Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MANAJEMEN

SUMBERDAYA PERAIRAN

“Aktivitas Pemanfaatan

Terumbu Karang Di Daerah Pesisir”

DI SUSUN OLEH :

1. Difta Safira Samalehu (202063009)


2. Firman Fatih Rumbia (202063003)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas berkat dan rahmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah degan judul “Aktivitas Pemanfaatan Terumbu Karang Di Daerah
Pesisir”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari pengajar mata kuliah Manajemen
Sumberdaya Perairan.

Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah pesisir akhir-akhir ini menjadi topik yang seksi dibicarakan di Indonesia, sebagai
respon terhadap pembangunan infrastruktur jembatan dan munculnya limbah industri lumpur
panas lapindo yang mengalir sampai jauh ke laut. Hasil sebuah studi riset proyek pesisir baru
baru ini mengungkapkan bahwa lebih dari 83% masyarakat Indonesia mengkuatirkan kondisi
dan masa depan lingkungan laut, tetapi yang sangat disayangkan dari hasil survei tersebut
terungkap bahwa hanya sedikit dari masyarakat Indonesia (sekitar 25%) yang mengerti tentang
sumberdaya pesisir dan lautannya. Jelas sekali bahwa kita mempunyai tugas yang besar dalam
mendidik pengguna wilayah pesisir serta masyarakat umum untuk membangun konstituensi.
Melalui tulisan ini kami ingin berbagi pengetahuan tentang bagaimana mengelola wilayah
pesisir, sehingga sumberdaya pesisir yang beraneka ragam ini dapat dimanfaatkan secara optimal
dan berkelanjutan.

Terumbu karang adalah ekosistem utama perairan laut tropis dengan kehadiran yang
menonjol di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah Republik Indonesia. Luas terumbu
karang Indonesia mencapai 58.707 km2 , dimana sekitar 70% adalah terumbu karang tepi, 20%
terumbu penghalang, 2,5% atol dan 7,5% Patch Reef (Tuwo, 2011). Kenyataan ini dibuktikan
oleh penetapan Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati terumbu karang dunia. Terumbu
karang berfungsi sebagai tempat tinggal sementara atau tetap, mencari makan, memijah, asuhan
dan berlindung biota laut, berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik global. Terumbu
karang memiliki produktivitas yang tinggi, sebagai sumber bahan makanan, obat-obatan dan
bahan konstruksi harsono, 2008). Terumbu karang memiliki fungsi strategis sebagai pelindung
pantai dan ekosistem pesisir dari ancaman gelombang yang menyebabkan degradasi ekosistem
pesisir, dan pengatur iklim global (Sahetapy, 2010; 2011).

Aktivitas pembangunan yang padat di wilayah pesisir menyebabkan semakin


meningkatnya ancaman terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang (Yulianda et al., 2010).
Hal tersebut dikarenakan tingginya potensi pemanfaatan ekosistem terumbu karang yang terjadi
secara berlebihan sehingga terjadi kerusakan yang parah. Adapun kegiatan manusia yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang diantaranya adalah pengambilan karang untuk
bahan bangunan secara berlebihan, kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan, kegiatan pariwisata, konversi lahan atas pesisir dan pencemaran laut
(Webler & Jakubowski, 2016). Adapun kerusakan ekosistem terumbu karang dapat mengancam
kemampuan ekosistem dalam menyediakan sumberdaya di wilayah pesisir dan laut seperti
hilangnya daerah pemijahan dan mencari makan bagi biota laut serta berkurangnya ikan (Saphier
& Hoffmann, 2005). Selain itu dampak kerusakan lainnya yaitu hilangnya fungsi fisik ekosistem
terumbu karang seperti peredam gelombang dan pencegahan intrusi air laut (Valderrama
Ballesteros et al., 2018). Oleh karena itu untuk mengembalikan fungsi-fungsi ekosistem terumbu
karang, maka diperlukan pengelolaan wilayah pesisir khususnya ekosistem terumbu karang
secara terpadu dan berkelanjutan (Chang et al., 2008).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana aktivitas pemanfaatan terumbu karang di wilayah pesisir?


2. Apa dampak positif dan negatif yang diakibatkan dari pemanfaatan terumbu karang?
3. Apa solusi untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan dari pemanfaatan terumbu
karang?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami aktivitas pemanfaatan terumbu karang di wilayah


pesisir.
2. Untuk mengetahui dan memahami dampak positif dan negatif yang diakibatkan dari
pemanfaatan terumbu karang.
3. Untuk mengetahui dan memahami solusi untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan
dari pemanfaatan terumbu karang.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aktivitas Pemanfaatan Terumbu Karang Di Wilayah Pesisir

Bentuk-Bentuk Pemanfaatan Terumbu Karang yang terdeteksi selama penelitian :

 Bameti
Bameti adalah bentuk aktifitas masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perairan yang
dilakukan pada saat air laut surut antara lain pengambilan moluska (Bia). Jenis moluska yang
Kegiatan Bameti ini dilakukan pada sebagian penduduk yang senang mengkonsumsi kerang-
kerangan baik pada saat musim gelombang ataupun tidak, tetapi pada umumnya dilakukan pada
saat musim timur dimana masyarakat sulit untuk mendapatkan ikan maka mereka memanfaatkan
kerang-kerangan hanya sebatas untuk dikonsumsi saja.

 Penangkapan ikan

Beberapa nelayan mengoperasikan tujuh unit jaring insang di terumbu karang untuk proses
penangkapan , mereka menangkap ikan karang dengan pancing ulur dan sekitar beberapa orang
nelayan juga menggunakan panah di terumbu karang. Nelayan yang menggunakan pancing dan
panah mereka berpendapat penggunaan pancing ulur dan panah untuk menangkap ikan karang
tidak merusak terumbu karang. Berbasis pernyataan responden, wawancara dengan informan
kunci dan pengamatan lapangan, ternyata penangkapan ikan dengan pancing ulur dan panah
tidak berdampak pada kondisi terumbu karang dan sumberdaya hayatinya.

 Pembangunan di wilayah pesisir

Terumbu karang digunakan untuk keperluan pembangunan pemukiman dengan cara


membongkar lalu diangkut ke pantai, untuk dijadikan sebagai bahan bangunan. Hal ini karena
tidak ada bahan dasar lain, sehingga terumbu karang menjadi alternatif dan minat utama bagi
masyarakat setempat untuk menjadikan terumbu karang sebagai bahan dasar bangunan.

 Pemanfaatan lahan teresterial

Pengetahuan masyarakat tentang manfaat terumbu karang sebagian besar masyarakat


mengetahui manfaat terumbu karang sebagai bahan bangunan hal ini karena masyarakat
memanfaatkan terumbu karang untuk dijadikan sebagai bahan bangunan. Hai ini sejalan dengan
hasil wawancara dengan masyarakat bahwa terumbu karang dimanfaatkan selain sabagai bahan
bangunan juga sebagai bahan pembuatan kapur untuk dimakan, pembuatan jalan setapak, tembok
sumur, saluran air (selokan) dan juga sebagai bahan pengganti semen.

 Aktivitas ekowisata

Pariwisata saat ini telah menjadi kegiatan industri karena mampu meningkatkan
perekonomian dengan cepat terutama dalam penyedian lapangan kerja, peningkatan penghasilan,
standar hidup dan strimulus pada sektor lainnya. Selanjutnya pariwisata juga meliputi industri
klasik yang sebenarnya seperti halnya adalah cindera mata. Selain itu pariwisata diharapkan
dapat berkembang sehingga memperoleh nilai ekonomi yang positif dan menjadi katalisator
dalam pengebangan ekonomi karena Keanekaragaman hayati yang tinggi terutama di lingkungan
terumbu karang. Jenis kegiatan wisata bermacam-macam. Dari kegiatan wisata yang ada di laut
sampai yang ada di daratan. Terdapat snorkeling, diving, dan wisata religi. Masyarakat pun
mencari keuntungan dari kegiatan-kegiatan tersebut.

 Pemanfaatan areal terumbu karang menjadi tempat jangkar kapal


B. Dampak Positif Dan Negatif Yang Diakibatkan Dari Pemanfaatan Terumbu Karang

1. Dampak negatif
 Bameti.

Penduduk melakukan aktivitas Bameti di terumbu karang saat surut untuk memanfaatkan
siput dan kerang, ikan, gurita, cumi, teripang dan bulu babi. Aktivitas bameti ini merusak karang
akibat berjalan dan menginjak karang, sehingga karang patah-patah. Kenyataan ini ditunjang
pendapat Sukmara., dkk (2001) yang mengatakan bahwa dampak akibat berjalan di atas karang
adalah karang patah-patah. Sesuai hasil wawancara dengan informan kunci, observasi langsung
dan pernyataan pakar, maka jika kegiatan bameti berlangsung intensif akan berdampak pada
penurunan parameter kondisi terumbu karang dan peningkatan persen tutupan patahan karang
mati (rubble) di zona rataan hingga pertengahan terumbu. Bila habitat terumbu karang rusak
akibat kegiatan Bameti, maka akan mempengaruhi biota penghuni terumbu karang dan potensi
sumberdaya ikan karang.

 Penangkapan ikan berlebihan dan memakai alat dan cara tangkap yang merusak.

Nelayan mengatakan operasi jaring insang merusak karang karena saat operasi
penangkapan, jaring insang tersangkut koloni karang dan ketika hauling maka kolonikoloni
karang akan patah, terbalik dan mati, sehingga persen penutupan karang menurun. Kerusakan
terumbu karang akibat jaring insang ini berpengaruh pada kekayaan parameter kondisi terumbu
karang, sumberdaya ikan karang dan fauna bentik.

 Aktivitas ekowisata

Dampak dari aktivitas wisata snorkeling, diving, tracking mangrove, dan wisata religi
terhadap sumberdaya alam lebih banyak berdampak negatif. Wisatawan yang melakukan wisata
air sering menginjak karang yang ada di sana. Dampak terhadap lingkungan; Dampak
pengembangan pariwisata menurut Yoeti (2008), antara lain: pembuangan sampah sembarangan
(selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman disekitarnya mati); pembuangan
limbah hotel, restoran, dan rumah sakit yang merusak air sungai, danau atau laut; kerusakan
terumbu karang sebagai akibat nelayan tidak lagi memiliki pantai untuk mencari ikan, karena
pantai telah dikaveling untuk membangun hotel dan restoran.
 Pembangunan di wilayah pesisir

Masyarakat yang mengambil batu/karang untuk membangun rumah dan fasilitas publik
mengatakan kegiatan ini berdampak negatif pada abrasi pantai, merusak terumbu karang,
menurunkan sumberdaya terumbu karang. Pengambilan karang berdampak negatif terhadap
pantai, merusak terumbu karang, tidak ada aturan dan ijin pengambilan karang. Kegiatan ini
berdampak negatif pada abrasi pantai, kerusakan terumbu karang, penurunan biota penghuninya
(Sukmara dkk, 2001). Jika penambangan karang terus dilakukan akan terjadi sedimentasi saat
gelombang yang mematikan karang polip kecil. Akibat penurunan pondasi terumbu maka koloni
karang bercabang dan meja akan patah, roboh dan mati saat gelombang yang menurunkan persen
tutupan karang, dan peningkatan persen tutupan rubbles. Dampak lanjutannya, terjadi penurunan
kekayaan spesies, kepadatan dan potensi ikan karang, serta fauna bentik.

 Pemanfaatan lahan teresterial

Pemanfaatan lahan teresterial menyebabkan banjir dan longsor, terjadi sedimentasi yang
menyebabkan kematian karang dan rusak, potensi ikan karang menurun, kematian fauna bentik.
Kekeruhan air berdampak negatif pada karang dan karang berpolip kecil akan mati sehingga
kondisi terumbu menurun. Danpak lanjutannya, penurunan potensi sumberdaya ikan dan biota
penghuni terumbu karang. Menurut Supriharyono (2000), sedimentasi mengurangi kelimpahan
spesies dan koloni karang karena mati dan menghambat rekruitmen karang akibat substrat
tertutup sedimen yang menghambat penempelan juvenile dan karang muda, serta penurunan
jumlah spesies karang.

 Pemanfaatan areal terumbu menjadi tempat jangkar kapal

Areal terumbu menjadi tempat jangkar kapal/perahu nelayan dan speed boat, dimana
aktivitas ini sangat merusak terumbu karang. Fakta ini disokong Sukrama., dkk (2001) bahwa
dampak negatif dari kegiatan buang jangkar kapal, yaitu karang hancur, patah, terbongkar,
sehingga persen tutupan karang, kelimpahan dan diameter koloni karang menurun, peningkatan
persen tutupan karang mati dan patahan karang mati (rubbles).

 Pembuangan sampah

Masyarakat masih membuang sampah ke pantai. Sampah di perairan pantai juga berasal
dari luar yang hanyut melalui arus pasut. Sebagian sampah ini tenggelam dan menutupi koloni
karang, menurunkan kondisi terumbu karang, sumberdaya ikan dan fauna bentiknya. Karang
membutuhkan cahaya matahari untuk fotosintesis, sehingga bila koloni karang tertutup sampah
maka karang mati. Dampaknya adalah penurunan parameter kondisi terumbu karang dan tutupan
karang mati meningkat. Akibatnya, kondisi terumbu karang menurun dengan dampak negatif,
yaitu penurunan spesies, kepadatan dan populasi ikan, serta fauna bentik terumbu karang.

Berdasarkan tingkat dampak pemanfaatan kawasan terumbu karang terhadap kondisi


terumbu karang, sumberdaya ikan karang dan fauna bentik di terumbu karang, maka dapat
dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:

 Aktivitas penambangan karang dan pemanfaatan lahan teresterial diprakiraan


berdampak negatif pada kondisi terumbu karang, ikan karang, dan fauna bentik.
 Operasi jaring insang, Bameti, jangkar kapal/perahu/speed boat diprakirakan berdampak
negatif pada 92,3% parameter kondisi terumbu karang, sumberdaya ikan karang dan
fauna bentik, tetapi tidak berdampak pada persen tutupan pasir.
 Diprakirakan pembuangan sampah berdampak negatif pada 84,6% parameter kondisi
terumbu, sumberdaya ikan karang dan fauna bentik di terumbu karang.
 Penangkapan ikan dengan pancing dan panah diprakirakan tidak berdampak pada semua
parameter kondisi terumbu, sumberdaya ikan dan fauna bentik.
 Diprakirakan pemanfaatan kawasan terumbu karang berdampak negatif pada 80,2%
parameter kondisi terumbu karang, sumberdaya ikan karang, dan tidak berdampak pada
19,8% parameter kondisi terumbu, sumberdaya ikan karang dan fauna bentik.

2. Dampak Positif
 Dampak positif dilihat dari segi sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir, terumbu karang
memiliki nilai dan arti penting ditinju dari sisi sosial, ekonomi dan budaya Terumbu
karang memiliki produktivitas yang tinggi, sebagai sumber bahan makanan, obat-obatan
dan bahan konstruksi karena hampir sepertiga. Aktivitas eksploitasi batu karang sebagai
bahan bangunan dan hiasan, hal ini karena tidak ada bahan dasar lain, sehingga terumbu
karang menjadi alternatif dan minat utama bagi masyarakat setempat untuk menjadikan
terumbu karang sebagai bahan dasar bangunan. penduduk Indonesia bermukim di
wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya pada perikanan laut dangkal, termasuk
perikanan ekosistem terumbu karang.
 Pemanfaatan Terumbu karang juga dapat mendukung sektor perikanan dan pariwisata.
a. Untuk dampak bagi ekonomi di sana sangat baik karena meningkat dengan adanya
penyedia jasa wisata bagi wisatawan dari penyewaan penginapan, penyewaan
kendaraan, penyewaan alat snorkeling, diving, dan lain-lain.
b. Dampak positif bagi sosial budaya di sana adalah bertambahnya mata pencaharian
dari masyarakat. Biasanya masyarakat pesisir bekerja sebagai nelayan, dan sebelum
ada pariwisata hampir seluruh masyarakat bekerja sebagai nelayan. Namun saat ini
mereka menambah pekerjaan mereka sebagai guide, tour leader, dan lain-lain.
c. Dampak bagi kelembagaan adalah adanya paguyuban-paguyuban yang muncul
karena adanya pariwisata. Terdapat HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia),
paguyuban persewaan kendaraan, dan lainlain. Hal ini justru baik karena dapat
membantu BTNK dalam mengontrol kegiatan pariwiata. Dari paguyuban tersebut
justru dapat meringankan dalam mengontrol para wisatawan yang berwisata.
Karena banyaknya jumlah wisatawan yang datang, dalam menegakkan aturan pun
tidak dapat terlaksana dengan baik karena yang melakukan pelanggaran dilakukan
dengan sembunyi-sembunyi.

C. Pengelolaan Atau Solusi Pencegahan Kerusakan Yang Ditimbulkan Dari Pemanfaatan


Terumbu Karang.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat membantu


masyarakat dalam memberikan kesadaran terhadap pentingnya menjaga kelestarian terumbu
karang yaitu :

 Sosialisasi dengan masyarakat harus ditingkatkan, melibatkan masyarakat dalam


setiap kegiatan untuk meningkatkan pemahaman dan rasa tanggung jawab serta
rasa memiliki masyarakat terhadap sumberdaya laut, memberikan kepercayaan
kepada masyarakat sebagai pengelola kawasan untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dan memiliki rasa bertanggung jawab untuk menjaga sumberdaya
terumbu karang.
 Memperbanyak informasi dan iklan yang menggambarkan fungsi dan keterkaitan
antara terumbu karang dengan peningkatan perekonomian masyarakat. Seyogyanya
setiap pelaku pengelolaan memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya
pesisir (Yulianda et al. 2010).
 Pengelolaan harus menggunakan pendekatan dua arah, yaitu pendekatan “top
down” dan pendekatan “bottom up” dengan demikian diharapkan mampu
mengkoordinir setiap kepentingan dari pelaku pengelolaan pesisir. Dukungan serta
bantuan dari semua kalangan merupakan faktor kunci keberhasilan dalam
pengelolaan. Bennett dan Dearden (2014) menyatakan dukungan sangat
berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan, kualitas management dan
kebijakan.Soong et al (2015) menambahkan, pemahaman masyarakat tentang
fungsi ekologis dan struktur masyarakat, termasuk identifikasi dampak gangguan
sangat diperlukan untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut. Manajemen
yang efektif dapat meminimalkan ancaman terhadap terumbu karang. Dibutuhkan
pemahaman lebih dan kolaborasi antara sektor pemerintah serta penduduk setempat
dalam melindungi ekosistem terumbu karang, memberantas pelaku pelanggaran dan
mengelola sumberdaya pesisir.

Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengatur kebijakan untuk menjalankan


konservasi tidaklah mudah (Soong et al. 2015). Permasalahan inilah yang sering dihadapi
dibanyak negara (Burke et al. 2011). Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dari berbagai
pemangku kepentingan ataupun stakeholderuntuk ikut berpartisipasi dalam melakukan
pengawasan. Burke et al. (2011) menambahkan dukungan dari semua pemangku kepentingan
diperlukan untukupaya keberhasilan management. Menjalin komunikasi merupakan cara efektif
untuk mengurangi risiko dan meningkatkan management pengelolaan.Pemahaman terhadap
pentingnya pengelolaan terumbu karang khususnya, dibutuhkan peran besar dari masyarakat
yang berkepentingan dalam pemanfaatan kawasan. Jika masyarakat merasa bertanggung jawab
dan memiliki kepentingan terhadap kawasan konservasi maka aturan lebih mudah dijalankan
sehingga pengelolaan terumbu karang berjalan dengan baik dan akan memberikan dampak
positif bagi keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Charton et al. (2008), kawasan perairan yang dilindungi memberikan manfaat bagi biota,
mengurangi penangkapan yang berlebihan dan memberikan perlindungan bagi ekosistem.
Kepatuhan masyarakat pesisir merupakan faktor kunci keberhasilan pengelolaan (Adriman et al.
2012). Penambahan terhadap mata pencaharian diluar sektor perikanan terhadap nelayan
merupakan cara untuk mendorong mereka dalam mengurangi usaha memancing, terutama ikan-
ikan tertentu yang jumlahnya semakin berkurang (Muallil et al. 2015).

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sumberdaya terumbu karang dipengaruhi oleh


meningkatnya tingkat pendidikan. Terbukti dengan meningkatnya jumlah masyarakat pesisir
yang menduduki pendidikan SMA lima tahun terakhir yaitu sebesar 51% (Gambar 5). Tingginya
tingkat pendidikan sangat mempengaruhi karakter dan pola pikir masyarakat terhadap aturan dan
peningkatan ekonomi masyarakat.

Gambar Persentase tingkat pendidikan masyarakat pesisir Masyarakat memahami bahwa


kerusakan terumbu karang dan ekosistem pesisir dapat mengurangi jumlah wisatawan.
Peningkatan wisatawan juga salah satu aspek penting dalam meningkatnya pendapatan
masyarakat pesisir khususnya yang memiliki ketergantungan besar terhadap wisatawan, seperti
pemandu wisata (guide). Sebanyak 75% masyarakat menyatakan bahwa pendapatan masyarakat
bergantung kepada jumlah wisatawan. Meskipun demikian, masih terdapat sebagian kecil
masyarakat yang beranggapan bahwa tidak ada hubungan antara kesehatan terumbu karang,
kelimpahan ikan dan peningkatan wisatawan terhadap peningkatan perekonomian masyarakat.
Berdasarkan hasil diskusi, panglima Laot dan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Sabang
menyatakan bahwa mengubah pola pikir yang salah dari sebagian kelompok kecil masyarakat
tentang hubungan antara kesehatan ekosistem pesisir dengan peningkatan perekonomian
masyarakat merupakan tantangan besar bagi semua kalangan.

Permasalahan yang muncul adalah kesadaran untuk menjaga dan melindungi terumbu
karang telah terbentuk sejak lama, tetapi aplikasinya masih sangat kurang. Nelayan menyadari
bahwa sampah dapat merusak pertumbuhan karang namun kebiasaan itu masih sulit untuk
diterapkan. Seringkali sampah plastik dan puntung rokok masih dibuang kelaut. Dengan alasan
sampah yang dibuang hanya sebagian kecil dari luasnya lautan. Pola pikir tersebut seharusnya
diubah dari setiap orang. Mengubah pola pikir tidak mudah melainkan harus ditanamkan sejak
usia dini. Sehingga pembentukan karakter dan pola pikir pada usia dini dapat mengubah mainset
dan prilaku seseorang kedepannya terhadap pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang.
Peningkatan ekonomi masyarakat pesisir dapat ditentukan dari kelestarian ekologi. Kesehatan,
pendidikan, aturan dan hubungan sosial ditentukan oleh status ekonomi. Oleh karena itu,
diperlukan peran dan kesadaran masyarakat dalam menjaga sumberdaya hayati. Komponen
hayati dan non hayati saling berinteraksi, apabila terjadi perubahan pada salah satu, akan
mempengaruhi keselurusan sistem yang ada baik dalam struktur fungsional maupun dalam
keseimbangan (Yulianda et al. 2010).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Z., Majid, I., & Jaman, H. R. (2016). Kajian Antropogenik Terhadap Pemanfaatan
Terumbu Karang Di Desa Wosi, Halmahera Selatan (Suatu Kajian Kerusakan
Terumbu Karang Di Daerah Pesisir Halmahera). BIOEDUKASI, 3(1).

Efendy, M. (2009). Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu: Solusi Pemanfaatan Ruang,
Pemanfaatan Sumberdaya dan Pemanfaatan Kapasitas Asimilasi Wilayah Pesisir yang
Optimal dan Berkelanjutan. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and
Technology, 2(1), 81-86.

Najmi, N., Suriani, M., Rahmi, M. M., Islama, D., & Nasution, M. A. (2020). Peran Masyarakat
Pesisir Terhadap Pengelolaan Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Perairan Pesisir
Timur Pulau Weh. Jurnal Perikanan Tropis, 7(1), 73-84.

Sahetapy, D., Widayati, S., & Sangdji, M. (2017). Dampak Aktivitas Masyarakat Terhadap
Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Pesisir Dusun Katapang Kabupaten Seram
Bagian Barat. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 13(2), 105-114.

Sembiring, I., Wantasen, A. S., & Ngangi, E. L. (2012). Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat
dalam Pemanfaatan Terumbu Karang di Desa Tumbak Kabupaten Minahasa Tenggara.
Jurnal Ilmiah Platax, 1(1), 29-36.

Anda mungkin juga menyukai