BAB I
PENDAHULUAN
Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu ikan budidaya yang
digemari oleh masyarakat sehingga menjadi salah satu komoditas budidaya
unggulan. Sehingga, ikan bandeng memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
bahan baku untuk produk olahan yang lebih bervariasi. Ikan bandeng dapat hidup
di air tawar dan air laut sehingga sering disebut ikan air payau (Susanto, 2010). Ikan
bandeng beradaptasi terhadap perubahan lingkungan suhu, pH, kekeruhan air dan
tahan terhadap serangan penyakit, ikan bandeng juga memiliki nilai ekonomis, yang
relatif murah dan nilai gizinya yang tinggi (Ghufron, 2010). Hal ini yang membuka
fikiran masyarakat untuk mewujudkan analisis usaha yang menguntungkan dengan
memproduksi nener ikan bandeng yang memiliki kualitas baik dan melimpah.
Usaha para pengelola pembenihan bandeng untuk menghasilkan nener yang
memiliki kualitas sama dengan alam terus diupayakan dengan cara melakukan
pengelolaan kualitas air, pemberian pakan alami dan pakan buatan serta
pengendalian hama dan penyakit secara kontinyu dan frekuensi yang telah
ditetapkan (Fujiana, dkk, 2008). Hal ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan
anlisa usaha yang menguntungkan dengan produksi nener yang memiliki kualitas
baik dan kuantitas yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut di atas diperlukan suatu
bentuk keterampilan dan etos kerja maksimal yang harus dilakukan untuk
menghasilkan target produksi yang sudah ditetapkan. Salah satu tahap kegiatan
penting dalam budidaya ikan bandeng yaitu tahap pemenihan ikan bandeng.
Untuk mempelajari teknik budidaya khususnya teknik pembenihan ikan
bandeng secara lansung di lapangan akan di lakukan Praktek Kerja Lapang (PKL).
Oleh karena itu kegiatan PKL akan dilakukan di Balai Perikanan Budidaya Air
Payau (BPBAP). BPBAP Takalar adalah Suatu Unit Pembenihan dan Pelaksanaan
Teknik Direktorat Jendral Perikanan yang dikenal dengan nama Lokal Budidaya
Air Payau (LBAP) Takalar LBAP Takalar didirikan pada tahun 1983, diatas tanah
seluas 3 Ha dan mulai beroperasi pada tahun 1986. Salah satu kegiatan yang di
lakukan Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar yaitu pengelolaan
2
teknik pembenihan ikan Bandeng. Berdasarkan data KKP (2014) Sulawesi Selatan
merupakan provinsi posisi kedua dalam produksi ikan bandeng terbanyak di
Indonesia pada tahun 2013 dengan jumlah pangsa produksi mencapai 21% dan
salah satu sentra produksi ikan bandeng di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten
Sinjai.
.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk
mengetahui teknik pembenihan ikan bandeng (Chanos chanos) di Balai Perikanan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan
1.3 Manfaat
Manfaat dilaksanakannya kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah
sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan mengenai teknik pembenihan pada ikan bandeng
(Chanos chanos) BPBAP Takalar
2. Menambah wawasan serta dapat mengaplikasikan pengetahuan dan
pengalaman di lingkungan kampus maupun di lingkungan masyarakat.
3. Mendapatkan ilmu pengetahuan dan gambaran secara langsung mengenai
metode pemilihan benih ikan bandeng (Chanos chanos) kualitas yang baik
untuk di budidayakan di BPBAP Takalar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk
segitiga, terletak dibelakang insang disamping perut. Sirip punggung pada ikan
bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh dibelakang tutup
insang dan berbentuk segi empat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14
batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk
mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh
dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakangtubuh ikan
bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain.
Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekorsemakin lebar
dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai kemudi
laju tubuhnya ketika bergerak (Purnowati et al., 2007).
mencapai berat rata -rata 0,60 kg pada usia 5 -6 bulan jika dipelihara dalam tambak
(Murtidjo, 2002).
Ikan bandeng merupakan jenis ikan laut yang daerah penyebarannya meliputi
daerah tropika dan sub tropika (Pantai Timur Afrika, Laut Merah sampai Taiwan,
Malaysia, Indonesia dan Australia). Di Indonesia penyebaran ikan bandeng
meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara,Aceh,
Sumatra Selatan, Lampung, Pantai Timur Kalimantan, sepanjang pantai Sulawesi
dan Irian Jaya. (Purnowati, et al., 2007).
2.3 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Pertumbuhan merupakan suatu perubahan bentuk akibat pertambahan
panjang, berat dan volume dalam periode tertentu secara individual. Pertumbuhan
juga dapat diartikan sebagai pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang pada
akhirnya menyebabkan perubahan ukuran jaringan. Pertumbuhan bagi suatu
populasi adalah pertambahan jumlah individu, dimana faktor yang
mempengaruhinya dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi umur, keturunan dan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal meliputi
suhu, makanan, penyakit, media budidaya, dan sebagainya (Haryono et al, 2001).
Sintasan (survival rate) adalah persentase ikan yang hidup dari jumlah ikan
yang dipelihara selama masa pemeliharaan tertentu dalam suatu wadah
pemeliharaan. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya kualitas air, ketersediaan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan,
kemampuan untuk beradaptasi dan padat penebaran. Tingkat kelangsungan hidup
dapat digunakan dalam mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup
(Effendi, 1997). Kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas
benih. Peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas
adalah kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang dapat
menyebabkan turunnya populasi (Wulandari 2006). Ikan yang berukuran kecil
(benih) akan lebih rentan terhadap parasit, penyakit dan penanganan yang kurang
hati-hati. Kelangsungan hidup larva ditentukan oleh kualitas induk, telur, kualitas
air, serta rasio antara jumlah makanan dan kepadatan larva(Effendi, 1997).
Survival rate ikan air tawar di dalam lingkungan berkadar garam bergantung
pada jaringan insang, laju 9 konsumsi oksigen, daya tahan (toleransi) jaringan
6
penyebarannya diperairan dibatasi oleh suhu (Kordi dan Tanjung, 2007), Variasi
suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain tingkat intensitas cahaya
yang tiba dipermukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan proses pengadukan serta
radiasi matahari (Maniagasiet al,2013).
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010) menyatakan bahwa keadaan
suhu air yang optimal untuk kehidupan benih ikan bandeng adalah 27-30oC.
Kehidupannya mulai terganggu pada apabila suhu perairan mulai turun sampai 15-
20oC atau meningkat di atas 35oC. Aktivitasnya terhenti pada perairan yang
suhunya di bawah 6oC atau di atas 42oC. Sedangkan menurut Zakaria (2010), suhu
optimal untuk nila berkisar antara 26-33oC.
2.6 Derajat keasaman (pH)
Derajat ke asaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam
suatu perairan karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan
dalam air. Nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau
kebasaan suatu perairan. Tingkat keasaman merupakan faktor yang penting dalam
proses pengolahan air untuk perbaikan kualitas air. Kondisi perairan bersifat netral
apabila nilai pH sama dengan 7, kondisi perairan bersifat asam bila pH kurang dari
7, sedangkan pH lebih dari 7 kondisi perairan bersifat basa (Irianto dan Triweko,
2011).
Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan
senyawa yang bersifat asam (Lesmana, 2002). Selanjutnya Purnawati (2002),
menambahkan bahwa derajat keasaman sering digunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup. Menurut Kordi
(2008), ikan bandeng mempunyai toleransi yang panjang terhadap derajat
keasaman yaitu antara 7 –9 dan menurut Di rektorat Jendral Perikanan Budidaya
(2010) derajat keasaman yang optimum adalah 7,2 –8,3.
2.7 Oksigen terlarut (DO)
Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingg abila
ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka
segala aktivitas biota akan terhambat (Kordi dan Tanjung, 2007). Oksigen
diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan untuk aktivitas
berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Nilai oksigen di dalam budidaya
8
ikan sangat penting karena kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan dapat mengakibatkan ikan stress ikan sangat penting karena kondisi
yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan
ikan stress (Salmin, 2005). Faktor pembatas bagi kandungan oksigen terlarut dalam
perairan ialah kehadiran organisme fotosintesis, suhu, tingkat penetrasi cahaya,
tingkat kederasan aliran air dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air
(Effendi, 2003)
Kandungan oksigen terlarut yang optimal bagi ikan bandeng adalah 3 –7 mg/l
(Kordi, 2008), sedangkan data dari Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010)
mengatakan bahwa kandungan oktigen terlarut unruk ikan bandeng adalah berada
pada kisaran optimum 3,0 –8,5 ppm. Apabila konsentrasi oksigen cukup tinggi,
larva menyebar secara merata dalam tangki. Sebaliknya, apabila konsentrasi
oksigen sangat rendah, benih berkonsentrasi dibagian yang banyak arus aerasi atau
jalan pemasukan air (Slembrouck, et al., 2005).
2.8 Salinitas
Menurut Supono (2008), salinitas dapat didefinisikan sebagai total
konsentrasi ion–ion terlarut dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas
dinyatakan dalam (°/oo) atau ppt (part perthousand). Salinitas air berpengaruh
terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas akan semakin besar pula
tekanan osmotiknya sehingga biota yanghidup di air asin mampu menyesuaikan
dirinya terhadap tekanan osmotik dari lingkungannya (Kordi dan Tanjung, 2007).
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010) menyatakan bahwa keadaan
salinitasair yang optimal untuk kehidupan benih ikan bandeng adalah 29 –32 ppt
sedangkan menurut Kordi dan Tanjung (2007), salinitas optimal untuk bandeng
adalah berkisar antara 0 –35 ppt.
2.9 Brachionus Sp. (rotifer)
2.9.1 klasifikasi rotifera
Phylum : Rotyfera
Kelas : Monogona ta
Ordo : Ploima
Family : Brachionidae
Genus : Brachionus
9
Gambar 2. Rotifera
Rotifer berasal dari bahasa latin yang berarti “roda pembawa” mereka juga
dikenal dengan sebutan wheal animaculates. Banyak terdapat di air tawar, hidupnya
soliter, berkoloni, dan sesil, rotifer air tawar hidup pada tanaman air serta benda-
benda dalam air. Beberapa jenis plagis bentuknya menyerupai kantung, duri
panjang, kaki menghilang atau dilipat. Rotifer yang bersifat epizoic atau
ektoparasit, hidup pada insang crustacea kecil, sedangkan yang endo parasite hidup
pada telur siput. Helizoan, volvox, dan usus oligotcheate mempunyai ukuran tubuh
40 um-2,5 mm, rata-rata um. Tubuh rotifera dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
kepala (anterior), badan (trunk), dan kaki (posterior). Redjeki, S. (1997)
2.10 Chlorella sp
2.10.1 Klasifikasi dan Morfologi Chlorella sp
Menurut Ayusta, I.M.P, (1991) Chlorella sp kerupakan alga hijau yang
diklasifikasikan sebagai berikut.
Phylum : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Ordo : Clorococcaales
Family : Clorellaceae
Genus : Chlorella
10
Gambar 3. Chlorella sp
Bentuk sel bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi
kadang-kadang dijumpai bergerombol. Diameter selnya berkisar 2-8 mikron,
berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya
keras terdiri atas selulosa dan pectin. Sel ini mempunyai protolplasma yang
berbentuk cawang.
Chlorella sp banyak digunakan sebagai pakan alami bagi rotifer pada usaha
pembenihan larva ikan. Chlorella sp yang hidup di laut banyak mengandung asam
lemak dari jenis 3 hufa, jenis 20:5:3 sedangkan yang hidup di air tawar mengandung
3 eva jeni 18:2:6 dan 18:3:3 dengan demikian, rotifer yang mengkonsumsi chlorella
akan kaya dengan asam lemak tersebut sangat di butuhkan oleh larva ikan untuk
dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kanazawa (1989)
11
BAB III
KEADAAN UMUM
3.1 Sejarah
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar adalah Suatu Unit
Pembenihan dan Pelaksanaan Teknik Direktorat Jendral Perikanan yang dikenal
dengan nama Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Takalar LBAP Takalar didirikan
pada tahun 1983, diatas tanah seluas 3 Ha dan mulai beroperasi pada tahun 1986
LBAP Takalar selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan
(Dirjen), berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 264/KPTS/OT 21094 tanggal 8
April 1984.
Pada tahun 2001 Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Takalar mengalami
perubahan status menjadi Balai Budidaya Air Payau (BBAP) berdasarkan SK
Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP 26 D/Men/2001 tanggal 01 Mei 2001.
Pada bulan April 2014 berubah nama menjadi Balai Perikanan Budidaya Air Payau
(BPBAP) Takalar, berdasarkan Nomor 6/PERMEN/KP/2014 tentang organisasi
dan tata kerja unit pelaksana teknis perikanan budidaya air tawar, perikanan
budidaya air payau dan budidaya laut. Akan terus melakukan upaya dan
mendukung pengembangan budidaya perikanan oleh karenanya BPBAP Takalar
memiliki kewajiban untuk terus meningkatkan perannya dalam masyarakat.
3.2 Lokasi BPBAP Takalar
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar terletak di Desa
Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi
Selatan. Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar terbagi atas 3
lokasi yaitu Loka 1, Loka 2 dan Loka 3. Loka 1 merupakan lokasi yang terdiri dari
kantor, perpustakaan, koperasi, aula, asrama, mess/rumah dinas, bengkel rancang
bangun, pembenihan bandeng, pembenihan kepiting rajungan dan pemeliharaan
induk ikan laut, (Gambar 1). Loka 2 merupakan lokasi pembenihan kerapu, tambak
broodstock pembesaran udang windu, kultur masal pakan alami, produksi pakan
buatan, laboratorium pakan alami dan laboratorium uji. Sedangkan loka 3 untuk
pembenihan udang, tambak pemeliharaan induk udang, laboratorium kultur
jaringan.
12
dalam unit balai dan antara instansi terkait. Dalam rangka pengendalian dan
pengawasan, kepala balai mengadakan rapat mingguan, bulanan dan tahunan.
3.3.2 Subag Tata Usaha
Tata usaha mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan,
kepegawaian, persuratan, perlengkapan rumah tangga dan perlaporan
3.3.3 Pengujian dan Dukungan Teknis
Seksi ini mempunyai tugas melakukan pelayanan teknik kegiatan
pengembangan, penerapan serta pengawasan teknik pembenihan dan pembudidaya
ikan.
3.3.4 Uji Terap dan Kerja Sama
Seksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan standar teknik dan pengawasan
pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau. Pengendalian hama dan penyakit
ikan, lingkungan sumberdaya induk dan benih serta pengelolaan.
BAB IV
METODOLOGI
4.2.2 Bahan
Adapun Bahan yang di gunakan pada pembenihan ikan bandeng dapat
dilihat pada tabel 2
Tabel 2. Bahan yang digunakan pembenihan ikan bandeng
NO Bahan Kegunaan
1. Induk ikan jantan dan betina Sebagai penghasil telur dan sperma
2. Spirulina Pakan tambahan
3. Rotifera Pakan alami larva ikan
4. Chlorella sp Pakan Rotifera
5. Air laut Media pemeliharaan
6. Pupuk (Za,urea,dan sp36) Untuk pertumbuhan Chlorella
7. Madu murni Untuk pengkayaan pakan buatan induk
8. Scott dan egg stimulant Untuk pengkayaan pakan buatan induk
9. Vitamin C dan progol Untuk pengkayaan pakan buatan induk
BAB V
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
bak sedangkan pipa pengeluaran (outlet) berada pada bagian tengan dasar bak
berfungsi sebagai sluran pembuangan dan kotoran.
Sirkulasi air dilakukan dengan pergantian air minimal 50% perhari. Hal ini
bertujuan untuk menurunkan pertumbuhan tritip di dinding bak dan merangsang
pematangan gonad. Ketinggian air dikembalikan kebatas maksimal bak induk
setelah jam 12.00. pompa air laut 6 inci dijalankan terus menerus selama 24 jam.
Air jernih dengan sedikit plankton (alga hijau/biru) merupakan media yang tepat
bagi induk bandeng. Media yang nyaman akan merangsang bandeng melakukan
aktivitasnya termasuk kegiatan reproduksi. Kualitas air yang jelek (sering
ditumbuhi plankton coklat maupun blooming plankton) akan menghambat bandeng
bereproduksi. Kondisi di sebabkan karena rendahnya sirkulasi air yaitu kurang dari
100%. Sirkulasi merupakan suatu angka yang menunjukkan prosentasi dari jumlah
air yang masuk terhadap volume bak. Semakin tinggi debit air yang masuk maka
angka sirkulasi semakin besar, begitu pula sebaliknya. Ada dua macam sistem
sirkulasi yang bisa diterapkan yaitu sirkulasi dengan volume air pada bak penuh
sepanjang hari dan sirkulasi dengan sistem pergantian air/menurunkan air dalam
bak (Ahmad, 1997).
Pakan yang diberikan pada induk berupa pakan komersial (pellet) dengan
kandungan protein sebanya 30%, frekuensi pemeberian pakan tiga kali sehari.
Pemberian pakan dilakukan dengan cara pakan dituang kedalam baskom, kemudian
salah satu bagian jaring di buka (dekat aerasi) supaya pakan yang diberikan
menyebar keseluruh permukaan air sehingga ikan tidak berebutan. Jumlah makanan
yang dikonsumsi oleh seekor ikan bandeng secara umum berkisar sekitar 3%-5%
23
dari berat tubuhnya per hari. Namun, jumlah makanan yang di konsumsi ikan
bandeng dapat berubah-rubah , lebih sedikit atau lebih banyak tergantung pada
temperature lingkungan. Selain itu, jumlah konsumsi makan dipengaruhi oleh
kondisi air.
Kandungan nutrisi dan pakan untuk induk dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
2. Lemak Minimak 3%
pakan. Pengkayaan pakan adalah penambahan nutrisi pakan yang di ambil dari
berbagai sumber bahan makanan. Alat dan bahan yang di gunakan sebagai berikut:
25
2. Pompa air laut 8 inci Untuk air laut yang sudah sediakan
di pompa lansung ke bak
3. Telur bebek Sebagai peningkatan protein
5.3 Pemijahan
2. Penanganan Telur
26
3. Pengamatan Telur
Fase Perkebangan
Waktu Pematangan Keterangan
Telur
Akhir dari pembelahan
07.30 Morula
sel
Sel blastodrm
07.45 Blastula mengumpul, sel telur
kepinggir
Telur memenuhi
10.05 Blastula ruangan, blastophore
mulai menampak
Somite kelihatan samar-
samar dengan
16.00 Awal Neurula
membentuk lingkaran
ekor, mendekati kepala
Embrio membentuk
setengah lingkaran,
bentuk kepala sudah
17.00-23.00 Akhir Neurula
nampak dan membran
dinding telur tersedak
keluar.
Kepala keluar mendekati
membrane luar telur,
23.45 Akan Menetas pecah, bahan larva
keluar tetapi ekor masih
berada dalam telur.
00.15 Menetas Larva keluar semua
Kantong telur besar,
00.30 Larva yang baru menetas kearah depan mendekati
kepala
2. Pemanenan Telur
Proses pemanenan telur pada pagi hari sekitar pukul 07.30 WITA. Telur
hasil pemijahan akan di tampung di egg collector seiring dengan keluarnya air dari
pipa penampungan menuju bak penampungan telur. Telur ikan bandeng yang
tertampung di angkat dan dikumpulkan pada egg collector dengan cara menyiram
dengan telur. Setelah itu telur diletakkan kedalam ember dan siap untuk
dipindahkan ke dalam bak inkubasi atau wadah telur.
29
3. Penebaran Telur
Penebaran telur pada siang hari sekitar pukul 11.00 WITA tujuan nya agar
telur sudah melewati tahap penyeleksi telur. Penyeleksi telur dilakukan dengan cara
memisahkan telur yang terbuahi (transparan) dan telur yang tidak terbuahi (putih
pucat). Sebelum telur di tebar, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi (gambar).
Aklimatisasi berjuan agar dapat mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
30
1. Bak di sikat hingga bersih kemudian dibilas dengan ar laut, bertujuan untuk
memberantas bakteri dan lumut/kotoran yang masih menempel.
2. Setiap bak dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 8 titik dengan jarak
antar aerasi 50 cm dan 10 cm diatas dasar bak. Kemudian aerasi diatur
dengan kekuatan sedang.
3. Pengisian air laut dari pipa menggunakan filterback untuk menyaring. Air
diisi sampai mencapai volume 5 – 6 ton, kemudian ditabur pasir yang sudah
dicuci bersih unuk mencegah tumbuhnya lumut didinding bak, karena lumut
akan menempel dipasir dan tidak mengganggu pemanenan nener.
31
2. Perkembangan Larva
Telur bandeng akan menetas dan berubah menjadi larva setelah ±24 jam dari
pemijahan. Larva yang berumur 1 hari (D1) sampai D2 berwarna putih transparan,
bersifat planktonis, bergerak mengikuti arus, sistem penglihatan belum berfungsi,
serta masih mempunyai Egg yolk (kuning telur) sebagai cadangan makanan
sehingga belum membutuhkan makanan dari luar tubuh. Setelah berumur D3
cadangan makanan atau kuning telur sudah habis, mulut dan sistem penglihatannya
sudah mulai berfungsi dan larva membutuhkan makanan dari luar tubuhnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Gutron et al.(2010).
Karakteristik fisik lainnya yaitu adanya bintik hitam (pigmen) pada bagian
dorsal. Bintik hitam tersebut dapat dijadikan indikasi pertumbuhan, apabila bintik
membesar maka dapat dipastikan bahwa larva dapat memangsa pakan yang
tersediah secara optimal sehingga mampu melewati fase kritis awal dan sebaliknya
jika bintik hitam makin kecil dan warna tubuh tampak memucat dari warna aslinya
maka larva tidak dapat memangsa pakan yang tersedia, biasanya larva hanya
mampu bertahan dari D3-D4. Selanjutnya larva akan berkembang secara dengan
organ penglihatan sampai pencernaan sampai D21. Pada hari ke-21 (D21), larva
ikan bandeng disebut dengan nener. Nener yang bagus akan mampu peka terhadap
hentakan arus air, melawan arus, berenang dipermukaan air dan berenang secara
cepat.
Larva bandeng mulai makan pada saat larva berumur tiga hari , dimana pada
saat itu cadangan makanan (egg yolk) sudah habis diserap pada masa itu merupakan
32
masa kritis bagi larva karena organ pencernaannya mulai dalam tahap
penyempurnaan. Menurut (Anindistuti et al, 1995), bekal kuning telur pada larva
bandeng hanya cukup untuk persediaan selama tidak lebih dari 3 hari, setelah itu
larva aktif mengambil makanan dari sekitar lingkungan.
Pada saat larva berumur 3 hari sudah mulai di berikan pakan alami berupa
Cholorella sp dan Rotifera. Pemberian Cholorella sp berfungsi sebagai peneduh
sepada media pemeliharaan larva terhadap cahaya matahari yang. Dalam hal ini
Cholorella sp akan mengurangi itensitas cahaya matahari dan juga berfungsi
sebagai makanan bagi Rotifera.
Manajemen pemberian pakan pada larfa dapat di lihat pada tabel berikut:
D0-D2
D3-D7 10 liter 10-20 ind/l
D8-D10 15 liter 20-30 ind/l
D11-D15 15 liter 20-30 ind/l 8-10 gram
D16-D20 20 liter 30-50 ind/l 10-15 gram
D21-D25 25 liter 30-50 ind/l 10-15 gram
Berdasarkan kepadatan larva 20 sampai dengan 25 ekor/liter jumlah
Chorella : Rotifera : Larva = 3.000.000 : 300 : 1, ini diberikan pada larva yang
berumur 3 sampai 7 hari, kemudian larva yang berumur 8 sampai 15 hari menjelang
panen pemberian makan Chorella : Rotifera : Larva = 6.000.000 : 600 : 1.
33
1 5,0
3 5,1
6 5,5 – 6,0
9 6,0 – 6,5
12 7,0 – 7,5
15 9,0 – 9,5
18 11,5 – 12,5
21 14,0 – 14,0
25 16,0 – 16,2
Selain dari pemberian pakan, faktor lain yang tidak kalah penting adalah
pengelolaan kualitas air media pemeliharaan larva. Pengelolaan kualitas air
bertujuan untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap optimal untuk
pemeliharaan larva ikan bandeng. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara
penyiponan, pergantian air dan sirkulasi air. Penyiponan dapat dilakukan setelah
larva berumur 21 hari atau dengan melihat kondisi dasar bak pemeliharaan larva,
apabila sudah kotor maka dilakukan penyiponan. Tujuan dari penyiponan untuk
membuang sisa hasil metabolisme, telur yang tidak dibuahi dan kotoran lain yang
34
1. Fitoplankton
Kultur ini dipersiapkan sebagai makanan alami bagi rotifera. Kultur ini
dilakukan dalam bak dengan ukuran 20 ton. Sehingga ketersediaan Chlorella dapat
berkesinambungan dan masa pemeliharaan untuk kultur massal Chlorella adalah 4
sampai 5 hari, (Ayusta, 1991) mengemukakan bahwa kondisi yang normal
pemeliharaan mencapai puncak kepadatan 3 sampai 4 hari dan biasanya ditandai
dengan warna hijau gelap.
Pemberian nutrient menggunakan pupuk Urea, ZA, dan TSP. Dosis pupuk
yang digunakan sebagai berikut: urea 40 gram, ZA 20 gram, TSP 20 gram,
komposisi untuk 1 ton. Jadi untuk 20 ton membutuhkan Urea 800 gram, ZA 400
gram, dan TSP 200 gram. Dalam melakukan kultur massal Chlorella maka
ketersediaan pupuk sangat dibutuhkan, karena pupuk merupakan sumber nutrisi
35
yang dibutuhkan Chlorella selain itu, pencahayaan yang cukup juga mutlak
diperlukan sebagai sumber energi untuk berfotosintesis. Pupuk yang diberikan
harus mengandung Nitrogen (NH4), Amonium (NO3), dan Fosfat. Selanjutnya dan
di dalam bak kultur harus diberikan aerasi yang kuat terus menerus untuk
menyuplai kebutuhan oksigen terlarut didalam air. Karena jika oksigen didalam air
berkurang maka nitrogen akan berubah menjadi nitrit dan amonium akan menjadi
amoniak didalam air. Nitrit dan amoniak ini akan menjadi racun bagi bibit
Chlorella, sehingga kegiatan kultur tidak berhasil.
Kandungan zat gizi pakan sangat menentukan pertumbuhan larva ikan yang
dipelihara. Plankton sebagai jasad pakan merupakan sumber protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, dan mineral bagi pemangsanya. Chlorella sp. Juga mengahasilkan
suatu antibiotik yang disebut Chlorellin suatu zat yang dapat melawan penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Kandungan gizi Chlorella sp. Dapat di lihat
pada tabel berikut.
Pemanenan rotifer dilakukan dengan cara air mengalir melalui selang yang
di ikat dengan plankto net yang berukuran 300 mikron. Pemanenan rotifer
dilakukan sebanyak 50% dari volume bak. Setelah pemanenan selesai, kemudian
bak kultur diisi lagi dengan chlorella sp. Sehingga mencapai volume semula 6 ton.
Kultur rotifer harus menambahkan aerasi yang cukup, untuk dipanen keesokan hari
nya. Metode panen disebut dengan panen harian. Pemanenan rotifer dilakukan satu
minggu setelah dikultur. Kepadatan rotifer dapat dilihat dengan manual yaitu
melihat warna air yang jernih. Pemanenan Rotifer yang dilakukan yaitu dengan cara
panen sebagian. Setelah dilakukan pemanenan rotifer, bak kultur kembali dilakukan
pengisian Chlorella sp. Sebanyak air yang dikeluarkan. Pengisian Chlorella sp ini
di lakukan dengan tujuan supaya makanan untuk rotifer selalu tersedia. Panen
Rotifer dapat di lihat pada gambar 15, berikut.
Jadi pada dasarnya pakan alami Chlorella sp. dan Rotifera memegang
peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan larva ikan bandeng. Untuk
mendapatkan kelansungan hidup yang tinggi, beberapa aspek yang perlu di pelihara
untuk makanan larva seperti ukuran makan, nilai nutrisi, dankemudahan untuk di
cerna oleh larva Purnomo dalam Ayusta, 1991) Nilai nutrisi pakan pada larva
umumnya di lihat dari komposisizat gizi seperti kandungan protein, karbohidrat,
37
lemak, vitamin dan mineral. Menurut ayusta, (1991) bahwa kandungan zat gizi
Rotifera (Brachionus plicatillis sp.) yaitu protein (55,21%), karbohidrat (11,06%),
lemak (12,55%), abu (8,4%), dan kadar air (38,89%)
A. Cara Panen
B. Packing
Setelah dilakukan perhitungan, selanjutnya akan dikemas (packing) dengan
menggunakan kantong plastic berukuran 45 x 30 cm, dengan air yang sudah diberi
elbasin sebanyak ¼ dari ketinggian plastik. Udara yang dalam plastik dikeluarkan
kemudian diberikan oksigen murni agar ikan bisa bertahan sampai tempat tujuan.
Pengisian di lakukan dalam kantong berisi 1000-2000 ekor. Perbandingan antara
air dan oksigen 1:2 untuk pengemasan jarak dekat atau transportasi darat biasanya
menggunakan styrofom.
5.10 Pemasaran
Proses pemasaran benih ikan bandeng (nener) ini begitu mudah karena
hingga saat ini masih banyak permintaan dari berbagai daerah local, sampai wilayah
timur. Daerah pemasarannya meliputi kab. Jeneponto, kab. Goa, kab. Bone, luar
provinsi papua, kalimantan, dll. Pada proses panen ini, nener ternyata tidak di
perjual belikan melainkan hanya sebagai bantuan para nelayan tambak dll.
39
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Dari pelaksanaan kegiatan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau
(BPBAP) Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar, disimpulkan bahwa dalam proses awal persiapan pengadaan air laut
sudah sangat stabil dalam kualitas air untuk indukan dan nener/benih ikan
bandeng, begitu juga dengan proses pengontrolan pemeliharaan telur dari
proses telur, nener hingga proses terakhir yaitu pemanenan nener ikan bandeng,
pemberian rutin pakan induk dan nener ikan bandeng di berikan setiap hari,
sesui manajemen pemberian pakan di balai (BPBAP) Takalar.
6.2 SARAN
Perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung
sehingga nantinya bisa meningkatkan kualitas produksi benih/nener ikan
bandeng di masa yang akan datang menjadi lebih baik dan bermutuh.