Anda di halaman 1dari 5

In-Situ

Metode Konservasi in-situ adalah upaya pelestarian keanekaragaman hayati baik berupa flora ataupun
fauna yang dilakukan di habitat asli spesies tersebut. Lingkungan yang akan menjadi lokasi konservasi
harus masih berada dalam kondisi yang layak dan terjaga untuk dihuni oleh spesies tersebut. Kawasan
yang berfungsi sebagai lokasi konsevarsi antara lain suaka margasatwa, cagar alam, serta taman
nasional. Suatu lingkungan ditetapkan sebagai kawasan konservasi agar resiko kerusakan pada habitat
tersebut akibat aktivitas tertentu dapat terminimalisir, sehingga tidak mengancam kelangsungan hidup
flora dan fauna.

Selain itu, spesies yang ingin dilestarikan tersebut adalah yang mempunyai karakteristik unik. Biasanya
konservasi in-situ dilakukan apabila ada spesies langka yang hidup pada suatu lingkungan dalam jumlah
besar dan tidak memungkinkan dipindah secara keseluruhan. Maka dari itu lingkungan tersebut harus
dijadikan sebagai kawasan konservasi.

Suatu kawasan yang ditetapkan sebagai lokasi konservasi in-situ tidak dapat diakses dengan mudah dan
kegiatan yang dapat dilakukan di lingkungan tersebut terbatas. Orang yang ingin masuk pun
membutuhkan izin resmi dari pengelola kawasan konservasi. Bukan hanya untuk menjaga lingkungan,
tetapi populasi di kawasan in-situ memang berkeliaran secara liar.

Ex-Situ

Metode konservasi ex-situ adalah upaya pelestarian keaneragaman hayati yang dilakukan bukan pada
habitat aslinya, tetapi pada habitat buatan. Konservasi ex-situ menjadi alternatif apabila habitat asli dari
suatu spesies sudah rusak, sehingga tidak layak lagi untuk dihuni dan apabila ingin mengembalikan
fungsinya juga butuh waktu yang lama.

Syarat membuat habitat buatan untuk spesies yang terancam adalah wilayah habitat aslinya tidak terlalu
luas dan populasi spesies tersebut juga tidak besar. Lokasi pembuatan habitat buatan biasanya terletak
tidak jauh dari pemukiman manusia, sehingga spesies satwa yang menghuni kawasan tersebut tidak
dilepaskan secara liar.

Orang yang ingin masuk ke kawasan konservasi ex-situ juga tidak dibatasi selama menaati aturan.
Contoh bentuk konservasi ex-situ adalah penangkaran dan kebun binatang. Meski begitu habitat buatan
ini dibuat sedemikian rupa agar benar-benar sesuai dengan habitat yang asli. Dengan begitu flora dan
fauna yang menghuninya tetap dapat bertahan hidup. Habitat buatan mungkin tidak akan seluas habitat
aslinya, karena persoalan luas area hutan yang dapat dimanfaatkan dan juga biaya yang dibutuhkan
cukup besar. Selain sebagai lokasi penangkaran, konservasi ex-situ juga berfungsi rehabilitas satwa yang
akan dilepaskan kembali nantinya. Adapun untuk habitat lama yang sudah mengalami kerusakan juga
akan diberi tindaklanjut. Kawasan tersebut akan direforestasi atau usaha untuk mengembalikan kembali
fungsi dari habitat tersebut.

. Cagar Alam
Cagar alam adalah bagian dari suaka alam, termasuk juga suaka margasatwa. Kawasan ini adalah salah
satu bentuk konservasi yang dilakukan pada habitat asli flora dan fauna yang mempunyai karakteristik
sesuai dengan lingkungannya atau bersifat unik. Upaya perlindungan yang diberikan mencakup
perkembangan pada ekosistem alami.

Wilayah cagar alam dihuni oleh flora dan fauna jenis yang dilindungi dengan kondisi ekosistem masih
baik. Dengan begitu resiko terjadi terjadinya kerusakan ekosistem sangat rendah dan kawasannya juga
masih luas, sehingga sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu contoh cagar alam yaitu Cagar Alam
Teluk Baro di Yogyakarta. Tujuan penetapan kawasan cagar alam adalah untuk mencegah kerusakan di
kawasan tersebut serta lingkungan di sekitarnya agar keanekaragaman hayati yang ada padanya tidak
punah. Upaya tersebut dilakukan dengan memastikan kondisi tanah cagar alam selalu dalam kondisi
yang subur.

Selain itu kualitas udara sekitar juga sangat diperhatikan agar tetap bersih. Begitupun dengan kondisi
aliran dan prsediaan air yang digunakan dalam area cagar alam dan kawasan di sekitarnya. Dengan
upaya tersebut maka flora, fauna, dan hasil hutan yang lain dapat terus meningkat dan lestari.

Pihak yang mengeluarkan aturan pengelolaan cagar alam adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Balai ini juga bertugas untuk memantau perkembangan ekosistem di wilayah cagar alam dan pihak yang
terkait baik dalam bentuk perorangan, kelompok, maupun perusahaan.

Suaka Margasatwa

Sama halnya dengan cagar alam, suaka margasatwa juga ditetapkan apabila suatu kawasan mempunyai
keunikan yang khas. Misalnya menjadi habitat bagi satwa liar atau ada spesies yang dilindungi hidup di
kawasan tersebut. Kawasan ini lebih fokus pada upaya pelestarian satwa.

Oleh sebab itu tingkat keragaman fauna langka dan dilindungi harus berada dalam jumlah besar,
sehingga dapat menjadi wilayah konservasi in-situ juga. Penetapan kawasan suaka margasatwa
ditujukan agar proses pengawasan terhadap spesies langka yang dilindungi tersebut lebih mudah
terlaksana.

Kondisi wilayah yang ingin dijadikan suaka margasatwa tidak masalah jika mengalami kerusakan kecil
atau tidak terlalu parah. Setidaknya masih dapat menjadi tempat tinggal atau ‘rumah’ untuk satwa yang
hidup di dalamnya. Kawasan suaka margasatwa juga harus mempunyai luas yang cukup untuk
menampung populasi yang ada. Beberapa contoh suaka margasatwa adalah Suaka Margasatwa Sikindur
di Sumatera Utara dengan objek pelestarian utama adalah satwa dilindungi seperti gajah, macan, dan
orangutan.

Suaka margasatwa berfungsi sebagai lokasi perlindungan dan pelestarian satwa dengan cara
mengembangbiakkannya untuk mencegah resiko kepunahan. Tidak hanya itu saja, kawasan ini juga
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, bahkan wisata meski
masih terbatas.
Taman Nasional

Taman nasional adalah kawasan yang masih mempunyai ekosistem asli dan berfungsi sebagai lokasi
pengawetan alam. Wilayah ini merupakan bagian dari kawasan pelestarian alam, termasuk juga hutan
konservasi. Luas taman nasional harus memenuhi standar untuk melangsungkan proses ekologi.
Kawasan yang juga dihuni oleh berbagai spesies flora dan fauna unik ini dikelola dengan sistem zonasi.
Pihak yang berperan penting untuk mengelola adalah Balai Besar Taman Nasional yang berada di bawah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penetapan wilayah taman nasional dimaksudkan untuk
melestarikan spesies yang mewakili unit utama.

Selain sebagai tempat pelestarian spesies unik, taman nasional juga dapat menjadi lokasi rekreasi tetapi
terbatas pada wilayah yang diizinkan saja. Taman nasional juga dapat dijadikan sebagai lokasi penelitian,
pendidikan, pusat ilmu pengetahuan, dan rekreasi yang menarik.

Upaya untuk melestarikan spesies tidak hanya dilakukan langsung terhadap spesies tersebut, tetapi juga
pada lingkungan penopang hidupnya. Itulah mengapa Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat dipelihara serta
pada area hulu dilakukan pengendalian erosi dan sedimentasi demi melindungi pasokan yang sampai ke
hilir.

Selain melestarikan dan memelihara kondisi alam, pihak pengelola taman nasional juga bertanggung
jawab untuk memanfaatkan lahan sekitar. Termasuk upaya untuk mengembangkan dan membangun
desa yang ada di sekitar kawasan konservasi ini. Ada tiga zonasi di taman nasional yaitu:

1. Zona Inti. Kawasan ini tersusun atas komponen biotik yang membentuk karakteristik ekosistem taman
nasional. Kondisinya pun harus dalam keadaan asli dan belum diganggu oleh tangan manusia. Fungsinya
untuk memberi perlindungan flora dan fauna sensitif serta sebagai sumber plasma nutfah.

2. Zona Rimba. Kawasan ini berfungsi untuk mengembangbiakkan fauna langka dan apa saja yang
menjadi penyangga bagi zona inti. Kawasan yang juga dijadikan sebagai area pengawetan sumber daya
alam ini dihuni oleh fauna jenis satwa migran.

3. Zona Pemanfaatan. Kawasan ini menjadi lokasi legal, sehingga dijadikan sebagai tempat wisata.
Cakupan wilayah zona pemanfaatan dibatasi oleh bentang alam seperti Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango yang dibatasi Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.

Taman Laut

Taman laut ditujukan untuk lokasi perlindungan dan perbaikan pada ekosistem laut. Di mana ekosistem
tersebut menjadi habitat flora dan fauna langka yang dilindungi, termasuk kegiatan penanaman
terumbu karang yang rusak. Sama seperti yang lain, taman laut harus memiliki sumber daya alam yang
khas dan unik serta luasnya memadai.
Selain sebagai lokasi konservasi, taman laut juga dapat menjadi saran wisata dan tujuan komersil yang
lain. Hanya saja aturan yang diberlakukan kepada wisatawan cukup ketat demi mencegah terjadinya
aktivitas mengganggu yang bisa merusak ekosistem laut. Kawasan ini juga berfungsi sebagai pusat ilmu
pengetahuan, pendidikan, dan penelitian. Dan paling utama adalah melestarikan spesies yang terancam
dengan cara membudidayakan terumbu karang dan mengembangbiakkan berbagai jenis satwa air yang
sudah terancam punah.

Salah satu contoh taman laut di Indonesia adalah Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara. Kawasan ini
juga telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs warisan dunia karena mempunyai kekayaan dan
pesona terumbu karang yang khas dan unik. Jadi segala kegiatan perburuan di taman laut dianggap
ilegal dan melanggar aturan.

Kebun Raya

Kebun raya adalah salah satu bentuk konservasi yang dikelola dengan metode ex-situ. Kawasan ini
dibentuk dengan tujuan untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman alam. Berbagai spesies
flora ditanam di dalam kebun raya yang dapat difungsikan untuk berbagai keperluan. Beberapa bentuk
pemanfaatan tumbuhan pada kebun raya yaitu membantu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
pendidikan, dan wisata. Sebagai penunjang di dalam kebun raya disediakan perpusatakaan serta sarana
dan prasarana yang mendukung kebutuhan ilmu pengetahuan dan daya tarik wisata.

Selain flora, kebun raya juga memelihara berbagai jenis satwa sebagai koleksi dan sekaligus
dibudidayakan serta menjadi objek riset. Seluruh flora dan fauna yang ada di dalam kebun raya tersebut
juga dapat menjadi sumber plasma nutfah demi mencegah risiko terjadinya kepunahan.

Salah satu kebun raya di Indonesia yaitu Kebun Raya Bogor yang mengoleksi berbagai jenis flora
endemik dan eksotik. Kawasan konservasi ini juga melakukan budidaya pada satwa yaitu rusa.

Taman Hutan Raya

Taman hutan raya atau tahura adalah bagian dari kawasan pelestarian alam seperti taman nasional.
Kawasan ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dalam suatu wilayah, menjadi tempat
untuk mengoleksi flora dan fauna, serta tempat untuk melestarikan plasma nutfah. Ekosistem tahura
ada yang alami dan ada pula buatan.

Kawasan konservasi ini juga diperuntukkan sebagai penunjang kebutuhan dalam upaya pengembangan
ilmu pengetahuan, budidaya, serta wisata. Contoh tahura di Indonesia yaitu Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda di Bandung, Jawa Barat. Taman hutan raya ini menampung 2.500 spesies flora yang diperoleh
dari Benua Asia, Australia, Afrika, dan Amerika.
Hutan Bakau

Indonesia mempunyai garis pantai yang panjang, sehingga dibutuhkan upaya preventif untuk mengatasi
akibat dari pasang dan surutnya air laut. Hutan bakau hadir sebagai upaya preventif tersebut yang
terletak di atas kawasan air payau ataupun air tawar. Flora yang biasa ditemukan di hutan bakau, yaitu
bakau, api-api, dan jeruju. Hutan bakau mempunyai peran penting dalam mencegah intrusi air laut yang
menyebabkan rasa air tanah berubah menjadi payau, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kawasan
konservasi ini juga berfungsi untuk mencegah proses abrasi dimana air laut yang lewat di celah akar
pohon di hutan bakau mengikis tanah.

Anda mungkin juga menyukai