SUMBERDAYA PERAIRAN
“Aktivitas Pemanfaatan
DI SUSUN OLEH :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas berkat dan rahmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah degan judul “Aktivitas Pemanfaatan Terumbu Karang Di Daerah
Pesisir”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari pengajar mata kuliah Manajemen
Sumberdaya Perairan.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah pesisir akhir-akhir ini menjadi topik yang seksi dibicarakan di Indonesia, sebagai
respon terhadap pembangunan infrastruktur jembatan dan munculnya limbah industri lumpur
panas lapindo yang mengalir sampai jauh ke laut. Hasil sebuah studi riset proyek pesisir baru
baru ini mengungkapkan bahwa lebih dari 83% masyarakat Indonesia mengkuatirkan kondisi
dan masa depan lingkungan laut, tetapi yang sangat disayangkan dari hasil survei tersebut
terungkap bahwa hanya sedikit dari masyarakat Indonesia (sekitar 25%) yang mengerti tentang
sumberdaya pesisir dan lautannya. Jelas sekali bahwa kita mempunyai tugas yang besar dalam
mendidik pengguna wilayah pesisir serta masyarakat umum untuk membangun konstituensi.
Melalui tulisan ini kami ingin berbagi pengetahuan tentang bagaimana mengelola wilayah
pesisir, sehingga sumberdaya pesisir yang beraneka ragam ini dapat dimanfaatkan secara optimal
dan berkelanjutan.
Terumbu karang adalah ekosistem utama perairan laut tropis dengan kehadiran yang
menonjol di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah Republik Indonesia. Luas terumbu
karang Indonesia mencapai 58.707 km2 , dimana sekitar 70% adalah terumbu karang tepi, 20%
terumbu penghalang, 2,5% atol dan 7,5% Patch Reef (Tuwo, 2011). Kenyataan ini dibuktikan
oleh penetapan Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati terumbu karang dunia. Terumbu
karang berfungsi sebagai tempat tinggal sementara atau tetap, mencari makan, memijah, asuhan
dan berlindung biota laut, berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik global. Terumbu
karang memiliki produktivitas yang tinggi, sebagai sumber bahan makanan, obat-obatan dan
bahan konstruksi harsono, 2008). Terumbu karang memiliki fungsi strategis sebagai pelindung
pantai dan ekosistem pesisir dari ancaman gelombang yang menyebabkan degradasi ekosistem
pesisir, dan pengatur iklim global (Sahetapy, 2010; 2011).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Bameti
Bameti adalah bentuk aktifitas masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perairan yang
dilakukan pada saat air laut surut antara lain pengambilan moluska (Bia). Jenis moluska yang
Kegiatan Bameti ini dilakukan pada sebagian penduduk yang senang mengkonsumsi kerang-
kerangan baik pada saat musim gelombang ataupun tidak, tetapi pada umumnya dilakukan pada
saat musim timur dimana masyarakat sulit untuk mendapatkan ikan maka mereka memanfaatkan
kerang-kerangan hanya sebatas untuk dikonsumsi saja.
Penangkapan ikan
Beberapa nelayan mengoperasikan tujuh unit jaring insang di terumbu karang untuk proses
penangkapan , mereka menangkap ikan karang dengan pancing ulur dan sekitar beberapa orang
nelayan juga menggunakan panah di terumbu karang. Nelayan yang menggunakan pancing dan
panah mereka berpendapat penggunaan pancing ulur dan panah untuk menangkap ikan karang
tidak merusak terumbu karang. Berbasis pernyataan responden, wawancara dengan informan
kunci dan pengamatan lapangan, ternyata penangkapan ikan dengan pancing ulur dan panah
tidak berdampak pada kondisi terumbu karang dan sumberdaya hayatinya.
Aktivitas ekowisata
Pariwisata saat ini telah menjadi kegiatan industri karena mampu meningkatkan
perekonomian dengan cepat terutama dalam penyedian lapangan kerja, peningkatan penghasilan,
standar hidup dan strimulus pada sektor lainnya. Selanjutnya pariwisata juga meliputi industri
klasik yang sebenarnya seperti halnya adalah cindera mata. Selain itu pariwisata diharapkan
dapat berkembang sehingga memperoleh nilai ekonomi yang positif dan menjadi katalisator
dalam pengebangan ekonomi karena Keanekaragaman hayati yang tinggi terutama di lingkungan
terumbu karang. Jenis kegiatan wisata bermacam-macam. Dari kegiatan wisata yang ada di laut
sampai yang ada di daratan. Terdapat snorkeling, diving, dan wisata religi. Masyarakat pun
mencari keuntungan dari kegiatan-kegiatan tersebut.
1. Dampak negatif
Bameti.
Penduduk melakukan aktivitas Bameti di terumbu karang saat surut untuk memanfaatkan
siput dan kerang, ikan, gurita, cumi, teripang dan bulu babi. Aktivitas bameti ini merusak karang
akibat berjalan dan menginjak karang, sehingga karang patah-patah. Kenyataan ini ditunjang
pendapat Sukmara., dkk (2001) yang mengatakan bahwa dampak akibat berjalan di atas karang
adalah karang patah-patah. Sesuai hasil wawancara dengan informan kunci, observasi langsung
dan pernyataan pakar, maka jika kegiatan bameti berlangsung intensif akan berdampak pada
penurunan parameter kondisi terumbu karang dan peningkatan persen tutupan patahan karang
mati (rubble) di zona rataan hingga pertengahan terumbu. Bila habitat terumbu karang rusak
akibat kegiatan Bameti, maka akan mempengaruhi biota penghuni terumbu karang dan potensi
sumberdaya ikan karang.
Penangkapan ikan berlebihan dan memakai alat dan cara tangkap yang merusak.
Nelayan mengatakan operasi jaring insang merusak karang karena saat operasi
penangkapan, jaring insang tersangkut koloni karang dan ketika hauling maka kolonikoloni
karang akan patah, terbalik dan mati, sehingga persen penutupan karang menurun. Kerusakan
terumbu karang akibat jaring insang ini berpengaruh pada kekayaan parameter kondisi terumbu
karang, sumberdaya ikan karang dan fauna bentik.
Aktivitas ekowisata
Dampak dari aktivitas wisata snorkeling, diving, tracking mangrove, dan wisata religi
terhadap sumberdaya alam lebih banyak berdampak negatif. Wisatawan yang melakukan wisata
air sering menginjak karang yang ada di sana. Dampak terhadap lingkungan; Dampak
pengembangan pariwisata menurut Yoeti (2008), antara lain: pembuangan sampah sembarangan
(selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman disekitarnya mati); pembuangan
limbah hotel, restoran, dan rumah sakit yang merusak air sungai, danau atau laut; kerusakan
terumbu karang sebagai akibat nelayan tidak lagi memiliki pantai untuk mencari ikan, karena
pantai telah dikaveling untuk membangun hotel dan restoran.
Pembangunan di wilayah pesisir
Masyarakat yang mengambil batu/karang untuk membangun rumah dan fasilitas publik
mengatakan kegiatan ini berdampak negatif pada abrasi pantai, merusak terumbu karang,
menurunkan sumberdaya terumbu karang. Pengambilan karang berdampak negatif terhadap
pantai, merusak terumbu karang, tidak ada aturan dan ijin pengambilan karang. Kegiatan ini
berdampak negatif pada abrasi pantai, kerusakan terumbu karang, penurunan biota penghuninya
(Sukmara dkk, 2001). Jika penambangan karang terus dilakukan akan terjadi sedimentasi saat
gelombang yang mematikan karang polip kecil. Akibat penurunan pondasi terumbu maka koloni
karang bercabang dan meja akan patah, roboh dan mati saat gelombang yang menurunkan persen
tutupan karang, dan peningkatan persen tutupan rubbles. Dampak lanjutannya, terjadi penurunan
kekayaan spesies, kepadatan dan potensi ikan karang, serta fauna bentik.
Pemanfaatan lahan teresterial menyebabkan banjir dan longsor, terjadi sedimentasi yang
menyebabkan kematian karang dan rusak, potensi ikan karang menurun, kematian fauna bentik.
Kekeruhan air berdampak negatif pada karang dan karang berpolip kecil akan mati sehingga
kondisi terumbu menurun. Danpak lanjutannya, penurunan potensi sumberdaya ikan dan biota
penghuni terumbu karang. Menurut Supriharyono (2000), sedimentasi mengurangi kelimpahan
spesies dan koloni karang karena mati dan menghambat rekruitmen karang akibat substrat
tertutup sedimen yang menghambat penempelan juvenile dan karang muda, serta penurunan
jumlah spesies karang.
Areal terumbu menjadi tempat jangkar kapal/perahu nelayan dan speed boat, dimana
aktivitas ini sangat merusak terumbu karang. Fakta ini disokong Sukrama., dkk (2001) bahwa
dampak negatif dari kegiatan buang jangkar kapal, yaitu karang hancur, patah, terbongkar,
sehingga persen tutupan karang, kelimpahan dan diameter koloni karang menurun, peningkatan
persen tutupan karang mati dan patahan karang mati (rubbles).
Pembuangan sampah
Masyarakat masih membuang sampah ke pantai. Sampah di perairan pantai juga berasal
dari luar yang hanyut melalui arus pasut. Sebagian sampah ini tenggelam dan menutupi koloni
karang, menurunkan kondisi terumbu karang, sumberdaya ikan dan fauna bentiknya. Karang
membutuhkan cahaya matahari untuk fotosintesis, sehingga bila koloni karang tertutup sampah
maka karang mati. Dampaknya adalah penurunan parameter kondisi terumbu karang dan tutupan
karang mati meningkat. Akibatnya, kondisi terumbu karang menurun dengan dampak negatif,
yaitu penurunan spesies, kepadatan dan populasi ikan, serta fauna bentik terumbu karang.
2. Dampak Positif
Dampak positif dilihat dari segi sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir, terumbu karang
memiliki nilai dan arti penting ditinju dari sisi sosial, ekonomi dan budaya Terumbu
karang memiliki produktivitas yang tinggi, sebagai sumber bahan makanan, obat-obatan
dan bahan konstruksi karena hampir sepertiga. Aktivitas eksploitasi batu karang sebagai
bahan bangunan dan hiasan, hal ini karena tidak ada bahan dasar lain, sehingga terumbu
karang menjadi alternatif dan minat utama bagi masyarakat setempat untuk menjadikan
terumbu karang sebagai bahan dasar bangunan. penduduk Indonesia bermukim di
wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya pada perikanan laut dangkal, termasuk
perikanan ekosistem terumbu karang.
Pemanfaatan Terumbu karang juga dapat mendukung sektor perikanan dan pariwisata.
a. Untuk dampak bagi ekonomi di sana sangat baik karena meningkat dengan adanya
penyedia jasa wisata bagi wisatawan dari penyewaan penginapan, penyewaan
kendaraan, penyewaan alat snorkeling, diving, dan lain-lain.
b. Dampak positif bagi sosial budaya di sana adalah bertambahnya mata pencaharian
dari masyarakat. Biasanya masyarakat pesisir bekerja sebagai nelayan, dan sebelum
ada pariwisata hampir seluruh masyarakat bekerja sebagai nelayan. Namun saat ini
mereka menambah pekerjaan mereka sebagai guide, tour leader, dan lain-lain.
c. Dampak bagi kelembagaan adalah adanya paguyuban-paguyuban yang muncul
karena adanya pariwisata. Terdapat HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia),
paguyuban persewaan kendaraan, dan lainlain. Hal ini justru baik karena dapat
membantu BTNK dalam mengontrol kegiatan pariwiata. Dari paguyuban tersebut
justru dapat meringankan dalam mengontrol para wisatawan yang berwisata.
Karena banyaknya jumlah wisatawan yang datang, dalam menegakkan aturan pun
tidak dapat terlaksana dengan baik karena yang melakukan pelanggaran dilakukan
dengan sembunyi-sembunyi.
Permasalahan yang muncul adalah kesadaran untuk menjaga dan melindungi terumbu
karang telah terbentuk sejak lama, tetapi aplikasinya masih sangat kurang. Nelayan menyadari
bahwa sampah dapat merusak pertumbuhan karang namun kebiasaan itu masih sulit untuk
diterapkan. Seringkali sampah plastik dan puntung rokok masih dibuang kelaut. Dengan alasan
sampah yang dibuang hanya sebagian kecil dari luasnya lautan. Pola pikir tersebut seharusnya
diubah dari setiap orang. Mengubah pola pikir tidak mudah melainkan harus ditanamkan sejak
usia dini. Sehingga pembentukan karakter dan pola pikir pada usia dini dapat mengubah mainset
dan prilaku seseorang kedepannya terhadap pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang.
Peningkatan ekonomi masyarakat pesisir dapat ditentukan dari kelestarian ekologi. Kesehatan,
pendidikan, aturan dan hubungan sosial ditentukan oleh status ekonomi. Oleh karena itu,
diperlukan peran dan kesadaran masyarakat dalam menjaga sumberdaya hayati. Komponen
hayati dan non hayati saling berinteraksi, apabila terjadi perubahan pada salah satu, akan
mempengaruhi keselurusan sistem yang ada baik dalam struktur fungsional maupun dalam
keseimbangan (Yulianda et al. 2010).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Z., Majid, I., & Jaman, H. R. (2016). Kajian Antropogenik Terhadap Pemanfaatan
Terumbu Karang Di Desa Wosi, Halmahera Selatan (Suatu Kajian Kerusakan
Terumbu Karang Di Daerah Pesisir Halmahera). BIOEDUKASI, 3(1).
Efendy, M. (2009). Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu: Solusi Pemanfaatan Ruang,
Pemanfaatan Sumberdaya dan Pemanfaatan Kapasitas Asimilasi Wilayah Pesisir yang
Optimal dan Berkelanjutan. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and
Technology, 2(1), 81-86.
Najmi, N., Suriani, M., Rahmi, M. M., Islama, D., & Nasution, M. A. (2020). Peran Masyarakat
Pesisir Terhadap Pengelolaan Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Perairan Pesisir
Timur Pulau Weh. Jurnal Perikanan Tropis, 7(1), 73-84.
Sahetapy, D., Widayati, S., & Sangdji, M. (2017). Dampak Aktivitas Masyarakat Terhadap
Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Pesisir Dusun Katapang Kabupaten Seram
Bagian Barat. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 13(2), 105-114.
Sembiring, I., Wantasen, A. S., & Ngangi, E. L. (2012). Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat
dalam Pemanfaatan Terumbu Karang di Desa Tumbak Kabupaten Minahasa Tenggara.
Jurnal Ilmiah Platax, 1(1), 29-36.