I. PENDAHULUAN
Data penelitian terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dengan teknik pengamatan langsung di lapangan serta dengan menggunakan
metode wawancara terhadap anggota KTH Pansela, anggota KPL Pansela, dan
nelayan yang memiliki aktivitas di kawasan hutan mangrove Muara Sungai Ijo.
Data sekunder diperoleh dari dokumen hasil studi Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kebumen serta hasil pengukuran digital image google earth.
C. Analisis Data
Data jenis dan jumlah tegakan mangrove digunakan untuk mengetahui kerapatan
jenis (K), yaitu jumlah individu jenis ke-i dalam suatu unit area, dengan
menggunakan rumus Bengen (2004).
ni
𝐾=
A
Keterangan:
K = Kerapatan jenis ke-i
ni = jumlah total tegakan individu dari jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan contoh (luas total petak contoh).
Data tersebut berserta dengan data primer dan sekunder lainnya selanjutnya
diisikan ke dalam matrik kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari yang disusun
oleh Yulianda (2007).
𝑁𝑖
𝐼𝐾𝑊 = ∑ ( ) 𝑥 100%
𝑁𝑚𝑎𝑥
Keterangan:
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)
N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata.
Jumlah individu pohon per hektar dari masing-masing spesies mayor berturut-
turut adalah 567 batang, 2.567 batang, 3.633 batang, 100 batang, dan 400 batang.
Kerapatan keseluruhan spesies mayor sebesar 7.267 batang. Merujuk pada
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang
Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove terlihat bahwa
potensi ekosistem mangrove Muara Sungai Ijo berada pada kriteria baik atau
sangat padat, yaitu > 1.500 pohon/ha.
5
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
A. R. R. N. S. alba
marina apiculata mucronat fruticans
a
pohon/ha 567 2567 3633 100 400
Kegiatan ekowisata mangrove di Muara Sungai Ijo akan berjalan dengan baik
apabila diselenggarakan dengan berpegang teguh pada prinsip ekowisata yaitu
menyelaraskan antara pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan lingkungan
7
Dalam sistem zonasi kawasan dibagi menjadi tiga, yaitu: zona inti, zona
pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan. Menurut Bengen (2004)
zona inti/perlindungan merupakan zona dengan nilai konservasi tinggi, rentan
terhadap gangguan/perubahan, aktivitas manusia terbatas, dan tidak
diperbolehkan untuk dieksploitasi. Zona pemanfaatan memiliki karakteristik
masih memiliki nilai konservasi tertentu namun diperbolehkan untuk aktivitas
pemanfaatan. Zona penyangga diperuntukkan sebagai penyangga zona inti,
dimana aktivitas pemanfaatan dibatasi dan dikontrol agar tidak mengganggu
zona inti.
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2004. Pedoman Teknis. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
PKSPL-IPB, Bogor.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen. 2016. Laporan Akhir Kajian
Akademis Wilayah Pesisir Kabupaten Kebumen.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 201 Tahun 2004 tentang Kriteria
Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya.