Anda di halaman 1dari 7

BENTUK-BENTUK KONSERVASI ALAM DI INDONESIA DAN CONTOH KAWASAN

∎ Konservasi Manusia mempunyai sikap alamiah untuk hidup dengan memanfaatkan apa yang telah
disediakan oleh alam. Sayangnya manusia sering melupakan bahwa pemanfaatan
keragaman hayati secara tidak bijaksana justru berdampak negatif. Dampak paling
buruk adalah kekayaan alam tersebut akan menjadi langka, bahkan punah.

Kelangkaan dan kepunahan berbagai spesies sangat berpengaruh pada kelangsungan


hidup manusia. Berangkat dari kondisi itulah diperlukan adanya konsep atau upaya yang
dilakukan untuk tetap melestarikan kekayaan alam. Upaya tersebut menerapkan konsep
mutualisme antara manusia dan alam yang selanjutnya dikenal sebagai konservasi.
PENGERTIAN KONSERVASI

Pengertian konservasi secara leksikal dapat dilihat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
atau KBBI. Termaktub arti konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu
secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan,
pengawetan, dan pelestarian.

Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati juga
memberikan pengertian konservasi, yaitu pengelolaan sumber daya alam hayati di mana
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana demi menjamin kesinambungan persediaan
hayati dengan meningkatkan dan memelihara kualitas keanekaragaman nilainya.

Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN),


konservasi merupakan suatu kegiatan memanajemen antara kehidupan manusia dengan
sumber daya alam agar tercipta kehidupan bisa tetap dipertahankan dan dilestarikan.

Konservasi juga dapat diartikan sebagai pengelolaan biosfer secara bebas dan aktif dengan
tujuan menjaga kelangsungan hidup keragaman spesies, memelihara keragaman genetik
yang dimiliki setiap spesies, serta pemeliharaan siklus nutrisi dan fungsi ekosistem
sebagaimana yang disebutkan oleh Michael Allaby dalam A Dictionary of Ecology.

Jika merujuk pada ketiga pengertian tersebut, secara sederhana konservasi dapat diartikan
sebagai upaya tertentu yang bersifat bijaksana dalam mengelola keanekaragaman hayati
serta lingkungannya sesuai dengan kondisi yang seharusnya, sehingga manusia ataupun
alam bisa tetap lestari.

Tujuan dasar dari konservasi adalah memberi perlindungan terhadap keanekaragaman


hayati dan ekosistemnya agar manusia tetap bisa memanfaatkannya. Akan tetapi tujuan
tersebut bisa dibagi lagi menjadi beberapa poin yang lebih spesifik.

Berikut adalah beberapa tujuan konservasi, antara lain:

 Memberi perlindungan, pembatasan, serta pemeliharaan kepada suatu area atau lingkungan yang
bernilai agar menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan apalagi kepunahan pada komponen
yang menjadi pembentuk dari lingkungan tersebut, sehingga bisa menyebabkan ketidakseimbangan
ekosistem.
 Menekankan untuk memanfaatkan kembali bangunan atau tempat yang sudah tidak dipergunakan
dengan cara memperbarui atau mengembalikan fungsinya seperti semula agar dapat dipakai
kembali, sehingga dapat mencegah terjadinya kegiatan pembukaan baru seperti mengalihkan fungsi
hutan menjadi non-hutan.
 Melindungi situs, benda bersejarah, serta cagar budaya dari kerusakan sampai dengan kehancuran.
Cagar budaya terletak pada kawasan yang mempunyai keanekaragaman hayati banyak, contohnya
Satuan Ruang Geografis Sangiran di Sragen, Jawa Tengah. Lingkungan sekitar kawasan tersebut
juga memerlukan penjagaan untuk melindungi cagar budaya.
 Memelihara kualitas lingkungan agar tetap baik dengan memastikan ketersediaan air dan udara bersih.
Lingkungan ini mencakup wilayah daratan hingga perairan.

∎ Manfaat Konservasi
Manfaat dari upaya konservasi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat
yang dirasakan oleh manusia dan manfaat yang dirasakan oleh komponen dalam kawasan
yang dilestarikan keberlangsungannya.

Manfaat tersebut antara lain:

 Manfaat Ekologi
Manfaat yang diperoleh dari upaya konservasi ini adalah membuat keanekaragaman hayati bisa
memperoleh perlindungan melalui keseimbangan ekosistem, sehingga terbebas dari ancaman
kepunahan.
 Manfaat Ekonomi
Menjaga kelestarian alam juga dapat memberi manfaat ekonomi bagi manusia, karena alam
sebagai sumber pendapatan tetap terjaga sehingga hasilnya dapat terus dimanfaatkan. Jika suatu
lingkungan mengalami kerusakan, maka resiko kerugian bisa terus meningkat.

Metode Konservasi Lingkungan


Secara umum ada dua metode konservasi lingkungan yang bisa diterapkan, yaitu konservasi
in-situ dan konservasi ex-situ.

Berikut ini adalah pembahasan lebih lanjut mengenai kedua jenis konservasi lingkungan
tersebut, yaitu:

1. In-Situ
Metode Konservasi in-situ adalah upaya pelestarian keanekaragaman hayati baik berupa flora
ataupun fauna yang dilakukan di habitat asli spesies tersebut. Lingkungan yang akan menjadi
lokasi konservasi harus masih berada dalam kondisi yang layak dan terjaga untuk dihuni oleh
spesies tersebut.Kawasan yang berfungsi sebagai lokasi konsevarsi antara lain suaka
margasatwa, cagar alam, serta taman nasional. Suatu lingkungan ditetapkan sebagai kawasan
konservasi agar resiko kerusakan pada habitat tersebut akibat aktivitas tertentu dapat
terminimalisir, sehingga tidak mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna.

Selain itu, spesies yang ingin dilestarikan tersebut adalah yang mempunyai karakteristik unik.
Biasanya konservasi in-situ dilakukan apabila ada spesies langka yang hidup pada suatu
lingkungan dalam jumlah besar dan tidak memungkinkan dipindah secara keseluruhan. Maka
dari itu lingkungan tersebut harus dijadikan sebagai kawasan konservasi. Suatu kawasan yang
ditetapkan sebagai lokasi konservasi in-situ tidak dapat diakses dengan mudah dan kegiatan
yang dapat dilakukan di lingkungan tersebut terbatas. Orang yang ingin masuk pun
membutuhkan izin resmi dari pengelola kawasan konservasi. Bukan hanya untuk menjaga
lingkungan, tetapi populasi di kawasan in-situ memang berkeliaran secara liar. Kegiatan
perburuan di kawasan in-situ bersifat ilegal dan dianggap melanggar hukum. Jadi apabila ada
oknum tertentu yang melakukan perburuan satwa atau penebangan secara liar, maka sudah
dipastikan akan berurusan dengan pihak keamanan dan hukum yang berlaku.    
2. Ex-Situ
Metode konservasi ex-situ adalah upaya pelestarian keaneragaman hayati yang dilakukan
bukan pada habitat aslinya, tetapi pada habitat buatan. Konservasi ex-situ menjadi alternatif
apabila habitat asli dari suatu spesies sudah rusak, sehingga tidak layak lagi untuk dihuni dan
apabila ingin mengembalikan fungsinya juga butuh waktu yang lama.

Syarat membuat habitat buatan untuk spesies yang terancam adalah wilayah habitat aslinya
tidak terlalu luas dan populasi spesies tersebut juga tidak besar. Lokasi pembuatan habitat
buatan biasanya terletak tidak jauh dari pemukiman manusia, sehingga spesies satwa yang
menghuni kawasan tersebut tidak dilepaskan secara liar. Orang yang ingin masuk ke kawasan
konservasi ex-situ juga tidak dibatasi selama menaati aturan. Contoh bentuk konservasi ex-
situ adalah penangkaran dan kebun binatang. Meski begitu habitat buatan ini dibuat
sedemikian rupa agar benar-benar sesuai dengan habitat yang asli. Dengan begitu flora dan
fauna yang menghuninya tetap dapat bertahan hidup. Habitat buatan mungkin tidak akan
seluas habitat aslinya, karena persoalan luas area hutan yang dapat dimanfaatkan dan juga
biaya yang dibutuhkan cukup besar. Selain sebagai lokasi penangkaran, konservasi ex-situ
juga berfungsi rehabilitas satwa yang akan dilepaskan kembali nantinya. Adapun untuk
habitat lama yang sudah mengalami kerusakan juga akan diberi tindaklanjut. Kawasan
tersebut akan direforestasi atau usaha untuk mengembalikan kembali fungsi dari habitat
tersebut.

-Bentuk-Bentuk Konservasi Alam:


Ada dua bentuk konservasi alam yang biasa diterapkan di Indonesia.yaitu, In-situ dan Ek-situ
dan contoh dari upaya konservasi tersebut, antara lain:

∎Cagar Alam
Cagar alam adalah bagian dari suaka alam, termasuk juga suaka margasatwa. Kawasan ini
adalah salah satu bentuk konservasi yang dilakukan pada habitat asli flora dan fauna yang
mempunyai karakteristik sesuai dengan lingkungannya atau bersifat unik. Upaya
perlindungan yang diberikan mencakup perkembangan pada ekosistem alami. Wilayah cagar
alam dihuni oleh flora dan fauna jenis yang dilindungi dengan kondisi ekosistem masih baik.
Dengan begitu resiko terjadi terjadinya kerusakan ekosistem sangat rendah dan kawasannya
juga masih luas, sehingga sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu contoh cagar alam
yaitu Cagar Alam Teluk Baro di Yogyakarta.

Tujuan penetapan kawasan cagar alam adalah untuk mencegah kerusakan di kawasan tersebut
serta lingkungan di sekitarnya agar keanekaragaman hayati yang ada padanya tidak punah.
Upaya tersebut dilakukan dengan memastikan kondisi tanah cagar alam selalu dalam kondisi
yang subur. Selain itu kualitas udara sekitar juga sangat diperhatikan agar tetap bersih.
Begitupun dengan kondisi aliran dan prsediaan air yang digunakan dalam area cagar alam
dan kawasan di sekitarnya Dengan upaya tersebut maka flora, fauna, dan hasil hutan yang
lain dapat terus meningkat dan lestari.

Pihak yang mengeluarkan aturan pengelolaan cagar alam adalah Balai Konservasi Sumber
Daya Alam. Balai ini juga bertugas untuk memantau perkembangan ekosistem di wilayah
cagar alam dan pihak yang terkait baik dalam bentuk perorangan, kelompok, maupun
perusahaan.
∎Suaka Margasatwa
Sama halnya dengan cagar alam, suaka margasatwa juga ditetapkan apabila suatu kawasan
mempunyai keunikan yang khas. Misalnya menjadi habitat bagi satwa liar atau ada spesies
yang dilindungi hidup di kawasan tersebut. Kawasan ini lebih fokus pada upaya pelestarian
satwa. Oleh sebab itu tingkat keragaman fauna langka dan dilindungi harus berada dalam
jumlah besar, sehingga dapat menjadi wilayah konservasi in-situ juga. Penetapan kawasan
suaka margasatwa ditujukan agar proses pengawasan terhadap spesies langka yang dilindungi
tersebut lebih mudah terlaksana. Kondisi wilayah yang ingin dijadikan suaka margasatwa
tidak masalah jika mengalami kerusakan kecil atau tidak terlalu parah. Setidaknya masih
dapat menjadi tempat tinggal atau ‘rumah’ untuk satwa yang hidup di dalamnya. Kawasan
suaka margasatwa juga harus mempunyai luas yang cukup untuk menampung populasi yang
ada.

Beberapa contoh suaka margasatwa adalah Suaka Margasatwa Sikindur di Sumatera Utara
dengan objek pelestarian utama adalah satwa dilindungi seperti gajah, macan, dan orang utan.
Suaka margasatwa berfungsi sebagai lokasi perlindungan dan pelestarian satwa dengan cara
mengembangbiakkannya untuk mencegah resiko kepunahan.Tidak hanya itu saja, kawasan
ini juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, bahkan
wisata meski masih terbatas.  

∎ Taman Nasional
Taman nasional adalah kawasan yang masih mempunyai ekosistem asli dan berfungsi sebagai
lokasi pengawetan alam. Wilayah ini merupakan bagian dari kawasan pelestarian alam,
termasuk juga hutan konservasi. Luas taman nasional harus memenuhi standar untuk
melangsungkan proses ekologi. Kawasan yang juga dihuni oleh berbagai spesies flora dan
fauna unik ini dikelola dengan sistem zonasi. Pihak yang berperan penting untuk mengelola
adalah Balai Besar Taman Nasional yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. Penetapan wilayah taman nasional dimaksudkan untuk melestarikan spesies
yang mewakili unit utama.

Selain sebagai tempat pelestarian spesies unik, taman nasional juga dapat menjadi lokasi
rekreasi tetapi terbatas pada wilayah yang diizinkan saja. Taman nasional juga dapat
dijadikan sebagai lokasi penelitian, pendidikan, pusat ilmu pengetahuan, dan rekreasi yang
menarik. Upaya untuk melestarikan spesies tidak hanya dilakukan langsung terhadap spesies
tersebut, tetapi juga pada lingkungan penopang hidupnya. Itulah mengapa Daerah Aliran
Sungai (DAS) sangat dipelihara serta pada area hulu dilakukan
pengendalian erosi dan sedimentasi demi melindungi pasokan yang sampai ke hilir.

Selain melestarikan dan memelihara kondisi alam, pihak pengelola taman nasional juga
bertanggung jawab untuk memanfaatkan lahan sekitar. Termasuk upaya untuk
mengembangkan dan membangun desa yang ada di sekitar kawasan konservasi ini. Ada tiga
zonasi di taman nasional yaitu:

 Zona Inti. Kawasan ini tersusun atas komponen biotik yang membentuk karakteristik
ekosistem taman nasional. Kondisinya pun harus dalam keadaan asli dan belum diganggu
oleh tangan manusia. Fungsinya untuk memberi perlindungan flora dan fauna sensitif serta
sebagai sumber plasma nutfah.
 Zona Rimba. Kawasan ini berfungsi untuk mengembangbiakkan fauna langka dan apa saja
yang menjadi penyangga bagi zona inti. Kawasan yang juga dijadikan sebagai area
pengawetan sumber daya alam ini dihuni oleh fauna jenis satwa migran.
 Zona Pemanfaatan. Kawasan ini menjadi lokasi legal, sehingga dijadikan sebagai tempat wisata.
Cakupan wilayah zona pemanfaatan dibatasi oleh bentang alam seperti Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango yang dibatasi Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.

∎ Taman Laut
Taman laut ditujukan untuk lokasi perlindungan dan perbaikan pada ekosistem laut. Di
mana ekosistem tersebut menjadi habitat flora dan fauna langka yang dilindungi,
termasuk kegiatan penanaman terumbu karang yang rusak. Sama seperti yang lain, taman
laut harus memiliki sumber daya alam yang khas dan unik serta luasnya memadai.

Selain sebagai lokasi konservasi, taman laut juga dapat menjadi saran wisata dan tujuan
komersil yang lain. Hanya saja aturan yang diberlakukan kepada wisatawan cukup ketat
demi mencegah terjadinya aktivitas mengganggu yang bisa merusak ekosistem laut.
Kawasan ini juga berfungsi sebagai pusat ilmu pengetahuan, pendidikan, dan penelitian.
Dan paling utama adalah melestarikan spesies yang terancam dengan cara
membudidayakan terumbu karang dan mengembangbiakkan berbagai jenis satwa air yang
sudah terancam punah. Salah satu contoh taman laut di Indonesia adalah Taman Laut
Bunaken di Sulawesi Utara. Kawasan ini juga telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai
situs warisan dunia karena mempunyai kekayaan dan pesona terumbu karang yang khas
dan unik. Jadi segala kegiatan perburuan di taman laut dianggap ilegal dan melanggar
aturan.

∎Taman Hutan Raya


Taman hutan raya atau tahura adalah bagian dari kawasan pelestarian alam seperti taman
nasional. Kawasan ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dalam suatu
wilayah, menjadi tempat untuk mengoleksi flora dan fauna, serta tempat untuk
melestarikan plasma nutfah. Ekosistem tahura ada yang alami dan ada pula buatan.
Kawasan konservasi ini juga diperuntukkan sebagai penunjang kebutuhan dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuan, budidaya, serta wisata. Contoh tahura di Indonesia
yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda di Bandung, Jawa Barat. Taman hutan raya ini
menampung 2.500 spesies flora yang diperoleh dari Benua Asia, Australia, Afrika, dan
Amerika.

∎ Hutan Bakau
proses abrasi dimana air laut yang lewat di celah akar pohon di hutan bakau mengikis
Indonesia mempunyai garis pantai yang panjang, sehingga dibutuhkan upaya preventif untuk
mengatasi akibat dari pasang dan surutnya air laut. Hutan bakau hadir sebagai upaya
preventif tersebut yang terletak di atas kawasan air payau ataupun air tawar. Flora yang biasa
ditemukan di hutan bakau, yaitu bakau, api-api, dan jeruju. Hutan bakau mempunyai peran
penting dalam mencegah intrusi air laut yang menyebabkan rasa air tanah berubah menjadi
payau, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kawasan konservasi ini juga berfungsi untuk
mencegah tanah.
Konservasi di Indonesia

Upaya konservasi di Indonesia sebenarnya sudah dimulai pada abad ke-15 saat wilayah
nusantara masih terbagai dalam bentuk kerajaan-kerajaan, tetapi dalam bentuk yang
berbeda.  Pada masa itu konservasi dilakukan oleh masyarakat secara sakral dengan
melibatkan unsur magis berupa  kepercayaan mistik serta kekuatan alam.

Wujud konservasi tersebut berupa pantangan seperti larangan untuk mengambil jenis
tanaman dan hewan tertentu serta larangan memasuki kawasan rawa-rawa, hutan, danau,
dan gunung. Walaupun belum mengenal konservasi, tetapi pantangan tersebut mempunyai
manfaat yang sama dengan konservasi.

Sejarah konservasi baru dikenal oleh bangsa Indonesia pada masa kolonialisme Belanda.
Saat itu kalangan naturalis Belanda berkeinginan untuk memiliki hasil alam seperti yang
ada di Indonesia. Pada masa itu ada dua kejadian penting yang akhirnya menjadi cikal
bakal konservasi. Pada tahun 1714 seorang berkebangsaan Belanda, Chastelein,
memberikan dua bidang tanah persil di kwasan Depok yang mempunyai luas 6 hektar
kepada para pengikutnya. Chastelein berharap bahwa bidang tanah yang dijadikan
sebagai natuur reservaat atau cagar alam tersebut dapat dikelola dengan baik.yang
terancam punah termasuk cendrawasih.

Rentetan kejadian itulah yang menjadi pemicu lahirnya upaya konservasi seperti yang
dikenal saat ini di Indonesia. Pada tahun 1889 areal hutan alam Cibodas ditetapkan
statusnya menjadi lokasi penelitian flora pegunungan oleh usulan dari direktur kebun raya
yang saat itu dikenal dengan nama Direktur Lands Plantentuin. Kawasan tersebut
kemudian mengalami perluasan pada tahun 1925 hingga mencapai pegunungan Gede dan
Pangrango. Sekitar akhir abad ke-19 wacana konservasi kembali diperbincangkan karena
pada tahun 1896 pemerintah kolonial Belanda memperoleh tekanan oleh pihak Hindia
Belanda akibat kasus penyelundupan burung cendrawasih. Inilah hasil dari keinginan
Belanda untuk memiliki hasil alam seperti dengan Indonesia. Kasus tersebut mengusik
M.C. Piepers selaku mantan pegawai di Departemen Hukum Hindia Belanda yang juga
merupakan seorang entomologi untuk mengadakan upaya perlindungan. Piepes
mengusulkan untuk membentuk taman nasional layaknya Yellowstone National Park di
Indonesia untuk melindungi flora dan fauna

Anda mungkin juga menyukai