Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum ekologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari
interaksi antara organisme dengan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Interaksi tersbut berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup. Ekologi erkitan dengan
lingkungan. Lingkungan tersebut artinya segala sesuatu yang ada disekitar makhluk hidup yaitu
lingkungan biotik maupun abiotik.

Hal- hal yang dihadapi dalam ekologi sebagai ilmu adalah organisme, kehadirannya dan
tingkat kelimpahnnya di suatu tempat serta faktor- faktor dan proses-proses penyebabnya.
Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi makhluk hidup dan
lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali ditemukan oleh Ernest Haeckel seorang ahli
biologi Jerman pada tahun 1869. Dalam pengertian proses alamiah, ekologi telah diketahui dan
diaplikasikan sejak dahulu dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan akal dan
budaya manusia. Sebagai ilmu, ekologi telah berkembang pesat sejak tahun 1990. Berdasarkan
perkembangnya, sekarang dikenal ilmu lingkungan hidup (environmental science) dan Biologi
Lingkungan (environmental bioloy). Ekologi merupakan dasar pokok ilmu lingkungan, hanya
saja cakupan ilmu lingkungan lebih luas daripada ekologi (Soerjaatmadja, 1981).

Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan fungsi
ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur ekosistem menunjukkan suatu
keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk keadaan densitas
organisme, biomassa, penyebaran materi (unsur hara), energi, serta faktor-faktor fisik dan kimia
lainnya yang menciptakan keadaan sistem tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimakah Konsep Ekologi ?

2. Bagaimanakah Peranan Ekologi ?

3. Bagaimanakah Dampak Krisis Ekologi ?

4. Apakah Sasaran Ekologi Hewan ?

5. Apa Saja Ruang Lingkup Ekologi Hewan ?


1
6. Apakah Manfaat Dari Ekologi Hewan ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Konsep Ekologi

2. Untuk Mengetahui Peranan Ekologi

3. Untuk Mengetahui Dampak Krisis Ekologi

4. Untuk Mengetahui Sasaran Ekologi Hewan

5. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Ekologi Hewan

6. Untuk Mengetahui Manfaat Dari Ekologi Hewan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Ekologi

Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, yaitu seorang
ahli biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi berasal dari bahaya
Yunani, yaitu oikos, yang berarti rumah atau tempat tinggal, dan logos yang berarti
ilmu. (Soemarwoto, 1983; Indrianto, 2005). Oleh karna itu, secara harfiyah ekologi
berarti ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tempat tinggal
mahluk hidup.
Kendeigh (1980) mengemukakan bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara organisme yang satu dengan organisme yang lain serta
lingkungannya. Hubungan timbal balik itu merupakan kenyataan yang telah terbukti
sebagai respon organisme dalam cara – caranya berhubungan dengan organisme lainnya
maupun dengan semua komponen lingkungannya. Hubungan timbal balik atau yang
dikenal dalam pengetahuan ekologi sebagai interaksi antara organisme dengan
lingkungannya yang sangat erat dan kompleks, sehingga ekologi disebut juga sebagai
biologi lingkungan (Odum, 1993).
Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan
fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagianya. Struktur ekosistem
menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu
termaksuk keadaan densitas organisme, biomasa, penyebaran materi (unsur hara),
energi, serta faktor – faktor fisik, dan kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem
tersebut. Fungsi ekosistem menunjukan hubungan sebab akibat yang terjadi secara
keseluruhan antar komponen dalam sistem. Ini jelas membuktikan bahwa ekologi
merupakan cabang ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara
mahluk hidup yang satu dengan mahluk hidup yang lainnya, serta dengan semua
komponen yang ada disekitarnya.
B. Peranan Ekologi
Manusia adalah organisme heterotrof di bumi. Ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin maju menyebabkan manusia mengeksplorasi, mengelola dan
memanfaatkan segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga dengan mudah mengubah kondisi lingkungannya sesuai

3
keinginannya. Dengan keberhasilannya ini dengan mudah menyebabkan laju
peningkatan populasi manusia yang relative tinggi (2%) pertahun. (Sutriono, 2015)
Makin meningkatnya pemanfaatan sumber daya yang diperlukan manusia telah
menyebabkan makin mengecilnya luas lingkungan alami dan makin bertambahnya
lingkungan buatan. Akibat kegiatan manusia tersebut adalah pencemaran lingkungan
oleh limbah buangan industri, kelangkaan dan kepunahan spesies berbagai organisme,
terjadinya perubahan pola cuaca maupun iklim, semakin lebarnya lubang ozon,
timbulnya berbagai jenis penyakit yang berbahaya dan lain – lain. Manusia kini
dihadapkan pada 2 tantangan, yaitu : 1) menjaga kelestarian ketersedian sumberdaya,
2) memelihara kondisi lingkungannya. (Nurjhani, 2012)
Menghadapi kedua tantangan tersebut, ekologi sangat berperan, misalnya penelitian –
penelitian yang menghasilkan pemahaman mengenai berbagai aspek ekologi dari suatu
populasi, komunitas ataupun ekosistem singga faktor – faktor penting dapat diketahui
dengan tepat serta menghasilkan peramalan yang akurat. Hal ini dapa mendukung upaya
– upaya yang akan dilakukan manusia, karna adanya acuan yang lebih baik untuk
mencegah terjadinya perubahan – perubahan maupun kerusakan yang dapat merugikan
kondisi lingkungan serta menjaga kesinambungan ketersediaan sumber daya agar lestari
dan pemanfaatannya berkelanjutan.(Nurjhani, 2012)
Salah satu contoh penelitian tentang penerapan upayah pencegahan kerusakan
lingkungan serta menjaga kesinambungan ketersediaan sumber daya agar lestari dan
pemanfaatannya berkelanjutan adalah jurnal yang berjudul “Strategi Optimasi Wisata
Massal Di Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Grojogan Sewu”. Taman Wisata
Alam Grojogan Sewu merupakan kawasan konservasi yang telah memberikan banyak
manfaat bagi pemerintah dan aktivitas perekonomian setempat khususnya sebagai lokasi
pariwisata alam. Namun pada akhirnya kegiatan wisata alam telah cenderung menjadi
kegiatan wisata massal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung wisata
alam yang didasarkan pada jumlah optimal pengunjung di areal wisata dan upaya untuk
mengoptimalkannya. Metode yang digunakan adalah penilaian daya dukung efektif,
penilaian persepsi para pelaku wisata (wisatawan dan penyedia sarana serta jasa wisata),
kajian identifikasi keunggulan untuk pengembangannya dan penentuan strategi
kebijakan publik melalui Analisis Hierarki Proses (AHP). Hasil penilaian
menunjukkan bahwa daya dukung efektif wisata alam adalah 1.002 wisatawan per hari
yang lebih tinggi daripada daya dukung aktualnya (926 wisatawan per hari). Wisatawan
mendapatkan kepuasan dalam berwisata (95%) dan ingin kembali

4
berwisata di Grojogan Sewu (92%). Hasil analisis AHP bahwa perlu dilakukan
peningkatan kapasitas ekonomi kreatif masyarakat lokal dalam menghasilkan produk
dan jasa wisata.
Ekologi hewan bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai – nilai terapan
dalam kehidupan manusia. Manfaat tersebut terutama menyangkut masalah – masalah
pertanian, perkebunan, pertenakan, perikanan, kesehatan, serta pengelolaan dan
konservasi satwa liar. Kisaran toleransi toleransi dan faktor – faktor pembatas telah
melandasi penanganan berbagai masalah seperti pengendalian hama dan penyakit,
penggunaan berbagai spesies hewan tertentu sebagai indikator menunjukan terjadinya
perubahan kondisi lingkungan, hubungan predator mangsa dan parasitoid – inang,
vector penyebar penyakit, pengelolaan dan upaya-upaya konservasi satwa liar yang
bersifat insitu (pemeliharaan di habitat aslinya) maupun exsitu ( pemeliharaan di
lingkungan buatan yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain. Banyak masalah-
masalah yang terpecahkan dengan mempelajari ekologi hewan yang senantiasa
berlandaskan pada konsep efisiensi ekologi. (Nurjhani, 2012)
C. Dampak Krisis Ekologi
Populasi gajah in-situ telah mengalami penurunan selama 200 tahun terakhir, didorong
oleh kombinasi hilangnya habitat dan perburuan gading yang tak terhindarkan, namun
dengan penurunan yang lebih baru dan baru-baru ini didorong oleh perburuan.
Akibatnya, distribusi dan kesinambungan populasi gajah sekarang lebih baik diprediksi
oleh faktor manusia daripada faktor ekologi, yang menggarisbawahi pentingnya faktor
masyarakat dalam kelangsungan hidup gajah. Meski telah berkembang kesadaran akan
krisis konservasi, tekanan perburuan belum mereda. Sebaliknya, terjadi lonjakan baru
baru ini pada tingkat panen, lebih dari dua kali lipat panen sejak 2007.
Angka tersebut mengejutkan, meningkat dari sekitar 40.000 gajah Afrika yang
terbunuh pada tahun 2011 dan 41 ton gading disita, mungkin lebih dari 10% dari
populasi yang tersisa di 2013. Pada bulan April 2016, Dinas Margasatwa Kenya
membakar stok gading terbesar sejak mulai membakar gading pada tahun 1989, dengan
105 ton gading hancur, yang mewakili 6000 7000 gajah rebus. Penurunan serupa terlihat
di hutan dan gajah Asia. Tingkat panen gajah saat ini tidak berkelanjutan, menciptakan
krisis konservatif yang signifikan secara global, dengan ancaman langsung terhadap
kelangsungan hidup mereka. Teknik penelusuran genetik mutakhir dan penegakan
hukum anti-perburuan yang ketat adalah penting untuk melestarikan sisa populasi gajah
yang tersisa. Pentingnya krisis overharvesting saat ini melampaui

5
dampak langsung yang nyata terhadap jumlah gajah, demografi mereka, melalui
berbagai pengaruh. Sebagai mamalia berbadan besar, dengan interaksi sosial yang
kompleks, struktur sosial, dan masa penyapihan yang diperpanjang, dampak gangguan
terhadap demografi berlangsung lama. Sebagai contoh, matriark adalah gudang
informasi sosial, sehingga kerugian mereka dapat memiliki dampak yang tidak
proporsional.
Pada kohesi sosial, kawanan demografi dan kebugaran, dan efek ini bisa berlangsung
selama beberapa dekade. Selanjutnya, stres fisiologis dapat meningkat di daerah di mana
gajah terpapar stres antropogenik, dengan potensi dampak pada penuaan reproduksi dan
keberhasilan reproduksi seumur hidup. Akhirnya, pemanenan berlebih dapat
mempengaruhi dinamika ekologis di luar spesies yang dipanen, yang mempengaruhi
jaring makanan dan proses ekologi yang lebih besar di lansekap - termasuk hilangnya
insinyur ekologi berskala besar dan penyebar benih penting. Gangguan yang disebabkan
oleh perburuan liar kemungkinan akan memperburuk isu konflik manusia-satwa liar
yang melibatkan gajah, yang mempengaruhi kehidupan dan penghidupan masyarakat
lokal. Hal ini juga dapat menyebabkan lingkaran setan pembunuhan 'pembalasan',
dampak populasi majemuk. Oleh karena itu, krisis konservasi melampaui hewan yang
dibunuh oleh perburuan, dampak ekosistem dan masyarakat yang luas.
Populasi yang mengalami penurunan angka dramatis menjadi rentan terhadap
berbagai pengaruh demografis yang tidak terlihat pada populasi yang lebih besar, dan
mengakibatkan kerentanan terhadap pusaran ekstensifikasi. Banyak 'liar' populasi gajah
sekarang jelas dalam paradigma biologis 'populasi kecil', dalam hal konservasi. Selain
itu, karena sistem sosial mereka yang sangat kompleks, ukuran tubuh yang besar, dan
perputaran demografis lambat, ditambah potensi untuk masalah isolasi budaya,
memahami pengaruh ini adalah bagian integral untuk mengelola kelangsungan hidup
mereka. Akibatnya, semua populasi gajah yang tersisa menjadi sangat penting bagi
kelangsungan hidup mereka, dan pada hakikatnya dapat dianggap sebagai metapopulasi.
Saat ini, hanya sebagian kecil gajah bebas yang ada di kawasan lindung yang tidak
terganggu yang besar. Populasi yang dikelola secara intensif dalam cadangan kecil oleh
karena itu menjadi semakin penting untuk konservasi, terutama karena kepemilikan
lahan dan jenis penggunaan lahan mempengaruhi hasil konservasi bagi para elit.

6
Populasi gajah yang dikelola secara intensif di cadangan kecil sangat mirip dengan
populasi gajah pada populasi kebun binatang, beberapa di antaranya disimpan dalam
selungkup yang luas, serupa dengan cadangan berpagar kecil, dan penting untuk
kelangsungan hidup spesies di masa depan. Kesimpulan penelitian yang berharga dapat
didasarkan pada populasi non-liar, termasuk hewan domestik dan kebun binatang, dan
khususnya, faktor-faktor yang mempengaruhi umur panjang, kesehatan dan reproduksi
pada populasi hewan ternak cenderung juga berperan dalam kehidupan liar. populasi,
terutama yang dikelola secara intensif. Selanjutnya, informasi semacam itu akan
menjadi nilai khusus untuk upaya konservasi intensif di masa depan, termasuk
translokasi, reintroductions dan kemungkinan pengembangan kembali. Dengan
demikian, kami memperhatikan peran penelitian populasi gajah binatang ke upaya
konservasi in-situ, dan menekankan pentingnya memahami kesejahteraan, sebagai
komponen timbangan penelitian integral konservasi gajah.
Penelitian ini mengambil pendekatan epidemiologis untuk mengeksplorasi hubungan
antara kehidupan sehari-hari gajah di penangkaran dan kesejahteraan mereka. Dengan
mengambil pendekatan multi-institusional, koleksinya dapat mengeksplorasi
keseluruhan tren data tanpa ukuran sampel kecil yang biasa yang mewabah penelitian
tentang hewan di penangkaran. Seperti yang ditunjukkan, kelompok penelitian
mengungkapkan bahwa faktor sosial dan manajemen sangat terkait dengan indikator
kesejahteraan ganda, sementara ruang pameran ternyata kurang penting. Koleksi ini
tepat waktu, tidak hanya karena kepentingan publik yang luas dalam perawatan dan
penitipan anak tertawan, karena penulis sendiri menekankan, namun karena di tengah
gejolak global gajah, analisis ini berimplikasi pada konservasi spesies dalam krisis,
karena dampak kesejahteraan demografi, termasuk umur panjang dan keberhasilan
reproduksi. Dengan demikian, penelitian efektif di fasilitas penangkaran dapat mengisi
kesenjangan pengetahuan utama, yang dihasilkan oleh serangkaian makalah. Dengan
menggunakan rancangan lintas institusional, penulis dapat menilai faktor spesifik
institusi maupun faktor-faktor yang berlaku terlepas dari pengelolaan lokal. Dengan
demikian, mereka menilai faktor-faktor yang terkait dengan kesejahteraan, termasuk
perumahan dan lingkungan sosial, pengayaan lingkungan , dan demografi sosial. Selain
itu, penulis menilai dampak pada fisiologis, fisik dan hasil perilaku, mengikat pola pada
berbagai skala dan dimensi. Koleksi ini merupakan pengumpulan penelitian yang tepat
waktu menggunakan pendekatan kolaboratif dan multi-institusional. Kumpulan
makalah ini juga merupakan kumpulan publikasi terkumpul terbesar tentang

7
kesejahteraan gajah kebun binatang sampai saat ini. Seperti pendekatan kolaboratif dan
inovatif mencontohkan upaya dan penelitian yang diperlukan untuk memastikan
keutuhan keanekaragaman hayati secara global, dan gajah pada khususnya ( Jurnal :
Welfare at Multiple Scale: Importance of Zoo Elephant Population Welfare in a World
of Declining Wild Populations)
D. Sasaran ekologi hewan

Sasaran utama ekologi hewan adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang
melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas dan ekosistem
yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta factor-faktor penting
yang menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme- organisme dan
ekosistem-ekosistem itu dalam mempertahankan keberadaanya. Berbagai factor dan
proses ini merupakan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam menyusun
permodelan, peramalan dan penerapannya bagi kepentingan manusia, seperti
; habitat, distribusi dan kelimpahannya, makanannya dan perilaku (behavior) dan lain-
lain.

Setelah mempelajari dan memahami hal-hal tersebut, maka pengetahuan ini dapat kita
manfaatkan untuk misalnya, memprediksi kelimpahannya dan menganalisis keadaanya
serta peranannya dalam ekosistem, menjaga kelestariannya serta kegiatan lainnya yang
menyangkut keberadaan hewan tersebut. Sebagai contoh, kita mempelajari salah satu
jenis hewan mulai dari habitatnya di alam, distribusi, dan kelimpahannya, makanannya,
prilakunya dan lain-lain.

Salah satu contoh penelitian tentang kelimpahan salah satu jenis hewan yaitu jurnal
yang berjudul “Biodiversitas Dan Kelimpahan Ikan Gelodok (Mudskipper) Di Daerah
Intertidal Pantai Payumb, Merauke”. Ikan gelodok atau islilah asing disebut dengan
Mudskipper merupakan salah satu jenis biota endemik yang mendiami kawasan hutan
mangrove. Keistimewaan ikan gelodok yakni hanya dapat dijumpai dikawasan pesisir
hutan mangrove serta memiliki kemampuan merangkak naik ke darat atau bertengger
pada akar mangrove, matanya besar dan mencuat keluar dari kepalanya, sirip dada pada
bagian pangkal berotot, dan sirip ini bisa ditekuk hingga berfungsi seperti lengan yang
dapat digunakan untuk merangkak atau melompat diatas lumpur.

Keanekaragaman suatu komunitas dapat digunakan untuk mengukur stabilitas


komunitas tersebut untuk menjaga dirinya tetap stabil walau ada gangguan terhadap

8
komponen-komponennya. Ikan gelodok lain yang ditemukan di lingkungan zona
sedang, termasuk spesies Bolephthalmus dan Scartelaos, tetapi sebaliknya ikan gelodok
sebenarnya merupakan hewan yang hidup di lingkungan panas, hutan mangrove dan
dataran berlumpur.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jenis ikan gelodok (Mudskipper) yang


tertangkap di daerah payumb maka diperoleh jumlah total ikan yang tertangkap adalah
340 ekor, dan terbagi dalam 5 spesies yakni Boleophthalmus boddarti berjumlah 141
ekor, Boleophthalmus pectinirostris berjumlah 79 ekor, Periophthalmus takita
berjumlah 27 ekor dan Periophthalmodon schlosseri berjumlah 39 ekor dan Scartelaos
sp berjumlah 54 ekor. Boleophtalmus bodarrti, Boleophtalmus pectinirostis
Periophthalmonodon, Scartelaos sp, Periophthalmus sp. Daerah intertidal merupakan
daerah yang sangat baik bagi kehidupan ikan gelodok, karena daerah tersebut
merupakan kawasan mangrove yang merupakan habitat bagi ikan tersebut. Menurut
Jaafar. et al., (2009) ikan Gelodok (Mudskipper) hidup di habitat mangrove atau rawa
air tawar, yang beradaptasi penuh di perairan terbuka.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh 5 spesies ikan gelodok


dengan jumlah 340 individu. Selanjutnya data yang dianalisis dengan menggunakan
indeks Shannon Wiener untuk mengukur tingkat keanekaragaman. Indeks
keanekaragaman yang diperoleh adalah sebesar 2,0860 yang berarti bahwa hasil
penelitian menunjukkan tingkat keanekaragaman ikan belodok yang di pesisir pantai
Payumb termasuk dalam criteria sedang. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas
perairan tersebut cukup seimbang. Hasil analisis terhadap tingkat dominansi ikan
kelodok diperoleh nilai sebesar 0,2681 yang menunjukkan bahwa tingkat dominansi
spesies dalam perairan tersebut sedang, dengan demikian maka dalam perairan tersebut
tidak ada spesies yang mendominasi di area tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
diantaranya adalah faktor lingkungan yang sangat mendukung serta tidak adanya
predator sehingga beberapa spesies tersebar di area tersebut.

E. Ruang lingkup ekologi hewan

Adapun ruang lingkup ekologi hewan dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu:

1. Synekologi

9
Synekologi adalah kajian komunitas atau penelitian yang materi bahasannya berupa
komunitas, dengan berbagai interaksi antar populasi yang terjadi dalam komunitas itu.
Contohnya; mempelajari atau meneliti tentang distribusi dan kelimpahan jenis ikan
tertentu di daerah pasang surut.

Salah satu contoh penelitian tentang kelimpahan salah satu komunitas yaitu jurnal
yang berjudul “Distribusi Gastropoda Di Ekosistem Mangrove”. Salah satu kelompok
fauna avertebrata sebagai penghuni ekosistem mangrove adalah filum mollusca yang
didominasi oleh Gastropoda dan Bivalvia. Gastropoda atau yang lebih dikenal dengan
siput atau keong merupakan kelas yang memiliki anggota terbanyak dalam filum
mollusca. Gastropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu gaster yang berarti perut dan
podos yang berarti kaki. Jadi gastropoda berarti hewan bertubuh lunak yang berjalan
dengan menggunakan perutnya dalam hal tersebut adalah kaki.

Keberadaan gastropoda sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang terdiri dari
faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik terdiri dari pohon mangrove dan fitoplankton yang
merupakan sumber makanan utama bagi gastropoda. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi gastropoda terdiri dari suhu, salinitas, substrat dasar, dan kandungan
bahan organik. Tiap jenis gastropoda memerlukan suatu kombinasi faktor abiotik yang
optimum agar jenis tersebut dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik
(Hutabarat & Evans 1985). Faktor utama menentukan distribusi (penyebaran)
Gastropoda adalah substrat dasar peraira. Substrat dengan ukuran partikel yang besar dan
kasar mengandung lebih sedikit bahan organik dibandingkan substrat yang halus. Bahan
organik merupakan salah satu komponen penyusun sedimen yang berasal dari sisa
tumbuhan dan hewan yang mati. Oleh kerena itu, keadaan sedimen yang banyak
mengandung lumpur, memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sehingga
merupakan habitat yang sesuai bagi Gastropoda (Bolam et al. 2002).

Gastropoda di ekosistem mangrove merupakan salah satu jenis gastropoda yang


banyak hidup di air payau atau hutan mangrove yang didominasi oleh pohon mangrove
(Rhizopora sp) sehingga orang menyebutnya sebagai keong bakau dan di Kepulauan
Seribu dikenal dengan nama ‘‘blencong’’ Gastropoda biasanya hidup menempel pada
akar, batang mangrove dan pada permukaan tanah.

Berdasarkan hasil penelitian Wells et al. 2003 dalam Kurniawati 2013, jenis
Terebralia dan T. telescopium mempunyai tingkah laku lebih aktif disaat spiring tide

10
10
(pasang tinggi dan surut rendah) dari pada neap tide. Pada saat neap tide Gastropoda
tersebut cenderung untuk berlindung dari kekeringan dan bersembunyi di dalam lumpur
atau di bawah perakaran mangrove. Tingkah laku tersebut merupakan salah satu pola
adaptasi Gastropoda terhadap adanya perubahan suhu (suhu tinggi) dan kondisi kering
(Bay et al. 1986 in Wells et al. 2003 dalam Kurniawati 2013)

2. Autekologi

Autekologi adalah kajian spesies atau penelitian mengenai aspek-aspek ekologi dari
individu-individu atau populasi suatu spesies hewan. Contohnya ; meneliti atau
mempelajari tentang seluk beluk kehidupan burung gereja (Passer montanus), mulai dari
habitat, makanan, fekunditas, reproduksi, prilaku, respon dan lain-lain.

Salah satu contoh penelitian tentang prilaku atau tingkah laku salah satu jenis hewan
yaitu jurnal yang berjudul “Studi Tingkah Laku Pada Itik Alabio (Anas Platyrhynchos
Borneo) Di Kalimantan Selatan”. Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) merupakan
salah satu plasma nutfah unggas lokal di Kalimantan Selatan (Hamdan dan Zuraida
2007), yang mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur produktif (Biyatmoko
2005; Suparyanto 2005; Suryana 2007).

Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian terhadap lingkungannya.


Pada tingkat adaptasi, tingkah laku hewan ditentukan oleh kemampuan belajar untuk
menyesuaikan terhadap lingkungan yang baru (Warsono 2009).

Setioko (2001) menguraikan tingkah laku kawin alami pada Suryana dan Muhammad
Yasin: Studi Tingkah Laku pada itik ada lima tahapan, yaitu tahap perayuan (courtship),
tahap naik diatas punggung dan mengatur posisi (mounting and positioning),
perangsangan betina (stimulating), ereksi dan ejakulasi (erection and ejaculation), dan
gerakan setelah kawin (post coital display).

Faktor yang mempengaruhi tingkah laku makan ada dua, yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi tingkah laku
makan, yaitu perbedaan kadar glukosa dalam sistem pembuluh darah arterial dan
venous, serta peran hormonal. Faktor eksternal dalam tingkah laku makan adalah
seluruh rangsangan dari luar seperti suara, gerakan dan tanda-tanda lainnya. Mekanisme
tingkah laku makan terjadi karena adanya proses rangsangan pada saat melihat pakan
yang diteruskan melalui nervous opticus ke otak. Rangsangan ini setelah diproses dalam

11
11
otak kemudian akan merangsang lambung untuk mengeluarkan cairan asam, sehingga
timbul rasa lapar (Kilgour & Dalton 1989).

Tingkah laku menetas

Perkembangan Telur Itik Alabio Selama Proses Penetasan

1. Telur yang sudah berumur 26 hari dalam alat penetasan mulai mengalami keretakan
kerabang, karena adanya gigi (tooth beak) yang terletak di bagian atas untuk memotong
kerabang bagian ujung runcing telur, kurang lebih pada sepertiga bagian bawah telur
yang ditandai retaknya kulit luar (shell). Dorongan ujung runcing paruh berulang-ulang
sampai lubang kerabang telur mulai membesar.
2. Dengan kekuatan dorongan paruh, kerabang mulai retak membesar dan paruh mulai
keluar
3. Pada saat lubang permukaan kulit telur membesar pada bagian bawah, dengan
menggunakan leher bagian belakang mendorong kepala dan paruh bagian atas
mendorong kerabang hingga pecah.
4. Interval istirahat pada setiap hentakan sama, tetapi pada saat telur mulai pecah interval
sentakan semakin kuat sampai menjelang anak itik keluar dari kerabang telur.
5. Anak itik yang sudah terlepas bebas keluar dari kerabang, dengan kondisi bulu masih
basah berusaha mulai berdiri perlahan-lahan. Setelah bulu tubuhnya mulai mengering,
mereka mengumpulkan tenaga untuk berdiri dan berjalan, serta mematuk-matuk sisa
kerabang telur.
6. Anak itik yang sudah mulai berjalan dan berusaha mematukmatuk bekas sisa kerabang
yang pecah, dan siap untuk dipisahkan ke dalam brooder

Tingkah laku memilih pakan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dikemukakan bahwa, pakan berbentuk


pellet (pakan komersial) lebih disukai itik Alabio dewasa, disusul dedak dan ikan kering
cincang, hal ini ditunjukkan dengan lebih banyak jumlah pakan yang dikonsumsi. Hasil
pengamatan ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1994) dan Pingel (2005), bahwa
pakan berbentuk pellet merupakan bentuk ideal untuk dikonsumsi unggas air, khususnya
itik.

Tingkah laku kawin

12
12
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan bahwa kemampuan itik Alabio
jantan untuk mengawini betina pada waktu pengamatan pagi lebih tinggi dibanding
siang dan sore hari. Rataan kemampuan itik Alabio jantan mengawini betina pagi hari
(8,14±0,12 ekor), siang hari (6,28± 0,19 ekor) dan sore hari sebanyak 7,13±0,26 ekor.
Perbedaan kemampuan itik jantan mengawini sejumlah itik betina, diduga disebabkan
oleh perbedaan temperatur lingkungan dan aktivitas pergerakan di dalam kandang.

(Gambar pembagian kajian biologi)

Berbagai aspek yang dibahas dalam ekologi hewan memerlukan pemahaman


mengenai aspek-aspek lainnya yang merupakan bagian dari pokok bahasan dari cabang
biologi lainnya, bahkan juga matematik dan statistic sebagai alatnya. Bahasan mengenai
komunitas hewan misalnya, jelas memerlukan pengetahuan mengenai taksonomi,
sehingga beraneka spesies pembangun komunitas dapat diketahui. Selain itu ekologi
secara umum erat sekali kaitannya dengan disiplin ilmu sebagai biologi lainnya seperti
fisiologi, genetika, dan evolusi. Karena itu tidak mengherankan apabila berbagai pokok
bahasan dalam keempat disiplin ilmu biologi itu seringkali saling berselingkupan
sifatnya. Bahkan sebenarnya masalah interaksi hewan (ataupun tumbuhan) bahasannya
akan dapat dijumpai dalam praktis semua disiplin zoology atau biologi. Karena masalah
kehidupan itu sendiri pada dasarnya merupakan fenomena interaksi organisme untuk
melangsungkan kehidupannya itu terdapat dilingkungannya, tanpa memisahkan
komponen hewan, tumbuhan ataupun mikroorganisme. Karena pada prinsipnya, di alam
setiap komponen makhluk hidup saling berinteraksi.

F. Manfaat ekologi hewan

Ekologi hewan bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai-nilai
terapan dalam kehidupan manusia. Manfaat tersebut terutama menyangkut masalah-

13
13
masalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, serta pengolahan dan
konservasi satwa liar. Kisaran toleransi dan factor-faktor pembatas telah banyak
diterapkan dalam bidang-bidang tersebut. Konsep-konsep tersebut juga telah melandasi
penanganan berbagai masalah seperti pengendalian hama dan penyakit, penggunaan
berbagai spesies hewan tertentu sebagai indikator menunjukan terjadinya perubahan
kondisi lingkungan, hubungan predator mangsa dan parasitoid inang. Vector penyebar
penyakit, pengelolaan dan upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat insitu
(Pemeliharaan dihabitat aslinya) maupun exsitu (pemeliharaan dilingkungan buatan
yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain.

14
14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Istilah ekologi berasal dari bahaya Yunani, yaitu oikos, yang berarti rumah atau tempat
tinggal, dan logos yang berarti ilmu. Oleh karna itu, secara harfiyah kologi berarti ilmu
tentang mahluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tempat tinggal mahluk hidup.

2. Ekologi sangat berperan, misalnya penelitian – penelitian yang menghasilkan pemahaman


mengenai berbagai aspek ekologi dari suatu populasi, komunitas ataupun ekosistem singga
faktor – faktor penting dapat diketahui dengan tepat serta menghasilkan peramalan yang
akurat. Hal ini dapat mendukung upaya – upaya yang akan dilakukan manusia, karna adanya
acuan yang lebih baik untuk mencegah terjadinya perubahan – perubahan maupun kerusakan
yang dapat merugikan kondisi lingkungan serta menjaga kesinambungan ketersediaan
sumber daya agar lestari dan pemanfaatannya berkelanjutan.

3. Populasi gajah in-situ telah mengalami penurunan selama 200 tahun terakhir, didorong oleh
kombinasi hilangnya habitat dan perburuan gading yang tak terhindarkan, namun dengan
penurunan yang lebih baru dan baru-baru ini didorong oleh perburuan. Akibatnya, distribusi
dan kesinambungan populasi gajah sekarang lebih baik diprediksi oleh faktor manusia
daripada faktor ekologi, yang menggarisbawahi pentingnya faktor masyarakat dalam
kelangsungan hidup gajah. Meski telah berkembang kesadaran akan krisis konservasi,
tekanan perburuan belum mereda. Sebaliknya, terjadi lonjakan baru baru ini pada tingkat
panen, lebih dari dua kali lipat panen sejak 2007.
4. Sasaran utama ekologi hewan adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang
melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas dan ekosistem yang
ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta factor-faktor penting yang
menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme-organisme dan ekosistem-
ekosistem itu dalam mempertahankan keberadaanya.
5. Synekologi adalah kajian komunitas atau penelitian yang materi bahasannya berupa
komunitas, dengan berbagai interaksi antar populasi yang terjadi dalam komunitas itu
sedangkan Autekologi adalah kajian spesies atau penelitian mengenai aspek-aspek ekologi
dari individu-individu atau populasi suatu spesies hewan.
6. Ekologi hewan bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai-nilai terapan dalam
kehidupan manusia. Manfaat tersebut terutama menyangkut masalah-masalah pertanian,
15
15
perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, serta pengolahan dan konservasi satwa liar.
Kisaran toleransi dan factor-faktor pembatas telah banyak diterapkan dalam bidang-bidang
tersebut.
B. Saran

Sebagai mahasiswa dalam membuat karya ilmiah, baik itu makalah, paper, serta laporan
harus menggunakan literatur dan sumber terpercaya agar isi dari karya tulis ilmiah dapat di
pertanggung jawabkan. Sebagai pembaca harus lebih kritis dan mencari referensi lain yang
relevan.

16
16
DAFTAR PUSTAKA

Cameron Z Elizza, et all. 2016. Welfare at Multiple Scale: Importance of Zoo Elephant
Population Welfare in a World of Declining Wild Populations.
DOI:10.1371/journal.pone.0158701

Indrianto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nurjhani Mimin. 2012. Ekologi Sebagai Dasar Lingkungan.


http://file.upi.edu/Direktori/DUAL_MODES/PENDIDIKAN_LINGKUNGAN_
/BBM_1.pdf

Odum, E.HLM. 1993. Dasar Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku
Fundamentas of Ecology, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Setiadi, 2004. Konsep Ekologi hewan.


https://www.google.co.id/url/?q=https://www.scribd.com/mobile/doc/84386409/konse
p-ekologi-
hewan&sa=U&ved=2ahUKEwjQst32oaXZAhWBqI8KHennBNEQFjAEegQIBhAB
&usg=AOvVaw0xzXBFvZfmIO2bofRD3j_q. diakses pada tanggal 14 februari 2018

Siswantoro Hariyadi, dkk. 2012. Strategi Optimasi Wisata Massal Di Kawasan Konservasi
Taman Wisata Alam Grojogan Sewu. Vol. 10. Issue 2 : 100-110(2012)

Sunarni. Dkk. Tanpa tahun. Biodiversitas Dan Kelimpahan Ikan Gelodok (Mudskipper) Di
Daerah Intertidal Pantai Payumb, Merauke.
https://www.google.co.id/url?q=http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/ksppk/article/
download/457/320&sa=U&ved=2ahUKEwjvh5CYk6nZAhUGp48KHZCOCPMQFj
ABegQIEBAB&usg=AOvVaw3Z825_cSAuUpsFlcxnf3_E. Diakses pada tanggal 15
februari 2018

Suryana dan Yasin , Muhammad, 2013. Studi Tingkah Laku Pada Itik Alabio (Anas
Platyrhynchos Borneo) Di Kalimantan Selatan.
https://www.google.co.id/url?q=http://kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf
/prosiding/3%2520suryana.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwj8iZfT_afZAhVKPY8KHT
DsAJUQFjADegQIDxAB&usg=AOvVaw2jOlIxaNXWMIfIUREJPsRn. Diakses
pada tanggal 15 februari 2018

17
17
Sutriono. 2015. Pengertian, Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem.
http://repository.ut.ac.id/4305/1/BIOL4215-M1.pdf . Diakses pada tanggal 15 februari
2018

Tuheteru mahasa, dkk. 2004. Distribusi Gastropoda Di Ekosistem Mangrove.


https://www.google.co.id/url?q=http://ris.uksw.edu/download/makalah/kode/M015
85&sa=U&ved=2ahUKEwiq0sSq06nZAhUQT48KHbjZBrAQFjAHegQICRAB&
usg= AOvVaw0mT50x6vEV7i_BAI7l1ux5. Diakses pada tanggal 15 februari 2018

18
18

Anda mungkin juga menyukai