Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai Cikapundung


Sungai Cikapundung, sungai sepanjang 28 kilometer ini, melintasi 11 kecamatan di tiga
kabupaten kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.

Daerah hulu Sungai Cikapundung terletak di daerah Cigulung dan Cikapundung,


Maribaya, (Kab. Bandung Barat). Sedangkan bagian tengah termasuk Cikapundung Gandok
dan Cikapundung Pasir Luyu (Kota Bandung). Sungai Cikapundung bermuara di Sungai
Citarum di Bale Endah (Kab.Bandung) dan menjadi salah satu dari 13 anak sungai utama yang
memasok air untuk Sungai Citarum.

Sungai Cikapundung memiliki luas daerah tangkapan di bagian hulu sebesar 111,3 km², di
agian tengah seluas 90,4 km² dan di bagian hilir seluas 76,5 Km². Jumlah penduduk yang
berdomisili di DAS Cikapundung mencapai 750.559 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk
tertinggi berada di Kelurahan Tamansari 28.729 jiwa. (Data BPLH Kota Bandung).

Sungai Cikapundung di kanan kirinya “dikepung” oleh bangunan. Sebagian besar


bangunan yang merupakan permukiman berada langsung di bantaran sungai. Data BPLH Kota
Bandung menyebutkan ada sekitar 1,058 rumah yang berada dekat dengan bantaran Sungai
Cikapundung. Hampir seluruhnya membuang limbah langsung ke sungai. Karenanya sungai
Cikapundung ini menerima limbah lebih dari 2,5 juta liter setiap harinya, yang sebagian besar
berasal dari limbah rumah tangga.

Pemanfaatan Sungai Cikapundung

Sungai Cikapundung dalam pemanfaatannya, berfungsi sebagai (1) drainase utama pusat
kota; (2) penggelontor kotoran dan pembuangan limbah domestik maupun industri sampah
kota; (3) objek wisata Bandung (Maribaya, Curug Dago, kebun binatang dll); (4) penyedia air
baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung yang membangun instalasi
penyadapan di Dago Pakar, Dago, dan di Badak Singa; (5) pemanfaatan energi yang dikelola
oleh PT Indonesia Power-Unit Saguling yang mendirikan instalansi di PLTA Bengkok dan
PLTA Dago Pojok, serta (6) sebagai sarana irigasi pertanian, namun seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan kota, instalasi tersebut tidak berfungsi secara efektif. (Sumber:
Efektivitas Kelembagaan Partisipatoris di Hulu Daerah Aliran Sungai Citarum, Siti
Halimatusadiah)

Hulu Sungai Cikapundung juga merupakan sumber air baku bagi penduduk Bandung.
PDAM Tirtawening Kota Bandung mengolah sekitar 2,700 liter air per detiknya. Instalasi
Pengolahan Air (IPA) Dago Pakar mengolah sekitar 600 liter air yang disuplai dari Bantar Awi.
Sedangkan IPA Badak Singa mengolah 400 liter air/detik dari intake Dago Bengkok.

Selain air minum, Sungai Cikapundung juga memiliki pembangkit listrik tenaga
air. Tenaga listrik dihasilkan dengan memanfaatkan kekuatan gravitasi air dari air terjun atau
arus air. Pembangkit listrik tenaga air di Sungai Cikapundung ini dibangun di Jaman Pemerintah
Belanda pada tahun 1923. Ada dua pembangkit yaitu di Bengkok (3 x 1050 KW) dan Dago (1x
700 KW). Menurut data PSDA Jawa Barat, Sungai Cikapundung juga digunakan untuk irigasi,
terutama di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung.

2.2 Pemanfaatan air sungai sebagai air bersih

Air sungai memiliki keuntungan tersendiri dibandingkan dengan sumber air permukaan lain
dari segi ketersediaan dan kemudahan pengambilannya. Indonesia sangat kaya sekali akan
sungai-sungai besar, salah satunya sungai Cikapundung yang mengaklir melewati kota
Bandung. Keberadaan sungai ini merupakan suatu potensi besar yang dikaruniakan Tuhan
untuk kemudian dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Keuntungan lainnya adalah
karena letaknya yang di permukaan membuatnya mudah untuk diambil dan diolah. Teknik
pengolahan yang sederhana sehingga tidak terlalu memerlukan biaya instalansi pengolahan
yang besar. Dengan kemudahan inilah maka air sungai memiliki potensial yang besar untuk
bisa dimanfaatkan sebagai air baku dalam penyediaan air bersih.

Standar kebutuhan air bersih ada 2 (dua) macam, yaitu:


a. Standar kebutuhan air domestik
Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada rumah atau
tempat-tempat hunian pribadi yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mandi,
memasak, minum, mencuci, dan sanitasi. Satuan yang digunakan yaitu liter/orang/hari.
b. Standar kebutuhan air non domestik
Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar keperluan rumah
tangga. Kebutuhan air non domestik anatara lain:
1. Pengguna komersil dan industri
Pengguna air oleh badan-badan komersil dan industri.
2. Pengguna umum
Pengguna air untuk bangunan-bangunan pemerintah, rumah sakit, sekolah, dan tempat
ibadah (Ditjen Cipta Karya, 2000).

2.3 Penyaringan Air Sederhana

Penyaringan atau filtrasi adalah proses pemisahan komponen padatan yang terkandung di
dalam air dengan melewatkannya melalui media yang berpori atau bahan berpori lainnya untuk
memisahkan padatan dalam air tersebut baik berupa suspensi maupun koloid, selain itu,
penyaringan juga dapat mengurangi kandungan bakteri, bau, rasa mangan dan besi.
Penyaringan air yaitu air yang dapat menyaring dari berbagai bentuk kualitas air baik fisik,
kimia, biologi, serta dapat menjernihkan air yang dilihat dari warnanya misalnya dari air kotor
menjadi air jernih (Yulanda, 2014). Penyaringan air sederhana merupakan salah satu metode
untuk mendapakan air bersih yang dimana proses pembuatan alat penjernih sangat sederhana
dan mudah ditemukan serta tidak membutuhkan biaya yang besar sehingga dapat dibuat dengan
mudah. Sistem Penyaringan Air Sederhana merupakan sistem yang paling banyak digunakan
oleh kita baik itu kegunaan rumah tangga hingga kegunaan industri. Penyaringan air sederhana
ini menggunakan media saring dalam aplikasinya untuk menjernihkan air kotor, media yang
digunakan dalam proseh penyaringan sederhana ini diantaranya seperti pasir, batu kerikil atau
batu koral, arang batok kelapa serta ijuk.
(Sumber : Dokumen Kemdikbud)

Hasil dari pembuatan saringan air ini bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan air bersih dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lingkungannya (Rahmadewi et al., n.d.). Air bersih
yang dihasilkan haruslah air bersih yang memenuhi baku mutu yang di persyaratkan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang “Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum”.

2.4 Poly Aluminium Chloride (PAC)

Pada penyaringan air sederhana ini biasanya pengendapan dilakukan secara alami dengan
mengunakan batu kali. Tapi pada penelitian ini penggunaan batu kali di ganti dengan
menggunakan Poly Aluminium Chloride (PAC) yang berfungsi sebagai koagulan ang dimaksud
untuk mempercepat proses pengendapan dari air sungai yang keruh agar supaya menguragi
beban dari penyaringan nantinya. PAC adalah garam khusus pada pembuatan aluminium
klorida yang mampu memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih kuat dari pada
aluminium yang biasa dan garam-garam besi besi seperti aluminium sulfat atau ferri klorida.
Kegunaan dari PAC adlah sebagai koagulan atau flokulan untuk menguraikan larutan yang
keruh dan menggumpalkan partikel, sehingga memungkinkan untuk memisah dri medium
larutannya. PAC mempunyai rumus kimia Al2(OH)6-nCln.xH2O (n=1-5).

Keuntungan penggunaan PAC sebagai koagulan dalam proses penjernihan air adalah sebagai
berikut :

1. Korosivitasnya rendah karena PAC adalah koagulan bebas sulfat sehingga aman dan mudah
dalam penyimpanan dan transportasinya.
2. Pada umumnya koagulan yang digunakan akan membentuk logam hidroksida. Penggunaan
PAC sebagai koagulan, pH air hasil pengolahan tidak mengalami penurunan pH yang cukup
tajam seperti pada penggunaan koagulan lainnya (misal, aluminium sulfat).
2.5 Kaporit

Ca(OCl)2 atau yang lebih dikenal dengan nama kaporit adalah senyawa yang banyak
digunakan dalam sistem pengolahan air. Baik air bersih maupun air minum. Ca(OCl)2 berfungsi
untuk mereduksi zat organik, mengoksidasi logam, dan sebagai desinfeksi terhadap
mikroorganisme. Namun, Penggunaan kaporit juga harus diperhatikan dengan baik dan harus
sesuai dengan batas aman yang ada. Penggunaan kaporit dalam konsentrasi yang kurang dapat
menyebabkan mikroorganisme yang ada tidak terdesinfeksi dengan baik, sedangkan
penggunaan kaporit dengan konsentrasi yang berlebih dapat meninggalkan sisa klor yang
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan (Cita, dan Adriyani, 2013). PDAM dalam
pengolahannya menggunakan kaporit untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme dalam air
hasil olahannya. Sebagai oksidator, kaporit digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada
pengolahan air bersih. Untuk mengoksidasi Fe(II) dan Mn(II) yang banyak terkandung dalam
air tanah menjadi Fe(III) dan Mn(III). Pada pengolahan dengan penyaringan air sederhana
penggunaan kaporit di lakukan pada proses akhir dari hasil saringan air bersih yang telah
dihasilkan pada proses penyaringan untuk mendapatkan hasil air bersih yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang “Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum”.
Anonim, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
Aziz, T., Pratiwi, D. Y., & Rethiana, L. (2013). Pengaruh Penambahan Tawas Al2 (SO4) 3 dan
Kaporit Ca (OCl) 2 terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Air Sungai
Lambidaro. Jurnal Teknik Kimia, 19(3).
Budiman, A., Wahyudi, C., Irawati, W., & Hindarso, H. (2017). Kinerja koagulan Poly Aluminium
Chloride (PAC) dalam penjernihan air Sungai Kalimas Surabaya menjadi air
bersih. Widya Teknik, 7(1), 25-34.
Cita, D. W., & Adriyani, R. (2013). Kualitas air dan keluhan kesehatan pengguna kolam renang di
Sidoarjo. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1), 26-31.
Halimatusadiah, S., Dharmawan, A. H., & Mardiana, R. (2012). Efektivitas kelembagaan
partisipatoris di hulu daerah aliran sungai citarum. Jurnal Sosiologi Pedesaan, 6(1), 71-
90.
Herlambang, A., & Said, N. I. (2005). Aplikasi teknologi pengolahan air sederhana untuk
masyarakat pedesaan. Jurnal Air Indonesia, 1(2).
Kristianto, Hans, Katherine Katherine, and Jenny NM Soetedjo. "Penyediaan Air Bersih
Masyarakat Sekitar Masjid Al-Iklas Desa Cukanggenteng Ciwidey dengan Menggunakan
Penyaringan Air Sederhana." Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian
Journal of Community Engagement) 3.1 (2017): 39-49.
Quddus, R. (2014). Teknik pengolahan air bersih dengan sistem saringan pasir lambat (downflow)
yang bersumber dari Sungai Musi. Journal of Civil and Environmental Engineering, 2(4).
Rahmadewi, Reni, et al. "PEMBUATAN SARINGAN PASIR LAMBAT UNTUK
MENDAPATKAN AIR BERSIH DI DESA MULYASARI KECAMATAN CIAMPEL
KABUPATEN KARAWANG." SENADIMAS (2018).
Sumekar, A., & Febriani, H. (2019). Demontrasi Penyaringan Air Sederhana. DIMAS: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 1(2).
Utomo, Sudiyo, Tri MW Sir, and Albert Sonbay. "Desain Saringan Pasir Lambat." Jurnal Teknik
Sipil 1.4 (2012): 36-48.
Wibowo, Satryo. "Teknik Penjernihan Air." (2013).
Yulanda, Igrisa. 2014. Pengaruh Faktor Internal Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Desa Mutiara
Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo. Thesis tidak diterbitkan. Universitas Negeri
Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai