Anda di halaman 1dari 19

Konservasi Tingkat

Komunitas
Dr. Andi Chairil Ichsan, S.Hut., M.Si
Latar Belakang
Cara paling efektif untuk melestarikan seluruh keanekaragaman hayati
adalah dengan melestarikan komunitas hayati secara utuh, dengan cara:
menetapkan kawasan perlindungan, penerapan upaya-upaya konservasi di
luar kawasan konservasi, dan perbaikan komunitas hayati dalam habitat
yang terdegradasi.

KAWASAN PERLINDUNGAN
Dua mekanisme penetapan kawasan perlindungan yang paling
umum: keputusan pemerintah (nasional regional atau lokal) dan
pembelian lahan oleh individu atau organisasi konservasi
(khususnya di Amerika Serikat).
IUCN the World Conservation Union mengembangkan sistem klasifikasi kawaasn perlindungan yang
mencakup berbagai intensitas penggunaan habitat oleh manusia mulai skala kecil sampai besar
(IUCN, 1984; McNeely, dkk., 1994), yaitu:

1. Strict nature reserve (cagar alam murni) beserta wilderness area. Kawasan yang dilindungi
secara ketat yang dipelihara untuk tujuan penelitian ilmiah, pendidikan dan pemantauan
lingkungan.
2. Taman nasional. Wilayah luas dengan keindahan alam dan pemandangan yang dikelola untuk
melindungi satu atau lebih ekosistem untuk tujuan ilmiah, pendidikan dan rekreasi.
3. Monumen nasional dan landmarks (bentukan alam). Kawasan dengan ukuran relatif kecil,
bertujuan melestarikan suatu keutuhan biologi, geologi atau kebudayaan yang menarik dan
unik.
4. Suaka alam kelola dan cagar alam kelola. Mirip cagar alam murni, tapi masih diperbolehkan
adanya manipulasi oleh manusia untuk mempertahankan ciri-ciri komunitas yang khas. Boleh
ada pemanenan terkontrol.
5. Bentang alam darat dan laut yang dilindungi. Memungkinkan penggunaan lingkungan secara
tradisional oleh masyarakat setempat terutama bila dapat membentuk wilayah yang memiliki
ciri khas dari segi budaya  membuka kesempatan khusus kegiatan wisata dan rekreasi.
6. Resource reserves (suaka cadangan). Sumberdaya dilestarikan untuk masa depan,
penggunaannya dibatasi dengan cara sesuai kebijakan nasional.
7. Wilayah biota alami dan suaka. Memungkinkan masyarakat tradisional melanjutkan cara
hidup mereka (berburu, mengambil sumber makanan dan pertanian tradisional) tanpa
gangguan pihak luar.
8. Kawasan yang dikelola secara multi guna. Memungkinkan pemanfaatan sumberdaya secara
berkelanjutan.
UU No.5 tahun 1990

• Kawasan Suaka Alam. Memiliki ciri khas tertentu, baik di darat


maupun perairan, dengan fungsi utama sebagai kawasan
pengawetan biota dan ekosistem yang befungsi sebagai
penyangga kehidupan. Dapat juga dijadikan kawasan biosfir,
yaitu kawasan yang memiliki ekosistem asli, unik dan/atau
terdegradasi yang dilindungi untuk keperluan penelitian dan
pendidikan. Ada dua macam kawasan:
– Cagar Alam. Hanya untuk kepentingan penelitian,
pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan kegiatan
yang menunjang budidaya.
– Suaka Margasatwa. Dapat dilakukan pembinaan habitat
satwa untuk tujuan penelitian, pendidikan dan wisata
terbatas.
• Kawasan Pelestarian Alam. Ada pemanfaatan sumberdaya hayati
dan ekosistem secara lestari. Terdiri dari:
– Taman Nasional. Memiliki ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi, dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
– Taman Hutan Raya. Tujuan koleksi tumbujhan dan/atau satwa,
alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, untuk kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, meunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi.
– Taman Wisata Alam. Dimanfaatkan untuk pariwisata dan
rekreasi.
• Selain KSA dan KPA, di Indonesia terdapat pula hutan yang
dilindungi berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan, yaitu Hutan
Lindung, yang berfungsi melindungi kawasan hutan sebagai
sumberdaya air, tanah dan ekosistem sehingga dapat memberi
perlindungan pada sistem penyangga kehidupan. HPH dianjurkan
menyisihkan 300 ha dari kawasan konsesinya untuk keperluan
perlindungan plasma nutfah.
MENETAPKAN PRIORITAS UNTUK
KONSERVASI
Kriteria penentuan prioritas konservasi bagi perlindungan
spesies dan komunitas:
• Kekhasan. Prioritas lebih tinggi jika banyak spesies
endemik, secara taksonomis spesies bersifat unik.
• Keterancaman. Prioritas lebih tinggi bagi spesies yang
menghadapi ancaman kepunahan dan komunitas
hayati yang terancam penghancuran langsung.
• Kegunaan. Prioritas lebih tinggi bagi spesies yang
memiliki kegunaan nyata atau potensial bagi manusia.
Pendekatan Spesies
Penetapan kawasan perlindungan untuk melindungi spesies-spesies yang unik. Ada
peluang untuk melindungi komunitas utuh. Langkah awal dengan melakukan
identifikasi spesies yang memerlukan prioritas utama.

Pendekatan Komunitas
Konservasi pada tingkat komunitas akan memungkinkan pelestarian sejumlah besar
spesies dalam kesatuan-kesatuan yang bekerja mandiri. Pendekatan yang mungkin
lebih efektif, lebih mudah serta lebih murah. Perlu ditetapkan prioritas global untuk
kawasan perlindungan baru di negara-negara berkembang sehingga sumberdaya alam
dan manusia dapat ditujukan pada kebutuhan yang paling penting. Penentuan
kawasan perlindungan baru sebaiknya dilakukan untuk melindungi sebanyak mungkin
tipe komunitas hayati.

Analisis kesenjangan (gap analysis) merupakan salah satu cara menentukan


keberhasilan program konservasi ekosistem dan komunitas dengan membandingkan
prioritas-prioritas keanekaragaman hayati dengan kawasan konservasi yang telah ada
maupun yang sedang diusulkan sehingga dapat dilihat kesenjangan pelestarian yang
perlu diisi dengan kawasan perlindungan baru. Perkembangan terbaru analisis
kesenjangan dengan menggunakan GIS

Cara paling efisien di tingkat nasional adalah dengan memastikan seluruh tipe
ekosistem utama telah dimasukkan dalam sistem kawasan yang dilindungi.
Hakikat Konservasi Biodiversitas
Kepunahan merupakan fakta hidup. Spesies telah berkembang dan punah
sejak kehidupan bermula. Kita dapat memahami ini melalui catatan fosil.
Tetapi, spesies sekarang ini menjadi punah dengan laju yang lebih tinggi
daripada waktu sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir
keseluruhannya disebabkan olej kegiatan manusia. Di masa geologi yang
lalu spesies yang punah akan digantikan oleh spesies baru yang
berkembang mengisi celah atau ruang yang ditinggalka. Pada saat
sekarang, hal ini tidak akan mungkin terjadi karena banyak habitat telah
hilang.
Mengapa mengonservasi biodiversitas?
• Alasan ekologi
Spesies secara individu dan ekosistem telah berkembang berjuta-juta
tahun ke dalam ketergantungan yang kompleks.
• Alasan ekonomi
Bencana alam seperti banjir, dan kebakaran hutan yang secara langsung
maupun tidak langsung disebabkan kegiatan manusia,
• Alasan etis
Ketika hutan dan habitat lainnya hilang atau terdegradasi, maka demikian
juga tradisi dan matapencaharian masyarakat lokal yang didasarkan pada
habitat tersebut.
• Alasan estetis
Semua orang akan setuju bahwa areal bervegetasi dengan semua
kandungan kehidupannya akan lebih menarik daripada yang terbakar,
Metode konservasi

• Ada dua metode utama untuk mengoservasi


biodiversitas, yaitu konservasi in situ (dalam
habitat alaminya) dan konservasi ex situ (di
luar habitat alaminya).
Konservasi in situ
Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target ‘di tapak (on site)’, dalam
ekosistem alami atau aslinya, atau pada tapak yang sebelumnya ditempat oleh
ekosistem tersebut.

Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri:


• Fase pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka
terdapat secara alami;
• Tataguna lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak
merugikan pada tujuan konservasi habitat;
• Regenerasi target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi
terbatas pada langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang
merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari
fragmentasi hutan. Contoh dari manipulasi yang mungkin perlu pada ekosistem
yang telah berubah adalah regenerasi buatan menggunakan spesies lokal dan
pengendalian gulma secara manual atau pembakaran untuk menekan spesies yang
berkompetisi.
Konservasi In-Situ
Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species)
adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable
population areas) dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas
genetik yang besar di dalam spesies; beberapa area konservasi mungkin
diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi
diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi.

Ukuran populasi viabel minimum

Konsep ukuran populasi viabel minimum berarti bahwa populasi dalam suatu
habitat tidak dapat berlangsung hidup bila jumlah organisme berkurang di bawah
ambang batas tertentu. Ini merupakan konsep yang kompleks karena tidak ada
ukuran populasi viabel minimun yang diketahui untuk kebanyakan spesies. Suatu
populasi untuk suatu ukuran apakah dapat bertahan tergantung pada sejumlah
peristiwa random atau tak dapat diprediksi, genetik, dan lingkungan. Tambahan
lagi, ukuran populasi bervariasi dengan atribut seperti sejarah hidup, terutama
rentang generasi (daur) dan sistem perkawinan dan distribusi spasial dari
sumberdaya.
Kelemahan konservasi insitu
• Konservasi in-situ juga memiliki kekurangan. Misalnya, karena konservasi in-situ,
seperti Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, dan lain-lain
membutuhkan lahan yang luas, sedangkan di lain pihak jumlah penduduk
perdesaan juga terus bertambah dengan cepat yang membutuhkan berbagai
sarana penunjang, seperti lahan pemukiman, pertanian, pertambangan, industri,
dan transmigrasi. Maka akhirnya timbul 'persaingan’ dan konflik kepentingan
antara kebutuhan lahan untuk berbagai kepentingan sarana penduduk tadi dengan
lahan untuk konservasi.

• Sayangnya, konsep konservasi yang dikembangkan seringkali keliru, seperti terlalu


'over-protective' terhadap flora dan fauna, lebih mementingkan kepentingan
aspirasi sepihak dari pengambil kebijakan di pusat, dan sangat biasa terhadap pola
pengelolaan sistem masyarakat modern yang lebih mapan. Akibatnya, kasus
pengelolaan seperti ini tidak saja akan gagal melakukan konservasi flora dan fauna,
tetapi gagal pula mengangkat derajat dan martabat sosial ekonomi dan budaya
masyarakat sekitar kawasan konservasi.
Konservasi ex situ
• Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang
mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi
tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies
tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat
yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau
bagiannya di bawah perlindungan manusia.
– Kebun botani (raya), arboretum, kebun binatang dan aquarium
merupakan metode konservasi ex situ konvensional
– Penyimpanan benih, metode konservasi ex situ yang lain, merupakan
penyimpanan benih pada lingkungan yang terkendali.
– Bank gen, bank klon, arboretum merupakan bentuk konservasi statis,
yaitu konservasi yang menghidarkan sejauh mungkin perubahan
genetik.
Kelemahan Konservasi Ex-situ
• Ada beberapa kelemahan konservasi ex situ. Konservasi ex situ ini
sesungguhnya sangat bermanfaat untuk melindungi biodiversitas, tetapi
jauh dari cukup untuk menyelamatkan spesies dari kepunahan.

• Metode ini dipengunakan sebagai cara terakhir atau sebagai suplemen


terhadap konservasi in-situ karena tidak dapat menciptakan kembali
habitat secara keselkuruhan: seluruh varisi genetik dari suatu spesies,
pasangan simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka
panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan
yang berubah.
Spesies Rentan
Beberapa spesies lebih rentan terhadap kepunahan :
• Spesies pada ujung rantai makanan, seperti karnivora besar (misal macan).
• Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area
geografis) dengan distribusi yang sangat terbatas
• Spesies dengan populasi kecil yang kronis.
• Spesies migratori.
• Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompleks.
• Spesies spesialis
Ancaman terhadap flora dan fauna
Ancaman utama pada keanekaragaman hayati flora dan fauna yang
disebabkan oleh manusia adalah perusakan habitat, fragmentasi habitat,
gangguan pada habitat (termasuk populasi), penggunaan spesies yang
berlebihan untuk kepentingan manusia (eksploitasi yang berlebihan),
introduksi spesies-spesies yang eksotik dan penyebaran penyakit.
Kebanyakan spesies yang terancam kepunahan disebabkan dua atau lebih
masalah ini yang mempercepat kepunahannya dan menyulitkan usaha
pelestariannya (Groombridge, 1992).

Pada beberapa kasus, penyebab kerusakan habitat adalah industri


berskala besar dan kegiatan komersial yang berhubungan dengan ekonomi
global, seperti pertambangan, pengusahaan hutan, perikanan,
perkebunan, industri (Meyer dan Turner, 1994).
Kategori Konservasi untuk Spesies
Untuk menarik perhatian pada konservasi spesies terancam punah, IUCN- The World
Conservation Union menetapkan lima kategori konservasi sebagai berikut (IUCN 1984,1988):

• Extinct (punah) : Spesies (dan taksa lain, seperti sub spesies dan varietas) yang tidak
ditemukan lagi di alam. Upaya pencarian di lokasi-lokasi tempat mereka punah ditemukan,
serta lokasi-lokasi lain yang potensial tidak berhasil mengungkapkan keberadaan spesies
tersebut pada masa kini
• Endangered (Genting) : spesies yang mempunyai kemungkinan tinggi untu punah dalam
waktu dekat. Termasuk didalamnya spesies yang jumlahnya telah menurun sehingga bila
kecenderungan ini berlangsung terus kelangsungan hidup spesies meragukan.
• Vulnerable (Rentan) : spesies yang genting dalam waktu dekat, karena populasinya menurun
dan sebarannya menyusut. Kelangsungan hidup jangka panjang spesies ini meragukan.
• Rare (Langka) : spesies yang mempunyai jumlah individu sedikit, seringkali disebabkan oleh
sebaran geografis yang terbatas atau kepadatan populasi yang rendah. Walaupun spesies-
spesies ini mungkin tidak menghadapi bahaya mutlak, jumlah mereka yang sedikit dapat
membuat mereka terancam.
• Insufficiently known (Belum cukup dikenal) : species yang mungkin untuk dimasukkan salah
satu kategori konservasi, tapi tidak cukup banyak diketahui untuk dimasukkan ke salah satu
kategori tersebut.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai