ABSTRAK
Keseimbangan pemanfaatan ekologi dan ekonomi memiliki peran signifikan untuk menjaga
kestabilan habitat peneluran penyu di pantai. Penelitian ini bertujuan menghitung indeks kesesuaian
dan daya dukung habitat peneluran penyu untuk menjaga keberlanjutan populasi penyu. Kegiatan
survei dilakukan selama periode Desember 2020-Januari 2021 di Pantai Batu Kumbang, Desa Pulau
Baru, Kabupaten Muko-Muko. Indek Kesesuain Habitat (IKH), Indek Kesesuain Wisata (IKW) dan
daya dukung kunjungan digunakan dalam penelitian ini. Laporan Komunitas Pecinta Alam Konservasi
Penyu Mukomuko (KPAKPM) menunjukkan bahwa Pantai Batu Kumbang masih dominan digunakan
sebagai habitat peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea),
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) pada 2018.
Setidaknya tercatat 35 ekor berbagai jenis mendarat dan melakukan peneluran di Pantai Batu
Kumbang dan semakin menurun pada 2020 dengan jumlah hanya 17 ekor saja. Hasil IKH
menunjukkan bahwa sekitar 84,06%, 75,36%, dan 75,36% tergolong dalam kategori sangat sesuai
dan tersebar pada stasiun 1, 2, dan 3 secara berurutan. Kesesuaian kawasan pantai berada nilai 2,0
≤ IKW < 2,5 dan termasuk dalam kategori sesuai. Adapun jumlah pengunjung yang diperbolehkan
sesuai dengan daya dukung hanya 84 orang setiap harinya. Kebijakan konservasi pantai Batu
Kumbang perlu dikelola secara seimbang dengan pendekatan konservasi dan ekowisata pantai untuk
menjamin keberlanjutan dan kelestarian habitat peneluran berbagai jenis penyu.
ABSTRACT
The balance of ecological and economic has a significant role to maintain the stability of turtle
nesting habitats on the coast. This study aims to calculate the suitability index and carrying capacity of
turtle nesting habitats to maintain the sustainability of the turtle population. Research was conducted
from December 2020 until January 2021 at Batu Kumbang Beach, Pulau Baru Village, Muko-Muko.
Index Sustainability Habitat (IKH), Tourism Sustainability Index (IKW) and visitation carrying capacity
were used in this study. The report from Mukomuko Turtle Conservation Nature Lovers Community
(KPAKPM) shows that Batu Kumbang Beach has been inhabited by Green Turtles (Chelonia mydas),
Olive Ridley Sea Turtle (Lepidochelys olivacea), Hawksbill Turtles (Eretmochelys imbricata), and
Leatherback Turtles (Dermochelys coriacea) in 2018. At least 35 types of turtles laying egg at Batu
Kumbang Beach and decreased in 2020 becomes 17 turtles. The result of IKH show that
approximately 84.06%, 75.36%, and 75.36% were catagorized as very suitable and spreads across
stations 1, 2, and 3 respectively. The suitability of the coastal area was 2.0 ≤ IKW < 2.5 and
categorized as sustainable. The number of visitors allowed according to the carrying capacity were 84
peoples everyday. Batu Kumbang beach conservation authority needs to be managed in both turtle
egg laying and ecotourism to ensure the sustainability and balance habitat of various turtle laying egg.
Metode survei digunakan dalam pengumbilan data primer dan sekunder. Pengumpulan data
dilakukan pada lokasi terpilih (training area). Data primer yang dikumpulkan terdiri dari kondisi habitat
peneluran, wisata dan daya dukung kunjungan wisatawan Adapun data sekunder yang dikumpulkan
terdiri dari studi pustaka, dokumen dan data informasi yang berkenan dengan tujuan penelitian yang
ingin dicapai serta untuk Hasil kesesuaian dengan kreteria pembobotan menggunakan pendekatan
Sistem Informasi Geografis (GIS) software ArcGIS 10.5.
Analisis Data
Keterangan :
IKH : Indeks kesesuaian Habitat (%)
Ni : Nilai Parameter ke-i (bobot x Skor)
Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori habitat (∑ bobot maks x skor)
Tabel 1. Matriks Kesesuaian Habitat
Kategori dan skor
Parameter Sangat
Bobot Skor Sesuai Skor Tidak sesuai Skor
sesuai
Kemiringan Pantai 3 1 -30 o 3 31 – 58 o 2 > 58° 1
n
IKW = ∑ (Bi × Si)
i=1
Keterangan :
N : Banyaknya parameter kesesuaian
Sangat sesuai : IKW ≥ 2,5
Bi : Bobot parameter ke-i
Si : Skor parameter ke-i Sesuai : 2,0≤ IKW <2,5
Tidak sesuai : 1≤ IKW <2,0
Sangat Tidak Sesuai : IKW <1
Material dasar perairan 0.170 Pasir 3 Karang berpasir 2 Pasir berlumpur 1 Lumpur, lumpur berpasir 0
Kecerahan perairan (%) 0.125 >80 3 >50-80 2 20-50 1 <20 0
Kedalaman perairan (m) 0.125 0-3 3 >3-6 2 >6-10 1 >10 0
Pasang surut (m) 0.120 0-1 3 >1-2 2 >2-5 1 >5 0
Kecepatan arus (cm/detik) 0.080 0-17 3 17-34 2 34-51 1 >51 0
Kemiringan pantai ( °) 0.080 <10 3 10--25 2 >25-45 1 >45 0
Lp Wt
DDK= K × ×℘
¿
Keterangan:
DDK : Daya dukung kawasan (orang/hari)
K : Potensi pengunjung dilokasi
Lp : Luas lokasi dengan panjang yang dapat dimanfaatkan
Lt : Unit lokasi dalam kategori tertentu
Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata per hari
Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Klasifikasi dalam lokasi pantai dengan luas yang dapat beraktifitas oleh pengunjung yaitu
dengan melihat bagaimana kemampuan alam itu sendiri dapat mentolelir pengunjung, sehingga
dengan begitu, pantai tersebut dapat tetap terjaga keasliannya. dalam pengelompokannya,
pengunjung dalam perorang dapat membutuhkan 25 meter dari panjang pantai (Yulianda 2019).
Berdasarkan potensi waktu peneluran penyu yaitu berkisar antara 12 jam untuk bisa berkegiatan
dipantai dan total waktu oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata adalah 24 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Karakteristik Penyu
Wilayah Pantai Batu Kumbang, Berdasarkan jejaknya dari data pihak Komunitas pecinta alam
konservasi penyu muko-muko (KPAKPM). Dengan total luasan pantai yaitu ±2 km dengan Tingkat
kenaikan penyu bertelur dan tidak bertelur yaitu sekitar 1-3 ekor penyu pada musim tertentu.
Sepanjang garis Pantai Batu Kumbang pada 3 stasiun, terdapat 4 jenis penyu yang masih melakukan
aktifitas peneluran yaitu Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu
Belimbing (Dermochelys coriacea) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Menurut Fujisaki et al
(2016), untuk kemunculan penyu dilokasi pantai menandakan bahwa lokasi pantai masih tergolong
alami (Gambar 2).
Jumlah sebaran titik penyu dilokasi Pantai Batu Kumbang, menandakan bahwa lokasi
tersebut masih tergolong bagus dikarenakan masih adanya penyu yang mendarat. Pada dasarnya
wilayah perairan Pantai Batu Kumbang mempunyai karakteristik yang hampir sama. Namun, didaerah
yang terletak antara stasiun 2 dan 3 memiliki karateristik sedikit berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam area Pantai Batu Kumbang dengan adanya perbedaan karateristik dikarenakan perubahan
kondisi habitat oleh faktor manusia serta faktor alam, tidak menutup kumungkinan bahwa wilayah
tersebut masih tergolong bagus untuk habitat peneluran. Menurut Nuitja (1992), penyu bertelur di
daerah yang sama dan akan pergi untuk memilih area lokasi peneluran lainnya, apabila kondisi
habitatnya tersebut telah rusak atau tidak sesuai.
Kategori sangat sesuai dengan nilai di Stasiun 1 dengan nilai 84,06%, Stasiun 2 nilai 75,36%,
dan Stasiun 3 nilai 75,36%. Nilai -nilai yang di dapat pada Pantai Batu Kumbang untuk vegetasi
dikategorikan dalam 3 kelas yaitu jarang, sedang, dan rapat dengan nilai pada stasiun 1 didapatkan
nilai 43,34% kategori sangat sesuai, untuk stasiun 2 dan stasiun 3 didapatkan nilai 27,64% dan
28,92% dimana vegetasi ini masuk dalam kategori tidak sesuai. Pada lokasi penelitian terdapat
vegetasi dari jenis Cemara dan Pandanus tectorius yang tumbuh hampir disepanjang Pantai Batu
Kumbang. Menurut Nasiti dan Sunarto (2017), Pandan laut juga salah satu vegetasi yang memiliki
perakaran yang kuat sehingga mampu menahan runtuhan pasir selama proses peneluran.
Sedangkan untuk nilai kemiringan pantai berkisar antara 8 o pada stasiun 1 dan stasiun 2 untuk
stasiun 3 didapatkan nilai berkisar 3o. Menurut Darmawijaya (1997), kemiringan yang signifikan dalam
kategori curam yaitu dikategorikan dengan kemiringan antara 8o – 16o, sedangkan untuk kategori
kemiringan landai 30 - 80. Pada pengamatan lebar pantai menunjukan berkisar antara 26-32 meter.
Hal ini menujukan bahwa sarang penyu tidak terkena langsung oleh air pasang laut. Pengukuran
parameter pencahayaan dilokasi berkisar antara 1 - 2 lux. Menurut Santos et al. (2006), menunjukkan
kisaran pencahayaan yang sesuai untuk habitat peneluran penyu adalah 0–3 lux. Penyu pada saat
akan mendarat biasanya memastikan bahwa keadaan lokasi sekitar sebelum melanjutkan untuk
bertelur. Sedangkan menurut Zavaleta et al. (2013), penyu rata-rata menyukai lokasi pantai yang
tergolong sepi dan gelap serta tidak ada bunyi-bunyian maupun cahaya di sekitarnya. Selain itu untuk
bangunan menunjukan angka 0 artinya dilokasi tersebut belum ada bangunan yang dihuni oleh
masyarakat sebagai tempat tinggal, kemudian Jarak antara pantai peneluran dengan daerah pakan
untuk lamun/algae yaitu lebih dari 5 km dikarenakan lokasi Pantai Batu Kumbang masuk kedalam
pantai yang bersebrangan langsung dengan Samudra hindia. Adapun karakteristik kesesuaian habitat
penyu dengan kesesuaian sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai (Tabel 3).
Parameter Stasiun
Kemiringan Pantai 1 2 3
Lebar Pantai
tekstur Pasir
Vegetasi Pantai
Pencahayaan
Bangunan
Jarak pantai peneluran dengan
daerah pakan
S t as i un
P aram et er
1 2 3
K em i ri ngan P ant ai
Lebar P ant ai
Tek s t ur P as i r
V eget as i P ant ai
P enc ahay aan
B angunan
Kesesuaian Kawasan Wisata Pantai
Kawasan wisata pantai penyu secara keseluruhan terdapat 8 parameter diantaranya seperti
tipe kawasan, lebar pantai, material dasar diperairan, kedalaman perairan pantai, kecerahan perairan
pantai, pasang surut dan kecepatan arus dipantai, kemiringan serta tutupan vegetasi lahan pantai,
biota berbahaya, dan air tawar dilokasi pantai. Dalam pengelompokan kegiatannya yaitu
mengutamakan sumberdaya pantai yang dapat di manfaatkan serta adanya penyu yang menjadi
daya tarik untuk berwisata. Kawasan Pantai Batu Kumbang berdasarkan pada 3 stasiun penelitian
didapatkan perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata diperoleh dalam kategori sesuai berdasarkan nilai
2,0 ≤ IKW < 2,5 dengan total luasan panjang pantai ±2 km (Gambar 4).
Waktu yang
Potensi ekologis Waktu yang
Kegiatan Panjang Area (Lt) di sedikan
pengunjung (K) dihabiskan (Wp)
(Wt)
50 m (dihitung dari
Wisata
1 orang panjang track, setiap 1 12 jam 24 jam
Penyu
orang
Daya Dukung Kawasan 84 orang/hari
Kegiatan dilokasi Pantai Batu Kumbang dengan luas area yang dapat digunakan untuk
kegiatan wisata pantai seluas ±2 km, waktu yang disediakan untuk kegiatan wisata 24 jam dan waktu
rata-rata yang dihabiskan pengunjung yaitu 12 jam. Hasil perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK)
yaitu sebanyak 84 orang/hari. Nilai ini dijadikan sebagai acuan bagi pengelola untuk mengetahui
kemampuan maksimal dalam kawasan wisata yang menerima dan menampung wisatawan
perharinya. Sehingga kerusakan dan pencemaran sampah dapat diminimalisir.
Panjang garis pantai dapat dikembangkan untuk ekowisata melalui track yang ditetapkan
dalam kawasan sekitar 50 m. Sehingga yang disarankan dari 3 stasiun yaitu diantara Stasiun 1 dan
Stasiun 2 dikarenkan disana juga terdapat aktifitas peneluran penyu sehingga masyarakat dan
pengelola dapat memberikan edukasi serta penawaran jasa dan juga dapat mengatur aktifitas
wisatawan sehingga tidak menganggu ekosistem habitat peneluran penyu (Gambar 5).
SIMPULAN
Kawasan konservasi memiliki tingkat kesesuaian pantai yang tidak sama. Lokasi Pantai Batu
Kumbang mempunyai tingkat kesesuaian dari sangat sesuai, sesuai dan tidak sesuai dimana dilokasi
tersebut terdapat 4 jenis penyu diantaranya Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Hijau
(Chelonia mydas), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dan Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea). Dari setiap jenis terdapat kreteria tersendiri dalam menentukan wilayah bertelur yang
meliputi diantaranya yaitu pantai yang berpasir halus dan juga ada yang sedikit berbatuan, dengan
didominasi oleh ukuran pasir sedang dan halus, kemiringan pantai yang cendrung landai.
Luas wilayah di Pantai Batu Kumbang yaitu sepanjang ±2 km. Sedangkan untuk Indeks
Kesesuaian Wisata (IKW) memiliki kategori yang sesuai artinya pengembangan wisata bisa
dimanfaatkan dan melakukan aktifitas serta menghindari terjadinya eksploitasi langsung terhadap
penyu. Alternatif yang harus dibentuk untuk pengelolaan yaitu dapat diharapkan mampu untuk
meningkatkan kesejahtraan masyarakat sekitar dengan tetap menjaga sumberdaya secara
berkelanjutan.
Pembatasan pengunjung dilokasi Pantai Batu Kumbang, bertujuan agar menjaga keaslian
dari ekosistem secara alami. Sehingga membuat kenyamanan dari wisatawan serta aktfitas penyu
dalam melakukan peneluran dikarenakan dilokasi Pantai Batu Kumbang salah satu daya tarik selain
pantai yaitu adanya penyu mendarat di lokasi tersebut sehingga pemangku kepentingan seperti
Pemerintah, masyarakat disekitar ataupun pengelola konservasi penyu dapat memberikan edukasi
dalam hal menjaga kelestarian penyu sehingga membuat populasi penyu tidak punah serta bisa
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui jasa dan fasilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anshary M, Setyawati TR, Yanti AH. 2014. Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas,
Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api dan Pantai Belacan
Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Protobiont, 3 (2): 232 – 239.
http://dx.doi.org/10.26418/protobiont.v3i2.6830
Darmawijaya MI. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Pr. p 411.
Fujisaki I, Hart KM, Sartain AR. 2016. Habitat selection by green turtles in a spatially heterogeneous
benthic landscape in Dry Tortugas National Park, Florida. Aquatic biology. 24: 185–
199.doi:10.3354/ab00647.
Hartati, La Harudu. 2016. Identifikasi jenis-jenis kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas
manusia di kelurahan Lowu-Lowu kecamatan Lea-Lea kota Bau-Bau. Jurnal Penelitian
Pendidikan Geografi 1(1):2016.
Lovemore TEJ, Montero N, Ceriani SA, Fuentes MMPB. 2020. Assessing the effectiveness of
different sea turtle nest protection strategies against coyotes. Journal of experimental Marine
Biology and Ecology Vol. 533 December 2020, 151470.
https://doi.org/10.1016/j.jembe.2020.151470
Merwe JPVD, Ibrahim K, Lee SY, Whittier JM. 2009. Habitat use by green turtles (Chelonia mydas)
nesting in Peninsular Malaysia: local and regional conservation implications. Wildlife
Research. 36(7) 637-645 https://doi.org/10.1071/WR09099
Nuitja INS. 1992. Biologi dan ekologi pelestarian penyu laut. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
128 p.
Nasiti PI, Sunarto. 2017. Perbandingan Karakteristik geomorfik habitat peneluran penyu di wilayah
pesisir Goa Cemara, Kabupaten Bantul dan Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi. Jurnal
Bumi Indonesia. 6(4):1–6.
Nurbaeti E. 2016. Pengelolaan Wisata Pantai Berbasis Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di
Pangumbahan Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Samanya R. 2015. Biologi Konservasi Penyu Laut [artikel]. Yogyakarta (ID): Fakultas Biotekbologi,
Universitas Kristen Duta Wacana.
Santos KC, Tague C, Alberts AC, Franklin J. 2006. Sea turtle nesting habitat on the US Naval Station.
Guantanamo Bay. Cuba: a comparison of habitat
Wahjuhardini PL. 1992. Studi Beberapa Aspek Biologi Penyu Sisik (Eretmochels imbricata L). Di
Kepulauan Seribu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis
Konservasi. Makalah Seminar Sains pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yulianda F. 2019. Ekowisata Perairan Suatu Konsep Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Bahari
dan Wisata Air Tawar. Bogor (ID): IPB Pr.