Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KONSERVASI LINGKUNGAN

SUMBER DAYA ALAM LINGKUNGAN HAYATI KAMPUNG ADAT CIREUNDEU

(Disusun Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konservasi Lingkungan)

Disusun oleh :

INTAN PRATAMA PUTRA


20181220018

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS KEBANGSAAN REPUBLIK INDONESIA
BANDUNG
2020

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam bukan hanya terdiri dari komponen biotik,
seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi,
gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah. Keberadaan sumber daya alam sebagai penopang
hidup manusia tentu harus dikelola dengan baik.

Pengelolaan sumberdaya alam harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan kearifan lokal pada
setiap daerah, karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada suatu komunitas
tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam sebagai
tata pengaturan lokal yang telah ada sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang lama.
Kearifan lokal tidak hanya berfungsi sebagai ciri khas suatu komunitas saja, tetapi juga berfungsi
sebagai upaya untuk pelestarian lingkungan ekologis suatu komunitas masyarakat.

Sesuai dengan pernyataan Gadgil, et al. (1993) dalam Mitchell, et al. (2000), bahwa kearifan lokal
masyarakat yang terakumulasi sepanjang sejarah hidup mereka memiliki peran yang sangat besar
dimana pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam dan sistem kepercayaan yang
menekankan penghormatan pada alam merupakan nilai yang sangat positif untuk pembangunan
yang berkelanjutan. Aplikasi dari kearifan lokal ini akan memberi pedoman bagi masyarakat adat
dalam menjaga dan melestarikan lingkungan ekologinya serta memenuhi kebutuhan hidupnya.

Salah satu kampung adat yang masih terjaga adalah Kampung Adat Cireundeu yang terletak di
antara Lembah Gunung Kunci, Puncak Salam dan Gunung Gajah langu di selatan Kota Cimahi,
Propinsi Jawa Barat. Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan salah satu komunitas adat
kesundaan yang mampu memelihara dan melestarikan adat istiadat secara turun temurun dalam
mempertahankan adat leluhurnya. Karena kearifan lokalnya, masyarakat kampung cireundeu dapat
hidup berdampingan dengan alam, menjalani hidup sederhana dan menjaga kelestarian alam. Bagi
mereka, manusia memiliki bagian yang dititipkan tuhan untuk di manfaatkan, begitu pula dengan
alam yang memiliki bagiannya tersendiri. Implementasi kearifan lokal masyarakat adat cireundeu
berperan besar dalam pelestarian lingkungan khususnya konservasi sumber daya alam.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati di kampung adat Cireundeu
pada Kuliah lapangan Konservasi Lingkungan.

1.3 Tujuan

Mengetahui konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati di kampung adat Cireundeu.

1.4 Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 7 Maret 2020 di Kampung Adat Cireundeu yang
terletak di Jl. Leuwigajah, Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat 40532

1.5 Ruang Lingkup


Kampung Adat Cireundeu Cimahi

1.6 Manfaat Kuliah Lapangan


Melalui kuliah lapangan ini dapat diperoleh beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Mengetahui Konservasi Lingkungan di Kampung adat Cireundeu
2. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa secara langsung bentuk kearifan
lokal apa saja yang terdapat di Kampung Adat Cireundeu.
3. Sebagai sarana pembelajaran terhadap implementasi kearifan lokal oleh masyarakat
Kampung Adat Cireundeu dalam menjaga kelestarian sumber daya alam.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Konservasi sumber Daya Alam lingkungan Hayati


Konservasi atau conservation dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh
manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan
sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara
potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang
(sustainable).Konservasi mencakup berbagai aspek positif, yaitu perlindungan, pemeliharaan,
pemanfaatan secara berkelanjutan, restorasi, dan penguatan lingkungan alam.

Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin
pemanfaatan secara bijaksana dan sumber daya alam terbaharui untuk menjamin kesinambungan
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai keanekaragamannya. Oleh karenanya,
konservasi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dalam pemakaiannya dengan sumberdaya alam
dan lingkungan. Di mana Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Sumber daya alam hayati sendiri merupakan sumber daya alam yang berasal dari makhluk-makhluk
hidup atau yang berkaitan dengan tumbuhan dan hewan. Karena itu sumber daya alam hayati
dikategorikan sebagai sumber daya alam yang bisa diperbarui, namun tetap saja manusia tidak boleh
mengeksploitasi secara berlebihan.

Maka Konservasi Sumber daya Alam Lingkungan Hayati dapat diartikan sebagai pengelolaan yang
dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam yang berasal dari makhluk-
makhluk hidup atau yang berkaitan dengan tumbuhan dan hewan sehingga dapat menghasilkan
keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap
memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang
akan datang (sustainable).
2.2 Srategi Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Ada 3 hal utama yang ada dalam konservasi berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 yaitu:

1) Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem


penyangga kehidupan,
2) Pengawetan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah
3) Pemanfaatan sumberdaya alam hayati secara lestari beserta ekosistemnya.

1. Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem


penyangga kehidupan

Di dalam lingkungan pasti terjadi yang dinamakan proses ekologis. Proses ekologis adalah peristiwa
saling mempengaruhi antara segenap unsur pembentuk lingkungan hidup (Dewobroto, 1995). Di
dalam ekosistem yang rusak dan teregradasi diperlukan sesegera mungkin upaya pemulihan spesies
maupun komunitas yang pernah menghuni ekosistem tersebut. Pemulihan ekosistem yang rusak
berpotensi besar untuk memperkuat sisem kawasan konservasi yang ada selama ini. Pemulihan
ekologi (ecological restoration) merupakan praktik perbaikan yang dapat didefinisikan sebagai
proses yang secara sengaja mengubah suatu lokasi untuk membentuk kembali suatu ekosistem
tertentu yang bersifat asli dan bernilai sejarah (Indrawan, 2007).

Keberadaan biota dan abiota dalam ekosistem semuanya dipelajari dalam ekologi (Soerjani, 2009).
Kesejahteraan manusia dikaitkan dengan kesejahteraan makhluk hidup lain, karena keberadaan
bersama semua jenis makhluk hidup dalam ekosistem akan saling mempengaruhi satu terhadap yang
lain. Jadi fungsi, tugas dan tanggung jawab asasi manusia adalah sebagai Kholifah di bumi yang
dibebani dengan kewajiban dalam mengembangkan sikap dan perilakunya bagi kelangsungan peri
kehidupan menuju peningkatan kesejahteraan anusia dan makhluk hidup lainnya(Soerjani, 2009).

Proses ekologi diharapkan dapat berlangsung sinambung beserta sistem penyangga kehidupan
lainnya, meskipun kawasan tersebut didayagunakan. Agar harapan ideal itu bisa terwujud maka
diperlukan berbagai informasi ilmiah tentang informasi ilmiah yang akurat, baik tentang proses-
proses ekologi di kawasan hutan, sungai, laut, pesisir, maupun kawasan yang telah dibudidayakan
(Supriyatna, 2008).
2. Pengawetan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah

Perlindungan terhadap keaneragaman hayati adalah pusat dari biologi konservasi tetapi frase
“keanekaragaman hayati” (atau secara singkat biodifersitas) dapat mempunyai arti yang berbeda.
World Wildlife Fund mendefisikannya sebagai “jutaan tumbuhan hewan dan mikroorganisme
termasuk gen yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bantu menjadi lingkungan
hidup” (Indrawan, 2007).

Keaneragaman hayati dapat digolongkan menjadi tiga tingkat (Indrawan, 2007):

➢ Keanekaragaman spesies.

Semua spesies di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies dan kingdom bersel banyak
(tumbuhan, jamur, hewan, yang bersel banyak atau “multiseluler”).

➢ Keanekaragaman genetik.

Variasi genetik dalam satu spesies, baik di antara populasi-populasi yang terpisah secara
geografis, maupun di antara individu-individudalam satu populasi.

➢ Keanekaragaman komunitas.

Komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik (“ekosistem”)
masing-masing.

Sedangkan Wilson membagi keanekaragaman ini ke dalam 3 jenis yaitu (Supriyatna, 2008):

➢ Keanekaragaman ekosistem

Secara definitif ekosistem diartikan sebagai satuan sistem kehidupan yang tersusun dari (dan
merupakan) interaksi antara komponen hayati (tumbuhan, hewan dan mikroba) dan komponen fisik
nir-hayati (iklim, tanah, air, cahaya, suhu dan ketinggian di atas laut). Tidak kurang dari 47 tipe
ekosistem yang berbeda, baik yang alami maupun yang buatan yang terdapat di Indonesia mulai dari
tipe ekosistem gunung es dan padang rumput alpine di wilayah pegunungan Irian Jaya, ekosistem
hutan, ekosistem lautan dan masih banyak lagi.
➢ Keanekaragaman jenis

Dalam hal keanekaragaman jenis mencakup kekayaan hayati tumbuhan, hewan dan mikroba. Di
Indonesia yang merupakan megabiodeversity memiliki keanekaragaman jenis yang luar bisaa
jumlahnya. Secara alami, berbagai jenis tumbuhan seperti anggrek, puspa jambu air, matoa, dan
pisang memiliki individu-individu spesies dengan sifat yang sangat beragam. Keanekaragaman pada
tanaman budi daya juga terlihat sangat beragam. Kisaran keanekaragaman dalam tanaman jenis budi
daya dan kerabat liarnya itu merupakan bahan mentah perakitan bibit unggul, yang dikenal sebagai
plasma nutfah.

➢ Keanekaragaman di dalam jenis (keanekaragaman genetik)

Pada tingkat keanekaragaman di dalam jenis, penyusutan juga terjadi walaupun sulit untuk diamati
pada populasi alami. Tetapi pada jenis-jenis budi daya, berkurangnya keanekaragaman di tingkat ini
relative jelas terlihat. Pemakaian bibit unggul secara besar-besaran menyebabkan terdesaknya dan
mulai menghilangnya bibit tradisional yang secara turun temurun telah dikembangkan oleh petani
lokal.

Dalam keanekaragaman hayati ini dikenal yang namanya plasma nutfah. Plasma nutfah adalah bahan
sumber yang mengatur kebakaan turun temurun yang diteruskan dari tetua kepada keturunannya
melalui gamet yangmk merupakan substansi yang terdapat dalam setiap kelompok makhluk hidup
dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit atau
untuk menciptakan jenis unggul atau kultivar baru; termasuk dalam kelompok ini adalah kultivar
masa kini atau lampau kultivar primitive, henis yag sudah dimanfaatkan tetapi belum dibudidayakan
dan jenis liar, kerabat jenis budi daya atau jenis piaraan (Rivai, 1997). Dalam kamus konservasi
sumber daya alam plasma nutfah (germ plasm) diartikan sebagai: (1) sumber daya genetik, (2) bahan
(bakalan) di dalam setiap kelompok makhluk hidup yang merupakan sumber sifat keturunan yang
dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam rangka menemukan varietas unggul yang baru
(Dewobroto, 1995). Plasma Nutfah merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara
turun termurun, sehingga populasinya mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang
lainnya. Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan, misalnya dalam ketahanan terhadap penyakit,
bentuk fisik, daya adaptasi terhadap lingkungannya dan sebagainya.
Strategi konservasi keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan pendekatan pemanfaatan,
penelitian dan juga perlindungan. Perlindungan yang saling berkaitan yang juga tidak meninggalkan
aspek manfaat dan penelitian didorong agar pemanfaatan dapat lestari dan berlanjut. Perlindungan
dapat dijabarkan sebagai usaha pengelolaan, legislasi, perjanjian internasional, dan sebagainya.
Dalam pemanfaatan sering direncanakan untuk program-program manfaat bagi masyarakat, berbagai
komoditi perdagangan, wisata dan jasa ekowisata. Sedangkan pada penelitian meliputi penelitian
dasar pada keragaman spesies, genetic, ekosistem, dan juga perilaku dan ekologi. Dengan strategi ini
diharapkan akan bias terwujud pemanfaatan berkelanjutan dengan pertanian organik, terwujud
konsensi konservasi, dan kolaborasi dengan berbagai pihak.

3. Pemanfaatan sumberdaya alam hayati secara lestari beserta ekosistemnya

Ada tiga aspek dalam sebuah pengelolaan sumber daya alam, yaitu eksplorasi (tindakan mencari atau
melakukan penjelajahan dengan menemukan sesuatu), eksploitasi (pemanaatan yang secara
sewenang-wenang atau terlalu berlebihan pada suatu objek), dan konservasi (pelestarian atau
perlindungan secara hariah ). Untuk menciptakan sistem pengelolaan Sumber daya hayati yang
partisipatif dan berbasis masyarakat maka ada beberapa komponen yang dapat dijadikan target
pelaksanaan, yaitu:

1. Pola penguasaan sumber daya hayati (resource tenure)


2. Peningkatan kemampuan (capacity building)
3. Pelestarian lingkungan (environment conservation)
4. Pengembangan usaha berkelanjutan (sustainable livelihood development)

Krisis lingkungan yang sekarang kita rasakan akibatnya adalah karena kehidupan manusia sudah
melebihi daya dukung lingkungan tempat kita hidup. Prinsip keberlanjutan ini meliputi: konservasi
(conservation), pendaurulangan (recycling), penggunaan sumber daya yang dapat dibarukan
(renewable resource use), pengendalian populasi (population control) dan restorasi (restoration).
Prinsip keberlanjutan ini sebenarnya dapat kita pelajari dari alam secara langsung yaitu pada
ekosistem alam.

Menurut Grumble, pengelolaan kawasan ekosistem dilakukan dengan memadukan berbagai


pengetahuan ilmiah tentang proses-proses ekologi dalam kerangka sosial politik dan nilai-nilai yang
kompleks dengan tujuan untuk melindungi integritas ekosistem lokal dan sinambung dalam jangka
panjang. Grumble secara lebih jauh juga mengientifikasi 10 tugas dominan dalam pengelolaan
ekosistem, yakni 1) Jenjang sistem keanekaragaman, 2) Pengetahuan batas ekologi, 3) Integritas
ekologi, 4) Sistematika riset dan koleksi data, 5) Monitoring, 6) Manajemen adaptif, 7) Kerja sama
antar sector, 8) Perubahan organisasi, 9) Manusia sebagai komponen ekosistem, dan 10) Nilai
manusia dalam mencapai tujuan (Supriatna, 2008).

2.3 Tujuan Konservasi

1. mewujudkan kelestarian sumber daya alam baik fisik dan hayati untuk menciptakan
ekosistem yang seimbang. ekosistem yang seimbang akan mendukung adanya
peningkatan kesejahteraan dan kualitas kehidupan manusia.
2. melestarikan pemanfaatan dan kemampuan sumber daya alam fisik dan hayati serta
ekosistem agar serasi dan seimbang.
3. dengan adanya konservasi lingkungan akan dapat memaksimalkan dan
memanfaatkan SDA secara optimal tanpa adanya perusakan lingkungan
4. Memelihara dan melindungi tempat-tempat yang dianggap berharga agar tidak
hancur.
5. Melindungi benda-benda sejarah dari kehancuran dan kerusakan yang diakibatkan
faktor alam, mikro organisme dan kimiawi.
6. Melindungi benda-benda cagar alam yang telah dilakukan secara langsung seperti
membersihkan, memelihara dan memperbaiki baik secara fisik ataupun langsung dari
pengaruh berbagai macam faktor.

Tujuan konservasi keanekaragaman hayati

• Menjamin kelestarian fungsi ekosistem sebagai penyangga kehidupan


• Mencegah kepunahan spesies yang disebabkan oleh kerusakan habitat dan pemanfaatan yang
tidak terkendali
• Menyediakan sumber palsma nutfah untuk mendukung pengbangan dan budidaya kultivar-
kultivar tanaman penagan, obat-obatan, maupun hewan ternak.
2.4 Manfaat Konservasi Lingkungan Hayati

Manfaat dari kawasan konservasi terhadap ekosistem, yaitu sebagai berikut :

• Menjaga kualitas lingkungan agar tetap terjaga


• Melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses ekologi maupun keseimbangan
ekosistem secara berkelanjutan.
• Melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam, mikro organisme
dan lain sebagainya.
• Melindungi spesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah.
• Melindungi ekosistem yang indah, menarik dan unik.
• Menjaga kualitas lingkungan agar tetap terjaga dan lain sebagainya.
• Mencegah terjadinya kerugian yang diakibatkan oleh sistemn penyangga kehidupan
• Mencegah kerugian akibat hilangnya sumber genetika yang terkandung dalam flora yang
mengembangkan pangan dan bahan obat-obatan.

Jika dari segi ekonomi:

• Untuk mencegah suatu kerugian yang diakibatkan oleh suatu sistem penyangga kehidupan
misalnya kerusakan pada hutan lindung, daerah aliran sungai dan lain-lain. Kerusakan pada
suatu lingkungan akan mengakibatkan bencana dan otomatis akan mengalami kerugian.
• Untuk mencegah suatu kerugian yang diakibatkan hilangnya sumber genetika yang
terkandung pada suatu flora yang mengembangkan bahan pangan dan bahan untuk obat-
obatan.
• Menghasilkan Pangan dari lingkungan yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari
dan peningkatan ekonomi

Dari sudut social dan Filosofi

a) Mutu kehidupan (Kita semua suka hidup di dalam dunia yg bersih & cerah shg perlu air
bersih, udara bersih dll)
b) Tanggung jawab moral manusia (Manusia sbg makhluk yg paling berkuasa & destruktif
bertanggung jawab thd segala jenis lainnya, yg juga mempunyai hak mempertahankan
hidupnya. Manusia harus mencari jalan utk hidup berdampingan dg janis-2 lain tsb, bukan
berusaha mengganti atau memusnahkannya)
c) Warisan dan kebanggaan nasional (Dari sudut kebanggaan nasional, Indonesia harus
berusaha melestarikan kekayaan warisan alamnya )

2.5 Jenis Konservasi

Tempat konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia yang sudah diresmikan pemerintah,


mislanya berupa cagar alam, suaka margasatwa, hutan lindung, taman laut, taman hutan raya, dan
kebun raya.

1. Taman Nasional

Taman nasional mempunyai fungsi sebagai perlindungan terhadap suatu sistem penyangga
kehidupan dan perlindungan terhadap hewan dan tumbuhan serta dalam pelestarian sumber daya
alam. Selain itu juga, pada taman nasional penting untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, dan
rekreasi.

Contohnya : Pada Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh, Taman Nasional Komodo di pulau
Komodo, dan Taman Nasional Kepulauan Seribu.

2. Cagar Alam

Cagar alam ialah suatu kawasan perlindungan alam yang mempunyai ciri khas, yakni tumbuhan dan
hewan yang perkembangannya diserahkan pada alam.

Contohnya : pada Cagar Alam Rafflesia di Bengkulu, Cagar Alam Kawah Ijen di Jawa Timur, dan
Cagar Alam Gunung Krakatau di Lampung.

3. Taman Laut

Taman laut ialah suatu wilayah lautan yang memiliki ciri khas yang berupa keindahan alam yang
diperuntukkan guna untuk melindungi keanekaragaman hayati di lautan.
Contohnya : pada Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara.

4. Kebun Raya

Kebun Raya ialah suatu kumpulan tumbuh-tumbuhan di suatu tempat yang berasal dari berbagai
daerah untuk tujuan konservasi, ilmu pengetahuan, dan rekreasi.

Contohnya : pada Kebun Raya Bogor, kebun raya kuningan, kebun raya cibodas, kebun raya
baturaden.

5. Membuat Undang-undang Tentang Lingkungan Hidup

Dasar hukum pelaksanaan lingkungan hidup di Indonesia adalah UU No. 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup

6. Perlindungan terhadap Pencemaran (Polusi)

Setiap perencanaan dan kegiatan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Wajib
memiliki analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sehingga dapat diketahui secara akurat
dampak dari satu usaha atau kegiatan, baik positif maupun negatif serta langkah apa yang dapat di
tempuh untuk menanggulanginya.

7. Kalpataru

Kalpataru merupakan pemberiaan penghargaan terhadap perintis lingkungan hidup, penyelamat


lingkungan hidup, dan pengabdi lingkungan hidup.

2.6 Kearifan Lokal Kampung Adat

Komunitas Adat Menurut Nasdian dan Dharmawan (2007) sebagaimana dikutip oleh Tishaeni
(2010), pemahaman lebih luas mengenai komunitas ialah suatu unit atau kesatuan sosial yang
terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of
common interest) baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Istilah
community dapat diterjemahkan sebagai masyarakat setempat. Istilah komunitas dalam batas-
batas tertentu dapat merujuk pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-
anggota suatu kelompok, baik kelompok besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa
sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
yang utama, maka kelompok tadi disebut komunitas.

Komunitas adat menurut Siregar (2002) adalah komunitas yang hidup berdasarkan asal usul
leluhur, di atas wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan
sosial yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan
masyarakatnya. Komunitas adat juga merupakan kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan
terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan, baik sosial ekonomi
maupun politik.

Kearifan lokal adalah kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang berakar dalam kebudayaan
suatu kelompok manusia, yang merupakan hasil pengamatan selama kurun waktu yang lama
(Babcock, 1999 sebagaimana dikutip oleh Arafah, 2002). Sedangkan menurut Zakaria (1994)
sebagaimana dikutip oleh Arafah (2002), pada dasarnya kearifan lokal atau kearifan tradisional
dapat didefinisikan sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu
yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Kearifan tersebut berisikan
gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang halhal yang berkaitan dengan
struktur lingkungan, fungsi lingkungan, reaksi alam terhadap tindakan-tindakan manusia, dan
hubungan-hubungan yang sebaiknya tercipta antara manusia (masyarakat) dan lingkungan
alamnya.

Ridwan (2007) mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia
dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek
atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Kearifan lokal adalah suatu kebijaksanaan,
gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, keyakinan, pemahaman dan adat kebiasaan/etika masyarakat
lokal yang dianggap baik untuk dilaksanakan, bersifat tradisional, diwariskan, penuh kearifan dan
berkembang dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil dari timbal balik antara masyarakat
dan lingkungannya.

Bentuk-bentuk kearifan lokal adalah suatu ciri yang membangun kearifan lokal tersebut sehingga
kearifan lokal tersebut memiliki wujud, sebagaimana berikut:
a. Nilai, adalah suatu perbuatan atau tindakan yang oleh masyarakat dianggap baik. Nilai dalam
setiap masyarakat tidak selalu sama, karena nilai di masyarakat tertentu dianggap baik tapi
dapat dianggap tidak baik di masyarakat lain.
b. Norma, adalah suatu standar-standar tingkah laku yang terdapat di dalam suatu masyarakat.
c. Kepercayaan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya.
d. Sanksi adalah suatu tindakan yang diberikan kepada seseorang yang melanggar suatu
peraturan.
e. Aturan-aturan khusus adalah aturan-aturan yang sengaja dibuat untuk suatu kepentingan
tertentu.

Implementasi kearifan lokal adalah suatu penerapan/aplikasi bentuk kearifan lokal yang dilakukan
komunitas adat yang sesuai dengan aturan adat yang memberikan dampak, baik berupa perubahan
pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap dari komunitas adat tersebut (Susilo, 2007
dalam Mawardi, 2009). Implementasi kearifan lokal ini dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu: Faktor
internal, adalah faktor berasal dari dalam masyarakat dan faktor eksternal, adalah faktor yang
berasal dari luar masyarakat.

2.7 Kampung adat Cireundeu

Kampung Cireundeu, merupakan salah satu kampung adat yg menganut ajaran sunda wiwitan.
Terletak diperbatasan antara kota cimahi dengan jarak kurang lebih 6 Km ke kampung Cireundeu
tepatnya di kelurahan leuwi gajah Kecamatan Cimahi Selatan. Juga terletak diantara lembah
gunung kunci, puncak salam juga gunung gajah langu. Memiliki luas wilayah 64 Hektar, di mana
60 Ha digunakan untuk pertanian dan 4 Ha untuk pemukiman. Dan ada yang disebut juga gunung
larang, yang berada disebelah utara dari arah puncak salam, yang dimana gunung tersebut tidak
boleh ada yang mengunjunginya, tanpa alasan atau tujuan yang jelas, jika ada yang benar-benar
ingin mengunjungi gunung tersebut maka haruslah memenuhi syarat-syarat yang khusus, namun
menurut pengakuan salah satu warga belum ada yang bisa menyelesaikan syarat-syarat yang harus
di tempuh karena sangat berat tantangannya.

Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan salah satu komunitas adat kesundaan yang mampu
memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun khususnya dalam mempertahankan
adat leluhurnya. Situasi kehidupan penuh kedamaian dan kerukunan “silih asah, silih asih, silih
asuh, tata, titi, duduga peryoga’(Going, 2020). Kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan turun
temurun yang dilakukan masyarakat Kampung Cireundeu.

Cireundeu terdiri dari kata “ci” yang artinya air dan “reundeu” yaitu pohon reundeu ( sejenis
tanaman obat ). Dinamakan cireundeu, karena pada zaman dahulu terdapat banyak air yang
tergenang di bawah pohon reundeu (Tri, 2020). Terdapat kebiasaan yang unik dari masyarakat
kampung cireundeu, yaitu tidak memakan nasi dari beras, melainkan memakan nasi singkong
(biasa disebut RASI). Kebiasaan ini merupakan wujud kemandirian masyarakat cireundeu agar
tidak tergantung pada satu jenis bahan pokok ( beras ). Gagasan ini muncul karena keresahan para
pendahulu kampung Cireundeu akan kontur wilayah yang tidak cocok di tanami padi. Jika
masyarakat tetap menjadikan beras sebagai bahan pokok, dikhawatirkan ke depannya masyarakat
akan menjadi tergantung dan dimonopoli oleh belanda. Berdasarkan riset yang telah dilakukan, di
pilihlah singkong sebagai bahan pokok masyarakat cireundeu, karena tanaman singkong dapat
tumbuh dengan baik di wilayah cireundeu.

Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat
istiadat mereka. Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” arti kata dari
“Ngindung Ka Waktu” ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan
masing-masing. Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat
Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya
teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan. Masyarakat Cireundeu
membagi wilayahnya menjadi 3 wilayah, yaitu:

1. Leuweung Larangan (hutan terlarang), adalah hutan yang tidak boleh dimasuki dan ditebang
pepohonannya. Apapun yang terdapat di leuweung larangan baik tanaman, hewan dan
kekayaan alam lainnya merupakan hak alam ( dibiarkan alam yang mengelolanya ).
2. Leuweung Tutupan (hutan reboisasi), adalah hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan
tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali pohon
yang baru, memiliki luas mencapai 2 hingga 3 hektar.
3. Leuweung Baladahan (hutan pertanian), adalah hutan yang dapat digunakan untuk berkebun
oleh masyarakat adat Cireundeu. Di wilayah ini terdapat kepemilikan dan dapat diperjual
belikan. Dapat ditanami tanaman pertanian seperti singkong atau ketela, umbi-umbian, dll.
BAB III

PEMBAHASAN

Peran masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati adalah masyarakat
adat yang turut serta melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Menjadikan kawasan nya kawasan budidaya kawasan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber dayabuatan.

jika dilihat dari sisi kehidupan sosialnya, masyarakat adat Cireundeu sangat patuh untuk menjaga
hutan sakral dalam kehidupan sehari-hari. Sampai sekarang masyarakat adat Cireundeu tidak pernah
mengganggu dan merusak kelestarian hutan larangan sekitar 30 hektare. Sehingga kelestarian dan
keutuhan hutan yang disakralkan itu tetap terpelihara dengan baik.

Menurut masyarakat adat, hutan atau leuweung itu memang wilayah penting, wilayah sakral yang
harus dijaga. Kenapa orang tua dulu mewariskan tentang tata wilayah tentang hutan larangan,
tutupan dan babadahan, itu adalah konsep dari leluhur atau formula yang sangat bagus sebetulnya
untuk menjaga kesimbangan alam.

Leuweung Larangan (hutan terlarang), dapat dikatakan sebagai hutan konservasi. merupakan
kawasan yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistem di dalamnya. Masyarakat kampung adat Cireundeu mempercayakan pada alam sendiri
untuk mengelola Leuweung Larangan. Leuweung atau hutan erat kaitannya dengan ketersediaan
sumber daya air yang ada di dalamnya. Penerapan aturan untuk tidak memasuki dan menebang
pohon di wilayah hutan larangan berperan dalam konservasi air, serta flora dan fauna di dalamnya.
Lokasi leuweung larangan yang berada di puncak ( Hulu ) termasuk ke dalam wilayah ruang
terbuka hijau yang memiliki peran penting sebagai daerah resapan air dan akan berpengaruh
terhadap ketersediaan air wilayah di bawahnya . Kawasan Leuweung Larangan yang dibiarkan
alami, menyebabkan cadangan air tanah didalamnya tetap terjaga, baik dalam segi kualitas maupun
kuantitas. Hal tersebut dapat diyakini dengan dilakukannya wawancara bersama salah satu warga
kamung cireundeu, menurut pengakuan warga bahwa hampir 90 % warga kampung cireundeu
memakai sumber air yaitu dari mata air yang berada didalam gunung atau hutan yang ada disekitar
kampung cireundeu yang menggunakan air tanah hanya beberapa warga saja itupun karena
kebutuhan yang cukup besar.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Peran masyarakat Dalam Konservasi Sumber Daya Alam Lingkungan Hayati adalah masyarakat
adat yang turut serta melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam,
sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Menjadikan kawasan nya kawasan budidaya kawasan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber dayabuatan.
Terlihat dari Leuweung Larangan (hutan terlarang), dapat dikatakan sebagai hutan konservasi.
merupakan kawasan yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistem di dalamnya
Dan larangan-larangan yang di buat oleh masyarakat adat untuk tidak merusak hutannya.
Masyarakat adat juga memanfaatkan sumber daya alam yang berasal dari makhluk-makhluk hidup
atau yang berkaitan dengan tumbuhan dan hewan sehingga serta menghasilkan keuntungan secara
untuk kampung adat itu sendiri, juga tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang.
Bentuk kearifan lokal yang terdapat di Kampung Adat Cireundeu adalah :

1. Masyarakat adat cireundeu merupakan masyarakat madiri pangan, dengan memilih


mengkonsumsi nasi singkong (RASI) sebagai makanan pokok.
2. Keberadaan tata wilayah, dengan membagi hutan menjadi 3 wilayah, yaitu : Leuweung
Larangan (hutan terlarang), Leuweung Tutupan (hutan reboisasi) dan Leuweung Baladahan
(hutan pertanian).

Implementasi kearifan lokal oleh masyarakat Kampung Adat Cireundeu dalam menjaga kelestarian
sumber daya alam diantaranya :

1. Hidup sederhana dan menghormati alam dengan memberikan alam bagiannya tersendiri (hak
alam).
2. Patuh terhadap aturan yang melarang memasuki ataupun merusak wilayah leuweung
larangan.
3. Menerapkan aturan untuk menjaga kebersihan, dan keberadaan flora dan fauna di wilayah
leuweung tutupan.
4.2 Saran

1. Semoga pemerintah dapat bekerjasama aktif dalam membantu masyarakat kampung cireundeu
guna menjaga dan melestarikan sumber daya alam. Karena konservasi harus dilakukan secara
terintegrasi, lintas sektor dan lintas aktor juga melibatkan seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder). Sehingga rencana aksi yang disusun untuk program konservasi dapat sinergis
antar pemangku kepentingan, agar sumber daya alam dan lingkungan dapat terjaga kualitasnya
dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat baik saat ini maupun di masa yang akan
datang.
2. Semoga warga kampung cireundeu bisa mempertahankan kekayaan-kekayaan kearifan lokal
yang ada di kampung cirendeu.
3. Semoga warga kampung cirenudeu dan alam yang ada disekitar tidak banyak tersentuh oleh
tekhnologi-tekhnologi masa kini, agar ciri khas kampung cirendeu tetap terjaga dan tetap
lestari
4. Semoga masyarakat kampung adat cireundeu bisa memperbaiki akses jalan menuju puncak
salam guna meminimalisir kecelakaan saat perjalanan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2018. Tujuan Konservasi Sumber Daya Air di Indonesia. Dipetik April 03, 2019, dari
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/tujuan-konservasi-sumber-daya-air.html.

Fadhilah Amir, 2014. Budaya Pangan Anak Singkong Dalam Himpitan Modernisasi Pangan:
Eksistensi Tradisi Kuliner Rasi (Beras Singkong) Komunitas Kampung Adat Cireundeu
Leuwi Gajah Cimahi Selatan Jawa Barat. Dipetik April 03, 2019, dari Jurnal Al-Turâs:
Vol. XX No.1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Rahardiani Dewi, 2014. PEMANFAATAN LAHAN “TEBA” DALAM KONSERVASI


SUMBER DAYA AIR. Dipetik April 03, 2019, dari PADURAKSA, Volume 3 Nomor
2 Universitas Warmadewa
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-5-1990-konservasi-hayati
http://repository.ut.ac.id/4311/1/PWKL4220-M1.pdf udh di donlot
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/582 udah di donlot
https://ekosistem.co.id/sumberdaya-alam-hayati/
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2013/01/25/konsep-dasar-konservasi-lingkungan/
http://blog.unnes.ac.id/syafaatunmustaqimah/2015/11/19/perlunya-konservasi-terhadap-
ligkungan1/
https://www.pelajaran.co.id/2017/27/pengertian-konservasi-tujuan-fungsi-dan-macam-macam-
jenis-bentuk-konservasi.html
https://www.gurupendidikan.co.id/konservasi/#ftoc-heading-4

Anda mungkin juga menyukai