Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.

1 April 2018

Kajian Kesesuaian, Daya Dukung dan Aktivitas


Ekowisata di Kawasan Mangrove Lantebung Kota
Makassar
Rini1, Isdradjat Setyobudiandi2, M. Mukhlis Kamal3
1
Institut Pertanian Bogor, rini_usmant@apps.ipb.ac.id
2
Institut Pertanian Bogor, isdrajad@ipb.ac.id
3
Institut Pertanian Bogor, m_mukhliskamal@yahoo.com

ABSTRAK
Kawasan ekosistem mangrove Lantebung merupakan contoh kawasan rehabilitasi
mangrove yang cukup berhasil sejak tahun 2010 hingga sekarang. Kini, ekowisata
mangrove akan dikembangkan sebagai bentuk pengelolaan yang tepat untuk menjamin
keberlanjutan konservasi dan rehabilitasi sekaligus mendorong ekonomi masyarakat
lokal. Sehingga, tujuan penelitian ini adalah menghitung indeks kesesuaian wisata,
menghitung daya dukung kawasan dan mengidentifikasi kegiatan ekowisata yang dapat
dilakukan di dalam kawasan. Perhitungan indeks kesesuaian kawasan menggunakan
rumus IKW = [∑Ni/Nmaks] x 100%, perhitungan daya dukung kawasan dengan
menggunakan rumus DDK = K x [Lp/Lt] x [Wt/Wp] dan identifikasi kegiatan ekowisata
dilakukan dengan identifikasi visual dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kawasan mangrove Lantebung sesuai (S) untuk kegiatan wisata dengan nilai
kesesuaian sebesar 66,67%. Panjang kawasan yang dapat dimanfaatkan 2 km atau seluas
12 ha dan daya dukung sebesar 182 orang/hari (buka 8 jam/hari), jika berdasarkan pada
jam buka pengelola (12 jam/hari) maka daya dukungnya menjadi 274 orang/hari. Untuk
jenis kegiatan wisata yang dapat dilakukan berjumlah 7 kegiatan, yaitu fotografi
(photography), tracking, pengamatan satwa burung (bird watching), pengamatan
mangrove (education), pembibitan (education), wisata perahu (boating) dan menikmati
suasana matahari tenggelam.
Kata kunci: daya dukung kawasan, ekowisata mangrove, indeks kesesuaian wisata,
Lantebung
ABSTRACT
Ecosystem mangrove of Lantebung is an example of mangrove rehabilitation area which
is quite successful since 2010 until now. Now, mangrove ecotourism will be developed as
an appropriate form of management to ensure the sustainability of conservation and
rehabilitation while driving the economy of local communities. Thus, purposes of this
study are to calculate the tourist suitability index, calculate the carrying capacity and to
identify of ecotourism activities that can be done within the area. The calculation of
suitability index using the formula IKW = [ΣNi / Nmaks] x 100%, calculation of carrying
capacity using DDK = K x [Lp / Lt] x [Wt / Wp] and identification of ecotourism
activities conducted with visual identification and interview. The results showed that the
suitable mangrove area of Lantebung is suitable (S) for tourism activities with a value of
suitability of 66.67%. The length of the area can be used 2 km or 12 ha and its carrying
capacity is 190 persons/day (open 8 hours/day), if based on the management hours (12
hours/day) then its carrying capacity is 286 persons/day. Type of ecotourism activities
that can be done totaling 7 activities, namely photography, tracking, bird watching,
mangrove observation (education), seeds nursery (education), boat tours and enjoy the
sunset.
Keywords: carrying capacity, mangrove ecotourism, tourism suitability index,
Lantebung

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 1
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

Naskah Masuk : 19 Februari 2018


Naskah Direvisi : 22 Februari 2018
Naskah Diterima : 6 April 2018

PENDAHULUAN kawasan perlu diperhatikan, mengingat


Kota Makassar merupakan ibu kota prinsip ekowisata menurut Bjork (2000)
provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki bahwa ekowisata merupakan bentuk
potensi sumber daya pesisir dan pulau- wisata yang tidak melampaui daya dukung
pulau kecil yang cukup tinggi. Mulai dari suatu kawasan. Perhitungan daya dukung
terumbu karang, lamun, mangrove, pantai, kawasan dimaksudkan untuk membatasi
sungai, dan estuari. Potensi sumber daya pemanfaatan yang berlebihan dan
alam tersebut sudah ada yang mencegah kerusakan ekosistem (Nugraha
dikembangkan oleh pemerintah kota, et al., 2013).
seperti wisata bahari di pulau-pulau kecil. The International Ecotourism Society-
Kawasan ekosistem mangrove Kota TIES (1991) memberikan defenisi
Makassar pada tahun-tahun sebelumnya ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan
cukup memprihatinkan. Pada tahun 2001, yang bertanggung jawab ke daerah alami
luas mangrove hanya skeitar 50,30 ha dan yang lingkungannya dilindungi dan
pada tahun 2015 mengalami penambahan mampu meningkatkan kesejahteraan
luas sebesar 58,53 ha atau bertambah penduduk lokal. Bentuk perjalanan yang
sekitar 16% (Bando et al., 2017). Hal ini bertanggung jawab dapat dimaknai sebagai
terjadi karena berbagai kegiatan kegiatan wisata yang tidak memberikan
konservasi dan penanaman mangrove di merusak lingkungan, sehingga aktivitas
wilayah pesisir utara Kota Makassar telah dalam ekowisata seminimal mungkin tidak
dilakukan oleh berbagai pihak. mengeksploitasi sumber daya.
Kawasan mangrove Lantebung merupakan Tujuan penelitian ini adalah untuk
sisa jalur hijau yang kini ditetapkan menghitung indeks kesesuaian kawasan
sebagai kawasan konservasi dan untuk pengembangan ekowisata
perlindungan ekosistem pesisir berupa mangrove, menghitung daya dukung
kawasan mangrove (BPPD, 2015). Sejak kawasan dan mengidentifikasi jenis
tahun 2010 pemerintah Makassar dan kegiatan wisata yang dapat dilakukan
masyarakat telah melakukan kegiatan dalam kawasan mangrove
penanaman mangrove di sepanjang pesisir
Lantebung. Sehingga banyak anakan KAJIAN LITERATUR
mangrove ditemukan di bagian bibir Kajian Kesesuaian Ekowisata
pantai. Untuk mendukung keberlanjutan Pengembangan wisata mangrove
konservasi mangrove di kawasan ini, memerlukan kesesuaian sumber daya dan
pemerintah mencanangkan ekosistem lingkungan yang sesuai dengan yang
mangrove Lantebung sebagai kawasan disyaratkan. Kesesuaian karakteristik
ekowisata. sumber daya dan lingkungan untuk
Kemudian adanya bantuan dari CCDP- pengembangan wisata dilihat dari aspek
IFAD berupa jalur tracking sepanjang 280 keindahan alam, keamanan dan
m dan pondok informasi wisata menjadi keterlindungan kawasan, keanekaragaman
penanda direalisasikannya rencana biota, keunikan sumber daya dan
tersebut. Tuwo (2011) berpendapat bahwa aksesibilitas. Yulianda (2010) menyatakan
pengembangan ekowisata merupakan salah bahwa wisata mangrove merupakan
satu alternatif pembangunan yang dapat bentuk wisata pantai yang kegiatannya
membantu mengatasi masalah menikmati alam habitat mangrove. Jenis
pemanfaatan yang sifatnya merusak dan wisata ini mensyaratkan:
mengancam kelestarian sumber daya. 1. Ketebalan mangrove, dimana
Pemanfaatan wilayah pesisir dengan ketebalan mangrove diukur dari garis
pengembangan ekowisata maka terluar ke arah laut tegak lurus ke arah
pemahaman mengenai daya dukung

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 2
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

darat hingga vegetasi mangrove sedang dikembangkan sebagai destinasi


berakhir wisata baru. Penentuan stasiun
2. Kerapatan mangrove, dimana jumlah pengamatan dilakukan dengan metode
pohon mangrove menunjukkan daya purposive sampling sebanyak 4 titik
dukung kawasan dan kenyamanan stasiun. Pemilihan stasiun tersebut
habitat dilakukan dengan pertimbangan perbedaan
3. Jenis mangrove, dimana jenis ketebalan mangrove, mengingat ketebalan
mangrove mempunyai pemandangan mangrove merupakan parameter utama
dan kenyaman bagi pengunjung dalam kesesuaian wisata.
4. Pasang surut, dimana ketinggian air Sumber Data
dan frekuensi pasang air laut ikut Jenis data yang digunakan dalam
menentukan kenyamanan wisata penelitian ini adalah data primer dan
5. Obyek biota, dimana keragaman biota sekunder. Data primer yang digunakan
seperti ikan, kepiting, moluska, yaitu data jenis vegetasi, kerapatan
mamalia dan burung menambah nilai mangrove dan fauna asosiasi yang
daya tarik di habitat mangrove. dijadikan salah satu objek wisata.
Kajian Daya Dukung Sedangkan data sekunder terdiri dari data
World Trade Organization (WTO) ketebalan mangrove, panjang kawasan
mendefenisikan daya dukung adalah ekosistem mangrove dan pasang surut.
jumlah maksimum orang yang dapat Data sekunder diperoleh dari Stasiun
mengunjungi suatu objek wisata pada saat Meteorologi Maritim Paotere Makassar,
yang sama tanpa menyebabkan kerusakan analisis citra dan referensi penelitian
fisik, ekonomi atau sosial budaya dan hal terkait.
yang menyebabkan berkurangnya kualitas Prosedur Penelitian
kepuasan pengunjung (PAC/RAC, 2003). Survei Awal
Mengingat pengembangan ekowisata tidak Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan
bersifat mass tourism dan ruang untuk gambaran awal mengenai lokasi penelitian.
pengunjung terbatas, maka perlu dilakukan Survei ini dilakukan dengan pengamatan
perhitungan daya dukung kawasan. Daya visual terhadap jenis mangrove dan
dukung kawasan ini menurut konsep yang faunanya, panjang kawasan, suasana,
dikembangkan Yulianda (2007) fasilitas dan identifikasi responden.
mempertimbangkan luas atau panjang Pengumpulan Data
kawasan dan lama pemanfaatan kawasan Data ekologi yang dikumpulkan terdiri
itu sendiri. dari sebagai berikut:
Ekowisata Mangrove Ketebalan dan Panjang Kawasan
Wisata mangrove termasuk dalam kategori Mangrove
wisata pantai, yang aktivitasya terbatas Ketebalan mangrove dihitung dengan
pada ekosistem mangrove itu sendiri. menggunakan analisis citra Google Earth
Wahyuni et al. (2007) menyebutkan perekaman tanggal 30 Agustus 2017.
bahwa ada 7 program ekowisata yang Kerapatan dan Jenis Mangrove
dikembangkan dalam kawasan ekowisata Pengambilan data jenis dan kerapatan
Tahura Ngurah Rai yaitu mangrove mangrove dilakukan dengan metode
education & tour, program bird watching, kombinasi antara metode jalur dan metode
program fishing, program mangrove tree garis berpetak yang diletakkan tegak lurus
plantation or adaptation, program garis pantai menuju daratan dengan 3 plot
canoeing dan program boating. pada setiap stasiunnya.
Pasang Surut
METODE PENELITIAN Data pasang surut tahun 2017 diperoleh
Waktu dan Tempat Penelitian dari Stasiun Meteorologi Maritim Paotere
Penelitian dilaksanakan pada bulan Makassar.
Oktober-November 2017 di kawasan Obyek Wisata
ekosistem mangrove Lantebung, Obyek wisata yang terdiri dari biota
Keluarahan Bira, Kota Makassar yang asosiasi dilakukan bersamaan dengan

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 3
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

pengamatan vegetasi mangrove dengan N = tidak sesuai, dengan nilai <25%


metode pengamatan langsung. Perhitungan Daya Dukung Kawasan
Identifikasi Aktivitas Ekowisata Daya dukung kawasan dihitung
Identifikasi aktivitas ekowisata dilakukan berdasarkan rumus yang dikemukakan
dengan identifiksi visual terhadap atraksi oleh Yulianda (2007), yaitu:
wisata yang dianggap menarik dan
( ) ( )
wawancara terhadap pengunjung dan ketua
kelompok pengelola. Penentuan responden dimana:
menggunakan teknik wawancara DDK =daya dukung kawasan
accidental sampling dengan nilai n>30 (orang/hari)
orang (Muhajirin et al., 2010). K = potensi ekologis pengunjung
Analisis Data per satuan unit area (orang)
Perhitungan Kesesuaian Kawasan Lp = luas atau panjang area yang
Menurut Yulianda (2007), kesesuaian dapat dimanfaatkan (m atau m2)
wisata mangrove mempertimbangkan lima Lt = unit area untuk kategori tertentu
parameter. Parameter tersebut adalah (m atau m2)
ketebalan mangrove (m), kerapatan Wt = waktu yang disediakan oleh
mangrove (ind/100m2), jenis mangrove, kawasan untuk kegiatan wisata
pasang surut (m) dan obyek wisata (Tabel dalam satu hari (jam)
1). Wp = waktu yang dihabiskan oleh
Untuk menghitung indeks kesesuaian pengunjung untuk setiap kegiatan
kawasan untuk wisata mangrove, tertentu (jam)
digunakan persamaan berikut: Menurut Yulianda (2010), potensi ekologis
∑ (K) pengunjung ditentukan oleh kondisi
( )
sumber daya dan jenis kegaiatan yang
dimana: akan dikembangkan. Luas area (Lt) yang
IKW =indeks kesesuaian wisata dapat digunakan oleh pengunjung dengan
Ni =nilai parameter ke-i (bobot x mempertimbangkan kemampuan alam
skor) mentolerir pengunjung sehingga keaslian
Nmaks =nilai maksimum dari suatu alam tetap terjaga (Tabel 2).
kategori wisata Waktu pengunjung (Wp) dihitung
Tingkat kesesuaian kawasan dibagi berdasarkan pada berapa lama pengunjung
menjadi empat klasifikasi, yaitu: menghabiskan waktu dalam kawasan
S1 = sangat sesuai, dengan nilai 75- wisata. Sedangkan waktu yang disediakan
100% oleh kawasan untuk pengunjung
S2 = sesuai, dengan nilai 50-74% disesuaiakan dengan berapa lama area
S3 = sesuai bersyarat, dengan nilai wisata dibuka selama satu hari (Wt) (Tabel
25-49% 2).

Tabel 1
Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Mangrove

Kelas kesesuaian (skor)


Parameter Bobot
S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor
Ketebalan 5 >500 3 >200- 2 50-200 1 <50 0
mangrove 500
(m)
Kerapatan 3 >15-25 3 >10-15 2 5-10 1 <5 0
mangrove
(100 m2)
Jenis 3 >5 3 3-5 2 1-2 1 0 0
mangrove

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 4
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

Pasang 1 0-1 3 >1-2 2 >2-5 1 >5 0


surut (m)
Obyek biota 1 Ikan, 3 Ikan, 2 Ikan, 1 Salah 0
udang, udang, moluska satu
kepiting, kepiting biota
moluska, moluska air
reptil,
burung
Sumber: Yulianda (2007)

Tabel 2
Potensi Ekologis (K), Panjang Area Pengunjung (Lt), Waktu yang Disediakan (Wt) dan
Waktu yang Dihabiskan Pengunjung (Wp)

Kegiatan K Panjang area Waktu yang Waktu yang


(∑pengunjung) (Lt) dihabiskan disediakan 1 hari
Wp (jam) Wt (jam)
Wisata 1 50 m (dihitung 2 8
mangrove panjang track,
setiap 1 orang
sepanjang 50 m)
Sumber: Yulianda (2007)

PEMBAHASAN Kesesuaian Kawasan untuk Ekowisata


Gambaran Umum Lokasi Penelitian Indeks kesesuaian wisata mangrove terdiri
Secara administratif, Lantebung termasuk dari ketebalan mangrove (m), kerapatan
dalam wilayah Kelurahan Bira Kecamatan jenis mangrove (ind/100m2), pasang surut
Tamalanrea. Secara geografis berbatasan (m) dan obyek biota.
dengan Kelurahan Untia sebelah utara, Ketebalan Mangrove
Kelurahan Parangloe sebelah selatan, Perhitungan ketebalan mangrove dilakukan
Kelurahan Bulurokeng sebelah timur dan pada 4 titik stasiun dengan menganalisis
Selat Makassar sebelah barat. Kelurahan citra satelit Google Earth (perekaman 30
Bira merupakan kelurahan terluas di Agustus 2017). Hasil analisis menunjukkan
Kecamatan Tamalanre dengan luas 9,28 bahwa ketebalan mangrove di setiap
km2 dan termasuk daerah pantai dengan stasiun berkisar 119 – 163 m dengan rata-
ketinggian wilayah 1-22 m di atas rata 144,5 m (Tabel 1). Ketebalan
permukaan laut (BPS Kota Makassar, mangrove di setiap stasiun termasuk dalam
2017). kategori S3 yaitu sesuai bersyarat untuk
Iklim dan Cuaca wisata.
Iklim di Kelurahan Bira merupakan iklim Jenis dan Kerapatan Mangrove
tropis. Rerata suhu dan kelembaban udara Jenis mangrove yang ditemukan pada
adalah 28,4oC dan 81%, kecepatan angin lokasi penelitian sebanyak 7 jenis, terdiri
rata-rata 44 knot, curah hujan tertinggi dari 3 jenis mangrove sejati dan 4 jenis
berada pada bulan Februari yaitu 724 mm 3 flora asosiasi mangrove. Spesies mangrove
dengan jumlah hari hujan tertinggi pada sejati yang ditemukan yaitu Avicennia
bulan Desember yaitu 27 hari dan curah marina, Avicennia alba dan Rhizphora
hujan terendah pada bulan Agustus yaitu 0 mucronata. Sedangkan spesies flora
mm3 dan jumlah hari hujan 1 hari (BPS asosiasi mangrove ditemukan yaitu
Kota Makassar, 2017). Acanthus ebracteatus (Jeruju putih),
Sesuvium portulacastrum (Gelang laut),
Acrostichum aureum (Paku Laut) dan

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 5
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

Hibiscus tiliaceus (Waru Laut). Selain yang diidentifikasi terdapat 5 jenis yaitu
spesies mangrove yang ditemukan, Kowak Malam Kelabu (Nycticorax
terdapat juga spesies Rhizophora apiculata nycticorax), Kuntul Kecil (Egretta
yang tidak ditemukan di stasiun garzetta), Kokokan Laut (Butorides
pengamatan namun ditemukan oleh Bando striata), Blekok Sawah (Ardeola speciosa)
et al. (2017). dan Walet (Collacalia fluciphaga). Khusus
Hasil analisis data vegetasi dengan ukuran untuk burung Kuntul Kecil (Egretta
plot 10 x 10 m diperoleh data kerapatan garzetta) merupakan spesies burung yang
pohon mangrove rata-rata di kawasan dilindungi di Indonesia berdasarkan UU
mangrove Lantebung adalah 22 No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi
individu/100m2 (Tabel 1) dan termasuk keanekaragaman hayati dan ekosistenya
dalam kategori S2 yaitu sesuai untuk dan PP No. 7 Tahun 1999 tentang
wisata. pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Pasang Surut Perairan Kota Makassar Jenis reptil terdiri dari dua yaitu Biawak
Data pasang surut yang diperoleh (Varanus salvatoe) dan Ular. Jenis ikan
menunjukkan bahwa rata-rata pasang surut yaitu Ikan Glodok (Periophthalmus
perairan Kota Makassar pada tahun 2017 spilotus). Jenis moluska terdiri dari 8 jenis
adalah 0,8 m. Pasang surut tertinggi terjadi yaitu Siput Belongkeng (Ellobium sp.),
di bulan Februari yaitu 1,3 m dan terendah Ellobium aurijudae, Telecopium
di bulan Oktober yaitu 0,5 m (Gambar 1). Telescopium, Terebralia sulcate, Cassidula
Hal ini menujukkan bahwa pasang surut aurisflis, Cerithidea cingulate, Cassidula
perairan termasuk dalam kategori S1 yaitu sp. dan Pugilina cochilidium. Jenis
sangat sesuai untuk wisata. Kepiting ditemukan 3 jenis yaitu Kepiting
Objek biota Pemanjat (Episesarma sp.), Kepiting Ungu
Mangrove merupakan daerah asuhan Pemanjat (Metopograpsus sp.) dan Uca sp
(nusery ground), daerah mencari makanan (Gambar 2).
(feeding ground) dan daerah pemijahan Perhitungan Tingkat Kesesuaian
(spawning ground) berbagai jenis ikan, Perhitungan dari masing-masing parameter
udang, kepiting dan biota laut lainnya. tersebut diatas kemudian dibuat dalam
Serta tempat berlindung dan suatu matriks kesesuaian wisata seperti
berkembangbiaknya berbagai jenis burung pada Tabel 3.
dan binatang mamalia lainnya. Pada
ekosistem mangrove Lantebung ditemukan
berbagai jenis biota. Untuk jenis burung

1.4
1.2
1
Tinggi (m)

0.8
0.6
0.4 Pasut

0.2 Rata-rata

Bulan

Gambar 1
Grafik Pasang Surut Perairan Kota Makassar Tahun 2017
(Sumber: Stasiun Meteorologi Maritim Paotere Makassar, diolah)

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 6
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

Gambar 2
Jenis Mangrove dan Obyek Biota yang Ditemukan di Ekosistem Mangrove Lantebung

Tabel 3
Matriks Kesesuaian Wisata Mangrove
Parameter Bobot Kategori Skor Nilai
Ketebalan mangrove (m) 5 S3 1 5
Kerapatan mangrove (ind/100m2) 3 S1 3 9
Jenis mangrove 3 S2 2 6
Pasang surut (m) 1 S1 3 3
Obyek biota 1 S1 3 3
Jumlah 26

Nilai matriks kesesuaian kemudian ketebalan mangrove di Lantebung masih


digunakan dalam perhitungan indeks perlu ditingkatkan melalui upaya penaman
kesesuaian wisata. Berdasarkan oleh masyarakat sekitar dan program
perhitungan, secara keseluruhan kawasan rehabilitasi dari pemerintah atau instansi
mangrove Lantebung memiliki nilai lain. Hal tersebut agar dapat semakin
66,67% dan termasuk dalam kategori mendukung kegiatan ekowisata.
sesuai (S2) untuk dikembangkan sebagai Berdasarkan hasil wawancara dengan
tempat wisata. Kategori sesuai untuk pengelola dan perhitungan luas kawasan
wisata, secara umum, didukung oleh dengan perangkat ArcGIS diperoleh bahwa
kerapatan jenis, pasang surut dan obyek panjang kawasan yang dapat dimanfaatkan
biota yang memiliki nilai sangat sesuai adalah 2000 m dengan luas sebesar 12 ha.
(S1) dan jenis mangrove yang termasuk Perhitungan Daya Dukung kawasan
kategori sesuai (S2). Namun, secara McNeely (1992) menyatakan bahwa daya
khusus, perlu diperhatikan bahwa dukung wisata merupakan tingkat
ketebalan mangrove termasuk dalam pengunjung yang memanfaatkan suatu
kategori sesuai bersyarat (S3) yang artinya, kawasan wisata dengan perolehan tingkat

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 7
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

kepuasan yang optimal serta dampak Seluruh kegiatan wisata tersebut


terhadap sumberdaya yang minimal. merupakan kegiatan wisata yang dinginkan
Perhitungan daya dukung kawasan di oleh pengunjung dan pengelola, namun
Lantebung memperhatikan panjang tidak semua kegiatan tersebut dapat
kawasan yang dapat dimanfaatkan dan dilakukan setiap kawasan mangrove. Hal
panjang fasilitas tracking yang telah dibuat ini disebabkan karena kondisi wilayah
sebelumnya oleh pengelola. Hal ini perlu yang merupakan kawasana rehabilitasi
dilakukan karena jalur tracking merupakan mangrove, sehingga hanya di titik-titik
spot yang diminati oleh pengunjung tertentu suatu kegiatan dapat dilakukan.
sehingga jumlah pengunjung hampir Kecuali, aktivitas fotografi (photography),
memenuhi sepanjang jalur. Menurut pengamatan mangrove (education),
perhitungan daya dukung Yulinda (2007), tracking dan menikmati suasana matahari
diketahui bahwa potensi ekologis (K) per tenggelam.
satuan unit area untuk wisata mangrove Untuk memudahkan dalam perencanaan
adalah 1 oang untuk track sepanjang 50 m pengembangan ekowisata maka dibuat
(Lt). Waktu yang dihabiskan oleh setiap perencanaan tata letak aktivitas wisata
pengunjung untuk berwisata mangrove yang dapat dilakukan sesuai dengan
adalah rerata 2 jam (Wp) dan lama waktu rekomendasi dan kondisi lingkungan.
yang disediakan kawasan untuk berwisata Seperti untuk kegiatan pengamatan satwa
1 hari rerata 8 jam (Wt). Dengan panjang burung, direkomendasikan dilakukan di
kawasan yang diperuntukkan untuk wisata gazebo paling terluar karena lokasinya
adalah 2000 m (Lt), maka jumlah daya yang berdekatan dengan spot burung
dukung kawasan untuk wisata adalah 160 berkumpul pada sore hari. Kemudian jalur
orang/hari dan daya dukung untuk jalur tracking mangrove disarankan di
tracking sepanjang 280 m sebanyak 22 sepanjang kawasan mangrove, namun
orang/hari. Total daya dukungnya adalah peletakan posisi jalur trackingnya di
182 orang per hari. bagian tengah kawasan. Hal ini
Namun mengacu pada kondisi nyata lokasi dikarenakan, bagian tepi kawasan
wisata, dimana waktu wisata selama 12 merupakan daerah mangrove muda dan
jam (mulai di buka mulai pukul 06.00 dan kondisi substrat yang belum memadat.
tutup pukul 18.00), maka jumlah daya Untuk wisata perahu (boating) sebelum
dukung kawasan adalah 240 orang/hari dan ditawarkan sebagai jasa wisata harus
untuk jalur tracking sebanyak 34 memperhatikan dahulu jumlah wisatawan
orang/hari. Total daya dukungnya per hari yan dapat diterima, hal ini
sebanyak 274 orang/hari. dikarenakan jumlah perahu operasional
Aktivitas Ekowisata yang Sesuai yang tersedia masih 1 unit. Untuk daerah
Upaya pengembangan ekowisata wisata perahu tersedia di sepanjang sungai
mangrove tidak dapat terlepas dari kecil dan pantai Lantebung.
pengaruh masyarakat, pengelola dan
pengunjung. Berdasarkan wawancara
dengan 35 orang pengunjung mengenai
aktivitas ekowisata yang cocok dilakukan
di kawasan mangrove Lantebung diperoleh
bahwa 100% memilih fotografi
(photography), 8,8% (3 orang) memilih
pengamatan satwa burung (bird watching),
29,4 % (10 orang) memilih pengamatan
mangrove (education). Kemudian,
wawancara dengan ketua pengelola
diperoleh bahwa jasa wisata yang sarankan
adalah pembibitan (education), wisata
perahu (boating) dan menikmati suasana
matahari tenggelam.

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 8
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

Gambar 3
Peta Kawasan Ekowisata Mangrove

PENUTUP mengingat ketebalan ekosistem mangrove


Kesimpulan lantebung masih kecil. Kemudian perlu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilakukan kajian kesesuaian untuk setiap
kawasan mangrove Lantebung termasuk kategori aktivitas wisata dan daya
kategori sesuai (S2) untuk dikembangkan dukungnya.
menjadi daerah wisata mangrove dengan
nilai indeks kesesuaian yaitu 66,67%. REFERENSI
Daya dukung kawasan untuk Badan Perencana Pembangunan Daerah
pengembangan wisata mangrove sebanyak (BPPD) Kota Makassar. (2015).
182 orang per hari. Sedangkan daya Peraturan daerah Kota Makassar
dukung berdasarkan kondisi nyata di Nomor 4 tahun 2015 tentang
daerah wisata adalah adalah sebanyak 274 rencana tata ruang wilayah Kota
orang per hari. Untuk aktivitas wisata yang Makassar tahun 2015-2034.
sesuai ada 7 yaitu fotografi (photography), Makassar: BPPD Kota Makassar.
tracking, pengamatan satwa burung (bird
watching), pengamatan mangrove Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
(education), pembibitan (education), Makassar. (2017). Kota Makassar
wisata perahu (boating) dan menikmati dalam angka 2017. Makassar: BPS
suasana matahari tenggelam. Kota Makassar.
Saran
Untuk mengembangkan ekowisata Bando, A.R., Marsoedi, Susilo A., Tamsil
mangrove yang berkelanjutan yang sesuai A. (2017). The strategy of mangrove
daya dukung maka perlu dilakukan forest management due to mitigation
perhitungan kembali biaya retribusi in north coastal area of Makassar.
kunjungan dan pendataan jumlah Resources and Environment, 7(2),
pengunjung yang masuk. Selain itu, upaya 31-39.
rehabilitasi dengan mengajak pengunjung
berkontirbusi dalam pemeliharaan bibit Bjork P. (2000). Ecotourism From A
atau penanaman terus dipromosikan, Conceptual Perspective, An

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 9
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No.1 April 2018

Extended Defenition of A Unique Sumberdaya Pesisir Berbasis


Tourism Form. International Konservasi [Makalah].
Journal of Tourism Research., 2, Disampaikan pada Seminar Sains
189-202. Departemen Manajemen
Sumberdaya Pesisir. Fakultas
McNeely J. (1992). Ekonomi dan Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
keanekaragaman hayati: Pertanian Bogor. 119-129.
pengembangan dan pendayagunaan
insentif ekonomi untuk melestarikan Yulianda F, Fahruddin A, Adrianto L,
sumberdaya hayati. (terjemahan dari Hutabarat A.A, Harteti S,
Economic and biological diversity: Kusharjani, Kang HS. (2010).
Developing and using economics Pengelolaan Pesisir dan Laut
incentives to conserve biological Terpadu. Bogor: Pusdiklat
resources). Jakarta: Pustaka Sinar Kehutanan-Departemen Kehutanan
Harapan. RI. Secem-Korea International
Coorperation Agency.
Muhajirin, Wunah S., Rachman T. (2015).
Pengembangan sistem transportasi BIODATA PENULIS
sungai dalam mendukung ekowisata Rini dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1992
Sungai Tallo Kota Makassar. Jurnal di Parepare, Sulawesi Selatan. Sejak
Penelitian Transportasi Multimoda. pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah
13(04), 191-198. Menengah Atas di tamatkan di Kecamatan
Suppa. Kemudian melanjutkan Pendidikan
Nugraha, H.P., Indarjo., Helmi M. (2013). S1 pada program studi Pemanfaatan
Studi kesesuaian dana daya dukung Sumberdaya Perikanan di Universitas
kawasan untuk rekreasi pantai di Hasanuddin dan lulus pada tahun 2015.
Pantai Panjang Kota Bengkulu. Kemudian tahun 2016, melanjutkan
Journal of Marine Research, 2(2), pendidikan S2 pada program pascasarjana
130-139. Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Institut Pertanian Bogor hingga
PAC/RAC. (2003). Guide to good practice saat ini dan merupakan penerima beasiswa
in tourism carrying capacity LPDP Kemenkeu RI tahun 2016.
assessment. Split: PAC/RAC.

Tuwo A. (2011). Pengelolaan Ekowisata


Pesisir dan Laut: Pendekatan
Ekologi, Sosial-Ekonomi,
Kelembagaan dan Sarana Wilayah.
Surabaya: Brilian Internasional.

The International Ecotourism Society.


(1991). Regional prepatory
conference for the world ecotourism
summit. http://www.ecotourism.org.

Wahyuni P.I., Ardhana, Sunarta I.N.


(2007). Evaluasi pengembangan
ekowisata di kawasan Tahura
Ngurah Rai. Jurnal Ecotrophic,
4(1), 45-56.

Yulianda F. (2007). Ekowisata Bahari


sebagai Alternatif Pemanfaatan

ISSN: 2355-6587, e-ISSN: 2528-2220


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp 10

Anda mungkin juga menyukai