Anda di halaman 1dari 3

Pelestarian in situ merupakan usaha pelestarian yang dilakukan di habitat aslinya.

Pelestarian ini
ditekankan agar suatu jenis satwa di habitat alinya tetap terjaga dan terpelihara. Pelestarian in situ
dilakukan di tempat-tempat yang dilindungi pemerintah. Contohnya, pelestarian Badak Jawa di
Taman Nasional Ujung Kulon. Sedangkan,

pelestarian ex situ dilakukan terhadap suatu spesies di luar habitan aslinya. Pelestarian ex situ
dilakukan terhadap hewan langka dan hampir punah. Contoh tempat pelestarian ex situ adalah
Kebun Binatang Ragunan di Jakarta dan Taman Safari di Cisarua, Jawa Barat.

Taman Nasional di Pulau Papua dan Kepulauan Maluku

Di Pulau Jawa terdapat empat (4) lokasi Taman Nasional, yaitu :

a) Taman Nasional Manusela, terletak di Pulau Seram, Kepulauan Maluku.

b) Taman Nasional Teluk Cenderawasih, terletak di Provinsi Papua.

c) Taman Nasional Wasur, terletak di Provinsi Papua.

d) Taman Nasional Lorentz, terletak di Provinsi Papua.

[caption id="attachment_294088" align="alignnone" width="600" caption="Taman Nasional


Gunung Rinjani, ilustrasi keindahan Alam Indonesia.doc"]

USAHA PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Jika sebagian besar masyarakat


Indonesia melakukan aktivitas eksploitasi sumber daya hayati secara terus-menerus tanpa
diimbangi dengan usaha pelestarian maka dalam waktu yang relatif singkat sumber daya
hayati akan punah.Maka dari itu kita harus melestarikannya dengan berbagai cara : Cagar
Alam Cagar alam adalah kawasan perlindungan alam yang memiliki tumbuhan, hewan, dan
ekosistem yang khas sehingga perlu dilindungi.Perkembangan dan pertumbuhan hewan dan
tumbuhan, berlangsung secara alami. Sesuai dengan fungsinya cagar alam dapat
dimanfaatkan untuk penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan wisata. Terdapat dua
jenis cagar alam yaitu cagar alam darat dan cagar alam laut. Di Indonesia cagar alam darat
antara lain : Cagar Alam Morowali di Sulawesi tengah, Cagar Alam Nusa Kambangandi Jawa
Tengah, Cagar Alam Gunung Papandayan di Jawa Barat, Cagar Alam Dolok Sipirok di
Sumatera Utara, Cagar Alam Hutan Pinus Janthoi di NAD (Aceh). Sedangkan cagar alam
laut antara lain : Cagar Alam Kepulauan Aru Tenggara di Maluku, Cagar Alam Pulau Anak
Krakatau di Lampung, dan Cagar Alam Kepulauan Karimata di Kalimantan Barat. Suaka
Margasatwa Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa
keanekaragaman dan keunikan jenis satwa, dan untuk kelangsungan hidup satwa dapat
dilakuakn pembinaan terhadap habitatnya. Di Indonesia suaka margasatwadarat antara lain :
Suaka Margasatwa Rawa Singkil di NAD (Aceh), Suaka Margasatwa Padang Sugihan di
Sumatera Selatan, Suaka Margasatwa Muara Angke di DKI Jakarta, Suaka Margasatwa
Tambora Selatan di Nusa Tenggara Barat, Suaka Margasatwa Lamandau di Kalimantan
Tengah, dan Suaka Margasatwa Buton di Sulawesi Tenggara. Sedangkan Suaka Margasatwa
laut antara lain : Suaka Margasatwa Kepulauan Panjang di Papua, Suaka Margasatwa Pulau
Kassa di Maluku, dan Suaka Margasatwa Foja di Papua. Taman Nasional Taman nasional
adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli yang dikelola dengan sistem
zonasi. Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan, dan wisata. Terdapat dua jenis taman nasional, yaitu taman nasional darat dan
taman nasional laut. Taman nasional darat antara lain ; Taman Nasional Leuser di Sumatera
Utara, Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, Taman Nasional Meru Betiri di Jawa Timur,
dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Riau. Sedangkan taman nasional laut antara lain ;
Taman Nasional Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, Taman Nasional Komodo di Nusa

Tenggara Timur, dan Taman Nasional Bunaken di Sulawesi Utara. Konservasi In-Situ
Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target di tapak (on site), dalam ekosistem
alami atau aslinya, atau pada tapak yang sebelumnya ditempat oleh ekosistem tersebut.
Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami,
konservasi in situ mungkin termasuk regenerasi buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa
seleksi yang disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduktif lainnya
dikumpulkan secara acak. Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri: Fase
pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka terdapat secara
alami; Tataguna lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak
merugikan pada tujuan konservasi habitat; Regenerasi target spesies terjadi tanpa
manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada langkah jangka pendek untuk
menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan
yang berdekatan atau dari fragmentasi hutan. Contoh dari manipulasi yang mungkin perlu
pada ekosistem yang telah berubah adalah regenerasi buatan menggunakan spesies lokal dan
pengendalian gulma secara manual atau pembakaran untuk menekan spesies yang
berkompetisi. Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species)
adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable population
areas) dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam
spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya
akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi.
Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada pemahaman
beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan simbiotik di antara tumbuhan atau hewan,
penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di dalam
ekosistem.
Konversi Ex-Situ Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi
spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses
melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang
tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan
manusia. Kebun botani (raya), arboretum, kebun binatang dan aquarium merupakan metode
konservasi ex situ konvensional. Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat terlindung
dari spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan. Fasilitas ini memberikan
informasi bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies langka dan faktor-faktor
yang menimbulkan ancaman dan membahayakan kehidupan spesies (Irwanto, 2007). Irwanto
(2007) lebih lanjut menjelaskan bentuk yang paling umum untuk konservasi ex situ untuk
pohon adalah tegakan hidup. Tegakan seperti ini sering kali bermula dari koleksi sumber
benih dan dipelihara untuk pengamatan. Ukuran tegakan mungkin berkisar dari spesimen
dalam kebun botani (raya) dan arboretum, sampai dengan beberapa pohon ornamental pada
plot-plot kecil, atau plot-plot yang lebih besar untuk pohon. Tegakan hidup yang cukup luas
untuk tujuan konservasi misalnya apa yang dinamakan tegakan konservasi. Ini merupakan
konservasi yang bersifat evolusinari dan berlawanan dengan konservasi statik dalam arti
memiliki tujuan mendukung perubahan genetik sejauh hal ini berkontribusi pada adaptasi yan
berkelanjutan. Konservasi evolusinari ini memiliki ciri: Pohon-pohon bereproduksi melalui
benih dari satu generasi ke generasi berikutnya; gen akan terkonservasi tetapi genotipe tidak,
karena rekombinasi gen akan terjadi pada setiap generasi. Intervensi manusia bila ada,
dirancang untuk memfasilitasi proses genetik yang moderat daripada menghindarkannya.
Variasi genetik di antara populasi dari lingkungan yang berbeda secara umum dipertahankan.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati melalui usaha pelestarian Tebang pilih, yaitu
penebangan pohon secara selektif (terpilih) bagi pohon-pohon yang memenuhi persyaratan
untuk ditebang, baik dari segi umur, ketersediaan jenisnya, maupun jumlahnya. Reboisasi,
yaitu penanaman kembali hutan bekas tebangan dengan tumbuhan yang masih muda.
Perburuan musiman, yaitu pemanfaatan SDA pada musim tertentu, yaitu menghindari
berburu pada musim kawin, masa hamil, atau masa beranak. Penganekaragaman bahan
pangan, yaitu pemanfaatan SDA sebagai bahan pangan secara bervariasi dengan menghindari
penggunaan bahan makanan satu jenis saja sehingga tidak menghabiskan jenis tersebut.
Pelestarian keanekaragaman hayati melalui usaha perlindungan Perlindungan alam, dalam
usaha menjaga kelestarian alam. Ada 2 cara, yaitu: a) pelestarian in situ, yaitu pelestarian
alam di habitat aslinya. Misalnya taman wisata, taman nasional, dan hutan lindung. b)
pelestarian ex situ, pelestarian alam bukan di habitat aslinya. Misalnya kebun koleksi, kebun
botani, kebun binatang, dan kebun plasma nuftah. Macam-macam perlindungan alam a.
perlindungan alam umum, yaitu secara terbimbing oleh para ahli atau diarahkan (seperti
Kebun Raya Bogor dan Taman Nasional), dan secara ketat yang sesuai kehendak alam tanpa
adanya campur Tangan manusia kecuali jika diperlukan.. b. perlindungan alam khusus, yaitu
yang ditujukan kepada satu atau beberapa unsure alam tertentu. Contohnya: perlindungan
botani, perlindungan zoology, perlindungan geologi, perlindungan alam antropologi, dan
perlindungan ikan. c. Perlindungan satwa langka, yaitu yang dikenal dengan suaka marga
satwa. Cara pelestariannya diantaranya: dibuat undang-undang perburuan serta tindakan
hukuman bagi pelanggar. membiarkan hewan-hewan langka yang hamper punah.
memindahkan hewan langka yang hamper punah ke habitat yang lebih cocok. Mempelajari
keanekaragaman hayati tanpa dan dengan cara klasifikasi Bila kita mempelajari
keanekaragaman hayati tanpa klasifikasi, akan memungkinkan terjadinya kerancuan
pengertian dalam menunjuk suatu jenis makhluk hidup, misalnya burung gereja di Belanda
musch, di Inggris house sparrow, di Amerika english sparrow, di Spanyol gorrion, di Jerman
hausspreling. Bahkan dalam satu negara sering dijumpai spesies hewan atau tumbuhan
memiliki nama daerah berbeda-beda, misalnya burung merpati di Jawa Tengah doro, di
Madura dere, di Bali kedis dedare, dan di Jawa Barat japati. Sumber :
http://arnold040993.wordpress.com/2009/02/17/keanekaragaman-hayati/

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Anda mungkin juga menyukai