Anda di halaman 1dari 8

1

POTENSI KESESUAIAN MANGROVE MUARA SUNGAI IJO SEBAGAI


DESTINASI EKOWISATA DI KAWASAN WISATA LOGENDING
DESA AYAH KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN
1
Yoyok Tri Setyobudi, 2Loso Riyanto, dan 3Nur Cahyo Teguh Santoso
1&2
Penyuluh Kehutanan Wilker Kec. Ayah, Kab. Kebumen dan 3Penyuluh Kehutanan Wilker
Kec. Purwodadi, Kab. Purworejo

I. PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun belakangan di Indonesia mulai terjadi pergeseran trend


permintaan pasar pariwisata, dari yang semula mass tourism menjadi ecotourism.
Mass tourism yaitu perjalanan wisata yang melibatkan wisatawan dalam jumlah
banyak, berombongan dan dalam pengaturan standar dalam hal pengaturan waktu,
tempat yang dikunjungi, fasilitas yang digunakan dan ditetapkan dalam paket yang
standar. Konsep pariwisata ini dinilai oleh akademisi memberikan dampak negatif
pada bidang ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Pariwisata ini hanya
berorientasi pada pendapatan/devisa dan kesempatan kerja atau peluang berusaha
tanpa adanya sikap mengharagai lingkungan alam dan sosial budaya. Konsep ini
tidak sejalan dengan sustainable development yang dicetuskan oleh IUCN
(International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) pada
tahun 1980 yang tertuang dalam World Conservation Strategy.

Berbeda dengan mass tourism, ecotourism menawarkan konsep pariwisata yang


mengarah kepada pariwisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, yaitu:
berkelanjutan dalam aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Menurut The
Ecotourism Society (1990) ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area
alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan
kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Dalam industri pariwisata
Indonesia konsep ini mulai memperoleh perhatian secara luas sejak tahun 2015 meski
di dunia internasional sudah berjalan sejak era 90-an. Salah satu faktor pendorong
berkembangnya destinasi ekowisata di Indonesia adalah diberlakukannya kebijakan
bebas visa bagi Tiongkok, Jepang, Rusia, Korea Selatan, dan Australia. Dalam
rangka menyambut kunjungan wisatawan manca negara ini para pelaku industri
pariwisata berupaya menawarkan destinasi-destinasi wisata baru dengan konsep
ekowisata.

Pergeseran permintaan pasar pariwisata secara global sudah semestinya direspon


oleh para pelaku industri pariwisata lokal agar mampu memanfaatkan ceruk pasar ini
2

untuk mengembangkan industri pariwisata lokal. Kawasan Wisata Logending


merupakan salah satu destinasi wisata andalan di Kabupaten Kebumen yang
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi ekowisata. Pada kawasan
ini, tepatnya pada Muara Sungai Ijo, terdapat ekosistem mangrove yang telah
direhabilitasi oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kebumen (sekarang
Balai Pengelolaan Hutan Wilayah VII Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi Jawa Tengah) bersama dengan Kelompok Tani dan Lembaga Swadaya
Masyarakat. Keberadaan ekosistem mangrove ini perlu dikaji secara mendalam guna
mengidentifikasi kesesuaiannya sebagai penunjang dalam pengembangan ekowisata
di Kawasan Wisata Logending Kabupaten Kebumen.

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di kawasan ekosistem mangrove Muara Sungai Ijo


dengan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Ekowisata Mangrove Muara Sungai Ijo.

Pelaksanaan kegiatan penelitian berlangsung selama 2 bulan, yaitu pada bulan


Juli hingga Agustus 2017. Selama satu bulan setengah dilakukan kegiatan
persiapan dan pengambilan data sekunder dan primer, sedangkan setengah bulan
berikutnya digunakan untuk pengolahan data dan penyusunan makalah.
3

B. Metode Pengambilan Data

Data penelitian terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dengan teknik pengamatan langsung di lapangan serta dengan menggunakan
metode wawancara terhadap anggota KTH Pansela, anggota KPL Pansela, dan
nelayan yang memiliki aktivitas di kawasan hutan mangrove Muara Sungai Ijo.
Data sekunder diperoleh dari dokumen hasil studi Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kebumen serta hasil pengukuran digital image google earth.

C. Analisis Data

Data jenis dan jumlah tegakan mangrove digunakan untuk mengetahui kerapatan
jenis (K), yaitu jumlah individu jenis ke-i dalam suatu unit area, dengan
menggunakan rumus Bengen (2004).

ni
𝐾=
A

Keterangan:
K = Kerapatan jenis ke-i
ni = jumlah total tegakan individu dari jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan contoh (luas total petak contoh).

Data tersebut berserta dengan data primer dan sekunder lainnya selanjutnya
diisikan ke dalam matrik kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari yang disusun
oleh Yulianda (2007).

Rumus yang digunakan untuk menghitung kesesuaian ekowisata wisata bahari


adalah (Yulianda, 2007):
4

𝑁𝑖
𝐼𝐾𝑊 = ∑ ( ) 𝑥 100%
𝑁𝑚𝑎𝑥

Keterangan:
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)
N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata.

Hasil pengolahan data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik


analisis dekriptif kuantitatif guna menggambarkan kesesuaian ekosistem
mangrove Muara Sungai Ijo sebagai kawasan ekowisata.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Spesies dan Kerapatan Mangrove

Tumbuhan mangrove mayor yang teridentifikasi di kawasan hutan mangrove


Muara Sungai Ijo sebanyak 5 spesies, yaitu: Avicennia marina, Rhizophora
apiculata, Rhizophora mucronata, Nypa fruticans, dan Sonneratia alba.
Tumbuhan mangrove mayor (true mangrove) merupakan tumbuhan yang
sepenuhnya hidup pada ekosistem mangrove yang tidak tumbuh pada ekosistem
lain serta mampu membentuk tegakan murni (Tomlinson, 1986 dalam
Awwaluddin, 2012). Di antara spesies mayor tersebut Rhizophora mucronata
keberadaannya cukup melimpah dibandingkan dengan jenis lainnya.
Kelimpahan jenis ini dipengaruhi oleh faktor pemilihan jenis tanaman yang
digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di kawasan ini. R.
mucronata banyak ditanam karena jenis ini dianggap paling sesuai untuk kondisi
lahan dengan substrat berlumpur.

Jumlah individu pohon per hektar dari masing-masing spesies mayor berturut-
turut adalah 567 batang, 2.567 batang, 3.633 batang, 100 batang, dan 400 batang.
Kerapatan keseluruhan spesies mayor sebesar 7.267 batang. Merujuk pada
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang
Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove terlihat bahwa
potensi ekosistem mangrove Muara Sungai Ijo berada pada kriteria baik atau
sangat padat, yaitu > 1.500 pohon/ha.
5

Kerapatan Jenis Mangrove Muara Sungai Ijo

4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
A. R. R. N. S. alba
marina apiculata mucronat fruticans
a
pohon/ha 567 2567 3633 100 400

B. Jenis Fauna Mangrove

Obyek daya tarik wisata mangrove tidak hanya sebatas tumbuhan/vegetasi


mangrove melainkan juga keberadaan jenis fauna mangrove. Hasil pengamatan
jenis fauna mangrove yang dilakukan secara langsung maupun hasil pencatatan
dari kegiatan wawancara menunjukkan bahwa di lokasi penelitian dijumpai
spesies fauna dari bangsa mamalia, aves, reptilia, pisces, mollusca, crustacea,
dan insecta. Hasil identifikasi spesies fauna tersebut disajikan pada Tabel
berikut.
Ordo/
No. Nama Ilmiah Status Konservasi
Nama Lokal
I. Mamalia
1. Garangan Herpestes javanicus Tidak dilindungi
2. Kucing hutan Felis bengalensis Dilindungi
3. Musang air Cynogale bennettii Tidak dilindungi
4. Musang pandan Paradoxurus hermaphroditus Tidak dilindungi
II. Aves
1. Bubut besar Centropus sinensis Tidak dilindungi
2. Cabak Caprimulgus affinis Tidak dilindungi
3. Cekakak sungai Halcyon chloris Dilindungi
4. Cekakak gunung Halcyon cyanoventris Dilindungi
5. Jalak kebo Acridotheres javanicus Tidak dilindungi
6. Kareo padi Amaurornis phoenicurus Tidak dilindungi
7. Kokokan laut Butorides striatus Tidak dilindungi
8. Kowak Nycticorax nycticorax Tidak dilindungi
9. Kuntul perak Egretta intermedia Dilindungi
10. Serak Tyto alba Tidak dilindungi
11. Tekukur Streptopelia chinensis Tidak dilindungi
12. Trinil pantai Actitis hypoleucos Tidak dilindungi
13. Walet sapi Collocalia esculenta Tidak dilindungi
III. Pisces
1. Bandeng Chanos chanos Tidak dilindungi
2. Bloso payau Glossogobius circumpectus Tidak dilindungi
3. Glodok Periophthalmus sp. Tidak dilindungi
6

No. Ordo/ Nama Ilmiah Status Konservasi


Nama Lokal
4. Kakap putih Lates calcarifer Tidak dilindungi
5. Kating Mystus nigriceps Tidak dilindungi
IV. Reptilia
1. Biawak Varanus salvator Tidak dilindungi
2. Buaya muara Crocodylus porosus Dilindungi
3. Labi-labi Carettochelys insculpta Tidak dilindungi
4. Ular pucuk Ahaetulla prasina Tidak dilindungi
5. Ular sanca Python reticulatus Tidak dilindungi
6. Ular taliwangsa Boiga dendrophila Tidak dilindungi
V. Mollusca
1. Siput mangrove Cassidula aurisfelis Tidak dilindungi
2. Siput mangrove Telecopium telescopium Tidak dilindungi
VI. Crustacea
1. Kepiting Scylla sp. Tidak dilindungi
2. Uca Uca sp. Tidak dilindungi
3. Udang watang Macrobrachium rosenbergii Tidak dilindungi

C. Kesesuaian Ekowisata Mangrove

Hasil perhitungan indeks kesesuaian ekowisata (IKW) mangrove dengan


mempertimbangkan parameter ketebalan vegetasi dari tebing sungai, kerapatan
vegetasi mangrove, keragaman jenis flora dan fauna pada ekosistem mangrove
serta kisaran pasang surut perairan memperlihatkan bahwa ekosistem mangrove
Muara Sungai Ijo termasuk dalam kategori S1 (sangat sesuai) dengan nilai
81,57%. Kategori kesesuaian masing-masing parameter disajikan dalam Tabel
berikut.

Kegiatan ekowisata mangrove di Muara Sungai Ijo akan berjalan dengan baik
apabila diselenggarakan dengan berpegang teguh pada prinsip ekowisata yaitu
menyelaraskan antara pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan lingkungan
7

sosial budaya masyarakat dan kepentingan ekonomi. Guna mewujudkan


keselarasan di antara fungsi ekologi (lingkungan hidup), sosial budaya, dan
ekonomi dari ekosistem mangrove maka dalam pengelolaannya mengacu pada
pasal 32 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya. Undang-undang ini memberikan arahan pengelolaan kawasan
dengan sistem zonasi.

Dalam sistem zonasi kawasan dibagi menjadi tiga, yaitu: zona inti, zona
pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan. Menurut Bengen (2004)
zona inti/perlindungan merupakan zona dengan nilai konservasi tinggi, rentan
terhadap gangguan/perubahan, aktivitas manusia terbatas, dan tidak
diperbolehkan untuk dieksploitasi. Zona pemanfaatan memiliki karakteristik
masih memiliki nilai konservasi tertentu namun diperbolehkan untuk aktivitas
pemanfaatan. Zona penyangga diperuntukkan sebagai penyangga zona inti,
dimana aktivitas pemanfaatan dibatasi dan dikontrol agar tidak mengganggu
zona inti.

Selain mengacu pada pengelolaan dengan sistem zonasi dalam upaya


melestarikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, pengelolaan kawasan
ekosistem mangrove Muara Sungai Ijo sebagai destinasi ekowisata juga harus
memperhatikan eksistensi stakeholders/para pemangku kepentingan.
Banyaknya pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem mangrove
memunculkan potensi konflik yang cukup besar. Konflik yang terjadi tentunya
akan berdampak pada kelestarian kawasan ekosistem mangrove. Untuk itu
dibutuhkan strategi pengelolaan yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
Salah satu strategi pengelolaan yang dapat dijadikan rujukan adalah manajemen
kolaboratif yang diterapkan dalam pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata, kawasan ekosistem


mangrove Muara Sungai Ijo termasuk dalam kategori sangat sesuai untuk kegiatan
wisata dengan indeks sebesar 81,57%. Pengembangan ekowisata mangrove pada
kawasan ini harus memperhatikan prinsip-prinsip ekowisata, yaitu menjamin
berkelanjutan dalam aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.
8

DAFTAR PUSTAKA

Agussalim, A. dan Hartoni. 2014. Potensi Kesesuaian Mangrove Sebagai Daerah


Ekowisata di Pesisir Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin. Maspari Journal,
Vol. 6, No. 2, Juli 2014.

Bengen, D.G. 2004. Pedoman Teknis. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
PKSPL-IPB, Bogor.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen. 2016. Laporan Akhir Kajian
Akademis Wilayah Pesisir Kabupaten Kebumen.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 201 Tahun 2004 tentang Kriteria
Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

Tomlinson, P. B. 1986. The Botany of Mangroves. Dalam Awwaluddin. 2012. Struktur


dan Status Komunitas Mangrove di Ekosistem Muara Kali Lamong Jawa Timur.
Skripsi. Program Studi S1 Biologi. Departemen Biologi. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Airlangga. Surabaya.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir


berbasis konservasi. Disampaikan pada Seminar Sains 21 Februari 2007.
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.

Anda mungkin juga menyukai