkembangannya pun di biarkan alami apa
adanya. Pengelola hanya memastikan hutan tersebut tidak di ganggu oleh aktivitas
manusia yang menyebabkan kerusakan (Kemenhut, 2013)
Perkuatan database dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan
hidup perlu dilakukan sebagai dasar perencanaan pembangunan yang berbasis
lingkungan dan diarahkan pada mainstreaming pengelolaan lingkungan dalam
perencanaan tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam, dengan memasukkan
upaya mitigasi dan adaptasi perubahan global. Upaya pengelolaan lingkungan
juga perlu dilakukan dengan peningkatan pendanaan alternatif dan memperkuat
kerja sama antara pemerintah, masyarakat dan swasta, seperti melalui
CorporateSocialResponsibility (CSR), Domain Name Server (DNS), dan lain-lain.
Peranan sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDAL) sangat penting
dalam pembangunan nasional, baik sebagai penyedia bahan baku bagi
pembangunan ekonomi maupun sebagai pendukung sistem kehidupan. Sesuai
dengan fungsinya tersebut, SDAL perlu dikelola dengan bijaksana agar
pembangunan serta keberlangsungan kehidupan manusia dapat terjaga dan lestari
saat ini dan di masa yang akan datang Sesuai amanat Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pembangunan SDAL diarahkan
pada 2 (dua) kelompok, yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan pada hal tersebut di atas, maka konservasi sumber daya alam
memiliki peran penting dalam konteks perencanaan wilayah. Sementara itu,
pengelolaan SDAL terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian
lingkungan hidup. Upaya ini dilakukan melalui peningkatan kualitas sumber daya
air, rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan, pengelolaan sumber daya
kelautan, serta peningkatan kualitas daya dukung lingkungan hidup. Dengan
semakin meningkatnya isu perubahan iklim global, upaya adaptasi dan mitigasi
terhadap perubahan iklim terus meningkat.
Alam pada dasarnya mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan
seimbang. Oleh karena itu, perlindungan dan pengawetan alam harus terus
dilakukan untuk mempertahankan keserasian dan keseimbangan itu. Semua
kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik, yang dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam. Tumbuhan, hewan,
manusia, dan mikroba merupakan sumber daya alam hayati, sedangkan faktor
abiotik lainnya merupakan sumber daya alam nonhayati. Pemanfaatan sumber
daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumber daya
alam bersifat terbatas.
Sumber daya alam ialah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik
yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan
manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan tambang, angin,
cahaya matahari, dan mikroba (jasad renik).
2.4 Klasifikasi keanekaragaman hayati
Berdasarkan proses geologi, dan menurut para ahli biologi, Indonesia dibagi
menjadi dua wilayah biogeografi, yaitu: a. Wilayah Indo-Malaya, meliputi pulau-
pulau di wilayah Indonesia Barat, yakni Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali
yang terletak di Selat Sunda yang menyatu dengan benua Asia. B. Wilayah Indo-
Australia di wilayah timur yang meliputi pulau Irian dengan kepulauan Kei dan
Aru di Selat Sahul yang berhubungan dengan benua Australia.
a. Irian Jaya dengan ciri kekayaan spesies tinggi dan endemisme tinggi;
b. Kalimantan dengan ciri kekayaan spesies tinggi tapi endemisme sedang;
c. Sulawesi dengan ciri kekayaan spesies sedang tetapi endemisme tinggi.
Individu-individu suatu jenis yang menempati ruang yang sama dan pada
waktu yang sama pula, membentuk suatu populasi. Populasi jenis dapat
dibagibagi berdasarkan hambatan fisik (seperti pulau, gunung, danau, dan
sebagainya) atau berdasarkan hambatan reproduksi dan genetika. Dengan
demikian struktur populasi suatu jenis tidak lain adalah totalitas keterkaitan
ekologi dan genetika antar-individu-individu sebagai anggotanya dan kelompok-
kelompok yang merupakan bagian jenis tersebut. Sehubungan dengan
keanekaragaman genetika, dalam populasi suatu jenis organisme tidak ada satu
individu pun yang penampilannya persis sama dengan individu lainnya.
Konservasi Sumber Daya Alam Non-Hayati (Konservasi Tanah dan Air, dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai)
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air
yang jatuh ke tanah seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga
tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim
kemarau. Persoalan konservasi tanah dan air adalah kompleks dan memerlukan
kerja sama yang erat antara berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti ilmu tanah,
biologi, hidrologi, dan sebagainya.
Pembahasan tentang konservasi tanah dan air ini selalu tidak akan terlepas dari
pembahasan tentang siklus hidrologi. Siklus hidrologi ini meliputi proses-proses
yang ada di dalam tanah, badan air, dan atmosfer, yang pada intinya terdapat dua
proses yaitu evaporasi dan presipitasi yang dikendalikan oleh energi matahari.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dibatasi oleh batas alam
(topografi) di mana aliran permukaan yang jatuh akan mengalir ke sungaisungai
kecil menuju ke sungai besar akhirnya mencapai danau atau laut. Pengelolaan
DAS berupaya untuk menyelaraskan dikotomi antara kepentingan ekonomi dan
ekologi.
Hal ini merupakan asas kelestarian yang lebih populer dengan istilah SFM
(SustainableForestManagement). Pengelolaan yang demikian juga sejalan dengan
istilah konservasi. Melihat kenyataan yang bukan sekedar fenomena, namun
merupakan realitas dari pemaparan di atas, maka sudah saatnya seluruh komponen
bangsa Indonesia berperilaku arif dalam memandang kesinambungan kehidupan
di bumi dan mampu memperbaiki kondisi alam khususnya hutan dan segala
isinya, dengan semangat dan jiwa baru yaitu semangat dan jiwa konservasi.
Konservasi mutlak diperlukan jika manusia masih ingin menghirup udara bersih,
meminum air dari sumber air yang bersih dan menikmati pemandangan alam yang
sangat luar biasa.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Ir. Herry Subagiadi, M.Sc, selaku
Sekretaris Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, di
Fakultas Biologi UGM pada Seminar Pengelolaan Sumber Daya Berbasis
Konservasi SDA. Beliau menuturkan bahwa informasi-informasi terakhir sudah di
bawah 100 juta hektar karena degradasi dan kerusakan. Sebanyak 65 persen hutan
yang dimiliki merupakan hutan produksi, 23 persen hutan lindung, dan 21 persen
hutan konservasi.
Menurut Ir. Herry Subagiadi sebanyak 21 persen atau 27,5 juta hektar hutan
konservasi dibagi ke dalam beberapa status, ada cagar alam, suaka marga satwa,
taman nasional hingga dengan KSA dan KPA. Dari berbagai status ini, taman
nasional yang memegang porsi paling luas. Beliau menambahakan saat ini di
Indonesia terdapat 54 taman nasional dan 51 sudah ada unit pengelolanya.
Sementara itu, yang Jamrud di Riau, Gunung Waras di Bangka Belitung dan
Gandang Dewata di Sulawesi Barat belum ada unit pengelolanya sehingga
pengeloaan masih dititipkan ke BKSDA setempat.
Hal ini juga dampak dari penegakan hukum yang belum diprioritaskan bagi
tokoh intelektual dan pemuda. Penegakkan hukum baru diprioritaskan pada
pelaku di lapangan sehingga tidak bisa tuntas. Jika kita takut memperbaiki
kerusakan yang ada, maka tamatlah bumi ini. Sindy Ayu Kirana-
Sejak tahun 2015, sekitar 30% hutan konservasi rusak akibat perambahan
hutan oleh masyarakat. Tak semua buruk pengelolaan hutan konservasi berbasis
zonasi bukan solusi tunggal untuk mengakhiri permasalahan konflik lahan. Untuk
memastikan dukungan masyarakat setempat dalam agenda konservasi pemerintah,
keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam penentuan zonasi di hutan konservasi
layak untuk dilanjutkan. Pengalaman dalam proses revisi zonasi di Taman
Nasional Kelimutu di Provinsi Nusa Tenggara Timur bisa menjadi contoh. Pada
waktu itu, masyarakat setempat merasa dirugikan karena negara menentukan
sebuah area sebagai hutan konservasi, padahal tempat tersebut merupakan tempat
ritual masyarakat setempat.
Hutan sebagai sumber daya alam yang merupakan karunia dari Tuhan yang
harus kita Syukuri dan menjaga kelestariannya. Hutan di Indonesia keberadaannya
memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan baik digunakan secara langsung
maupun tidak langsung. Manfaat untuk secara langsung adalah kebutuhan pangan
dan kebutuhan papan yang dapat digunakan sebagai perabotan rumah tangga.
Untuk manfaat secara tidak langsung adalah sebagai devisa negara, membantu
menjaga keseimbangan air dan tanah serta dapat bermanfaat bagi sektor
pariwisata (Nabilla et al., 2017).
Secara umum, usaha partisipasi masyarakat dalam usaha konservasi hutan akan
mengalami berbagai macam kendala. Hal ini terjadi jika faktor yang menghambat
seperti pada tingkat pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan masyarakat
terhadap konservasi yang rendah, ketersediaan infrastruktur yang kurang
memadai, seta penghasilan masyaraka yang rendah. Hal ini tentunya menjadi
alasan masyarakat untuk beralih mengunakan sumber daya yang ada di hutan
sebagai penghasilan. Seperti pembuatan berbagai macam perlengkapan rumah
yang diolah di meubel, usaha ukir kayu dan lainnya yang berdampak terhadap
ekosistem yang ada di hutan. Dikarenakan unsur penunjang ekonomi yang
sebagian besar bersumber dari pemanfaatan sumber daya alam, sehingga
masyarakat memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam konservasi guna
menjaga kelestarian hutan yang ada. Bagi pemerintah hendaknya memberikan
sanksi terhadap oknum yang telah melakukan perbuatan yang tidak bertanggung
jawab. Hal ini guna untuk mencegah adanya pemanfaatan secara liar.
1. Akibat Alam
Letusan Gunung Berapi.
Naiknya air permukaan laut dan tsunami
Serangan hama dan penyakit.
2. Akibat Ulah Manusia
Kebakaran hutan.
Illegallogging (Penebangan liar).
Perladangan berpindah.
Perkebunan monokultur.
Perkebunan kelapa sawit.
Konversi lahan gambut menjadi sawah.
Pertambangan.
Transmigrasi.
Penggembalaan Ternak dalam hutan
Pemukiman penduduk.
Pembangunan perkantoran.
3. Akibat Kebijakan
Kerusakan hutan juga dapat terjadi karena kebijakan yang dibuat lebih
memperhatikan segi ekonomis dibandingkan dengan segi ekologis. Kebijakan
pengelolaan hutan yang kurang tepat dari pemerintah sebagai suatu “pengrusakan
hutan yang terstruktur” karena kerusakan tersebut didukung oleh regulasi dan
ketentuan yang berlaku. Salah satu bentuk kebijakan yang kurang tepat adalah
target pemerintah yang mengandalkan sumberdaya hutan sebagai sumber
pendapatan baik ditingkat nasional maupun daerah.
Hutan alam dalam kawasan yang dikelola, dan di sisi lain pengendalian
jumlah produksi dengan banyak peraturan menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
Perlu inovasi dalam kebijakan agar pengusaha mau melakukan recovery terhadap
hutan
Rehabilitas berjalan selama masa periode tertentu saja atau hanya sebatas masa
proyek. Selama lebih dari 30 tahun, kegiatan rehabilitasi dilaksanakan pada lebih
dari 400 lokasi di Indonesia. Namun, pada tahun 2002 total luas areal hutan dan
lahan yang terdegradasi telah mencapai 96,3 juta ha (54,6 juta ha di dalam
kawasan hutan dan 41,7 juta ha di luar kawasan hutan). Factor keberhasilan
proyek rehabilitasi antara lain adanya keterlibatan masyarakat setempat secara
aktif, dan dilakukannya intervensi teknis untuk mengatasi penyebab degradasi
hutan. Sampai saat ini factor keberhasilan dari berbagai proyek rehabilitasi belum
tercapai dan sulit untuk bisa dipertahankan dalam jangka panjang, terutama
setelah proyek selesai.
5. Kebijakan ekonomi
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data biaya transaksi
pengusahaan hutan dan kondisi irnplementasi kebijakan pengendalian
pengusahaan hutan alam produksi, sebagai berikut : Biaya pengurusan
pengusahaan hutan – di luar biaya tetap dan biaya variable yang resrni, sekitar
24% – 46% dari biaya variable (Kartodihardjo, 1998). Biaya transaksi
pengusahaan hutan sebesar Rp 203.000,-/m3. Sehingga terdapatkomposisi biaya
opersional (48%), pungutan kehutanan (31%), biaya transaksi (21%) (Deperindag
dan Sucofindo, 2001. Biaya pengurusan ijin-ijin dan pengesahan dalam
pengusahaan sekitar 43% (APHI, 2001). Terdapat 58 kali inspeksi per tahun yang
secara resmi dilakukan oleh 12 instansi pemerintah terhadap 19 jenis kegiatan
pengusahaan hutan (Prasetyo dan Hinrichs, 1999).
Timbulnya biaya tersebut di atas masih ditambah lagi dengan biaya yang harus
ditanggung akibat konflik penggunaan kawasan hutan dan lahan yang sampai kini
frekwensinya masih cukup tinggi. Terjadinya biaya transaksi tinggi menyebabkan
beberapa konsekuensi.
Dari tahun 1950-an sampai tahun 1998 pendekatan yang digunakan dalam
kebijakan rehabilitasi hutan umumnya bersifat top-down. Politik sumberdaya
alam yang sentralistik di zaman orde baru bersifat represif dan diskriminatif
sehingga menimbulkan maraknya konflik atas sumberdaya hutan antara
masyarakat adat dengan pengusaha yang didukung pejabat pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Adapun saran saya dalam masalah konservasi alam dan lingkungan ini yaitu,
semoga kedepannya masyakat lebih peka dan sadar untuk menjaga atau
memanfaatkan hasil alam dengan baik, menjaga keanekaragaman flora dan fauna
dengan nilainya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Balai konservasi sumberdaya alam Sumatra Utara II. 2002. Buku informasi
kawasan konservasi di Sumatra Utara. BKSDA SU II, Medan
Kresnoadi, 2018. Cara melakukan konservasi flora dan fauna yang terancam
punah
Reif, J.A. Levy, Y. 1993. Kamus bahasa Inggris untuk pelajar. P.T.Kesaint Blanc
Indah Corp Bekasi
Zain, S.A. 1998. Aspek pembinaan kawasan hutan dan stratifikasi hutan rakyat