(Disusun Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konservasi Lingkungan)
Disusun oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
Pengelolaan sumberdaya alam harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan kearifan lokal pada
setiap daerah, karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada suatu
komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang terkait dengan pengelolaan sumber daya
alam sebagai tata pengaturan lokal yang telah ada sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi
yang lama. Kearifan lokal tidak hanya berfungsi sebagai ciri khas suatu komunitas saja, tetapi
juga berfungsi sebagai upaya untuk pelestarian lingkungan ekologis suatu komunitas masyarakat.
Sesuai dengan pernyataan Gadgil, et al. (1993) dalam Mitchell, et al. (2000), bahwa kearifan lokal
masyarakat yang terakumulasi sepanjang sejarah hidup mereka memiliki peran yang sangat besar
dimana pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam dan sistem kepercayaan yang
menekankan penghormatan pada alam merupakan nilai yang sangat positif untuk pembangunan
yang berkelanjutan. Aplikasi dari kearifan lokal ini akan memberi pedoman bagi masyarakat adat
dalam menjaga dan melestarikan lingkungan ekologinya serta memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu kampung adat yang masih terjaga adalah Kampung Adat Cireundeu yang terletak di
antara Lembah Gunung Kunci, Puncak Salam dan Gunung Gajah langu di selatan Kota Cimahi,
Propinsi Jawa Barat. Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan salah satu komunitas adat
kesundaan yang mampu memelihara dan melestarikan adat istiadat secara turun temurun dalam
mempertahankan adat leluhurnya. Karena kearifan lokalnya, masyarakat kampung cireundeu
dapat hidup berdampingan dengan alam, menjalani hidup sederhana dan menjaga kelestarian
alam. Bagi mereka, manusia memiliki bagian yang dititipkan tuhan untuk di manfaatkan, begitu
pula dengan alam yang memiliki bagiannya tersendiri. Implementasi kearifan lokal masyarakat
adat cireundeu berperan besar dalam pelestarian lingkungan khususnya konservasi sumber daya
alam.
Bagaimana konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati di kampung adat Cireundeu
pada Kuliah lapangan Konservasi Lingkungan.
1.3 Tujuan
Mengetahui konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati di kampung adat Cireundeu.
Kegiatan ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 7 Maret 2020 di Kampung Adat Cireundeu
yang terletak di Jl. Leuwigajah, Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat 40532
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk
menjamin pemanfaatan secara bijaksana dan sumber daya alam terbaharui untuk menjamin
kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai keanekaragamannya.
Oleh karenanya, konservasi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dalam pemakaiannya dengan
sumberdaya alam dan lingkungan. Di mana Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Sumber daya alam hayati sendiri merupakan sumber daya alam yang berasal dari makhluk-
makhluk hidup atau yang berkaitan dengan tumbuhan dan hewan. Karena itu sumber daya alam
hayati dikategorikan sebagai sumber daya alam yang bisa diperbarui, namun tetap saja manusia
tidak boleh mengeksploitasi secara berlebihan.
Maka Konservasi Sumber daya Alam Lingkungan Hayati dapat diartikan sebagai pengelolaan
yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam yang berasal dari makhluk-
makhluk hidup atau yang berkaitan dengan tumbuhan dan hewan sehingga dapat menghasilkan
keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap
memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang
akan datang (sustainable).
Ada 3 hal utama yang ada dalam konservasi berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 yaitu:
Di dalam lingkungan pasti terjadi yang dinamakan proses ekologis. Proses ekologis adalah
peristiwa saling mempengaruhi antara segenap unsur pembentuk lingkungan hidup (Dewobroto,
1995). Di dalam ekosistem yang rusak dan teregradasi diperlukan sesegera mungkin upaya
pemulihan spesies maupun komunitas yang pernah menghuni ekosistem tersebut. Pemulihan
ekosistem yang rusak berpotensi besar untuk memperkuat sisem kawasan konservasi yang ada
selama ini. Pemulihan ekologi (ecological restoration) merupakan praktik perbaikan yang dapat
didefinisikan sebagai proses yang secara sengaja mengubah suatu lokasi untuk membentuk kembali
suatu ekosistem tertentu yang bersifat asli dan bernilai sejarah (Indrawan, 2007).
Keberadaan biota dan abiota dalam ekosistem semuanya dipelajari dalam ekologi (Soerjani, 2009).
Kesejahteraan manusia dikaitkan dengan kesejahteraan makhluk hidup lain, karena keberadaan
bersama semua jenis makhluk hidup dalam ekosistem akan saling mempengaruhi satu terhadap
yang lain. Jadi fungsi, tugas dan tanggung jawab asasi manusia adalah sebagai Kholifah di bumi
yang dibebani dengan kewajiban dalam mengembangkan sikap dan perilakunya bagi kelangsungan
peri kehidupan menuju peningkatan kesejahteraan anusia dan makhluk hidup lainnya(Soerjani,
2009).
Proses ekologi diharapkan dapat berlangsung sinambung beserta sistem penyangga kehidupan
lainnya, meskipun kawasan tersebut didayagunakan. Agar harapan ideal itu bisa terwujud maka
diperlukan berbagai informasi ilmiah tentang informasi ilmiah yang akurat, baik tentang proses-
proses ekologi di kawasan hutan, sungai, laut, pesisir, maupun kawasan yang telah dibudidayakan
(Supriyatna, 2008).
Perlindungan terhadap keaneragaman hayati adalah pusat dari biologi konservasi tetapi frase
“keanekaragaman hayati” (atau secara singkat biodifersitas) dapat mempunyai arti yang berbeda.
World Wildlife Fund mendefisikannya sebagai “jutaan tumbuhan hewan dan mikroorganisme
termasuk gen yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bantu menjadi lingkungan
hidup” (Indrawan, 2007).
Keanekaragaman spesies.
Semua spesies di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies dan kingdom bersel
banyak (tumbuhan, jamur, hewan, yang bersel banyak atau “multiseluler”).
Keanekaragaman genetik.
Variasi genetik dalam satu spesies, baik di antara populasi-populasi yang terpisah secara
geografis, maupun di antara individu-individudalam satu populasi.
Keanekaragaman komunitas.
Komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik (“ekosistem”)
masing-masing.
Sedangkan Wilson membagi keanekaragaman ini ke dalam 3 jenis yaitu (Supriyatna, 2008):
Keanekaragaman ekosistem
Secara definitif ekosistem diartikan sebagai satuan sistem kehidupan yang tersusun dari (dan
merupakan) interaksi antara komponen hayati (tumbuhan, hewan dan mikroba) dan komponen fisik
nir-hayati (iklim, tanah, air, cahaya, suhu dan ketinggian di atas laut). Tidak kurang dari 47 tipe
ekosistem yang berbeda, baik yang alami maupun yang buatan yang terdapat di Indonesia mulai
dari tipe ekosistem gunung es dan padang rumput alpine di wilayah pegunungan Irian Jaya,
ekosistem hutan, ekosistem lautan dan masih banyak lagi.
Keanekaragaman jenis
Dalam hal keanekaragaman jenis mencakup kekayaan hayati tumbuhan, hewan dan mikroba. Di
Indonesia yang merupakan megabiodeversity memiliki keanekaragaman jenis yang luar bisaa
jumlahnya. Secara alami, berbagai jenis tumbuhan seperti anggrek, puspa jambu air, matoa, dan
pisang memiliki individu-individu spesies dengan sifat yang sangat beragam. Keanekaragaman
pada tanaman budi daya juga terlihat sangat beragam. Kisaran keanekaragaman dalam tanaman
jenis budi daya dan kerabat liarnya itu merupakan bahan mentah perakitan bibit unggul, yang
dikenal sebagai plasma nutfah.
Pada tingkat keanekaragaman di dalam jenis, penyusutan juga terjadi walaupun sulit untuk diamati
pada populasi alami. Tetapi pada jenis-jenis budi daya, berkurangnya keanekaragaman di tingkat
ini relative jelas terlihat. Pemakaian bibit unggul secara besar-besaran menyebabkan terdesaknya
dan mulai menghilangnya bibit tradisional yang secara turun temurun telah dikembangkan oleh
petani lokal.
Dalam keanekaragaman hayati ini dikenal yang namanya plasma nutfah. Plasma nutfah adalah
bahan sumber yang mengatur kebakaan turun temurun yang diteruskan dari tetua kepada
keturunannya melalui gamet yangmk merupakan substansi yang terdapat dalam setiap kelompok
makhluk hidup dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan atau dirakit atau untuk menciptakan jenis unggul atau kultivar baru; termasuk dalam
kelompok ini adalah kultivar masa kini atau lampau kultivar primitive, henis yag sudah
dimanfaatkan tetapi belum dibudidayakan dan jenis liar, kerabat jenis budi daya atau jenis piaraan
(Rivai, 1997). Dalam kamus konservasi sumber daya alam plasma nutfah (germ plasm) diartikan
sebagai: (1) sumber daya genetik, (2) bahan (bakalan) di dalam setiap kelompok makhluk hidup
yang merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam rangka
menemukan varietas unggul yang baru (Dewobroto, 1995). Plasma Nutfah merupakan substansi
yang mengatur perilaku kehidupan secara turun termurun, sehingga populasinya mempunyai sifat
yang membedakan dari populasi yang lainnya. Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan,
misalnya dalam ketahanan terhadap penyakit, bentuk fisik, daya adaptasi terhadap lingkungannya
dan sebagainya.
Ada tiga aspek dalam sebuah pengelolaan sumber daya alam, yaitu eksplorasi (tindakan mencari
atau melakukan penjelajahan dengan menemukan sesuatu), eksploitasi (pemanaatan yang secara
sewenang-wenang atau terlalu berlebihan pada suatu objek), dan konservasi (pelestarian atau
perlindungan secara hariah ). Untuk menciptakan sistem pengelolaan Sumber daya hayati yang
partisipatif dan berbasis masyarakat maka ada beberapa komponen yang dapat dijadikan target
pelaksanaan, yaitu:
1. mewujudkan kelestarian sumber daya alam baik fisik dan hayati untuk menciptakan
ekosistem yang seimbang. ekosistem yang seimbang akan mendukung adanya
peningkatan kesejahteraan dan kualitas kehidupan manusia.
2. melestarikan pemanfaatan dan kemampuan sumber daya alam fisik dan hayati serta
ekosistem agar serasi dan seimbang.
3. dengan adanya konservasi lingkungan akan dapat memaksimalkan dan
memanfaatkan SDA secara optimal tanpa adanya perusakan lingkungan
4. Memelihara dan melindungi tempat-tempat yang dianggap berharga agar tidak
hancur.
5. Melindungi benda-benda sejarah dari kehancuran dan kerusakan yang diakibatkan
faktor alam, mikro organisme dan kimiawi.
6. Melindungi benda-benda cagar alam yang telah dilakukan secara langsung seperti
membersihkan, memelihara dan memperbaiki baik secara fisik ataupun langsung
dari pengaruh berbagai macam faktor.
Tujuan konservasi keanekaragaman hayati
Untuk mencegah suatu kerugian yang diakibatkan oleh suatu sistem penyangga kehidupan
misalnya kerusakan pada hutan lindung, daerah aliran sungai dan lain-lain. Kerusakan pada
suatu lingkungan akan mengakibatkan bencana dan otomatis akan mengalami kerugian.
Untuk mencegah suatu kerugian yang diakibatkan hilangnya sumber genetika yang
terkandung pada suatu flora yang mengembangkan bahan pangan dan bahan untuk obat-
obatan.
Menghasilkan Pangan dari lingkungan yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari
dan peningkatan ekonomi
a) Mutu kehidupan (Kita semua suka hidup di dalam dunia yg bersih & cerah shg perlu air
bersih, udara bersih dll)
b) Tanggung jawab moral manusia (Manusia sbg makhluk yg paling berkuasa & destruktif
bertanggung jawab thd segala jenis lainnya, yg juga mempunyai hak mempertahankan
hidupnya. Manusia harus mencari jalan utk hidup berdampingan dg janis-2 lain tsb, bukan
berusaha mengganti atau memusnahkannya)
c) Warisan dan kebanggaan nasional (Dari sudut kebanggaan nasional, Indonesia harus
berusaha melestarikan kekayaan warisan alamnya )
1. Taman Nasional
Taman nasional mempunyai fungsi sebagai perlindungan terhadap suatu sistem penyangga
kehidupan dan perlindungan terhadap hewan dan tumbuhan serta dalam pelestarian sumber daya
alam. Selain itu juga, pada taman nasional penting untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya,
dan rekreasi.
Contohnya : Pada Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh, Taman Nasional Komodo di pulau
Komodo, dan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
2. Cagar Alam
Cagar alam ialah suatu kawasan perlindungan alam yang mempunyai ciri khas, yakni tumbuhan
dan hewan yang perkembangannya diserahkan pada alam.
Contohnya : pada Cagar Alam Rafflesia di Bengkulu, Cagar Alam Kawah Ijen di Jawa Timur, dan
Cagar Alam Gunung Krakatau di Lampung.
3. Taman Laut
Taman laut ialah suatu wilayah lautan yang memiliki ciri khas yang berupa keindahan alam yang
diperuntukkan guna untuk melindungi keanekaragaman hayati di lautan.
4. Kebun Raya
Kebun Raya ialah suatu kumpulan tumbuh-tumbuhan di suatu tempat yang berasal dari berbagai
daerah untuk tujuan konservasi, ilmu pengetahuan, dan rekreasi.
Contohnya : pada Kebun Raya Bogor, kebun raya kuningan, kebun raya cibodas, kebun raya
baturaden.
Dasar hukum pelaksanaan lingkungan hidup di Indonesia adalah UU No. 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Setiap perencanaan dan kegiatan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Wajib
memiliki analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sehingga dapat diketahui secara akurat
dampak dari satu usaha atau kegiatan, baik positif maupun negatif serta langkah apa yang dapat di
tempuh untuk menanggulanginya.
7. Kalpataru
Komunitas Adat Menurut Nasdian dan Dharmawan (2007) sebagaimana dikutip oleh Tishaeni
(2010), pemahaman lebih luas mengenai komunitas ialah suatu unit atau kesatuan sosial yang
terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of
common interest) baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Istilah
community dapat diterjemahkan sebagai masyarakat setempat. Istilah komunitas dalam batas-
batas tertentu dapat merujuk pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-
anggota suatu kelompok, baik kelompok besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa
sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
yang utama, maka kelompok tadi disebut komunitas.
Komunitas adat menurut Siregar (2002) adalah komunitas yang hidup berdasarkan asal usul
leluhur, di atas wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan
sosial yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan
kehidupan masyarakatnya. Komunitas adat juga merupakan kelompok sosial budaya yang
bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan, baik
sosial ekonomi maupun politik.
Kearifan lokal adalah kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang berakar dalam kebudayaan
suatu kelompok manusia, yang merupakan hasil pengamatan selama kurun waktu yang lama
(Babcock, 1999 sebagaimana dikutip oleh Arafah, 2002). Sedangkan menurut Zakaria (1994)
sebagaimana dikutip oleh Arafah (2002), pada dasarnya kearifan lokal atau kearifan tradisional
dapat didefinisikan sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu
yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Kearifan tersebut berisikan
gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang halhal yang berkaitan dengan
struktur lingkungan, fungsi lingkungan, reaksi alam terhadap tindakan-tindakan manusia, dan
hubungan-hubungan yang sebaiknya tercipta antara manusia (masyarakat) dan lingkungan
alamnya.
Ridwan (2007) mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia
dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu,
objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Kearifan lokal adalah suatu
kebijaksanaan, gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, keyakinan, pemahaman dan adat
kebiasaan/etika masyarakat lokal yang dianggap baik untuk dilaksanakan, bersifat tradisional,
diwariskan, penuh kearifan dan berkembang dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil
dari timbal balik antara masyarakat dan lingkungannya.
Bentuk-bentuk kearifan lokal adalah suatu ciri yang membangun kearifan lokal tersebut sehingga
kearifan lokal tersebut memiliki wujud, sebagaimana berikut:
a. Nilai, adalah suatu perbuatan atau tindakan yang oleh masyarakat dianggap baik. Nilai dalam
setiap masyarakat tidak selalu sama, karena nilai di masyarakat tertentu dianggap baik tapi
dapat dianggap tidak baik di masyarakat lain.
b. Norma, adalah suatu standar-standar tingkah laku yang terdapat di dalam suatu masyarakat.
c. Kepercayaan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya.
d. Sanksi adalah suatu tindakan yang diberikan kepada seseorang yang melanggar suatu
peraturan.
e. Aturan-aturan khusus adalah aturan-aturan yang sengaja dibuat untuk suatu kepentingan
tertentu.
Implementasi kearifan lokal adalah suatu penerapan/aplikasi bentuk kearifan lokal yang
dilakukan komunitas adat yang sesuai dengan aturan adat yang memberikan dampak, baik berupa
perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap dari komunitas adat tersebut
(Susilo, 2007 dalam Mawardi, 2009). Implementasi kearifan lokal ini dipengaruhi oleh 2 faktor,
yaitu: Faktor internal, adalah faktor berasal dari dalam masyarakat dan faktor eksternal,
adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat.
Kampung Cireundeu, merupakan salah satu kampung adat yg menganut ajaran sunda wiwitan.
Terletak diperbatasan antara kota cimahi dengan jarak kurang lebih 6 Km ke kampung Cireundeu
tepatnya di kelurahan leuwi gajah Kecamatan Cimahi Selatan. Juga terletak diantara lembah
gunung kunci, puncak salam juga gunung gajah langu. Memiliki luas wilayah 64 Hektar, di mana
60 Ha digunakan untuk pertanian dan 4 Ha untuk pemukiman. Dan ada yang disebut juga gunung
larang, yang berada disebelah utara dari arah puncak salam, yang dimana gunung tersebut tidak
boleh ada yang mengunjunginya, tanpa alasan atau tujuan yang jelas, jika ada yang benar-benar
ingin mengunjungi gunung tersebut maka haruslah memenuhi syarat-syarat yang khusus, namun
menurut pengakuan salah satu warga belum ada yang bisa menyelesaikan syarat-syarat yang
harus di tempuh karena sangat berat tantangannya.
Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan salah satu komunitas adat kesundaan yang mampu
memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun khususnya dalam mempertahankan
adat leluhurnya. Situasi kehidupan penuh kedamaian dan kerukunan “silih asah, silih asih, silih
asuh, tata, titi, duduga peryoga’(Going, 2020). Kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan turun
temurun yang dilakukan masyarakat Kampung Cireundeu.
Cireundeu terdiri dari kata “ci” yang artinya air dan “reundeu” yaitu pohon reundeu ( sejenis
tanaman obat ). Dinamakan cireundeu, karena pada zaman dahulu terdapat banyak air yang
tergenang di bawah pohon reundeu (Tri, 2020). Terdapat kebiasaan yang unik dari masyarakat
kampung cireundeu, yaitu tidak memakan nasi dari beras, melainkan memakan nasi singkong
(biasa disebut RASI). Kebiasaan ini merupakan wujud kemandirian masyarakat cireundeu agar
tidak tergantung pada satu jenis bahan pokok ( beras ). Gagasan ini muncul karena keresahan
para pendahulu kampung Cireundeu akan kontur wilayah yang tidak cocok di tanami padi. Jika
masyarakat tetap menjadikan beras sebagai bahan pokok, dikhawatirkan ke depannya masyarakat
akan menjadi tergantung dan dimonopoli oleh belanda. Berdasarkan riset yang telah dilakukan,
di pilihlah singkong sebagai bahan pokok masyarakat cireundeu, karena tanaman singkong dapat
tumbuh dengan baik di wilayah cireundeu.
Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat
istiadat mereka. Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” arti kata dari
“Ngindung Ka Waktu” ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan
masing-masing. Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat
Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya
teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan. Masyarakat Cireundeu
membagi wilayahnya menjadi 3 wilayah, yaitu:
1. Leuweung Larangan (hutan terlarang), adalah hutan yang tidak boleh dimasuki dan ditebang
pepohonannya. Apapun yang terdapat di leuweung larangan baik tanaman, hewan dan
kekayaan alam lainnya merupakan hak alam ( dibiarkan alam yang mengelolanya ).
2. Leuweung Tutupan (hutan reboisasi), adalah hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan
tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali
pohon yang baru, memiliki luas mencapai 2 hingga 3 hektar.
3. Leuweung Baladahan (hutan pertanian), adalah hutan yang dapat digunakan untuk
berkebun oleh masyarakat adat Cireundeu. Di wilayah ini terdapat kepemilikan dan dapat
diperjual belikan. Dapat ditanami tanaman pertanian seperti singkong atau ketela, umbi-
umbian, dll.
BAB III
PEMBAHASAN
Peran masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati adalah masyarakat
adat yang turut serta melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan. Menjadikan kawasan nya kawasan budidaya kawasan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber dayabuatan.
jika dilihat dari sisi kehidupan sosialnya, masyarakat adat Cireundeu sangat patuh untuk menjaga
hutan sakral dalam kehidupan sehari-hari. Sampai sekarang masyarakat adat Cireundeu tidak
pernah mengganggu dan merusak kelestarian hutan larangan sekitar 30 hektare. Sehingga
kelestarian dan keutuhan hutan yang disakralkan itu tetap terpelihara dengan baik.
Menurut masyarakat adat, hutan atau leuweung itu memang wilayah penting, wilayah sakral
yang harus dijaga. Kenapa orang tua dulu mewariskan tentang tata wilayah tentang hutan
larangan, tutupan dan babadahan, itu adalah konsep dari leluhur atau formula yang sangat bagus
sebetulnya untuk menjaga kesimbangan alam.
Leuweung Larangan (hutan terlarang), dapat dikatakan sebagai hutan konservasi. merupakan
kawasan yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistem di dalamnya. Masyarakat kampung adat Cireundeu mempercayakan pada alam sendiri
untuk mengelola Leuweung Larangan. Leuweung atau hutan erat kaitannya dengan ketersediaan
sumber daya air yang ada di dalamnya. Penerapan aturan untuk tidak memasuki dan menebang
pohon di wilayah hutan larangan berperan dalam konservasi air, serta flora dan fauna di
dalamnya. Lokasi leuweung larangan yang berada di puncak ( Hulu ) termasuk ke dalam wilayah
ruang terbuka hijau yang memiliki peran penting sebagai daerah resapan air dan akan
berpengaruh terhadap ketersediaan air wilayah di bawahnya . Kawasan Leuweung Larangan
yang dibiarkan alami, menyebabkan cadangan air tanah didalamnya tetap terjaga, baik dalam
segi kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dapat diyakini dengan dilakukannya wawancara
bersama salah satu warga kamung cireundeu, menurut pengakuan warga bahwa hampir 90 %
warga kampung cireundeu memakai sumber air yaitu dari mata air yang berada didalam gunung
atau hutan yang ada disekitar kampung cireundeu yang menggunakan air tanah hanya beberapa
warga saja itupun karena kebutuhan yang cukup besar.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Peran masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati adalah masyarakat
adat yang turut serta melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan. Menjadikan kawasan nya kawasan budidaya kawasan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber dayabuatan.
Terlihat dari Leuweung Larangan (hutan terlarang), dapat dikatakan sebagai hutan konservasi.
merupakan kawasan yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistem di dalamnya
Dan larangan-larangan yang di buat oleh masyarakat adat untuk tidak merusak hutannya.
Masyarakat adat juga memanfaatkan sumber daya alam yang berasal dari makhluk-makhluk hidup
atau yang berkaitan dengan tumbuhan dan hewan sehingga serta menghasilkan keuntungan secara
untuk kampung adat itu sendiri, juga tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang.
Bentuk kearifan lokal yang terdapat di Kampung Adat Cireundeu adalah :
Implementasi kearifan lokal oleh masyarakat Kampung Adat Cireundeu dalam menjaga
kelestarian sumber daya alam diantaranya :
1. Hidup sederhana dan menghormati alam dengan memberikan alam bagiannya tersendiri (hak
alam).
2. Patuh terhadap aturan yang melarang memasuki ataupun merusak wilayah
leuweung larangan.
3. Menerapkan aturan untuk menjaga kebersihan, dan keberadaan flora dan fauna di wilayah
leuweung tutupan.
4.2 Saran
Anonim, 2018. Tujuan Konservasi Sumber Daya Air di Indonesia. Dipetik April 03, 2019, dari
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/tujuan-konservasi-sumber-daya-air.html.
Fadhilah Amir, 2014. Budaya Pangan Anak Singkong Dalam Himpitan Modernisasi Pangan:
Eksistensi Tradisi Kuliner Rasi (Beras Singkong) Komunitas Kampung Adat
Cireundeu Leuwi Gajah Cimahi Selatan Jawa Barat. Dipetik April 03, 2019, dari
Jurnal Al-Turâs: Vol. XX No.1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta