Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BIOKONSERVASI

DISUSUN OLEH :
FAJRUL ULUM (105441101320)
USWATUNG HASANAH (105441102120)
RINI NURBAYTI (105441100220)
MIRNA SARI (

PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik.Makalah ini berisi tentang uraian mengenai "Konservasi Ekosistem"'. Makalah
ini kami susun secara cepat dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak .Oleh
karena itu kami sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga dan pikirannya yang telah
diberikan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh
dari kata sempurna.
Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kelompok kami khususnya, dan masyarakat Indonesia
umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Lingkungan sebagai suatu biosphere sangat menentukan eksistensi
makhlukhidup yang berada di dalamnya. Makhluk hidup yang beranekaragam,
termasukmanusia, mempunyai tingkat adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang
berbedabeda, sebab setiap makhluk hidup mempunyai tingkat kerentanan dan
kemampuan yang tidak sama dalam merespons perubahan di
lingkungannya.Diantaranya makhluk hidup yang lain, manusia yang paling cepat
menyikapi perubahan yang terjadi dilingkungannya.Salah satu sifat yang unik dari
manusia yang tak dimiliki oleh makhluk lainadalah keinginan untuk mengetahui
berbagai fenomena yang terjadi
atau berlangsung dalam lingkungan hidupnya (Yustina dan Elya F, 2013). 
Fenomena alam yang terjadi, berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan
merupakan fenomena yang harus dihadapi oleh manusia. Berbagai fenomena yang
muncul sebagian besar adalah ulah tangan manusia. Hal ini disebutkan oleh Hawley.
A.H(1986) dalam buku Human Ecology A Theoretical Essay dalam Maizer Said
N(2008) menyebutkan bahwa komponen yang penting dalam analisa ekologi
adalahekosistem, populasi dan lingkungan. Manusia sebagai komponen
populasimempunyai peranan yang besar dalam memanfaatkan, mengelola
danmengendalikan fenomena yang terjadi di alam. Maka manusia bertanggung
jawabterhadap keberlanjutan ekosistem karena manusia diciptakan sebagai
khalifah(Q.S. 2: 30)
Menurunnya keanekaragaman hayati menyebabkan semakin sedikit
pulamanfaat yang diperoleh manusia. Penurunan keanekaragaman hayati
dapatdicegah dengan cara melakukan konservasi.Konservasi merupakan proses
untukdapat menciptakan perencanaan dan pelaksanaan awal sebagai dasar
perlindunganekologi, dengan menggunakan teknik yang signifikan dalam
mengembangankerapatan, topik dan keuntungan dari konservasi itu sendiri (Maizer
Said N,2008).
 Secara sederhana konservasi diberi pengertian tentang upaya pemanfaatanlingkungan
dan atau sumber daya alam yang dilakukan saat ini, tetapi tetapmempertahankan
keberadaanya di waktu mendatang. Keberadaan dalam hal initidak hanya dalam arti
kualitas tetapi juga dalam arti kuantitas. Oleh karenanyakonservasi akan dapat
menghasilkan kelestarian. Adanya kelestarian terhadapsumberdaya alam dan
lingkungan akan menjamin terciptanya pemanfaatan yang berlanjut sehingga
pembangunan berkelanjutan dapat terwujud

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya, yaitu :
1. Apa itu konservasi tingkat komunitas ?
2. Apa yang dimaksud dengan kawasan perlindungan ?
3. Bagaimana itu penetapan prioritas untuk konservasi dan rancangan kawasan
Perlindungan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konservasi Tingkat Komunitas
Kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Kawasan Konservasi atau kawasan yang dilindungi ditetapkan oleh pemerintah
berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya. Tiap negara
mempunyai kategori sendiri untuk penetapan kawasan yang dilindungi, dimana
masing-masing negara memiliki tujuan dan perlakuan yang mungkin berbeda-beda.
Namun, di tingkat internasional dinaungi oleh WCPA (World Commission on
Protected Areas) yang dulunya bernama CNPPA(Commision on National Parks and
Protected Areas)yaitu sebuah komisi dibawah IUCN (The Worlf Conservation Union)
yang memiliki tanggung jawab menjaga lingkungan konservasi di dunia, baik untuk
kawasan darat maupun perairan (Kemenhut, 2013).
Istilah hutan konservasi merujuk pada suatu kawasan hutan yang diproteksi atau
dilindungi. Proteksi atau perlindungan tersebut bertujuan untuk melestarikan hutan
dan kehidupan yang ada di dalamnya agar bisa menjalankan fungsinya secara
maksimal. Hutan konservasi merupakan hutan milik negara yang dikelola oleh
pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam,
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pengertian hutan konservasi menurut
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan adalah sebagai berikut:
Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keeanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Adia, 2011). Kawasan
konservasi dalam kategori nasional mencakup dua kelompok besar, yaitu Kawasan
Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Kawasan Suaka Alam
yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, bertujuan untuk perlindungan
sistem penyangga kehidupan dan pengawetan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya (Kemenhut, 2013).
Cagar Alam (stricly nature reserve and wilderness area) adalah suatu kawasan yang
diterapkan untuk menjaga agar suatu spesies, habitat, kondisi geologi, ekosistem, juga
proses ekologis agar tetap seperti apa adanya, tanpa campur tangan manusia dengan
tujuan utama untuk kepentingan ilmiah atau pemantauan lingkungan. Pengelolaan
dalam cagar alam hanya berupa monitoring (termasuk riset) dan pengamanan saja
(sehingga sering dikenal sebagai zero mmanajemen). Kegiatan pemanfaatan yang
diperbolehkan dalam Cagar Alam sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan
kepentingan ilmiah serta bukan kegiatan yang sifatnya ekstaktif (mengambil sesuatu
yang berupa fisik dari kawasan). Biasanya tumbuhan dan satwa dalam kawasan cagar
alam merupakan asli daerah tersebut, tidak didatangkan dari luar. Perkembangannya
pun dibiarkan alami apa adanya. Pengelola hanya memastikan hutan tersebut tidak
diganggu oleh aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan (Kemenhut, 2013)
Kawasan Cagar Alam Situ Patengan sebagai hutan konservasi sangat ditentukan oleh
vegetasi yang menutupi kawasan tersebut dimana keberadaan vegetasi dapat
digambarkan dengan menganalisis struktur vegetasi.
Menurut Dansereau (1974 dalam Kainde dkk., 2011), struktur vegetasi dapat
didefinisikan sebagai organisasi individu-individu tumbuhan dalam ruang yang
membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi atau asosiasi
tumbuhan. Kekayaan biota Cagar Alam Situ Patengan masih belum banyak diketahui
oleh masyarakat luas dan masyarakat lebih mengenal Cagar Alam Situ Patengan
sebagai kawasan wisata saja. Padahal kawasan hutan yang terhampar di Kec.
Ciwidey, Kab. Bandung ini menyimpan flora langka dan satwa liar yang dilindungi.
Hasil survey pendahuluan dan informasi masyarakat menyatakan bahwa Kawasan
Cagar Alam Situ Patengan dimanfaatkan juga oleh warga sekitar untuk dijadikan
sebagai tempat perlintasan atau jalan yang menghubungkan antar perumahan
penduduk dengan kebunnya. Bahkan karena Cagar Alam tersebut berada disamping
Situ Patengan, warga sekitar memanfaatkannya sebagai lahan pemancingan dengan
melintasi Cagar Alam Situ Patengan, sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya
fragmentasi kawasan. Fragmentasi jika dibiarkan akan mengganggu keseimbangan
ekosistem yang ada dalam kawasan tersebut seperti 3 terganggunya keberadaan satwa,
akan punahnya tumbuhan tertentu dan terjadinya pemadatan tanah.
Turner (1996 dalam Rasnovi (2006) menyatakan bahwa beberapa faktor dalam
mekanisme hubungan fragmentasi dengan kepunahan antara lain adanya berbagai
macam pengaruh dari gangguan manusia baik selama deforestasi berlangsung maupun
setelahnya, berkurangnya ukuran populasi, berkurangnya laju imigrasi, efek tepi
hutan, perubahan struktur komunitas, dan masuknya spesies-spesies eksotik.
Keanekaragaman hayati di Indonesia yang berlimpah menuntut sebuah tempat untuk
melindungi dan melestarikan keragaman tersebut. Kawasan konservasi vegetasi
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai arti penting bagi
kehidupan secara menyeluruh, mencakup ekosistem dan keanekaragaman, untuk
meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, manfaat sumber daya
alam serta nilai sejarah dan budaya secara berkelanjutan. kondisi kawasan lindung
Jawa Barat mengalami degradasi yang serius baik kualitas maupun kuantitasnya,
penyusutan luas dan meningkatnya lahan kritis akibat tekanan pertumbuhan
penduduk, alih fungsi lahan, konflik penguasaan pemanfaatan lahan serta
berkurangnya rasa kepedulian dan kebersamaan (Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Komunitas
tumbuhan atau vegetasi mempunyai peranan penting dalam ekosistem. Kehadiran
vegetasi pada suatu kawasan akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan
ekosistem dalam skala lebih luas. Vegetasi berperan penting dalam ekosistem terkait
dengan pengaturan keseimbangan karbodioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan
sifat fisik, kimia, biologis tanah dan pengaturan tata air dalam tanah. Secara umum
vegetasi memberikan dampak positif terhadap ekosistem, tetapi pengaruhnya
bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada setiap
kawasan (Mufti, 2012). Betapa pentingnya peranan vegetasi di sebuah kawasan, maka
penyelamatan vegetasi perlu dilakukan, untuk menjaga vegetasi pada suatu kawasan
maka perlu diketahui struktur dan komposisi vegetasinya. Widiastuti, (2008)
mengatakan menyelamatkan keanekaragaman vegetasi berarti mengambil 4 langkah
untuk melindungi gen, spesies, habitat, dan ekosistem. Cara yang paling baik untuk
mempertahankan spesies adalah dengan mempertahankan habitatnya. Konservasi
pada tingkat komunitas merupakan satu-satunya cara yang efektif untuk melestarikan
spesies.
B. Kawasan Perlindungan

Kawasan perlindungan atau kawasan yang dilindungi adalah kawasan atau


wilayah yang dilindungi karena nilai-nilai lingkungan alaminya, lingkungan sosial
budayanya, atau karena hal-hal lain yang serupa dengan itu. Berbagai macam
kawasan yang dilindungi terdapat di berbagai negara, sangat bervariasi baik dalam
aras atau tingkat perlindungan yang disediakannya maupun dalam undang-undang
atau aturan (internasional, nasional, atau daerah) yang dirujuknya dan yang menjadi
landasan operasionalnya. Beberapa contohnya adalah taman nasional, cagar
alam, cagar alam laut, cagar budaya, dan lain-lain.

Ada lebih dari 108.000 kawasan yang dilindungi di seluruh dunia, dan jumlah ini
terus bertambah, mencakup wilayah seluas 19.300.000 km2 (7.500.000 sq mi), atau
lebih dari 13% luas daratan dunia; melebihi luas Benua Afrika.[1] Pada pihak lain,
sampai dengan 2008 baru sebanyak 0,8% luas lautan yang termuat dalam sekitar
5.000 kawasan perlindungan laut.[2][3]

Salah satu –namun bukan satu-satunya– definisi mengenai kawasan yang dilindungi
dikeluarkan oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam.

Sejarah

Keinginan dan tindakan manusia dalam melindungi lingkungannya yang berharga


barangkali telah dilakukan semenjak ribuan tahun yang silam. Akan tetapi salah satu
yang tercatat jelas dalam sejarah ialah apa yang dilakukan oleh Ashoka, salah seorang
raja yang paling terkenal dari Dinasti Maurya, India. Pada tahun 252 s.M. ia
mengumumkan perlindungan satwa, ikan, dan hutan.[4]

Di zaman modern, penetapan Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat pada


tahun 1872 merupakan salah satu tonggak penting konservasi alam masa kini. Di
Indonesia sendiri, pada tahun 1889 telah ditetapkan Cagar Alam Cibodas oleh
Pemerintah Hindia Belanda ketika itu,[5] dengan tujuan untuk melindungi salah
satu hutan pegunungan yang paling cantik di Jawa.

Komitmen internasional untuk membangun suatu jaringan kawasan yang dilindungi di


dunia berawal dari tahun 1972, yakni ketika Deklarasi Stockholm memandatkan
perlindungan dan pelestarian wakil-wakil semua tipe ekosistem utama yang ada,
sebagai bagian fundamental dari program konservasi di masing-masing negara. Sejak
saat itulah, upaya perlindungan dari perwakilan ekosistem perlahan-lahan tumbuh
menjadi prinsip dasar konservasi alam dan biologi konservasi; dikukuhkan oleh
resolusi-resolusi PBB untuk lingkungan seperti Piagam Dunia untuk Kelestarian
Alam (1982), Deklarasi Rio (1992), serta Deklarasi Johannesburg (2002).

Suatu set dari berbagai tipe kawasan yang dilindungi, luasan serta persebarannya di
suatu negara biasa disebut sebagai sistem kawasan yang dilindungi. Sayangnya,
sistem kawasan ini umumnya masih terpaku pada kawasan konservasi daratan,
dengan sedikit sentuhan pada kawasan konservasi laut dan lahan basah.
Kategori IUCN

Menurut definisi IUCN, kawasan yang dilindungi adalah:

Suatu ruang yang dibatasi secara geografis dengan jelas, diakui,


diabdikan dan dikelola, menurut aspek hukum maupun aspek lain yang
efektif, untuk mencapai tujuan pelestarian alam jangka panjang,
lengkap dengan fungsi-fungsi ekosistem dan nilai-nilai budaya yang
terkait.

Selanjutnya IUCN membedakan aneka macam kawasan yang dilindungi ke dalam


enam kategori, yakni:[6]

 Ia - Strict Nature Reserve


Yakni suatu wilayah daratan atau lautan yang dilindungi karena memiliki
keistimewaan atau merupakan perwakilan ekosistem, kondisi geologis atau
fisiologis, dan atau spesies, tertentu, yang penting bagi ilmu pengetahuan atau
pemantauan lingkungan.

 Ib - Wilderness Area
Wilayah daratan atau lautan yang masih liar atau hanya sedikit diubah, yang masih
memiliki atau mempertahankan karakter dan pengaruh alaminya, tanpa adanya
hunian yang permanen atau signifikan; dilindungi dan dikelola untuk
mempertahankan kondisi alaminya.

 II - National Park
Wilayah daratan dan lautan yang masih alami, yang ditunjuk untuk (i) melindungi
integritas ekologis dari satu atau beberapa ekosistem di dalamnya, untuk
kepentingan sekarang dan generasi mendatang; (ii) menghindarkan/mengeluarkan
kegiatan-kegiatan eksploitasi atau okupasi yang bertentangan dengan tujuan-
tujuan pelestarian kawasan; (iii) menyediakan landasan bagi kepentingan-
kepentingan spiritual, ilmiah, pendidikan, wisata dan lain-lain, yang semuanya
harus selaras secara lingkungan dan budaya.

 III - Natural Monument


Wilayah yang memiliki satu atau lebih, kekhasan atau keistimewaan alam atau
budaya yang merupakan nilai yang unik atau luar biasa; yang disebabkan oleh
sifat kelangkaan, keperwakilan, atau kualitas estetika atau nilai penting budaya
yang dipunyainya.

 IV - Habitat/Species Management Area


Wilayah daratan atau lautan yang diintervensi atau dikelola secara aktif untuk
memelihara fungsi-fungsi habitat atau untuk memenuhi kebutuhan spesies
tertentu.

 V - Protected Landscape/Seascape
Wilayah daratan atau lautan, dengan kawasan pesisir di dalamnya, di mana
interaksi masyarakat dengan lingkungan alaminya selama bertahun-tahun telah
membentuk wilayah dengan karakter yang khas, yang memiliki nilai-nilai estetika,
ekologis, atau budaya yang signifikan, kerap dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi. Menjaga integritas hubungan timbal-balik yang tradisional ini bersifat vital
bagi perlindungan, pemeliharaan, dan evolusi wilayah termaksud.
C. Tahapan Penetapan Kawasan Konservasi
 

 
Usulan Inisiatif Calon Kawasan Konservasi
Usulan inisiatif calon kawasan konservasi dapat diajukan oleh Pemerintah, Pemda,
MHA, ataupun setiap orang. Pengajuan usulan tersebut disampaikan kepada Menteri /
Gubernur yang memuat kajian awal dan peta lokasi yang mencantumkan target
konservasi.
 
Target konservasi yang dimaksud adalah keanekaragaman hayati, sumber daya ikan
dan habitatnya, dan situs budaya tradisional. Adapun peta lokasi berupa nama:
provinsi, kab/kota, pulau, pantai, teluk, tanjung, selat, laut, atau samudera. Apabila di
dalam wilayah kelola MHA, dilakukan penyerahan oleh MHA kepada Pemeritah /
Pemda dalam berita acara serah terima.
 
 
Identifikasi dan Inventarisasi
1. Membentuk kelompok kerja (pokja)
Kelompok kerja dibentuk oleh Menteri / Gubenur dan diketuai oleh Dirjen / Kepala
OPD. Pokja bertugas menyusun dokumen awal & dokumen final dengan jangka
waktu penyusunan paling lama 12 bulan setelah pokja ditetapkan.
 
2. Survei
Survei dilakukan dengan tujuan pengumpulan data dan informasi untuk penyusunan
dokumen awal sebagai hasilnya. Data dan informasi yang dikumpulkan antara lain:
 sebaran habitat penting
 sebaran biota penting
 daerah pemijahan
 potensi ancaman terhadap target konservasi
 kondisi status pemanfaatan sumber daya
 pemetaan pemangku kepentingan
 keberadaan potensi situs budaya tradisional
 keterwakilan, keterulangan, dan konektivitas habitat penting.
 
Sedangkan Dokumen Awal yang menjadi hasil tahapan survei harus mengandung
muatan sebagai berikut:
 tujuan pembentukan Kawasan Konservasi
 luasan Kawasan Konservasi
 prioritas target konservasi
 zonasi Kawasan Konservasi
 ketentuan kegiatan pemanfaatan Kawasan Konservasi
 kategori Kawasan Konservasi
 rencana kerja
 peta Kawasan Konservasi dengan minimal skala 1:50.000
 
3. Konsultasi Teknis
Konsultasi teknis dilaksanakan dengan tujuan mendapat tanggapan terhadap dokumen
awal. Pokja mengajukan permohonan konsultasi teknis ke Dirjen / Ka. OPD,
selanjutnya Dirjen / Ka. OPD menanggapi paling lama 15 hari kerja. Hasil dari
tahapan konsultasi teknis adalah saran penyempurnaan dan persetujuan teknis
konsultasi publik.
 
4. Konsultasi Publik
Setelah terdapat perbaikan dokumen berdasarkan hasil konsultasi teknis, selanjutnya
dilakukan konsultasi publik dengan tujuan untuk mendapat masukan dan saran,
menyepakati dokumen awal dari masyarakat. Hasil konsultasi publik dituangkan
dalam berita acara dan peta Kawasan Konservasi sebagai bahan penyusunan dokumen
final.
 
 
Pencadangan
Dari hasil konsultasi publik selanjutnya dilakukan pencadangan kawasan konservasi
yang ditetapkan Menteri / Gubernur. Muatan Pencadangan meliputi
 Tujuan pembentukan Kawasan Konservasi
 Luasan Kawasan Konservasi
 Target konservasi
 Kategori Kawasan Konservasi
 Ketentuan kegiatan pemanfaatan Kawasan Konservasi
 Peta zonasi Kawasan Konservasi skala minimal 1:50.000
 
Alokasi ruang kawasan konservasi dalam dokumen RZ disetarakan sebagai
pencadangan yang selanjutnya dapat dilakukan penyusunan dokumen final
 
 
Penetapan
Penetapan terdiri dari dua tahapan, yakni Pengusulan dan Evaluasi.
1. Pengusulan
Pencadangan diusulkan oleh Menteri/Gubernur kepada Menteri untuk ditetapkan yang
diajukan paling lama 6 bulan sejak KK dicadangkan. Dalam pengusulan dilampirkan
Keputusan Gubernur tentang pencadangan, Dokumen final, dan Rencana
pembentukan SUOP.
 
2. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan oleh Dirjen yang dilakukan paling lama 3 bulan sejak
pengusulan.
 
Penataan Batas
Penataan batas meliputi Publikasi KK dalam peta laut Indonesia, Sosialisasi, dan
Pemasangan tanda batas.
 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Kawasan Konservasi atau kawasan yang dilindungi ditetapkan oleh pemerintah
berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya. Tiap negara
mempunyai kategori sendiri untuk penetapan kawasan yang dilindungi, dimana
masing-masing negara memiliki tujuan dan perlakuan yang mungkin berbeda-beda.
Namun, di tingkat internasional dinaungi oleh WCPA (World Commission on
Protected Areas) yang dulunya bernama CNPPA(Commision on National Parks and
Protected Areas)yaitu sebuah komisi dibawah IUCN (The Worlf Conservation Union)
yang memiliki tanggung jawab menjaga lingkungan konservasi di dunia, baik untuk
kawasan darat maupun perairan (Kemenhut, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, Eko dan Tijan. 2010. Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi: Pengalaman
Universitas Negeri Semarang. Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang.

Khafid, Muhammad. (2013). Kurikulum Unnes 2012 Berbasis Kompetensi dan Konservasi.
Online. Dapat ditemukan di http://konservasi.unnes.ac.id/

             Mangunjaya, Fachruddin M.. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.

Sugiyo. (2012). Pengembangan Karakter Anak melalui Konservasi Moral Sejak Dini.
Indonesian Journal of Conservation, Vol. 1 No. 1 Juni 2012: 40–48. Tersedia di
http://ejournal.unnes.ac.id.
Masrukhi. (2012). Mambangun Karakter Berbasis Nilai Konservasi. Indonesian Journal of
Conservation, Vol. 1 No. 1 Juni 2012: 20–29. Tersedia di http://ejournal.unnes.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai