Anda di halaman 1dari 11

KESESUAIAN HABITAT PENELURAN, WISATA DAN DAYA DUKUNG KUNJUNGAN DI

KAWASAN PELESTARIAN PENYU PANTAI BATU KUMBANG, DESA PULAU BARU,


KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU
SUITABILITY OF SHESTING HABITAT, TOURISM AND VISITING SUPPORTING
CAPACITY IN BATU KUMBANG BEACH TURTLE CONSERVATION AREA, NEW
ISLAND VILLAGE, MUKO-MUKO REGENCY, BENGKULU PROVINCE
Santri Purari Putra1, Zulhamsyah Imran2*, dan Sulistiono2
1
Pogram Pascasajana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga Bogor, 16680, Indonesia
2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Kampus Dramaga Bogor, 16680, Indonesia
*Zulhamsyah imran E-mail: zulhamsyahim@apps.ipb.ac.id

ABSTRAK
Keseimbangan pemanfaatan ekologi dan ekonomi memiliki peran signifikan untuk menjaga
kestabilan habitat peneluran penyu di pantai. Penelitian ini bertujuan menghitung indeks kesesuaian
dan daya dukung habitat peneluran penyu untuk menjaga keberlanjutan populasi penyu. Kegiatan
survei dilakukan selama periode Desember 2020-Januari 2021 di Pantai Batu Kumbang, Desa Pulau
Baru, Kabupaten Muko-Muko. Indek Kesesuain Habitat (IKH), Indek Kesesuain Wisata (IKW) dan
daya dukung kunjungan digunakan dalam penelitian ini. Laporan Komunitas Pecinta Alam Konservasi
Penyu Mukomuko (KPAKPM) menunjukkan bahwa Pantai Batu Kumbang masih dominan digunakan
sebagai habitat peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea),
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) pada 2018.
Setidaknya tercatat 35 ekor berbagai jenis mendarat dan melakukan peneluran di Pantai Batu
Kumbang dan semakin menurun pada 2020 dengan jumlah hanya 17 ekor saja. Hasil IKH
menunjukkan bahwa sekitar 84,06%, 75,36%, dan 75,36% tergolong dalam kategori sangat sesuai
dan tersebar pada stasiun 1, 2, dan 3 secara berurutan. Kesesuaian kawasan pantai berada nilai 2,0
≤ IKW < 2,5 dan termasuk dalam kategori sesuai. Adapun jumlah pengunjung yang diperbolehkan
sesuai dengan daya dukung hanya 84 orang setiap harinya. Kebijakan konservasi pantai Batu
Kumbang perlu dikelola secara seimbang dengan pendekatan konservasi dan ekowisata pantai untuk
menjamin keberlanjutan dan kelestarian habitat peneluran berbagai jenis penyu.

Kata kunci: Ekosistem, konservasi, pantai, penyu

ABSTRACT
The balance of ecological and economic has a significant role to maintain the stability of turtle
nesting habitats on the coast. This study aims to calculate the suitability index and carrying capacity of
turtle nesting habitats to maintain the sustainability of the turtle population. Research was conducted
from December 2020 until January 2021 at Batu Kumbang Beach, Pulau Baru Village, Muko-Muko.
Index Sustainability Habitat (IKH), Tourism Sustainability Index (IKW) and visitation carrying capacity
were used in this study. The report from Mukomuko Turtle Conservation Nature Lovers Community
(KPAKPM) shows that Batu Kumbang Beach has been inhabited by Green Turtles (Chelonia mydas),
Olive Ridley Sea Turtle (Lepidochelys olivacea), Hawksbill Turtles (Eretmochelys imbricata), and
Leatherback Turtles (Dermochelys coriacea) in 2018. At least 35 types of turtles laying egg at Batu
Kumbang Beach and decreased in 2020 becomes 17 turtles. The result of IKH show that
approximately 84.06%, 75.36%, and 75.36% were catagorized as very suitable and spreads across
stations 1, 2, and 3 respectively. The suitability of the coastal area was 2.0 ≤ IKW < 2.5 and
categorized as sustainable. The number of visitors allowed according to the carrying capacity were 84
peoples everyday. Batu Kumbang beach conservation authority needs to be managed in both turtle
egg laying and ecotourism to ensure the sustainability and balance habitat of various turtle laying egg.

Keywords: Beach, conservation, ecosystem, turtle


PENDAHULUAN
Wilayah perairan pantai dikenal sebagai salah satu ekosistem dinamik dan menjadi sumber
daya alam produktif karena keberadaan ekosistem padang lamun, mangrove dan terumbu karang
yang telah didukung oleh keanekaragaman hayati pada ketiga ekosistem tersebut. Salah satunya
kondisi ini dijumpai di wilayah perairan Pantai Batu Kumbang, Desa Pulau Baru, Kabupaten Muko-
Muko, Provinsi Bengkulu. Wilayah perairan pantai juga sangat menunjang sektor kelautan dan
perikanan. Wilayah daratannya sangat berpotensi untuk kegiatan pertanian, kehutanan, pariwisata.
Saat ini semua potensi sumberdaya alam dan jasa ekosistem di Desa Pulau Baru sudah diketahui
dan dikenal oleh masyarakat lokal dan luar Provinsi Bengkulu.
Kunjungan wisatawan yang semakin meningkat dan tidak terkendali diperkirakan dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas habitat peneluran. Menurut laporan Komunitas Pecinta Alam
Konservasi Penyu Muko-Muko (KPAKM), jumlah wisatawan meningkat 80% dalam kurun waktu 3
tahun terakhir. Peningkatan jumlah wisatawan diduga berpengaruh terhadap jumlah populasi penyu
yang menggunakan pantai habitat peneluran, berbagai jenis penyu yang juga menggunakan Pantai
Batu Kumbang sebagai habitat peneluran pada musim-musim tertentu. Pentingnya menjaga
kelestarian alam serta populasi penyu supaya tidak semakin berkurang perlu adanya tindakan upaya
kebijakan untuk mempertahankan ekosistem (Lovemore et al 2020). Kehadiran wisatawan yang
berlebih dapat merusak ekosistem yang memberikan perlindungan kepada telur yang diletakan pada
sarang-sarangnya. Bahkan meningkatnya pencahayaan pada fasilitas wisata di malam hari telah
mengganggu dan menurunkan jumlah penyu yang mendarat di pantai. Memperhatikan kondisi ini
perlu ada konservasi pantai peneluran dan pembatasan jumlah wisata yang berkunjung ke Pantai
Batu Kumbang.
Pelestarian wilayah habitat peneluran penyu menjadi penting untuk keberlangsungan
populasi habitat. Saat ini sudah ada Komunitas Konservasi Muko-Muko (KPAKM) yang didirikan Pada
Tahun 2018 dan diakui oleh pemerintah kabupaten. Beberapa upaya konservasi dan pelestarian yang
sudah dilakukan seperti edukasi pengenalan penyu kepada wisatawan yang berkunjung, pelepasan
tukik, dan monitoring aktifitas penyu bagi wisatawan yang ingin melihat langsung proses penyu
bertelur. Berbagai kegiatan ini belum cukup untuk memastikan apakah telur yang menetas dan juga
tukik dapat menjamin peningkatan dan pelestarian berbagai jenis penyu diperairan Pantai Batu
Kumbang.
Menurut catatan (KPAKM) Tahun 2020, ada 4 jenis penyu yang ditemukan di pantai yang
memiliki nilai sejarah ini, yaitu Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Hijau (Chelonia mydas),
Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Keberadaan
beberapa jenis penyu tersebut menandakan bahwa Pantai Batu Kumbang sampai saat ini masih
dijadikan sebagai Habitat Peneluran Penyu. Dapat disimpulkan sementara bahwa Pantai Batu
Kumbang masih tergolong alami dan sesuai sebagai wilayah peneluran penyu. Menurut Anshary et al
(2014), penyu memiliki naluri yang pada saat dilepaskan di pantai maka penyu akan kembali lagi
kepantai tersebut untuk bertelur namun adanya peningkatan pemanfaatan pantai secara berlebihan
akan sangat mempengaruhi kelestarian penyu. Merwe et al. (2009), Konsekuensi dari pemanfaatan
yang tidak berkelanjutan membawa dampak negatif terhadap keberadaan populasi penyu. Hartati dan
La Harudu (2016), juga menyatakan kerusakan ekosistem habitat disebabkan oleh faktor alamiah
serta aktivitas manusia akan sangat mempengaruhi kelestarian dari habitat peneluran penyu.
Berdasarkan kepada fakta, dinamika pemanfaatan dan kegiatan-kegiatan konservasi di Pantai
Batu Kumbang menunjukan bahwa kegiatan ekowisata berbasis konservasi belum dilakukan secara
optimal. Memperhatikan kepada hal tersebut perlu dilakukan evaluasi tingkat kesesuaian habitat
peneluran penyu dilokasi Pantai Batu Kumbang. Hal ini didasarkan pada masih terbatasnya
parameter yang digunakan pada penelitian sebelumnya untuk analisis kesesuaian. Pada penelitian
tentang penyu selama ini telah banyak dilakukan dari berbagai macam daerah namun lebih berkaitan
tentang siklus penangkaran penyu (Wahjuhardini 1992; Fitrari 2007), ancaman terhadap populasi
(Turkozan dan Can 2007), habitat penyu serta genetika dan pemantauan tentang migrasi penyu
(Harteti 2013), serta penurunan populasi penyu oleh faktor alam (predator, penyakit, dan perubahan
iklim) dan faktor antropogenik (Samanya 2015). Untuk menjadikan pantai wisata dengan tetap
menjaga kelestariannya, perlu adanya konsep pengembangan yang diharapkan menjadi solusi dari
beberapa permasalahan agar dapat mewujudkan pelestarian di kawasan Pantai Batu Kumbang
sebagai kawasan yang aman untuk konservasi penyu yang berkelanjutan. Secara bersamaan
diharapkan dapat memberikan manfaat kesejahteraan kepada masyarakat lokal. Adapun tujuan
penelitian ini adalah menghitung atau menentukan tingkat kesesuaian habitat peneluran penyu,
tingkat kesesuaian ekowisata, dan daya dukung kunjungan wisatawan terhadap kualitas habitat
peneluran penyu.
METODE PENELITIAN
Deskripsi Area Penelitian dan Pengumpulan Data
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Pantai Batu Kumbang, Desa Pulau Baru, Kabupaten
Muko-Muko, Provinsi Bengkulu. pada bulan Desember 2020 sampai Januari 2021. Lokasi penelitian
berhadapan langsung dengan wilayah Perairan Samudra Hindia dan secara geografis terletak pada
2°58'00.9" Lintang Selatan dan 101°26'22.7" Bujur Timur. Adapun luas pantai yang diteliti yaitu 2 Km
(Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi Pantai Batu Kumbang

Metode survei digunakan dalam pengumbilan data primer dan sekunder. Pengumpulan data
dilakukan pada lokasi terpilih (training area). Data primer yang dikumpulkan terdiri dari kondisi habitat
peneluran, wisata dan daya dukung kunjungan wisatawan Adapun data sekunder yang dikumpulkan
terdiri dari studi pustaka, dokumen dan data informasi yang berkenan dengan tujuan penelitian yang
ingin dicapai serta untuk Hasil kesesuaian dengan kreteria pembobotan menggunakan pendekatan
Sistem Informasi Geografis (GIS) software ArcGIS 10.5.

Analisis Data

Indeks Kesesuaian Habitat (IKH)


Kesesuaian habitat dianalisis meliputi kesesuaian lahan peneluran dan jumlah sarang penyu
yang terdapat di lokasi peneliti, untuk penentu pembobotan (weighting) dan penilaian (scoring) serta
melihat kriteria paramter, skor, dan bobot, serta kategori kelas kesesuaian yang terdapat di habitat
peneluran penyu. Pembagian kesesuaian habitat penyu terbagi dalam 3 kelompok yaitu tidak sesuai,
sesuai, dan sangat sesuai dengan pengelompokan dari Indeks kesesuaian menggunakan rumus
(Yulianda, 2007). Adapun formula IKH yang digunakan sebagai berikut (Tabel 1).

IKH = ∑ [Ni/Nmaks] x 100%

Keterangan :
IKH : Indeks kesesuaian Habitat (%)
Ni : Nilai Parameter ke-i (bobot x Skor)
Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori habitat (∑ bobot maks x skor)
Tabel 1. Matriks Kesesuaian Habitat
Kategori dan skor
Parameter Sangat
Bobot Skor Sesuai Skor Tidak sesuai Skor
sesuai
Kemiringan Pantai 3 1 -30 o 3 31 – 58 o 2 > 58° 1

Lebar pantai 3 25-43 3 7 - 24 2 < 7 atau > 43 1


< 95% atau >
Tekstur Pasir 5 97 - 99% 3 95 - 96% 2 1
99%
< 32% atau >
Vegetasi pantai 3 39 - 47% 3 32 - 38% 2 1
47%
Pencahayaan 5 0 lux 3 1 - 3 lux 2 > 3 lux 1
Bangunan 1 0% 3 1 - 4% 2 > 4% 1
Jarak pantai peneluran
3 0 km 3 1 - 5 km 2 >5 km 1
dengan daerah pakan
Keterangan: N maksimum = 69, sangat sesuai = IKH > 69,86%, sesuai = IKH 69,87 – 66.67%, tidak
sesuai = IKH < 66,67%
Pengukuran kawasan habitat peneluran dilakukan berdasarkan matriks kesesuaian habitat
terhadap penyu di setiap stasiun pengamatan diantaranya:
a) Vegetasi Pantai
Pengukuran vegetasi dilakukan dengan citra satelit di sepanjang garis pantai sehingga
didapatkan kelas tutupan vegetasi dengan kelas tutupan vegetasi jarang, sedang dan padat.
Data vegetasi di batasi hanya pada persen tutupan vegetasi.
b) Kemiringan Pantai
Kemiringan pantai di ukur menggunakan pengamatan visual sepanjang pantai, penentuan
titik pengukuran kemiringan dilakukan dengan Random sampling di bagian-bagian pantai dari
garis pasang tertinggi ke arah batas vegetasi dimana terlihat mempunyai perbedaan
kemiringan yang cukup signifikan, dengan pengukuran menggunakan alat clinometer.
c) Lebar Pantai
Pengambilan data dalam penentuan titik pengukuran dilakukan secara acak di area yang di
perkirakan mempunyai lebar signifikan dimulai dari batas adanya vegetasi (supratidal) hingga
daerah pasang surut (tidal line), dengan mengunakan roll meter.
d) Pasir Pantai
Pengambilan sampel pasir dilakukan di lokasi pantai dengan kedalaman 50 cm kemudian
sampel di analisis dengan melihat klasifikasi butiran pasir tersebut. Sedimen diukur dengan
ayakan.
e) Pencahayaan
Pengukuran pencahayan di habitat peneluran penyu di ukur mengunakan dengan alat lux
meter, pada 3 titik stasiun dengan batas pasang surut tertinggi harian.
f) Bangunan
Banyaknya Bagunan di pantai peneluran dapat mengakibatkan menganggu penyu untuk
bertelur dikarenakan penyu memliki beberpa faktor dan kriteria.
g) Jarak pantai peneluran dengan daerah pakan
Pengukuran daerah pakan, dilihat melalui wawancara terhadap pengelola serta diaplikasikan
melalui melalui Sistem Informasi Geografis (GIS).
Analisis Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)
Indeks kesesuaian wisata merupakan suatu kawasan yang bisa dimanfaatkan sebagai
penentu bahwa kawasan tersebut dinilai sesuai atau tidak dengan mempertimbangkan beberapa
parameter (Tabel 2). Adapun IKW didapatkan dengan rumus dan matriks. (Yulianda 2019).

n
IKW = ∑ (Bi × Si)
i=1

Keterangan :
N : Banyaknya parameter kesesuaian
Sangat sesuai : IKW ≥ 2,5
Bi : Bobot parameter ke-i
Si : Skor parameter ke-i Sesuai : 2,0≤ IKW <2,5
Tidak sesuai : 1≤ IKW <2,0
Sangat Tidak Sesuai : IKW <1

Tabel 2. Matriks indeks kesesuaian wisata


Parameter Bobot Kategori (Skor)
Pasir putih campuran Pasir hitam,
Tipe Pantai 0.200 Pasir Putih 3 2 1 Lumpur, berbatu, terjal 0
pecahan karang sedikit terjal
Lebar pantai (m) 0.200 >15 3 10--25 2 3-<10 1 <3 0

Material dasar perairan 0.170 Pasir 3 Karang berpasir 2 Pasir berlumpur 1 Lumpur, lumpur berpasir 0
Kecerahan perairan (%) 0.125 >80 3 >50-80 2 20-50 1 <20 0
Kedalaman perairan (m) 0.125 0-3 3 >3-6 2 >6-10 1 >10 0
Pasang surut (m) 0.120 0-1 3 >1-2 2 >2-5 1 >5 0
Kecepatan arus (cm/detik) 0.080 0-17 3 17-34 2 34-51 1 >51 0
Kemiringan pantai ( °) 0.080 <10 3 10--25 2 >25-45 1 >45 0

Putupan lahan pantai 0.010


Kelapa, lahan
3
Semak belukar, rendah, 2 Belukar tinggi 1
Hutan bakau, pemukiman,
0
terbuka savana pelabuhan
Bulu babi, ikan
Biota berbahaya 0.005 Tidak ada 3 Bulu babi 2 1 Bulu babi, ikan pari,lepu, hiu 0
pari
Ketersesiaan air tawar (km) 0.005 <0,5 3 >0,5-1 2 >1-2 1 >2 0

Daya dukung kawasan (DDK)


Daya dukung kawasan pantai dilakukan secara spesifik serta berhubungan langsung dengan
jumlah terhadap kegiatan pariwisata dan pengembangannya yang menimbulkan gangguan terhadap
kawasan. Setelah itu, dianalisis menggunakan rumus (Yulianda 2019).

Lp Wt
DDK= K × ×℘
¿
Keterangan:
DDK : Daya dukung kawasan (orang/hari)
K : Potensi pengunjung dilokasi
Lp : Luas lokasi dengan panjang yang dapat dimanfaatkan
Lt : Unit lokasi dalam kategori tertentu
Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata per hari
Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu

Klasifikasi dalam lokasi pantai dengan luas yang dapat beraktifitas oleh pengunjung yaitu
dengan melihat bagaimana kemampuan alam itu sendiri dapat mentolelir pengunjung, sehingga
dengan begitu, pantai tersebut dapat tetap terjaga keasliannya. dalam pengelompokannya,
pengunjung dalam perorang dapat membutuhkan 25 meter dari panjang pantai (Yulianda 2019).
Berdasarkan potensi waktu peneluran penyu yaitu berkisar antara 12 jam untuk bisa berkegiatan
dipantai dan total waktu oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata adalah 24 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Karakteristik Penyu
Wilayah Pantai Batu Kumbang, Berdasarkan jejaknya dari data pihak Komunitas pecinta alam
konservasi penyu muko-muko (KPAKPM). Dengan total luasan pantai yaitu ±2 km dengan Tingkat
kenaikan penyu bertelur dan tidak bertelur yaitu sekitar 1-3 ekor penyu pada musim tertentu.
Sepanjang garis Pantai Batu Kumbang pada 3 stasiun, terdapat 4 jenis penyu yang masih melakukan
aktifitas peneluran yaitu Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu
Belimbing (Dermochelys coriacea) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Menurut Fujisaki et al
(2016), untuk kemunculan penyu dilokasi pantai menandakan bahwa lokasi pantai masih tergolong
alami (Gambar 2).

Gambar 2. Sebaran penyu bertelur

Jumlah sebaran titik penyu dilokasi Pantai Batu Kumbang, menandakan bahwa lokasi
tersebut masih tergolong bagus dikarenakan masih adanya penyu yang mendarat. Pada dasarnya
wilayah perairan Pantai Batu Kumbang mempunyai karakteristik yang hampir sama. Namun, didaerah
yang terletak antara stasiun 2 dan 3 memiliki karateristik sedikit berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam area Pantai Batu Kumbang dengan adanya perbedaan karateristik dikarenakan perubahan
kondisi habitat oleh faktor manusia serta faktor alam, tidak menutup kumungkinan bahwa wilayah
tersebut masih tergolong bagus untuk habitat peneluran. Menurut Nuitja (1992), penyu bertelur di
daerah yang sama dan akan pergi untuk memilih area lokasi peneluran lainnya, apabila kondisi
habitatnya tersebut telah rusak atau tidak sesuai.

Kesesuaian Kawasan Habitat Peneluran Penyu


Ada kecendrungan peneluran penyu memperhatikan lokasi peneluran dengan karakteristik
yang berbeda dari setiap jenis penyu. Habitat peneluran penyu dibagi menjadi tiga karakteristik yaitu
karakteristik fisik pantai, karakteristik pasir sarang, serta karakteristik vegetasi pantai dan predator.
Penyu hijau cendrung menyukai terutama dengan karateristik habitat pohon pandan serta kerapatan
vegetasi yang padat. Penyu sisik cendrung menyukai karateristik dengan butiran pasir kasar dengan
hempasan ombak. Penyu pipih dan Penyu lekang memilih karateristik pantai yang memiliki
kemiringan landai dan luas sebagai tempat bertelur dengan tekstur pasir yang halus serta mudah
digali dan secara naluriah dianggap sebagai tempat yang aman untuk meletakkan telurnya (Nuitja,
1992).
Kondisi tempat habitat peneluran penyu di Pantai Batu Kumbang masuk dalam kreteria
sangat sesuai. Hasil pengamatan Pantai Batu kumbang dalam kategori kesesuaian dari Parameter
Indeks Kesesuaian Habitat (Gambar 3).
Gambar 3. Kesesuaian Habitat Penyu

Kategori sangat sesuai dengan nilai di Stasiun 1 dengan nilai 84,06%, Stasiun 2 nilai 75,36%,
dan Stasiun 3 nilai 75,36%. Nilai -nilai yang di dapat pada Pantai Batu Kumbang untuk vegetasi
dikategorikan dalam 3 kelas yaitu jarang, sedang, dan rapat dengan nilai pada stasiun 1 didapatkan
nilai 43,34% kategori sangat sesuai, untuk stasiun 2 dan stasiun 3 didapatkan nilai 27,64% dan
28,92% dimana vegetasi ini masuk dalam kategori tidak sesuai. Pada lokasi penelitian terdapat
vegetasi dari jenis Cemara dan Pandanus tectorius yang tumbuh hampir disepanjang Pantai Batu
Kumbang. Menurut Nasiti dan Sunarto (2017), Pandan laut juga salah satu vegetasi yang memiliki
perakaran yang kuat sehingga mampu menahan runtuhan pasir selama proses peneluran.
Sedangkan untuk nilai kemiringan pantai berkisar antara 8 o pada stasiun 1 dan stasiun 2 untuk
stasiun 3 didapatkan nilai berkisar 3o. Menurut Darmawijaya (1997), kemiringan yang signifikan dalam
kategori curam yaitu dikategorikan dengan kemiringan antara 8o – 16o, sedangkan untuk kategori
kemiringan landai 30 - 80. Pada pengamatan lebar pantai menunjukan berkisar antara 26-32 meter.
Hal ini menujukan bahwa sarang penyu tidak terkena langsung oleh air pasang laut. Pengukuran
parameter pencahayaan dilokasi berkisar antara 1 - 2 lux. Menurut Santos et al. (2006), menunjukkan
kisaran pencahayaan yang sesuai untuk habitat peneluran penyu adalah 0–3 lux. Penyu pada saat
akan mendarat biasanya memastikan bahwa keadaan lokasi sekitar sebelum melanjutkan untuk
bertelur. Sedangkan menurut Zavaleta et al. (2013), penyu rata-rata menyukai lokasi pantai yang
tergolong sepi dan gelap serta tidak ada bunyi-bunyian maupun cahaya di sekitarnya. Selain itu untuk
bangunan menunjukan angka 0 artinya dilokasi tersebut belum ada bangunan yang dihuni oleh
masyarakat sebagai tempat tinggal, kemudian Jarak antara pantai peneluran dengan daerah pakan
untuk lamun/algae yaitu lebih dari 5 km dikarenakan lokasi Pantai Batu Kumbang masuk kedalam
pantai yang bersebrangan langsung dengan Samudra hindia. Adapun karakteristik kesesuaian habitat
penyu dengan kesesuaian sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai (Tabel 3).

Tabel 3. Matriks Kesesuaian untuk Habitat Penyu di Pantai Batu Kumbang

Parameter Stasiun
Kemiringan Pantai 1 2 3
Lebar Pantai
tekstur Pasir
Vegetasi Pantai
Pencahayaan
Bangunan
Jarak pantai peneluran dengan
daerah pakan
S t as i un
P aram et er
1 2 3
K em i ri ngan P ant ai
Lebar P ant ai
Tek s t ur P as i r
V eget as i P ant ai
P enc ahay aan
B angunan
Kesesuaian Kawasan Wisata Pantai
Kawasan wisata pantai penyu secara keseluruhan terdapat 8 parameter diantaranya seperti
tipe kawasan, lebar pantai, material dasar diperairan, kedalaman perairan pantai, kecerahan perairan
pantai, pasang surut dan kecepatan arus dipantai, kemiringan serta tutupan vegetasi lahan pantai,
biota berbahaya, dan air tawar dilokasi pantai. Dalam pengelompokan kegiatannya yaitu
mengutamakan sumberdaya pantai yang dapat di manfaatkan serta adanya penyu yang menjadi
daya tarik untuk berwisata. Kawasan Pantai Batu Kumbang berdasarkan pada 3 stasiun penelitian
didapatkan perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata diperoleh dalam kategori sesuai berdasarkan nilai
2,0 ≤ IKW < 2,5 dengan total luasan panjang pantai ±2 km (Gambar 4).

Gambar 4. Kesesuaian Wisata Pantai


Pengembangan ekowisata pantai yang dapat dilakukan untuk menjaga dalam menghindari
terjadinya eksploitasi langsung terhadap habitat penyu dan alternatif yang harus dibentuk untuk
pengelolaan dapat diharapkan mampu membuat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan tetap menjaga dalam keberlanjutan. Menurut Yulianda (2019), Kesesuaian karateristik
sumberdaya pantai serta lingkungan pantai dalam pengembangan wisata dapat dilihat dari aspek
ekologi yang di dapat dan aspek pemanfaatan.
Adapun kondisi Pantai Batu Kumbang berdasarkan analisis Indeks Kesesuaian Wisata (IKW),
menunjukan parameter tipe pantai di Stasiun 1 yaitu kategori pasir putih,Stasiun 2 dan Stasiun 3
didapatkan kategori pasir putih dengan sedikit berbatuan serta parameter material dasar perairan
keseluruhan yaitu kategori pasir. Pasir pantai selain sebagai tempat aktifitas wisatawan dengan pasir
yang halus dapat juga mempermudah penyu dalam proses penggalian sarang serta menjaga
kestabilan sarang telur penyu. Wisata pantai juga berkaitan dengan parameter kecerahan perairan
dimana pada Stasiun 1 dengan kategori nilai 39.83%, Stasiun 2 dengan nilai 47.56% dan Stasiun 3
dengan nilai 47.28%. Parameter kedalaman perairan terendah yaitu trdapat di Stasiun 3 kategori
dengan nilai 61.33 meter dan stasiun 1 dan 2 didapatkan antara 95.67 meter – 96.67 meter.
Parameter kecepatan arus di Satsiun 1 yaitu 0.33 cm/detik, untuk Stasiun 2 didapatkan 0.7 cm/detik
dan Stasiun 3 didapatkan 0.59 cm/detik. Sedangkan parameter pasang surut di Stasiun 1,2 dan 3 di
dapatkan kategori nilai 5.2 – 8.9 meter dan parameter lebar pantai didapatkan panjang 3 – 8 meter.
Parameter pada kawasan Pantai Batu Kumbang termasuk kategori sesuai, hal ini disebabkan
wilayah tersebut yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia sehingga gelombang pada
wilayah pantai cukup tinggi sehingga tidak disarankan sebagai tempat bermain air pantai. Secara
keseluruhan wilayah Pantai Batu Kumbang masih tergolong kategori baik/sesuai dengan tutupan
lahan termasuk dalam kategori semak belukar rendah dan tidak ada biota berbahaya dan parameter
ketersediaan air tawar di dapatkan kategori dengan jarak kurang dari 0,5 km pada Stasiun 1
sedangkan Stasiun 2 dan Stasiun 3 di dapatkan lebih dari 0,5 km. Luasan kawasan dengan total
luasan ±2 km sehingga untuk wisata pantai terletak di Stasiun 1 dengan luasan 6.799 hektar dan IKW
2,4. Stasiun 2 dengan luasan 4.335 hektar dan IKW 2,1. dan Stasiun 3 dengan luasan 4.537 hektar
dan IKW 2,2. (Tabel 4).
Tabel 4. Analisis kesesuaian kawasan wisata pantai

No Kelas Kesesuaian Luas (hektar) Nilai IKW


1 Sangat sesuai - 1 ≤ IKW < 2,0
2 Sesuai ±2 km 2,0 ≤ IKW <2,5
3 Tidk sesuai - IKW ≥ 2,5

Daya Dukung Kawasan


Daya dukung untuk kawasan di Pantai Batu Kumbang yang kaya akan potensi
keanekaragaman serta penyu dilokasi membuat aktifitas wisatawan menjadi lebih tinggi sehingga
dapat mengganggu kenyamanan aktifitas penyu bertelur dan mengancam keberadaan penyu.
Sehingga pengelola kawasan dapat memperhatikan Daya Dukung Kawasan yang diperlukan dalam
mengatur aktivitas wisatawan baik dari mayarakat lokal maupun dari luar Provinsi. Pengembangan
kawasan memperhatikan faktor daya dukung untuk membuat suatu kawasan yang berkelanjutan.
Pengelolaan kawasan wisata dapat memperhitungkan dengan mencegah kerusakan dan penurunan
kualitas lingkungan. (Tabel 5).

Tabel 5. Daya Dukung Kawasan

Waktu yang
Potensi ekologis Waktu yang
Kegiatan Panjang Area (Lt) di sedikan
pengunjung (K) dihabiskan (Wp)
(Wt)
50 m (dihitung dari
Wisata
1 orang panjang track, setiap 1 12 jam 24 jam
Penyu
orang
Daya Dukung Kawasan 84 orang/hari

Kegiatan dilokasi Pantai Batu Kumbang dengan luas area yang dapat digunakan untuk
kegiatan wisata pantai seluas ±2 km, waktu yang disediakan untuk kegiatan wisata 24 jam dan waktu
rata-rata yang dihabiskan pengunjung yaitu 12 jam. Hasil perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK)
yaitu sebanyak 84 orang/hari. Nilai ini dijadikan sebagai acuan bagi pengelola untuk mengetahui
kemampuan maksimal dalam kawasan wisata yang menerima dan menampung wisatawan
perharinya. Sehingga kerusakan dan pencemaran sampah dapat diminimalisir.
Panjang garis pantai dapat dikembangkan untuk ekowisata melalui track yang ditetapkan
dalam kawasan sekitar 50 m. Sehingga yang disarankan dari 3 stasiun yaitu diantara Stasiun 1 dan
Stasiun 2 dikarenkan disana juga terdapat aktifitas peneluran penyu sehingga masyarakat dan
pengelola dapat memberikan edukasi serta penawaran jasa dan juga dapat mengatur aktifitas
wisatawan sehingga tidak menganggu ekosistem habitat peneluran penyu (Gambar 5).

Gambar 5 Design tracking area ekowisata pantai


Menurut Yulianda (2019), potensi ekologis dari pengunjung yaitu dihitung berdasarkan
lokasi yang bisa dimanfaatkan dalam aktifitas pengunjung serta kondisi alam yang mampu untuk
mentolerir aktifitas tersebut. Bentuk pemanfatan dalam ekosistem akan berdampak secara
berkelanjutan yaitu pada perubahan ekosistem dan populasi. Perubahan ekosistem yang sudah
dikategorikan rusak pada ekosistemnya akan memakan waktu untuk di kembalikan seperti semula,
dikarenakan setiap individu maupun ekosistem yang ada memiliki keanekaragaman yang tidak sama.
Meskipun sudah mengupayakan pemulihan dalam suatu ekosistem seringkali membutuhkan tenaga
dan dana yang lebih jauh besar.

SIMPULAN
Kawasan konservasi memiliki tingkat kesesuaian pantai yang tidak sama. Lokasi Pantai Batu
Kumbang mempunyai tingkat kesesuaian dari sangat sesuai, sesuai dan tidak sesuai dimana dilokasi
tersebut terdapat 4 jenis penyu diantaranya Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Hijau
(Chelonia mydas), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dan Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea). Dari setiap jenis terdapat kreteria tersendiri dalam menentukan wilayah bertelur yang
meliputi diantaranya yaitu pantai yang berpasir halus dan juga ada yang sedikit berbatuan, dengan
didominasi oleh ukuran pasir sedang dan halus, kemiringan pantai yang cendrung landai.
Luas wilayah di Pantai Batu Kumbang yaitu sepanjang ±2 km. Sedangkan untuk Indeks
Kesesuaian Wisata (IKW) memiliki kategori yang sesuai artinya pengembangan wisata bisa
dimanfaatkan dan melakukan aktifitas serta menghindari terjadinya eksploitasi langsung terhadap
penyu. Alternatif yang harus dibentuk untuk pengelolaan yaitu dapat diharapkan mampu untuk
meningkatkan kesejahtraan masyarakat sekitar dengan tetap menjaga sumberdaya secara
berkelanjutan.
Pembatasan pengunjung dilokasi Pantai Batu Kumbang, bertujuan agar menjaga keaslian
dari ekosistem secara alami. Sehingga membuat kenyamanan dari wisatawan serta aktfitas penyu
dalam melakukan peneluran dikarenakan dilokasi Pantai Batu Kumbang salah satu daya tarik selain
pantai yaitu adanya penyu mendarat di lokasi tersebut sehingga pemangku kepentingan seperti
Pemerintah, masyarakat disekitar ataupun pengelola konservasi penyu dapat memberikan edukasi
dalam hal menjaga kelestarian penyu sehingga membuat populasi penyu tidak punah serta bisa
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui jasa dan fasilitas.

DAFTAR PUSTAKA
Anshary M, Setyawati TR, Yanti AH. 2014. Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas,
Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api dan Pantai Belacan
Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Protobiont, 3 (2): 232 – 239.
http://dx.doi.org/10.26418/protobiont.v3i2.6830
Darmawijaya MI. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Pr. p 411.
Fujisaki I, Hart KM, Sartain AR. 2016. Habitat selection by green turtles in a spatially heterogeneous
benthic landscape in Dry Tortugas National Park, Florida. Aquatic biology. 24: 185–
199.doi:10.3354/ab00647.
Hartati, La Harudu. 2016. Identifikasi jenis-jenis kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas
manusia di kelurahan Lowu-Lowu kecamatan Lea-Lea kota Bau-Bau. Jurnal Penelitian
Pendidikan Geografi 1(1):2016.
Lovemore TEJ, Montero N, Ceriani SA, Fuentes MMPB. 2020. Assessing the effectiveness of
different sea turtle nest protection strategies against coyotes. Journal of experimental Marine
Biology and Ecology Vol. 533 December 2020, 151470.
https://doi.org/10.1016/j.jembe.2020.151470
Merwe JPVD, Ibrahim K, Lee SY, Whittier JM. 2009. Habitat use by green turtles (Chelonia mydas)
nesting in Peninsular Malaysia: local and regional conservation implications. Wildlife
Research. 36(7) 637-645 https://doi.org/10.1071/WR09099
Nuitja INS. 1992. Biologi dan ekologi pelestarian penyu laut. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
128 p.
Nasiti PI, Sunarto. 2017. Perbandingan Karakteristik geomorfik habitat peneluran penyu di wilayah
pesisir Goa Cemara, Kabupaten Bantul dan Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi. Jurnal
Bumi Indonesia. 6(4):1–6.
Nurbaeti E. 2016. Pengelolaan Wisata Pantai Berbasis Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di
Pangumbahan Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Samanya R. 2015. Biologi Konservasi Penyu Laut [artikel]. Yogyakarta (ID): Fakultas Biotekbologi,
Universitas Kristen Duta Wacana.
Santos KC, Tague C, Alberts AC, Franklin J. 2006. Sea turtle nesting habitat on the US Naval Station.
Guantanamo Bay. Cuba: a comparison of habitat
Wahjuhardini PL. 1992. Studi Beberapa Aspek Biologi Penyu Sisik (Eretmochels imbricata L). Di
Kepulauan Seribu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis
Konservasi. Makalah Seminar Sains pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yulianda F. 2019. Ekowisata Perairan Suatu Konsep Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Bahari
dan Wisata Air Tawar. Bogor (ID): IPB Pr.

Anda mungkin juga menyukai