HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Pupuk Cair
Pengolahan buah segar menjadi minyak kelapa sawit (CPO) menghasilkan
dua bentuk limbah cair (POME), yaitu air kondensat dan effluent (Tobing dan
Darnoko, 1992). Salah satu limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena
diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang
berasal dari proses klarifikasi atau disebut lumpur primer (Sa’id, 1996). Hasil analisis
karakteristik kimia bahan baku pembuatan pupuk cair dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Pupuk Cair
Parameter Satuan POME Aktivator P90A10 P80A20 P70A30
pH - 4,53 7,18 6,67 6,67 7,00
C organik mg/l 6.000 4.300 6.300 6.300 6.000
N total mg/l 644 451 394 395 393
Rasio C/N - 9,32 9,53 15,99 15.95 15,27
Phosphor (P) mg/l 96,26 194,04 116,36 112.2 109,9
Kalium (K) mg/l 252 268 296 196 223
Mangan (Mn) mg/l 9,75 5,84 9,36 9,11 7,55
Besi (Fe) mg/l 1,21 0,91 1,77 2,41 2,11
Hasil analisis menunjukkan kandungan C organik dan N total yang tinggi
masing-masing sebesar 6.000 mg/l dan 644 mg/l. Tinggi kandungan C organik dan N
total pada POME mengakibatkan tingginya nilai rasio C/N. Oleh karena itu
diperlukan bahan organik lain yang mampu menurunkan rasio C/N pada POME,
seperti kotoran sapi dan sludge biogas. Komposisi campuran yang optimum antara
POME dengan sludge biogas tergantung pada karakteristik limbah dan tipe
prosesnya.
Limbah cair yang digunakan sebagai bahan baku memiliki kandungan C
organik dan N total yang tinggi, sehingga limbah cair tersebut mempunyai
kandungan bahan organik yang tinggi dan dapat diolah dengan cara fermentasi
anaerobik. Zhang et al. (2008) mengatakan bahwa pengolahan fermentasi anaerobik
lebih potensial dilakukan untuk penanganan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit
karena memiliki karakteristik bahan organik yang tinggi. Menurut Sa’id (1996),
limbah cair kelapa sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi.
Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin
besar, karena itu diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar.
Limbah cair yang dijadikan sebagai bahan baku memiliki karakteristik fisik
yaitu cairan kental dan berwarna coklat. Berikut adalah gambar limbar cair pabrik
kelapa sawit (Gambar 4).
Gambar 4. Limbah Cair Kelapa Sawit
Limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit ini umumnya bersuhu tinggi 70-
80oC, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa
koloid dan residu minyak dengan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan
Chemical Oxygen Demand (COD) yang tinggi (Deublein dan Steinhauster, 2008).
Apabila limbah cair ini langsung dibuang ke perairan dapat mencemari lingkungan.
Jika limbah tersebut langsung dibuang ke perairan, maka sebagian akan mengendap,
terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan,
mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem perairan.
18
Kualitas Pupuk Cair
Nilai Derajat Keasaman (pH)
Hasil analisis awal pH (Tabel 6) berkisar antara 6,67-7. Nilai pH tersebut
tergolong nilai pH netral sehingga masih dapat digunakan dalam proses anaerobik
karena bakteri pembentuk asam dan metan akan beraktifitas secara optimum pada
kondisi pH netral yaitu antara 6-7. Hal ini sesuai dengan Romli (2010) yang
mengatakan bahwa nilai pH yang baik untuk kombinasi kedua bakteri (asidogen dan
metanogen) berkisar antara 6,8-7,4 dengan pH netral sebagai kondisi yang paling
optimum. Hasil analisis pH dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Nilai pH Pupuk Cair
Perlakuan pH Awal pH Akhir
P90B10 6,67 5,67±0,58
P80B20 6,67 6,00±1,00
P70B30 7,00 6,33±0,58
Permentan* - 4-8
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
Hasil analisis ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rasio POME dengan
aktivator tidak berpengaruh nyata terhadap pH pupuk cair. Nilai pH yang tidak
berbeda menunjukkan bahwa mikroorganisme dapat merombak bahan dengan
efektifitas yang sama pada saat fermentasi anaerob berlangsung. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pH pupuk cair keluaran biogas berkisar antara 5,67-6,33. Nilai
pH tersebut sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian No.
28/Permentan/SR.130/5/2009 yaitu 4-8.
Nilai pH mengalami penurunan. Penurunan pH pada pengomposan terjadi
akibat terbantuknya asam-asam organik, perombakan protein, dan adanya aktivitas
mikroorganisme yang terdapat di dalam digester biogas. Penurunan pH ini
menunjukkan tingginya konsentrasi asetat yang dapat menghambat perombakan
(Mahajoeno, 2008). Pada awal reaksi fermentasi anaerobik, nilai pH akan menurun
seiring produksi VFA (Volatile Fatty Acids). Setelah itu, bakteri pembentuk methan
akan mengkonsumsi VFA dan alkalinitas diproduksi, pH akan meningkat dan
mencapai kestabilan (Gerardi, 2003).
19
Derajat keasaman (pH) adalah ukuran keasaman atau kebasaan dari suatu
bahan (Bitton, 1999). Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor
lingkungan yang penting dalam proses anaerobik. Kebanyakan mikroorganisme
tumbuh baik pada pH netral, karena nilai-nilai pH selain itu akan berpengaruh
terhadap metabolisme, atau bahkan menyebabkan kerusakan enzim (Romli, 2010).
Nilai pH selama penelitian sangat fluktuatif, tetapi di akhir penelitian nilai pH
cenderung menurun. Penurunan nilai pH selama penelitian dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Nilai pH Harian Selama Penelitian
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka nilai
pH akan semakin menurun hingga pada akhirnya pH menjadi netral. Apabila nilai pH
di bawah 6,5, aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan pH di bawah 5,
aktivitas fermentasi akan terhenti (Yani dan Darwis, 1990). Oleh karena itu, untuk
mempertahankan pH berkisar antara 6,8-8,5 perlu ditambahkan kapasitas penyangga
(buffer capacity) seperti ammonium hidroksida, larutan kapur, natrium karbonat, dan
lain-lain (Bitton,1999).
20
Kandungan Karbon (C) Organik
Hasil analisis awal kandungan C organik (Tabel 7) berkisar antara 6.000-
6.300 mg/l. Hasil analisis kandungan C organik dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Kandungan Karbon (C) Organik Pupuk Cair
Perlakuan C Organik Awal C Organik Akhir
----------------------------mg/l-------------------------
P90B10 6.300 2.500±500
P80B20 6.300 2.100±400
P70B30 6.000 2.300±600
Permentan* - ≥40.000
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio POME dan aktivator tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan C organik dalam pupuk cair. Hal ini
menunjukkan bahwa mikroorganisme yang terdapat di dalam digester dapat
merombak bahan dengan efektifitas yang sama pada saat fermentasi anaerob
berlangsung. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan C organik dalam pupuk
cair berkisar antara 2.100-2.500 mg/l dan mengalami penurunan apabila
dibandingkan dengan bahan masukan awal yaitu berkisar antara 6.000-6.300 mg/l.
Hasil kandungan C organik pada pupuk cair yang dihasilkan belum memenuhi
standar kandungan C organik dari Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/
SR.130/5/2009 yaitu lebih dari 40.000 mg/l.
Hasil analisis menunjukkan penurunan rataan kandungan C organik dalam
pupuk cair. Penurunan kandungan C organik terjadi karena adanya pelepasan unsur
C pada saat proses fermentasi anaerob yang terjadi di dalam digester biogas.
Pelepasan tersebut dalam bentuk CH4 dan CO2. Kedua gas tersebut merupakan gas
yang dominan dihasilkan di dalam digester biogas (Suharto, 2011). Selain itu,
penurunan kandungan C juga disebabkan karena penggunaan unsur C oleh mikroba
untuk pertumbuhan. Peningkatan kandungan C organik dapat dilakukan dengan
penambahan sekam bakar, arang aktif, dan bahan lain yang memiliki kandungan C
organik yang tinggi.
21
Kandungan Nitrogen (N) Total
Hasil analisis awal kandungan N total (Tabel 8) berkisar antara 393-395 mg/l.
Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro esensial yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Menurut Manan (2006), unsur N pada alam ditemukan di
atmosfer bumi (78% volume) sebagai gas diatom dengan rumus molekul N2, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak dapat dibakar, sangat sedikit larut dalam
air dan bersifat tidak reaktif kecuali pada suhu tinggi. Hasil analisis kandungan N
total dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Kandungan Nitrogen (N) Total Pupuk Cair
Perlakuan N Total Awal N Total Akhir
-----------------------mg/l-------------------------
P90B10 394 429±69
P80B20 395 417±123
P70B30 393 421±88
Permentan* - <20.000
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio POME dan aktivator tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan N total dalam pupuk. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungan N total dalam pupuk berkisar antara 417-429 mg/l.
Kandungan N total tersebut sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian
No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 yaitu kurang dari 20.000 mg/l. Kandungan N total
dalam pupuk cair lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Aminah
(2011) tentang pupuk organik cair dari sludge biogas limbah cair pabrik kelapa sawit
dengan penambahan aktivator kotoran sapi potong. Aminah (2011) menyebutkan
bahwa kandungan N total dalam pupuk organik cair sekitar 250-360 mg/l.
Hasil analisis menunjukkan peningkatan rataan kandungan N total dalam
pupuk cair. Peningkatan kandungan N total disebabkan oleh N yang digunakan oleh
bakteri untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Semakin tumbuh dan
berkembangnya bakteri pada saat fermentasi berlangsung maka unsur N yang
terdapat dalam pupuk cair akan semakin meningkat. Deublein dan Steinhausher
(2008) menyatakan bahwa 16% sel bakteri terdiri dari unsur N.
22
Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)
Hasil analisis awal rasio C/N (Tabel 9) berkisar antara 15,27-15,99. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa rasio POME dan aktivator tidak berpengaruh
nyata terhadap rasio C/N dalam pupuk. Rataan rasio C/N dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Rasio C/N Pupuk Cair
Perlakuan C/N Awal C/N Akhir
P90B10 15,99 5,86±1,05
P80B20 15,95 5,16±0,76
P70B30 15,27 5,43±0,32
Berdasarkan hasil analisis, rasio C/N dalam pupuk cair berkisar antara 5,16-
5,86 dan mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan rasio C/N pada bahan
masukan awal yaitu berkisar antara 15,27-15,99. Rasio C/N yang kurang dari 20
dapat dijadikan indikasi kematangan dan kestabilan substrat organik sehingga
pelepasan N dari bahan organik ke dalam tanah lebih cepat. Rasio C/N tidak mutlak
dijadikan sebagai indikator tingkat kematangan kompos, karena hal tersebut
dipengaruhi oleh jenis dan tipe bahan awal yang digunakan untuk pengomposan
(Hirai et al., 1983).
Hasil analisis menunjukkan penurunan rasio C/N pada pupuk organik cair.
Penurunan rasio C/N dalam pupuk dapat disebabkan oleh penurunan kandungan C
sebesar 63% dan peningkatan kandungan N sebesar 7%. Rendahnya nilai rasio C/N
erat kaitannya dengan kandungan C organik dan N total. Semakin kecil kandungan C
dan semakin besar kandungan N maka rasio C/N akan semakin kecil. Rendahnya
nilai rasio C/N dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kandungan Karbon (C)
organik dalam bahan baku pembuatan pupuk organik.
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena
perbandingan nilai C/N dalam bahan tersebut pada umumnya lebih tinggi sehingga
tidak sesuai dengan nilai C/N pada tanah (Simanungkalit et al., 2006). Deublein dan
Steinhauser (2008) menyatakan bahwa nilai rasio C/N yang terlalu tinggi
mengindikasikan kurangnya unsur N yang akan berakibat buruk pada pertumbuhan
mikroorganisme dan sintesis sel baru bagi mikroorganisme. Dalzell et al. (1987)
23
menambahkan bahwa nilai rasio C/N yang terlalu rendah akan mengakibatkan N
yang merupakan komponen penting dari pupuk akan dibebaskan sebagai amonia.
Kandungan Phospor (P)
Hasil analisis awal kandungan P (Tabel 10) berkisar antara 109,9-116,36
mg/l. Unsur P sangat penting bagi tanaman karena berfungsi sebagai sumber energi,
pembentukkan bunga, buah, dan biji serta mempercepat pematangan buah. Menurut
Manan (2006), unsur P juga merupakan zat yang sangat penting tetapi selalu dalam
keadaan kurang dalam tanah. Hasil analisis kandungan P dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Kandungan Phospor (P) Pupuk Cair
Perlakuan P Awal P Akhir
----------------------------mg/l-------------------------
P90B10 116,36 26,48±10,60
P80B20 112,2 25,44±6,16
P70B30 109,9 22,05±7,33
Permentan* - <20.000
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio POME dan aktivator tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan P dalam pupuk cair. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungan P dalam pupuk cair berkisar antara 22,05-26,48
mg/l. Kandungan P tersebut sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian
No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 yaitu kurang dari 20.000 mg/l. Kandungan P
masih dikatakan sesuai dengan Peraturan Menteri pertanian karena tidak ada batas
minimum kandungan P pada pupuk organik cair.
Kandungan P pada bahan masukan awal berkisar antara 109,9-116,36 mg/l,
sedangkan kandungan P pada pupuk cair sekitar 22,05-26,48 mg/l. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan P pada pupuk cair mengalami penurunan yang
drastis dari kandungan P pada bahan masukan awal. Penurunan kandungan P diduga
karena unsur P yang lebih banyak terdapat pada padatan yang masih di dalam
digester dibandingkan dengan unsur P yang terdapat pada effluent. Hal ini, sesuai
dengan Romli (2010) yang menyatakan terjadinya pembentukan lapisan pada
24
permukaan dan deposit padatan pada bawah digester dikarenakan pengadukan yang
kurang baik.
Kandungan Kalium (K)
Hasil analisis awal kandungan K (Tabel 11) berkisar antara 196-296 mg/l.
Kalium (K) berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat, pengerasan
bagian kayu dari tanaman, peningkatan resistensi tanaman terhadap penyakit, dan
peningkatan kualitas biji dan buah (Mulyani, 1994). Hasil analisis kandungan K
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan Kandungan Kalium (K) Pupuk Cair
Perlakuan K Awal K Akhir
----------------------------mg/l-------------------------
P90B10 296 9,25±1,14
P80B20 196 8,91±0,56
P70B30 223 8,04±1,63
Permentan* - <20.000
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio POME dan aktivator tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan K dalam pupuk cair. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungan K dalam pupuk cair berkisar antara 8,04-9,25 mg/l.
Kandungan K tersebut sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian No.
28/Permentan/SR.130/5/2009 yaitu kurang dari 20.000 mg/l.
Kandungan K pada bahan masukan awal berkisar antara 196-296 mg/l,
sedangkan kandungan K pada pupuk cair sekitar 8,04-9,25 mg/l. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan K pada pupuk mengalami penurunan yang drastis
dari kandungan K pada bahan masukan awal. Sama halnya seperti kandungan P,
penurunan kandungan K pada pupuk terjadi karena unsur K yang lebih banyak
terdapat pada padatan yang masih di dalam digester dibandingkan dengan unsur K
yang terdapat pada effluent. Selain itu, K diperlukan oleh mikroba sebagai nutrien
pada proses biodegradasi bahan organik (Suharto, 2011).
25
Kandungan Mangan (Mn)
Hasil analisis awal kandungan Mn (Tabel 12) berkisar antara 7,55-9,36 mg/l.
Hasil analisis kandungan Mn yang terdapat pada bahan awal masukan dan pupuk cair
disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan Kandungan Mangan (Mn) Pupuk Cair
Perlakuan Mn Awal Mn Akhir
----------------------------mg/l-------------------------
P90B10 9,36 1,21±0,48
P80B20 9,11 0,60±0,52
P70B30 7,55 0,90±0,27
Permentan* - <1.000
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
Hasil analisis ragam menunjukkan rasio POME dan aktivator tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan Mn dalam pupuk cair. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungan Mn dalam pupuk cair berkisar antara 0,60-1,21
mg/l. Kandungan Mn tersebut sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri
Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 yaitu kurang dari 1.000 mg/l.
Kandungan Mn dalam pupuk cair mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan kandungan Mn pada bahan masukan awal. Hal ini terjadi, karena Mn dipakai
oleh mikroba pada proses biodegredasi bahan organik, tetapi penggunaannya dalam
jumlah yang sedikit. Kandungan Mn dalam pupuk cair juga lebih rendah jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Aminah (2011) tentang pupuk organik cair dari
sludge biogas limbah cair pabrik kelapa sawit dengan penambahan aktivator kotoran
sapi potong. Aminah (2011) menyebutkan bahwa kandungan Mn dalam pupuk
organik cair sekitar 1,17-8,77 mg/l.
Kandungan Besi (Fe)
Hasil analisis awal kandungan Fe (Tabel 13) berkisar antara 1,77-2,41 mg/l.
Hasil analisis kandungan Fe yang terdapat pada bahan awal masukan dan pupuk cair
disajikan pada Tabel 13.
26
Tabel 13. Rataan Kandungan Besi (Fe) Pupuk Cair
Perlakuan Fe Awal Fe Akhir
----------------------------mg/l-------------------------
P90B10 1,77 3,86±1,19
P80B20 2,41 1,61±0,12
P70B30 2,11 2,15±1,33
Pementan* - <800
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
Hasil analisis ragam menunjukkan rasio POME dan aktivator tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan Fe dalam pupuk cair. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungan Fe dalam pupuk cair berkisar antara 1,61-3,86 mg/l.
Kandungan Fe tersebut sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian No.
28/Permentan/SR.130/5/2009 yaitu kurang dari 800 mg/l.
Kandungan Fe dalam pupuk mengalami peningkatan dan penurunan jika
dibandingkan dengan kandungan Fe pada bahan masukan awal. Peningkatan terjadi
pada P90B10 dan P70B30, sedangkan P80B20 mengalami penurunan. Hal ini terjadi,
karena ketidakseimbangan populasi mikroorganisme yang berada di dalam digester
(Romli, 2010). Kandungan Fe dalam pupuk cair juga lebih rendah jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Aminah (2011) tentang pupuk organik cair dari sludge biogas
limbah cair pabrik kelapa sawit dengan penambahan aktivator kotoran sapi potong.
Aminah (2011) menyebutkan bahwa kandungan Fe dalam pupuk organik cair sekitar
6,80-18,63 mg/l.
Karakteristik Akhir Pupuk Cair
Proses pengomposan bahan organik dapat menyebabkan perubahan kimia dan
fisik pada pupuk organik yang dihasilkan. Perubahan warna yang terjadi akibat
proses pengomposan dapat menentukan kualitas pupuk organik yang dihasilkan.
Pupuk organik cair yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki warna coklat tua
hingga kehitaman. Warna pupuk cair tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
27
si
Gambar 6. Produk Akhir Pupuk Cair
Perubahan fisik yang terjadi seperti perubahan warna dan bau, sedangkan
perubahan kimia yang terjadi seperti peningkatan atau penuruan kandungan unsur
kimia yang berada dalam bahan organik. Kandungan unsur kimia pupuk cair dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Karakteristik Akhir Pupuk Cair
No. Parameter Satuan P90B10 P80B20 P70B30 Permentan*
1 pH - 5,67±0,58 6,00±1,00 6,33±0,58 4-8
2 C-Organik mg/l 2.500±500 2.100±400 2.300±600 ≥40.000
3 N total mg/l 429±69 417±123 421±88 <20.000
4 Rasio C/N - 5,86±1,05 5,16±0,76 5,43±0,32 -
5 P mg/l 26,48±10,60 25,44±6,16 22,05±7,33 <20.000
6 K mg/l 9,25±1,14 8,91±0,56 8,04±1,63 <20.000
7 Mn mg/l 1,21±0,48 0,60±0,52 0,90±0,27 <1.000
8 Fe mg/l 3,86±1,19 1,61±0,12 2,15±1,33 <800
Sumber : * Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009
28
Hasil karakteristik akhir pupuk cair pada Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai
pH, kandungan Nitrogen (N) total, Phospor (P), Kalium (K), Mangan (Mn), dan Besi
(Fe) pada semua perlakuan masih sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian
No. 28/Permentan/SR.130/5/2009, walaupun tergolong rendah jika dibandingkan
dengan standar tersebut. Selain itu, kandungan C organik pada semua perlakuan
masih di bawah standar Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/
SR.130/5/2009 dan rasio C/N pada semua perlakuan belum optimal. Stafford et al.
(1980) menyatakan bahwa Rasio C/N yang optimal adalah antara 20-30.
29