Anda di halaman 1dari 3

Pengelolaan dan Pengetahuan Masyarakat tentang Hutan Mangrove dikawasan TWA Pantai

Panjang

Hutan mangrove adalah salah satu hutan yang unik, tumbuhan yang mendominasi
hutan mangrove ialah tumbuhan mangrove itu sendiri. Hutan mangrove dikatakan unik karena
mangrove merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup didarat dan di air. Lebih dari
itu,mangrove memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Ekosistem mangrove adalah
ekosistem yang terletak digaris pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut airlaut.Mangrove
umumnya tumbuh padadaerah intertidal yaitu jenistanahnya berlumpur, berlempung dan
berpasir. Selain itu, daerahnya, menerima pasokan air tawar yang cukup, tergenang air laut
secara berkala,terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, salinitas air
yang dimiliki ekosistem mangrove ialah 2-38% (Bengen,2000). Taman Wisata Mangrove
Bhadrika di Kota Bengkulu terletak di Provinsi Bengkulu, Indonesia. Tepatnya di Jl. Jenggalu
No.1 Lingkar Barat Gading Cempaka Kota Bengkulu yang terletak di kawasan pesisir memiliki
potensi ekowisata yang besar, terutama ekosistem mangrovenya. Meskipun memiliki banyak
potensi sumber daya pariwisata, namun belum diteliti lebih lanjut mengenai aspek-aspek yang
mendukung kawasan ini untuk dikembangkan menjadi objek wisata mangrove, sehingga data
dan informasinya masih bersifat umum. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui potensi dan daya tarik wisata mangrove di Taman Wisata
Mangrove Bhadrika bagi masyarakat pesisir Bengkulu serta menghitung nilai keindahan potensi
tersebut sehingga dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata yang mendukung. pelestarian
alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-
Agustus 2020, metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung di lapangan
(observasi) dan wawancara langsung dengan responden untuk memberikan penilaian
keindahan potensi wisata. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif dan estimasi
keindahan pemandangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi dan daya tarik objek
wisata mangrove di Jalan Jenggalu, Lingkar Barat Gading Cempaka, Kota Bengkulu adalah
ekosistem mangrove, aliran sungai mangrove, muara sungai dan pantai panjang Bengkulu.
Kegiatan yang bisa dilakukan adalah fotografi (fotografi, antara lain kursi gantung dan jembatan
yang terbuat dari kayu dengan latar belakang pemandangan hutan mangrove), wisata area
Outbond, dan juga terdapat taman bermain untuk anak-anak berupa taman rumah hobbit, air
mancur, dan permainan. Anak-anak lain seperti plosotan, goa, rumah pohon, ada mushola dan
fasilitas toilet dan jika lapar juga ada makanan dan minuman Makanan Indonesia seperti: Es
Kelapa Muda, Es Teh, Sate, dan Tongseng. dan lain-lain. sehingga potensi dan daya tarik wisata
mangrove Jenggalu, Lingkar Barat, Gading Cempaka, Kota Bengkulu cukup baik dan memiliki
potensi wisata yang berpotensi untuk mendongkrak perekonomian masyarakat Bengkulu
khususnya di kawasan pesisir panjang Bengkulu (Riana, A., Okta Pianti, D., Ramadhila, R.,
Pranata, Y., & Rangga Nata, P, 2020).

Pemanasan global saat ini menjadi isu lingkungan utama dan keberadaan ekosistem
mangrove ternyata mempunyai peranan yang cukup penting dalam mitigasi pemanasan global.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan dan status ekosistem mangrove, komposisi
vegetasi penyusunnya, dan kandungan karbonnya di Pesisir Kota Bengkulu. Metode penelitian
yang digunakan adalah telaah peta untuk mengetahui sebaran, luasan dan status ekosistem
mangrove; dan survey lapangan untuk mengetahui komposisi penyusun ekosistem mangrove
dan kandungan karbon tersimpannya. Survey lapangan dilakukan dengan membuat 57 plot
pengamatan. Pada setiap plot diamati jenis dan dimensi vegetasi sesuai dengan tingkatan
pertumbuhan. Kandungan karbon tersimpan ditentukan melalui perhitungan biomassa total
pohon dengan mempertimbangkan nilai faktor ekspansi biomassa, fraksi karbon, dan massa
jenis kayu. Hasil analisis peta menunjukkan bahwa luas sebaran ekosistem mangrove di Pesisir
Kota Bengkulu ± 214,62 ha. Status kawasan seluas 116,24 ha berada di dalam kawasan hutan
Taman Wisata Alam Pantai Panjang-Pulau Bai; dan 98,38 ha berada di luar kawasan hutan.
Vegetasi pohon dan pancang penyusun ekosistem mangrove yang ditemukan hanya 9 jenis,
yakni Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, Bruguiera gymnoriza, Xylocarpus granatum,
Avicennia alba, Hibiscus tiliaceus, Lumnitzera littoreae, Ceriops tagal dan Acrostichum aureum.
Kandungan karbon tersimpan pada tegakan ekosistem mangrovenya adalah sebesar 18,53
ton/ha (Gunggung Senoaji, Muhamad Fajrin Hidayat, 2016). Pentingnya mengetahui nilai
ekonomi sumberdaya hutan mangrove sebagai salah satu faktor input kebijakan, merupakan
langkah penting dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir yang berkelanjutan
(sustainability). Pada penelitian ini, valuasi ekonomi menjadi suatu alat untuk menghitung
kehilangan nilai manfaat ekosistem hutan mangrove yang mengalami konversi lahan di
kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
menganalisis konversi hutan mangrove di daerah penelitian secara spasio-temporal serta faktor
penyebabnya; (2) valuasi nilai ekonomi hutan mangrove akibat konversi lahan; (3) mengkaji
dampak konversi hutan mangrove; (4) menyusun strategi pengelolaan dan perlindungan
lingkungan wilayah pesisir di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survei secara spasial. Melalui interpretasi pada hasil pengolahan data citra
penginderaan jauh yang disajikan dalam bentuk peta serta survei langsung pada objek kajian.
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Pemilihan area menggunakan
metode stratified random sampling berdasarkan unit penggunaan lahan. Valuasi ekonomi
hutan mangrove dilakukan dengan pendekatan contingent valuation yang mengandalkan
pendapat seseorang seseorang dengan survey langsung serta pengumpulan data primer dari
instansi terkait. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, terjadi perubahan hutan mangrove
mencapai 65,58 % pada daerah penelitian selama 13 tahun (2000-2013) yang disebabkan
tingginya aktivitas konversi hutan mangrove di kasawan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai.
Nilai ekonomi total hutan mangrove di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai pada tahun
2000 bernilai Rp. 27.128.050.179,00 sedangkan pada tahun 2013 bernilai Rp
23.237.281.901,00. Artinya selama kurun waktu 13 tahun, hutan mangrove ini telah kehilangan
manfaat senilai Rp. 3.890.768.278,00. Dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas konversi yakni
kerusakan ekosistem hutan mangrove, perubahan garis pantai (terjadi erosi) mencapai 50-190
m dan kesejahteraan masyarakat dengan menurunnya hasil tangkapan dan pendapatan (N
Anggraini, 2014).

Kawasan Wisata Mangrove Kampung Sejahtera merupakan kawasan wisata yang


dikelola oleh masyarakat Kelurahan Sumberjaya Kecamatan Kampung Melayu yang memiliki
perahu motor. Dengan adanya program strategis dari Kementerian PUPR membuat kawasan
mangrove Kampung Sejahtera sangat digemari oleh pengunjung dengan kealamian
mangrovenya. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan adalah perjalanan (fieldtrip)
dengan transfortasi kapal/perahu dengan dua sisi pemandangan yang menarik dalam wisata
mangrove yaitu aktivitas interaksi sosial di permukiman di satu sisi, serta kondisi keheningan
dan kesejukan di sisi lainnya.. Penelitian ini bertujuan untukmendapatkan rumusan strategis
pengembangan ekowisata mangrove Kampung Sejahtera Kelurahan Sumberjaya Kecamatan
Kampung Melayu mencakup mendeskripsikan persepsi wisatawan (pengunjung) terhadap
pengembangan ekowisata mangrove Kampung Sejahtera danuntuk menetapkanstrategi
pengembangan ekowisata mangrove Kampung Sejahtera Kelurahan SumberJaya Kota
Bengkulu. Metode yang digunakan adalah dengan survey dan quisioner yang dianalisa dengan
Analisis SWOT dengan pembobotan dan analisa deskriftif. Strategi yang dapat dikembangkan
adalah pengembangan dan diversifikasi kegiatan ekowisata hutang mangrove, meningkatkan
promosi dan komunikasi daerah tujuan wisata dengan memanfaatkan teknologi informasi (IT)
modern, pengelolaan ekowisata berasis masyarakat, pengembangan ekowisata mangrove
melibatkan stakeholder (H Herlitasari, B Brata, Z Zamdial, 2021).
 

Anda mungkin juga menyukai