Anda di halaman 1dari 6

International Journal of Oceans and Oceanography ISSN 0973-2667

Volume 10, Number 1 (2016), pp. 13-17


© Research India Publications http://www.ripublication.com

Economic Valuation of Mangrove Forest Ecosystem in


Indragiri Estuary
Zulkarnaini1* and Mariana2
1) Lecturer of Environment Science Post Graduate Programme University of Riau
2) Biology Laboratory of Lancang Kuning University
*e-mail: naini61gope@gmail. com

Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Muara Indragiri

Abstrak:

Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya alam wilayah pesisir yang memiliki
peran penting dari segi sosial, ekonomi, dan ekologis. Sumberdaya hutan mangrove, selain
diketahui memiliki potensi ekonomi sebagai penyedia sumber daya kayu serta pemijahan (spawning
ground), perawatan lokal (tempat pembibitan), serta area untuk mencari makan (mencari makan)
untuk ikan dan kehidupan laut lainnya, itu juga berfungsi untuk menahan gelombang laut dan
intrusi air laut menuju tanah. Ini memberikan konsekuensi bagi ekosistem hutan bakau itu sendiri,
dengan meningkatnya tingkat eksploitasi terhadap lingkungan yang tidak jarang mengakhiri
degradasi lingkungan yang parah. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan valuasi ekonomi
mangrove di muara Indragiri. Analisis penilaian ekonomi dilakukan dengan mengidentifikasi
manfaat dan fungsi sumber daya hutan mangrove melalui aspek nilai manfaat langsung, nilai
manfaat tidak langsung, nilai manfaat pilihan dan manfaat keberadaan berdasarkan hasil kuesioner
/ kuesioner dibagikan kepada responden. Temuan menunjukkan bahwa estimasi nilai ekonomi total
(TEV) hutan bakau di Muara Indragiri Rp. 156. 523. 498. 235 / tahun atau Rp. 6. 432. 296. 302 / ha /
tahun, termasuk vakue langsung, nilai tidak langsung, nilai opsi dan nilai keberadaan.

Pendahuluan

Besarnya manfaat ekosistem hutan bakau mendorong tingginya eksploitasi dan biasanya
mengakibatkan degradasi ekosistem mangrove dan konversi hutan bakau (Flavo et al., 2011). Hal ini
terkait dengan tindakan manusia yang tidak memahami pentingnya kelestarian hutan bakau.
Komunitas manusia hanya menilai hutan bakau dalam hal manfaat ekonominya, tanpa
memperhatikan manfaat ekologisnya (Bengen, 2000).
Ekosistem hutan mangrove terdiri dari vegetasi mangrove yang tumbuh di area pantai dan muara
yang terkena pasang surut laut, ekosistem ini memiliki beragam fungsi (Bengen, 2000). Ekosistem
hutan mangrove memiliki manfaat dan fungsi penting sebagai sumber daya ekonomi dan sumber
daya ekologis bagi kehidupan manusia. Karena itu keberadaan hutan bakau harus dilestarikan
(Sreeja et al., 2010). Nilai ekosistem hutan mangrove perlu dievaluasi untuk menentukan nilai yang
akan hilang dan potensi dampak negatif bagi kehidupan manusia jika ekosistem mangrove
terdegradasi (Hoberg, 2011).

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada pada kawasan hutan mangrove di muara Indragiri, Provinsi Riau, Pulau
Sumatera, Indoensia.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di muara Indragiri, selama Maret 2015 hingga Mei 2015. Objek penelitian
adalah ekosistem hutan bakau dan masyarakat sekitarnya, serta pengguna sumber daya mangrove,
i. e. keluarga pedesaan, dan lembaga pemerintah. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah teknik purposive sampling. Sampel masyarakat pesisir yang diwawancarai sebanyak 95
responden. Responden adalah anggota masyarakat yang memanfaatkan hutan bakau, seperti
pengumpul kayu bakar dan nelayan.

Variabel penelitian meliputi: (1) nilai pakai langsung, i. e. nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan
hutan bakau secara langsung, seperti ikan dan kayu. (2) nilai manfaat (manfaat) tidak langsung, i. e.
nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan tidak langsung hutan bakau sebagai pelindung pantai dan
penghalang intrusi air laut. (3) nilai opsi, yaitu nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi
penggunaan langsung dan penggunaan tidak langsung hutan bakau di masa depan, indikatornya
adalah keanekaragaman hayati.

Nilai guna langsung ekosistem mangrove adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan sumber
daya mangrove secara langsung. Penggunaan langsung didefinisikan sebagai manfaat (barang dan
jasa) yang dapat dikonsumsi. Dalam konteks ekosistem mangrove adalah hasil hutan bakau yang
langsung digunakan oleh masyarakat sekitar. Dalam penelitian ini, indikator penggunaan langsung
adalah ikan dan produksi kayu. Nilai guna langsung hutan bakau diperkirakan dengan persamaan:
DUV = Σ DUV I

Nilai guna tidak langsung adalah nilai manfaat sumber daya mangrove yang dimanfaatkan secara
tidak langsung oleh masyarakat manusia. Nilai guna tidak langsung dari hutan bakau dapat berupa
manfaat fisik, yaitu sebagai penghambat abrasi laut. Penilaian hutan bakau secara fisik dapat
diperkirakan dengan fungsi hutan bakau sebagai penghambat abrasi. Estimasi ini menggunakan
metode biaya penggantian, i. e. biaya pembuatan breakwater di sepanjang garis pantai yang
dilindungi oleh hutan bakau.

Nilai opsi untuk hutan bakau diperkirakan dengan metode transfer manfaat, i. e. dengan cara
memperkirakan manfaat sumber daya dari tempat lain maka manfaat ditransfer untuk memperoleh
perkiraan manfaat sumber daya lokal. Dalam penelitian ini digunakan estimasi nilai
keanekaragaman hayati ekosistem mangrove. Menurut Ruitenbeek dalam Dahuri, 2003), nilai
keanekaragaman hayati hutan bakau Indonesia adalah US $ 1, 500 / km2. Nilai Opsi diperkirakan
menggunakan persamaan berikut:

OV = US $ 15 / ha x luas hutan bakau.

Nilai Keberadaan adalah nilai yang sudah melekat pada sumber daya (Fauzi, 2010). Nilai ini
termasuk nilai non guna yang bisa diperoleh berdasarkan kesediaan membayar seseorang dengan
keberadaan hutan bakau. Nilai keberadaan spesies langka, spesies langka, spesies yang dilindungi,
dan habitat alami yang dilindungi.

Total Nilai Ekonomi (TEV). Nilai ini merupakan penjumlahan dari seluruh nilai ekonomi manfaat
hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan diukur. Nilai total manfaat ekonomi (TEV) dihitung
dengan persamaan:

TEV = DV + IV + OV + EV
Hasil

Berdasarkan data statistik masyarakat pengguna kayu bakar Indragiri Hilir di rumah dan industri dan
mencapai 35% dari jumlah keluarga yang tercatat di Kabupaten Kuala Indragiri. Valuasi ekonomi
yang didapat dari manfaat langsung kayu bakar hutan mangrove adalah Rp. 17, 854, 200, 000 .- /
tahun. Studi yang relevan dilakukan Olfie et al (2011) nilai bruto manfaat langsung kayu bakau
mencapai Rp. 12, 160, 767, 721 .- / tahun. Perbedaan nilai dipengaruhi oleh luas dan eksploitasi
komunitas pengguna mangrove dari kebutuhan kayu. Hal lain yang juga mempengaruhi nilai
manfaat langsung dari kayu bakau adalah tersedia (dominasi) spesies mangrove yang dapat
digunakan sebagai kayu bakar dan kayu seperti S. caseolaris, Rhizopora sp, dan S. alba.

Diskusi

Total nilai pakai langsung ekosistem mangrove Indragiri adalah Rp. 479, 850, 875.-. Nilai total
penggunaan tidak langsung dari hutan bakau terdiri dari berbagai fungsi ekologi seperti filter air
laut dalam trusi dan penghalang terhadap abrasi pantai. Nilai manfaat tidak langsung dari mangrove
sebagai penghambat abrasi adalah Rp. 155, 399, 531, 305.-
Nilai opsi ekosistem hutan bakau sebagai penyimpanan keanekaragaman hayati di muara Indragiri
diperkirakan sekitar Rp. 639, 132, 510 / tahun. Nilai keberadaan (EV) ekosistem mangrove meliputi
nilai keberadaan spesies yang terancam punah, spesies yang dilindungi, dan habitat satwa liar. Nilai
keberadaan hutan bakau di muara Indragiri diperkirakan sekitar Rp. 4, 983, 545 / ha / tahun. Nilai
ekonomi total ekosistem hutan bakau di muara Indragiri adalah sebesar Rp. 156. 523. 498. 235 /
tahun. Ekosistem hutan mangrove memiliki manfaat dan fungsi penting sebagai sumber daya
ekonomi dan ekologi bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu keberadaan ekosistem hutan
mangrove ini harus dipertahankan sebagai aset pembangunan berkelanjutan.

Kesimpulan

Total Nilai Ekonomi (TEV) hutan bakau di muara Indragiri Rp. 156. 523. 498. 235 / tahun atau Rp. 6.
432. 296. 302 / ha / tahun, termasuk vakue langsung, nilai tidak langsung, nilai opsi dan nilai
keberadaan.

Ucapan Terima Kasih

Penghargaan dan terima kasih kepada pemerintah daerah Kabupaten Indragiri Hilir khususnya
departemen kehutanan Kuala Indragiri atas kerjasamanya dalam kegiatan penelitian. Terima kasih
juga untuk semua yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan laporan penelitian.
References
[1] Andrianto. L., Mujio, & Wahyudin. Y. 2004. The introduction of the concept and methodology of
the economic valuation of coastal and marine resources. The center coastal and marine
resources. Institut Pertanian Bogor; Indonesia.
[2] Bengen, D. G., 2000. Synopsis Ecosystem and Coastal Resources. Center of Coastal and Marine
Resource. Institut Pertanian Bogor; Indonesia.
[3] Flavo E. S. Souza & Carlos Augusto Ramos e Silva. 2011. Ecological and economic valuation of
the Potengi estuary mangrove wetlands (NE, Brazil) using ancillary spatial data. J Coast
Conserv 15, pp. 195–206.
[4] Hoberg. J. 2011. Economic Analysis of Mangrove Forests. United Nations Environment
Programme. Nairobi; Kenya
[5] Olfie L. S, Jean. T, Rine. K, & Fandi. A. 2011. “Valuation Resource Economics Mangrove Forest in
the village Palaes Likupang Western District of North Minahasa Regency”. ASE. 7 (2) pp. 29 –
38.
[6] P. K. Vishwanathan Kinjal D. Pathak Ila Mehta. 2009. Socio-Economic & Ecological Benefits of
mangrove Plantation. Gujarat Ecology Commission (GEC); Gandhinagar.
[7] Ruitenbeek, J. 1994. “Modelling Economy-Ecology Linkages in Mangroves: Economic Evidence
for Promoting Conservation in Bintuni Bay, Indonesia” Ecological Economics 10 (3), pp. 233–
247.
[8] Sreeja. P., V. V. Gilna & K. M. Khaleel. 2010. “Economic Valuation of Soil Nutrients from the
Mangrove Rich Wetlands of Kannur District” Botany Research International, 2 (1), pp. 27-29

Anda mungkin juga menyukai