Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN POTENSI MANGROVE SEBAGAI DAERAH EKOWISATA

DI DESA SEBONG LAGOI

STUDY POTENTIAL MANGROVE AS TOURISTS AREA


VILLAGE SEBONG LAGOI
Mirawati1, Tengku Efrizal2, Winny Retna Melani2

Programme Study
Management Aquatic Resource Marine Science and Fisheries Faculty,
Maritime Raja Ali Haji University
Email : fikp@umrah.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi struktur komunitas mangrove
dan mengetahui daya dukung kawasan yang dijadikan sebagai pengembangan Ekowisata mangrove di
Desa Sebong Lagoi, sedangkan manfaat dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
tentang konsep pengembangan ekowisata mangrove berkelanjutan bagi masyarakat Desa Sebong
Lagoi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Desa Sebong Lagoi memiliki 11 family mangrove dan
17 spesies mangrove, serta kawasan Sebong Lagoi masuk dalam kriteria ekowisata mangrove dengan
nilai 209 kategori sedang. Potensi mangrove di Desa Sebong Lagoi dapat dijadikan sebagai daerah
ekowisata mangrove karena Ekosistem mangrove nya sangat spesifik dan khas tidak terletak pada
pinggir pantai tetapi terletak berada sekitar 200 meter dari garis pantai sehingga dapat untuk dijadikan
ekowisata, ketersediaan sarana dan prasarana cukup mendukung untuk melakukan kegiatan wisata.
Berdasarkan persepsi pengunjung wisata bahwa daerah lokasi ekowisata hutan mangrove di Desa
Sebong Lagoi sangat menarik dan penuh dengan keunikan sehingga memiliki daya tarik untuk
melakukan ekowisata di daerah ini.

Keyword : Ekosistem mangrove, Area wisata, Desa Sebong Lagoi

ABSTRACK

This research intent to know how communities structured condition mangrove and knows area
advocate energy that is made as development Ekowisata mangrove at Silvan sebong Lagoi,
meanwhile benefit in observational it is expected gets to give entry about ekowisata mangrove's
development concept going concern for sebong Lagoi's Village society. This observational result
points out that sebong Lagoi's Village has 11 family mangrove and 17 mangrove's specieses, and
sebong Lagoi's area comes in in ekowisata mangrove's criterion by assesses 209 categories be.
mangrove's potency at Silvan sebong Lagoi can be made as ekowisata mangrove's region because
Ecosystem mangrovenya more highly specified and typical not lays in beach but lie periphery lie
around 200 meters of shorelines so get to be made ekowisata, availibility of medium and prasarana
adequately backs up to do wisata's activity. Base wisata's visitor perception that ekowisata's location
region mangrove's forest at Silvan absorbing sebong Lagoi and fraught uniqueness so has energy draw
for do ekowisata at this region.

Keywords : Ecosystem mangrove, Tourist area, Village Sebong Lagoi


PENDAHULUAN Desa Sebong lagoi merupakan suatu
desa yang masih memiliki potensi kekayaan
Hutan mangrove merupakan hutan yang sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
tumbuh pada tanah berlumpur dan berpasir di yang terdiri dari keunikan alam atau
daerah pantai dan muara sungai yang keindahan alam yang berupa ekosistem
dipengaruhi oleh pasang surut laut (Tuwo.A mangrove. Pemanfaatan potensi sumberdaya
2011). Ekosistem hutan mangrove juga alam flora dan fauna serta jasa lingkungannya
tergolong dinamis karena hutan mangrove di kawasan ini dimanfaatkan untuk
dapat terus berkembang serta mengalami kepentingan wisatawan dan kesejahteraan
suksesi sesuai dengan perubahan tempat masyarakat tanpa melupakan upaya konservasi
tumbuhnya, namun hutan mangrove juga sehingga tetap tercapai keseimbangan antara
tergolong labil, karena mudah sekali rusak dan perlindungan, dan pemanfaatan yang lestari.
sulit untuk pulih kembali (Arifin, 2003). Berdasarkan observasi pendahuluan, aktifitas
pengelolaan ekowisata yang dilakukan masih
Pengelolaan hutan mangrove sebagai bersifat tradisional dan terbatas pada kearifan
bentuk konservasi sumberdaya alam dan masyarakat lokal saja, kondisi ini dikarenakan
sumberdaya perairan pesisir, diperlukan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
mengingat fungsi ekosistem hutan mangrove masyarakat. Dengan demikian, maka penulis
secara fisik untuk menjaga garis pantai agar merasa perlu melakukan kajian meliputi
tetap stabil, melindungi pantai dari erosi struktur vegetasi mangrove yang sangat
(abrasi), peredam badai dan gelombang, berperan dalam pengembangan potensi
penangkap sedimen (Rahmawaty di dalam ekowisata di perairan Desa Sebong Lagoi,
Suci, (2011). Sedangkan fungsi msngrove serta sebagaimana pula aktifitas penduduk
secara biologis menurut Arifin (2003) sebagai setempat dalam melakukan upaya konservasi
kawasan pemijah atau asuhan bagi udang, sebagai modal dasar pengelolaan yang
kepiting, kerang dan lainnya, sebagai kawasan berkonsep ekowisata.
untuk berlindung, bersarang, serta
berkembangbiak. Selain berfungsi secara Dengan demikian tujuan dari penelitian
ekologis mangrove juga berfungsi secara ini adalah Untuk mengetahui struktur vegetasi
sosial ekonomi, menurut Rahmawaty di dalam mangrove yang terdapat di Desa Sebong Lagoi
Suci (2011) mangrove sebagai sumber mata Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan
pencaharian, produksi berbagai hasil hutan dan untuk mengetahui daya dukung kawasan
seperti kayu, arang, obat, sumber bahan hutan mangrove yang dijadikan sebagai
bangunan dan kerajinan, tempat wisata alam. pengembangan ekowisata mangrove di Desa
Sebong Lagoi Kecamatan Teluk Sebong
Ekosistem hutan mangrove ditemukan Kabupaten Bintan.
hampir di setiap wilayah Kepulauan Riau.
Salah satunya adalah di Desa Sebong Lagoi, Manfaat penelitian ini diharapkan dapat
Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan memberikan masukan tentang konsep
yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat pengembangan ekowisata mangrove
sebagai obyek rekreasi wisata alam. Kegiatan berkelanjutan bagi masyarakat Desa Sebong
ini dikenal dengan istilah wana wisata. Wana Lagoi.
wisata merupakan kawasan wisata alam yang
lokasinya berada di wilayah hutan produksi,
selain dengan mengadakan wana wisata, METODE PENELITIAN
perlindungan ekosistem hutan mangrove dapat
ditingkatkan dengan melakukan konservasi Waktu dan tempat
jenis, menjaga kualitas faktor biotik dan Penelitian dilaksanakan dari bulan
abiotik lingkungannya serta mengetahui Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013
tingkat struktur vegetasi mangrove. Hal ini yang berlokasi di Yayasan Ekowisata Tunas
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya Harapan Sebong Lagoi, Kecamatan Teluk
kerusakan yang belum teridentifikasi akibat Sebong, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan
aktifitas penduduk yang memanfaatkan Riau.
ekosistem hutan mangrove tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Alat dan Bahan stasiun. Pada setiap transek, data diambil
dengan menggunakan petak-petak contoh
Yang digunakan dalam penelitian sebagai (plot) berukuran 10 x 10 m2 untuk kelompok
berikut: pohon berdiameter >10 cm yang ditempatkan
Tabel.1 Alat dan bahan di sepanjang garis transek. Kelompok kedua
NO Alat & Bahan yaitu kelompok pancang adalah kelompok
pohon dengan diameter 2-10 cm diambil pada
1 GPS petak berukuran 5 x 5 m2 yang ditempatkan
2 Rol Meter kain pada petak kelompok anakan, dan kelompok
3 Tali Rafia yang ketiga adalah kelompok semai
4 Kamera Digital berdiameter <2 cm diambil pada petak
5 Parang berukuran 1 x 1 m2 yang ditempatkan pada
6 Kayu kelompok semai.
7 Lembaran kuesioner
8 Termometer Pengambilan Data Ekowisata
9 Hand Refraktometer Data dikumpulkan secara langsung di
10 Indikator unversal lokasi penelitian melalui penyebaran kuisioner
11 Tonggak kayu kepada pelaku ekowisata yaitu, pengunjung,
12 DO meter masyarakat, pengusaha, dan pemerintahan,
13 Substrat pengambilan data tersebut adalah sebagai
14 Buku identifikasi berikut:
15 Alat tulis 1. Pengunjung yang akan dijadikan responden
16 Plastik untuk herbarium dipilih secara Random Sampling (Sampel
17 Kertas label Acak Sederhana) dengan alasan memiliki
tujuan yang sama untuk berwisata
mangrove, dan pemilihan responden lebih
Metode yang digunakan dalam mengacu pada representatifnya data, jumlah
penelitian adalah metode survei. Penentuan responden dalam survei ini sebanyak 30
stasiun dilakukan berdasarkan metode orang, karena menurut Burn, 1993 (dalam
Purposive Sampling yaitu penentuan lokasi Gunaidi) jumlah ini diperoleh bagi peneliti
berdasarkan atas adanya tujuan tertentu dan pemula dan jumlah responden akan mudah
sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri untuk dianalisis.
sehingga dapat mewakili populasi (Arikunto, 2. Masyarakat yang akan dijadikan responden
2006). Sehingga ditetapkan tiga stasiun yakni dipilih secara Stratifead random sampling
Stasiun 1 (kawasan depan yang merupakan dimana berdasarkan alasan bahwa
tempat yang terdapat berbagai fauna), Stasiun 2 karakteristik masyarakat yang
(Kawasan tengah terdapat beberapa berkepentingan tidak sama dan jumlah
peninggalan sejarah pada zaman dahulu seperti responden dalam survei ini sebanyak 30
kapal, sampan) dan Stasiun 3 (kawasan ujung orang.
yang merupakan salah satu tempat aktifitas 3. Pengusaha yang dijadikan responden dipilih
nelayan). Pada setiap stasiun ditetapkan tiga secara populasi atau total sampling. Hal ini
titik transek yang dibuat tegak lurus ke arah karena pemilik usaha ekowisata di Desa
laut. Pengambilan sampel dilakukan Sebong Lagoi hanya 2 orang.
menggunakan garis transek kuadran untuk 4. Pemerintah yang dijadikan responden
vegetasi mangrove, sedangkan untuk ekowisata dipilih secara purposive sampling dimana
manggunakan daya dukung kawasan. pemerintah yang berkepentingan dengan
kegiatan ekowisata di Kabupaten Bintan
Prosedur Kerja yaitu Bappeda Kabupaten Bintan, Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan dan
Pengambilan Sampel Mangrove Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan.
Pengambilan data mangrove
dilakukan dengan menggunakan metode garis Metode Analisa
transek (kuadran transec). Transek tersebut
ditarik tegak lurus garis pantai pada setiap Analisis Data Vegetasi Mangrove
Mangrove yang akan di dapat dilokasi DBH = diameter pohon dari jenis i
pengamatan akan dianalisis menurut rumus A = luas area total pengambilan contoh
Kusmana, C (2009) sebagai berikut: (luas total petak/plot/kuadrat)
1. Kerapatan Jenis (Di) DBH = CBH/ (dalam Cm), CBH adalah
lingkaran pohon setinggi dada
n i
D i
A 6. Penutupan Relatif Jenis (RCi)
Di = kerapatan jenis i

ni = jumlah total tegakan dari jenis i C i 100
RC i n
A = luas area total pengambilan contoh (luas

C
i 1
i

total petak contoh/ plot)
RCi = Penutupan relatif jenis dan luas
2. Kerapatan Relatif Jenis (RDi) total area

Ci = Luas area penutupan jenis i
n = Penutupan untuk seluruh jenis
ni
RDi n 100 Ci
ni
i 1

i 1
7. Jumlah nilai Kerapatan relatif jenis
(RDi) = Kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi) dan
(ni) = Jumlah individu jenis i penutupan relatif jenis (RCi)
= Total individu seluruh jenis
n
n
menunjukkan Nilai Penting Jenis (IVi)
i
i 1
: IVi= RDi + RFi + RCi
3. Frekuensi Jenis (Fi) Analisa Daya Dukung
p Boullion 1985 dalam Bengen 2002
F i
i n
menyatakan DDK adalah jumlah maksimum
p i1
i
pengunjung yang secara fisik dapat ditampung
di kawasan yang disediakan pada waktu
Fi = Frekuensi jenis i tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada
Pi =Jumlah petak contoh dimana alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam
n ditemukan jenis i bentuk rumus adalah sebagai berikut
P
i 1
i =Jumlah total petak contoh yang
Diamati
Daya dukung = DDK
4. Frekuensi Relatif Jenis SIRP


RF nF i 100 Keterangan :
i
F i
DDK = Daya Dukung Kawasan
i 1
SIRP = Standart Individu Rata Perhari
RFi = Frekuensi relatif jenis
Fi = Frekuensi jenis ke i Kebutuhan setiap wisatawan akan ruang sangat
n = Jumlah frekuensi untuk seluruh bervariasi, kebutuhan akan ruang menentukan
F
i 1
i beberapa ukuran fasilitas yang perlu untuk
melayani kebutuhan pariwisata.
5. Penutupan Jenis (Ci)
n

BA HASIL DAN PEMBAHASAN


C i 1
i
A Struktur Vegetasi Mangrove
Hasil penelitian didapatkan 17 spesies
BA = DBH2 : 4 (dalam Cm2) yang berasal dari 11 Family, dapat dilihat pada
= konstanta (3,1416) tabel berikut:
Tabel 2. Jenis Mangrove gmnorrhyza, Bruguiera cilindrica, Xylocarpus
No Spesies Stasiun moluccensis Kerapatan Relatif Jenis yang
I II III memiliki tingkat paling tinggi yaitu jenis
1 Avicennia alba - + Bruguiera gmnorrhyza dengan nilai tingkat
- pohon, 94,444%. Kerapatan total hutan
2 Avicennia lanata - + mangrove pada Stasiun II berdasarkan rujukan
- pada Kriteria Baku Kerusakan Mangrove
3 Rhizophora stylosa - + - mengacu kepada Keputusan Kementrian
Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun
4 Rhizophora apiculata - + -
2004 tergolong Sangat padat dengan nilai total
5 Rhizophora mucronata + +
kerapatan pada strata pohon 1667 ind/ha.
6 Bruguiera gymnorrhiza ++ +
7 Bruguiera cilindrica - + - Pada stasiun III terletak di kawasan
8 Xylocarpus moluccensis ++ - ujung yang merupakan salah satu tempat
9 Lumnitzera littorea - - aktifitas nelayan, terdiri dari 3 jenis mangrove
+ yaitu Bruguiera gmnorrhyza, Avicennia
10 Thespesia populnea - - + lanata, Avicennia alba, pada stasiun III nilai
11 Hibiscus tiliaceus - - + Kerapatan Relatif Jenis pada pohon yang
12 Nypa fruticans - - + paling tinggi terdapat pada jenis Avecennia
13 Pandanus odoratissima - - + lannata 106,00%. Kerapatan total hutan
14 Acanthus ilicifolius - - + mangrove pada Stasiun III berdasarkan
15 Scaevola taccada - - + rujukan pada Kriteria Baku Kerusakan
16 Gmnanthera poludosa - - + Mangrove mengacu kepada Keputusan
17 Melastoma c - - + Kementrian Negara Lingkungan Hidup Nomor
Sumber : Data Primer 2012 201 Tahun 2004 tergolong Rusak/ jarang
dengan nilai total kerapatan pada strata pohon
Hasil pengamatan dilapangan, diperoleh 367 ind/ha.
kisaran Kerapatan relatif jenis dan Indeks Nilai
Penting setiap stasiunnya baik itu untuk Potensi Ekowisata
tingkat pohon, anakan maupun semai. Potensi ekowisata merupakan semua
objek (alam, budaya, buatan) yang
Stasiun I yang terletak dikawasan memerlukan banyak penanganan agar dapat
depan yang merupakan aktifitas pembuatan memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan
arang yang sudah tidak berfungsi lagi dimana (Damanik dan weber, 2006). Potensi
dapat 4 jenis mangrove yaitu, Rhizophora ekowisata dapat dilihat dari hasil analisis daya
mucronata, Bruguiera gymnorrhyza, dukung sebagai berikut:
Xlocarpus moluccensis, Lumnitzera littorea, Daya dukung kawasan adalah jumlah
Kerapatan Relatif Jenis yang paling besar maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
adalah Bruguiera gmnorrhyza untuk tingkat ditampung di kawasan yang disediakan pada
pohon, dengan nilai 208,823%. Kerapatan waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan
total hutan mangrove pada Stasiun I pada alam dan munusia (Yulianda, 2007).
berdasarkan rujukan pada Kriteria Baku Meskipun permintaan sangat banyak namun
Kerusakan Mangrove mengacu kepada daya dukunglah yang membatasi kegiatan
Keputusan Kementrian Negara Lingkungan yang dilakukan dilingkungan alam.
Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tergolong Ekosistem mangrove di Desa Sebong
Sangat padat dengan nilai total kerapatan pada Lagoi disekitar kawasan memiliki keunikan
strata pohon 1667 ind/ha. tersendiri yaitu memiliki tempat pembuatan
arang yang tidak berfungsi lagi, dan memiliki
Stasiun II terletak di kawasan tengah kampung nelayan yang memiliki bermacam
terdapat beberapa peninggalan sejarah pada kerajinan tangan seperti pembuatan tikar dari
zaman dahulu seperti kapal, sampan yang pandan, tas dan atap (YETHAS 2012).
masih digunakan untuk lokasi pemancingan Berdasarkan hasil pengamatan bahwa lokasi
masyarakat, terdiri dari 6 jenis mangrove ekowisata mangrove di Desa Sebong Lagoi
yaitu, Rhizophora stylosa, Rhizophora memiliki Daya Dukung Kawasan untuk
apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera ekowisata mangrove maksimal 500
(orang/hari), pembibitan mangrove 25 2. Daya Dukung Kawasan bahwa kapasitas di
(orang/hari), kampung tour 160 (orang/hari), wilayah wisata mangrove selama satu hari
tour kunang-kunang 400 (orang/hari), dan maksimum 500 (orang/hari), pembibitan 25
traditional fishing 80 (orang/hari). Kegiatan (orang/hari), tour kunang-kunang 400
ekowisata mangrove di Desa Sebong Lagoi (orang/hari), kampung tour 160
dapat dilakukan dengan menyusuri sungai di (orang/hari), dan traditional fishing 80
ekosistem mangrove ini, kegiatan yang (orang/hari). Dari kategori matriks
dilakukan pada kawasan ini dalam ekowisata mangrove pengembangan
pelaksanaannya harus memperhatikan daya ekowisata mangrove dapat dikategorikan
dukung kawasan. Dimana waktu yang bahwa hutan mangrove Desa Sebong Lagoi
disediakan oleh kawasan untuk kegiatan memiliki kategori sedang dengan nilai 209
ekowisata mangrove ini adalah 8 jam dalam untuk keadaan ekowisata tersebut.
satu harinya, waktu ini disesuaikan dengan 3. Berdasarkan hasil penelitian ini maka
rata-rata lama pasang air laut, kawasan ini kegiatan ekowisata dimana dapat
dapat dilalui dengan menggunakan alat dikembangkan lebih lanjut dengan
transportasi seperti speed boat, atau pompong, pertimbangan kategori nilai sedang
dengan fasilitas life jaket, aqua dan penjelasan sehingga perlu dilaksanakan konservasi.
tentang latar belakang kawasan ekowisata
mangrove tersebut. SARAN
Analisis kriteria untuk tujuan Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil
ekowisata mangrove dilakukan berdasarkan penelitian ini sebagai berikut:
nilai kriteria ekowisata (NKE) yang diperoleh 1. Hasil penelitian hanya mengkaji sebatas
pada masing-masing stasiun. Jumlah nilai total potensi akan tetapi disarankan penelitian
tersebut merupakan nilai yang diperoleh lebih lanjut kesesuain ekowisata.
masing-masing stasiun pada setiap parameter 2. Mengigat minat wisatawan sehingga perlu
kriteria yang ditotalkan setelah dikalikan bobot dilakukan penanaman kembali dikawasan
dengan skornya. Dari nilai total masing- samping pembuatan arang, serta tempat
masing stasiun tersebut dapat ditentukan cocok persinggahan kapal, dari hasil pembibitan
atau tidaknya kawasan mangrove lebih baik melibatkan wisatawan.
dikembangkan untuk ekowisata yang
berkelanjutan, Murni (2000), Arifin (2001). UCAPAN TERIMA KASIH
Hasil perhitungan NKE tersebut, dari lokasi 1. Bapak Dr.Ir.T.Efrizal,M.Si
pengamatan yang didapat dilapangan bahwa 2. Ibu Winny Retna Melani SP, M.Sc
kawasan ekowisata tersebut memiliki kriteria 3. Ibu Yohanna, serta keluarga besar
kategori sedang dengan hasil kategori bernilai Yayasan Ekowisata Tunas Harapan
209. Sebong Lagoi (YETHAS)
4. Ayah (alm) dan Ibunda tercinta dengan
penuh kasih sayang dan kesabaran telah
KESIMPULAN membesarkan dan mendidik hingga dapat
1. Struktur vegetasi mangrove di Desa Sebong menempuh pendidikan yang layak. Serta
Lagoi cukup baik terdiri dari 11 family dan keluarga besar.
17 spesies, dan pada strata pohon di stasiun 5. Teman-teman yang telah membantu
I yaitu 1667 ind/ha, sementara pada stasiun dilapangan (Idham, Eko Triadi, Arief
II yaitu 1667 ind/ha dan pada stasiun III Budiman, Denny Sanjaya, Hery, Ibnu
yaitu 367 ind/ha. Berdasarkan perhitungan Hafizh, Rio Rudiansyah, Alen, Amirul M.
hasil kerapatan, hutan mangrove Desa S.Pi, Mona Faradilla S.Pi, Faladyaztra
Sebong Lagoi jika di rata-rata untuk setiap Oktasiana S.Pi, Niken Puspitasari S.Pi,
stasiun maka hasil Kerapatan 1233 ind/ha Nunung Rozalina)
tergolong Sedang, dan pada rata-rata
stasiun I dan II masih tergolong Baik/
sangat padat, dan pada stasiun III tergolong DAFTAR PUSTAKA
Rusak/ jarang sesuai kriteria kerusakan
mangrove menurut Keputusan Menteri Arief, A.2003. Hutan Mangrove (Fungsi dan
Negara Lingkungan Hidup No 201 Tahun Peranannya). Kanisius, Yogyakarta.
2004.
Murni.H.C 2000 Perencanaan Pengelolaan
Kawasan Konservasi Estuaria Dengan
Pendekatan Zonasi. Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Pascasarjana Bogor.

Yulianda, F. 2006. Ekowisata Bahari Sebagai


Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir
Berbasis Konservasi.. Makalah Seminar
Sehari Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Laut, Institut Pertanian Bogor

Undang-undang No.23 Tahun 1997 Tentang


Pengelolaan Lingkungan, Jakarta.

Damanik Juaniantan 2000 Perencanaan


Ekowisata. Dari Teori ke Aplikasi. Jakarta

Kepmen Lingkungan Hidup No. 201. 2004.


Tentang Baku Mutu Kerusakan Mangrove

Kusmana, C. 2009. Ekologi dan Sumberdaya


Ekosistem Mangrove. Makalah. Pelatihan
Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari Angkatan
I. PKSPL. Institiut Pertanian Bogor. Bogor. 67
hal.

Noor, Y.R., M. Khazali, I N.N. Suryadiputra.,


1999. Panduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor

Anda mungkin juga menyukai