Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu ikan budidaya yang
digemari oleh masyarakat sehingga menjadi salah satu komoditas budidaya
unggulan. Sehingga, ikan bandeng memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
bahan baku untuk produk olahan yang lebih bervariasi. Ikan bandeng dapat hidup
di air tawar dan air laut sehingga sering disebut ikan air payau (Susanto, 2010). Ikan
bandeng beradaptasi terhadap perubahan lingkungan suhu, pH, kekeruhan air dan
tahan terhadap serangan penyakit, ikan bandeng juga memiliki nilai ekonomis, yang
relatif murah dan nilai gizinya yang tinggi (Ghufron, 2010). Hal ini yang membuka
fikiran masyarakat untuk mewujudkan analisis usaha yang menguntungkan dengan
memproduksi nener ikan bandeng yang memiliki kualitas baik dan melimpah.
Usaha para pengelola pembenihan bandeng untuk menghasilkan nener yang
memiliki kualitas sama dengan alam terus diupayakan dengan cara melakukan
pengelolaan kualitas air, pemberian pakan alami dan pakan buatan serta
pengendalian hama dan penyakit secara kontinyu dan frekuensi yang telah
ditetapkan (Fujiana, dkk, 2008). Hal ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan
anlisa usaha yang menguntungkan dengan produksi nener yang memiliki kualitas
baik dan kuantitas yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut di atas diperlukan suatu
bentuk keterampilan dan etos kerja maksimal yang harus dilakukan untuk
menghasilkan target produksi yang sudah ditetapkan. Salah satu tahap kegiatan
penting dalam budidaya ikan bandeng yaitu tahap pemenihan ikan bandeng.
Untuk mempelajari teknik budidaya khususnya teknik pembenihan ikan
bandeng secara lansung di lapangan akan di lakukan Praktek Kerja Lapang (PKL).
Oleh karena itu kegiatan PKL akan dilakukan di Balai Perikanan Budidaya Air
Payau (BPBAP). BPBAP Takalar adalah Suatu Unit Pembenihan dan Pelaksanaan
Teknik Direktorat Jendral Perikanan yang dikenal dengan nama Lokal Budidaya
Air Payau (LBAP) Takalar LBAP Takalar didirikan pada tahun 1983, diatas tanah
seluas 3 Ha dan mulai beroperasi pada tahun 1986. Salah satu kegiatan yang di
lakukan Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar yaitu pengelolaan
2

teknik pembenihan ikan Bandeng. Berdasarkan data KKP (2014) Sulawesi Selatan
merupakan provinsi posisi kedua dalam produksi ikan bandeng terbanyak di
Indonesia pada tahun 2013 dengan jumlah pangsa produksi mencapai 21% dan
salah satu sentra produksi ikan bandeng di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten
Sinjai.
.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk
mengetahui teknik pembenihan ikan bandeng (Chanos chanos) di Balai Perikanan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan
1.3 Manfaat
Manfaat dilaksanakannya kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah
sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan mengenai teknik pembenihan pada ikan bandeng
(Chanos chanos) BPBAP Takalar
2. Menambah wawasan serta dapat mengaplikasikan pengetahuan dan
pengalaman di lingkungan kampus maupun di lingkungan masyarakat.
3. Mendapatkan ilmu pengetahuan dan gambaran secara langsung mengenai
metode pemilihan benih ikan bandeng (Chanos chanos) kualitas yang baik
untuk di budidayakan di BPBAP Takalar.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos)


Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, Bahasa
Inggris Milkfish, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane
Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Ikan Bandeng (Chanos chanos) termasuk
dalam famili Chanidae (Milk Fish) yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk
memanjang, padat, pipih (compress) dan oval. Memiliki tubuh yang panjang,
ramping, padat, pipih, danoval. menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dengan
panjang total sekitar 1 :(4,0-5,2). Sementara itu, perbandingan panjang kepala
dengan panjang total adalah 1 : (5,2-5,5) (Sudrajat, 2008).Ukuran kepala seimbang
dengan ukuran tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan
kepala (mendekati mulut) semakin runcing (Purnowati et al, 2007). Morfologi ikan
bandeng lebih jelasnya disajikan pada gambar 1

Gambar 1: Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos) (sumber : Moler, 1986


dalam Mas’ud, 2011)
Keterangan :
a. Mata f. Sirip caudal
b. Tutup insang g. Sirip dorsalis
c. Sirip pectoralis h. Linea laterals
4

d. Sirip abdominalls i. Mulute


e. Sirip analis
Menurut Sudrajat (2008) Klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos) adalah
sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Subfilum: Vertebrata
Kelas: Osteichthyes
Subkelas: Teleostei
Ordo: Malacopterygii
Famili: Chanidae
Genus: Chanos
Spesies: Chanoschanos

Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk
segitiga, terletak dibelakang insang disamping perut. Sirip punggung pada ikan
bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh dibelakang tutup
insang dan berbentuk segi empat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14
batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk
mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh
dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakangtubuh ikan
bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain.
Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekorsemakin lebar
dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai kemudi
laju tubuhnya ketika bergerak (Purnowati et al., 2007).

2.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos)


Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihaline, dimana dapat hidup pada kisaran
kadar garam yang cukup tinggi (0–140 promil). Oleh karena itu ikan bandeng dapat
hidup di daerah tawar (kolam/sawah), air payau (tambak), dan air asin (laut)
(Purnowati, et al., 2007). Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali
ke laut untuk berkembang biak (Purnomowati,dkk., 2007). Pertumbuhan ikan
bandeng relatif cepat, yaitu 1,1-1,7 % bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa
5

mencapai berat rata -rata 0,60 kg pada usia 5 -6 bulan jika dipelihara dalam tambak
(Murtidjo, 2002).
Ikan bandeng merupakan jenis ikan laut yang daerah penyebarannya meliputi
daerah tropika dan sub tropika (Pantai Timur Afrika, Laut Merah sampai Taiwan,
Malaysia, Indonesia dan Australia). Di Indonesia penyebaran ikan bandeng
meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara,Aceh,
Sumatra Selatan, Lampung, Pantai Timur Kalimantan, sepanjang pantai Sulawesi
dan Irian Jaya. (Purnowati, et al., 2007).
2.3 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Pertumbuhan merupakan suatu perubahan bentuk akibat pertambahan
panjang, berat dan volume dalam periode tertentu secara individual. Pertumbuhan
juga dapat diartikan sebagai pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang pada
akhirnya menyebabkan perubahan ukuran jaringan. Pertumbuhan bagi suatu
populasi adalah pertambahan jumlah individu, dimana faktor yang
mempengaruhinya dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi umur, keturunan dan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal meliputi
suhu, makanan, penyakit, media budidaya, dan sebagainya (Haryono et al, 2001).
Sintasan (survival rate) adalah persentase ikan yang hidup dari jumlah ikan
yang dipelihara selama masa pemeliharaan tertentu dalam suatu wadah
pemeliharaan. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya kualitas air, ketersediaan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan,
kemampuan untuk beradaptasi dan padat penebaran. Tingkat kelangsungan hidup
dapat digunakan dalam mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup
(Effendi, 1997). Kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas
benih. Peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas
adalah kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang dapat
menyebabkan turunnya populasi (Wulandari 2006). Ikan yang berukuran kecil
(benih) akan lebih rentan terhadap parasit, penyakit dan penanganan yang kurang
hati-hati. Kelangsungan hidup larva ditentukan oleh kualitas induk, telur, kualitas
air, serta rasio antara jumlah makanan dan kepadatan larva(Effendi, 1997).
Survival rate ikan air tawar di dalam lingkungan berkadar garam bergantung
pada jaringan insang, laju 9 konsumsi oksigen, daya tahan (toleransi) jaringan
6

terhadap garam-garam dan kontrol permeabilitas (Wulandari, 2006). Peningkatan


padat tebar akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang
gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatandan fisiologis
sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami
penurunan (Darmawangsa, 2008). Respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda
adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Proses adaptasi ikan pada tahap awalakan
mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stress. Selama proses bertahan
ini pertumbuhan akan menurun. Dampak dari stressini mengakibatkan daya tahan
tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati
yaitu warna tubuh menghitam, pergerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan
lendir pada permukaan kulitnya (Darmawangsa, 2008).
2.4 Kualitas Air
Keberhasilan suatu usaha pengangkutan ikan sangat ditentukan oleh
kualitas air. Kualitas air penting untuk diperhatikan dalam budidaya ikan bandeng.
Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan terserang penyakit (Khairuman dan
Sudenda, 2002). Kualitas air membutuhkan perhatian yang serius agar dapat
memenuhi syarat untuk mencapai kondisi air yang optimal sebagai salah satu kunci
keberhasilan dalam transportasi tertutup. Manajemen kualitas air didefinisikan
Suatu usaha menjaga kondisi air agar tetap dalam kondisi baik untuk budidaya
maupun proses transportasi ikan dengan parameter kualitas air. Kualitas air menurut
(Effendi,2003) adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat energi, atau
komponen lain di dalam air. Kualitas air penting untuk diperhatikan dalam
transportasi tertutup benih ikan bandeng.
Kematian ikan pada sistem pengangkutan pada umumnya disebabkan oleh
kadar CO2 yang tinggi, akumulasi amoniak, hiperaktivitas ikan, infeksi bakteri dan
lukafisik akibat penanganan yang kasar. Menurut Kordi (2008) laju metabolisme
ikan pada pengangkutan akan menjadi tiga kali lebih tinggi dari biasa karena
goncangan-goncangan atau rangsangan-rangsangan lain selama pengangkutan.
2.5 Suhu
Suhu perairan merupakan parameter fisika yang sangat mempengaruhi pola
kehidupan biota akuatik seperti penyebaran, kelimpahan dan mortalitas (Wijayanti,
2007). Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
7

penyebarannya diperairan dibatasi oleh suhu (Kordi dan Tanjung, 2007), Variasi
suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain tingkat intensitas cahaya
yang tiba dipermukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan proses pengadukan serta
radiasi matahari (Maniagasiet al,2013).
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010) menyatakan bahwa keadaan
suhu air yang optimal untuk kehidupan benih ikan bandeng adalah 27-30oC.
Kehidupannya mulai terganggu pada apabila suhu perairan mulai turun sampai 15-
20oC atau meningkat di atas 35oC. Aktivitasnya terhenti pada perairan yang
suhunya di bawah 6oC atau di atas 42oC. Sedangkan menurut Zakaria (2010), suhu
optimal untuk nila berkisar antara 26-33oC.
2.6 Derajat keasaman (pH)
Derajat ke asaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam
suatu perairan karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan
dalam air. Nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau
kebasaan suatu perairan. Tingkat keasaman merupakan faktor yang penting dalam
proses pengolahan air untuk perbaikan kualitas air. Kondisi perairan bersifat netral
apabila nilai pH sama dengan 7, kondisi perairan bersifat asam bila pH kurang dari
7, sedangkan pH lebih dari 7 kondisi perairan bersifat basa (Irianto dan Triweko,
2011).
Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan
senyawa yang bersifat asam (Lesmana, 2002). Selanjutnya Purnawati (2002),
menambahkan bahwa derajat keasaman sering digunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup. Menurut Kordi
(2008), ikan bandeng mempunyai toleransi yang panjang terhadap derajat
keasaman yaitu antara 7 –9 dan menurut Di rektorat Jendral Perikanan Budidaya
(2010) derajat keasaman yang optimum adalah 7,2 –8,3.
2.7 Oksigen terlarut (DO)
Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingg abila
ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka
segala aktivitas biota akan terhambat (Kordi dan Tanjung, 2007). Oksigen
diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan untuk aktivitas
berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Nilai oksigen di dalam budidaya
8

ikan sangat penting karena kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan dapat mengakibatkan ikan stress ikan sangat penting karena kondisi
yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan
ikan stress (Salmin, 2005). Faktor pembatas bagi kandungan oksigen terlarut dalam
perairan ialah kehadiran organisme fotosintesis, suhu, tingkat penetrasi cahaya,
tingkat kederasan aliran air dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air
(Effendi, 2003)
Kandungan oksigen terlarut yang optimal bagi ikan bandeng adalah 3 –7 mg/l
(Kordi, 2008), sedangkan data dari Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010)
mengatakan bahwa kandungan oktigen terlarut unruk ikan bandeng adalah berada
pada kisaran optimum 3,0 –8,5 ppm. Apabila konsentrasi oksigen cukup tinggi,
larva menyebar secara merata dalam tangki. Sebaliknya, apabila konsentrasi
oksigen sangat rendah, benih berkonsentrasi dibagian yang banyak arus aerasi atau
jalan pemasukan air (Slembrouck, et al., 2005).
2.8 Salinitas
Menurut Supono (2008), salinitas dapat didefinisikan sebagai total
konsentrasi ion–ion terlarut dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas
dinyatakan dalam (°/oo) atau ppt (part perthousand). Salinitas air berpengaruh
terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas akan semakin besar pula
tekanan osmotiknya sehingga biota yanghidup di air asin mampu menyesuaikan
dirinya terhadap tekanan osmotik dari lingkungannya (Kordi dan Tanjung, 2007).
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010) menyatakan bahwa keadaan
salinitasair yang optimal untuk kehidupan benih ikan bandeng adalah 29 –32 ppt
sedangkan menurut Kordi dan Tanjung (2007), salinitas optimal untuk bandeng
adalah berkisar antara 0 –35 ppt.
2.9 Brachionus Sp. (rotifer)
2.9.1 klasifikasi rotifera
Phylum : Rotyfera
Kelas : Monogona ta
Ordo : Ploima
Family : Brachionidae
Genus : Brachionus
9

Spesies : Brachionus plichatilis

2.9.2 Morfologi Rotifera

Gambar 2. Rotifera

Rotifer berasal dari bahasa latin yang berarti “roda pembawa” mereka juga
dikenal dengan sebutan wheal animaculates. Banyak terdapat di air tawar, hidupnya
soliter, berkoloni, dan sesil, rotifer air tawar hidup pada tanaman air serta benda-
benda dalam air. Beberapa jenis plagis bentuknya menyerupai kantung, duri
panjang, kaki menghilang atau dilipat. Rotifer yang bersifat epizoic atau
ektoparasit, hidup pada insang crustacea kecil, sedangkan yang endo parasite hidup
pada telur siput. Helizoan, volvox, dan usus oligotcheate mempunyai ukuran tubuh
40 um-2,5 mm, rata-rata um. Tubuh rotifera dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
kepala (anterior), badan (trunk), dan kaki (posterior). Redjeki, S. (1997)
2.10 Chlorella sp
2.10.1 Klasifikasi dan Morfologi Chlorella sp
Menurut Ayusta, I.M.P, (1991) Chlorella sp kerupakan alga hijau yang
diklasifikasikan sebagai berikut.

Phylum : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Ordo : Clorococcaales
Family : Clorellaceae
Genus : Chlorella
10

2.10.2 Morfologi Chlorella sp

Gambar 3. Chlorella sp

Bentuk sel bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi
kadang-kadang dijumpai bergerombol. Diameter selnya berkisar 2-8 mikron,
berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya
keras terdiri atas selulosa dan pectin. Sel ini mempunyai protolplasma yang
berbentuk cawang.
Chlorella sp banyak digunakan sebagai pakan alami bagi rotifer pada usaha
pembenihan larva ikan. Chlorella sp yang hidup di laut banyak mengandung asam
lemak dari jenis 3 hufa, jenis 20:5:3 sedangkan yang hidup di air tawar mengandung
3 eva jeni 18:2:6 dan 18:3:3 dengan demikian, rotifer yang mengkonsumsi chlorella
akan kaya dengan asam lemak tersebut sangat di butuhkan oleh larva ikan untuk
dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kanazawa (1989)
11

BAB III
KEADAAN UMUM

3.1 Sejarah
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar adalah Suatu Unit
Pembenihan dan Pelaksanaan Teknik Direktorat Jendral Perikanan yang dikenal
dengan nama Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Takalar LBAP Takalar didirikan
pada tahun 1983, diatas tanah seluas 3 Ha dan mulai beroperasi pada tahun 1986
LBAP Takalar selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan
(Dirjen), berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 264/KPTS/OT 21094 tanggal 8
April 1984.
Pada tahun 2001 Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Takalar mengalami
perubahan status menjadi Balai Budidaya Air Payau (BBAP) berdasarkan SK
Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP 26 D/Men/2001 tanggal 01 Mei 2001.
Pada bulan April 2014 berubah nama menjadi Balai Perikanan Budidaya Air Payau
(BPBAP) Takalar, berdasarkan Nomor 6/PERMEN/KP/2014 tentang organisasi
dan tata kerja unit pelaksana teknis perikanan budidaya air tawar, perikanan
budidaya air payau dan budidaya laut. Akan terus melakukan upaya dan
mendukung pengembangan budidaya perikanan oleh karenanya BPBAP Takalar
memiliki kewajiban untuk terus meningkatkan perannya dalam masyarakat.
3.2 Lokasi BPBAP Takalar
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar terletak di Desa
Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi
Selatan. Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar terbagi atas 3
lokasi yaitu Loka 1, Loka 2 dan Loka 3. Loka 1 merupakan lokasi yang terdiri dari
kantor, perpustakaan, koperasi, aula, asrama, mess/rumah dinas, bengkel rancang
bangun, pembenihan bandeng, pembenihan kepiting rajungan dan pemeliharaan
induk ikan laut, (Gambar 1). Loka 2 merupakan lokasi pembenihan kerapu, tambak
broodstock pembesaran udang windu, kultur masal pakan alami, produksi pakan
buatan, laboratorium pakan alami dan laboratorium uji. Sedangkan loka 3 untuk
pembenihan udang, tambak pemeliharaan induk udang, laboratorium kultur
jaringan.
12

Gambar 2. Lokasi BPBAP Takalar


3.3 Struktur Organisasi BPBAP Takalar
Struktur organisasi BPBAP Takalar dalam kegiatannya berpedoman pada SK
Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP 26d/MEN/2001 tentang struktur
organisasi BPBAP Takalar (Gambar 2).

Gambar 3. Struktur Organisasi BPBAP Takalar

3.3.1 Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar


Kepala BPBAP Takalar selaku penanggung jawab fungsional melakukan
fungsinya dalam pelaksanaan administrasi, perencanaan dan pengendalian. Untuk
menjalankan fungsinya tersebut kepala balai melakukan koordinasi ke pusat, di
13

dalam unit balai dan antara instansi terkait. Dalam rangka pengendalian dan
pengawasan, kepala balai mengadakan rapat mingguan, bulanan dan tahunan.
3.3.2 Subag Tata Usaha
Tata usaha mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan,
kepegawaian, persuratan, perlengkapan rumah tangga dan perlaporan
3.3.3 Pengujian dan Dukungan Teknis
Seksi ini mempunyai tugas melakukan pelayanan teknik kegiatan
pengembangan, penerapan serta pengawasan teknik pembenihan dan pembudidaya
ikan.
3.3.4 Uji Terap dan Kerja Sama
Seksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan standar teknik dan pengawasan
pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau. Pengendalian hama dan penyakit
ikan, lingkungan sumberdaya induk dan benih serta pengelolaan.

3.3.5 Kelompok Jabatan Fungsional


Kelompok jabatan fungsional lingkungan BPBAP Takalar mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan perekayasa, pengujian, penerapan dan bimbingan
pengendalian hama dan penyakit ikan, pengawasan benih, budidaya dan
penyuluhan serta kegiatan lain yang sesuai tugas masing-masing jabatan fungsional
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.4 Visi, Misi dan Motto BPBAP Takalar
Adapun visi, misi dan motto dari BPBAP Takalar yaitu sebagai berikut:
3.4.1 Visi
Visi dari BPBAP Takalar yaitu terwujudnya BPBAP Takalar Sebagai Pusat
Pelayanaan dan Teknologi Terapan Dalam Pengembangan Budidaya Air Payau di
Kawasan Timur Indonesia.
3.4.2 Misi
Misi dari BPBAP Takalar yaitu sebagai berikut:
1. Pengembangan Teknologi Budidaya Air Payau Berbasis Agribisnis Yang
Berdaya Saing, Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan.
2. Percepatan Alih Teknologi Budidaya Air Payau Pada Masyarakat dan
Pembudidaya.
14

3. Penciptaan dan Peningkatan dan Jumlah Paket-Paket Teknologi Budidaya


Yang Efesiensi, Efektif, Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan.
4. Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia dan Kelembagaan.
3.4.3 Motto
Pada saat melaksanakan kegiatan sehari–hari BPBAP Takalar mempunyai
motto yaitu “Unggul pada kualitas dan pelayanan”.
3.5 Tugas dan Fungsi BPBAP Takalar
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar adalah tempat
pembenihan dan unit pelaksanaan teknik Direktorat Jendral (UPT/Dirjen)
Perikanan yang pada awalnya dikenal dengan sub center udang (SSU) di bawah
kementerian pertanian kemudian diubah lagi menjadi Loka Budidaya Air Payau
(LBAP), LBAP Takalar selaku UPT – Dirjen Perikanan, berdasarkan SK.
3.6 Fasilitas BPBAP Takalar
Sebagai penunjang pelaksanaan semua kegiatan agar dapat terlaksanakan di
BPBAP Takalar, maka terdapat beberapa fasilitas yaitu :
3.6.1 Unit Pelayanan Teknik, Administrasi dan Umum
Unit pelayanan teknik, administrasi dan umum yaitu terdiri dari sebagai
berikut:
1. Kantor utama satu unit
2. Asrama satu unit
3. Kesekretariatan dan fungsional
4. Perpustakaan satu unit
5. Kantor utama satu unit
6. Perumahan dinas dua puluh unit
7. Pos jaga dua unit
8. Pusat informasi dan guest house satu unit
3.6.2 Laboratorium
Laboratorium di BPBAP Takalar yaitu terdiri dari sebagai berikut:
1. Laboratorium basah satu unit
2. Laboratorium kimia-fisika satu unit
3. Laboratorium hama dan penyakit satu unit
4. Laboratorium nutrisi satu unit
15

3.6.3 Sarana dan Prasarana Pendukung lainnya


Sarana dan prasarana pendukung lainnya yaitu terdiri dari:
1. Genset
2. Peralatan kerja lapangan
3. Gudang
4. Tower dan filternya
5. Blower
6. Pompa air tawar dan air laut
3.7 Komunitas yang dikembangkan
Komunitas yang dikembangkan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau
Takalar adalah:
1. Lawi-lawi (Caulerpa sp)
2. Ikan bandeng (Chanos chanos)
3. Ikan nila (Oreochromis niloticus)
4. Kepiting bakau (Scylla serrata)
5. Rajungan (Portunus pelagicus)
6. Ikan kerapu (Chromileptes altivelis)
7. Udang vanname (Litopenaeus vannamei)
8. Rumput Laut (Alga Alligata)
16

BAB IV
METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Pembenihan Ikan Bandeng
(Chanos chanos) ini dilaksanakan pada 20 Januari 2020 – 20 Febuari 2020, yang
bertempat di Hatchery Pembenihan Benur Ikan Bandeng Perikanan Budidaya Air
Payau (BPBAP) Takalar, Sulawesi Selatan.
4.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini
adalah sebagai berikut:
4.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan untuk pembenihan ikan bandeng dapat dilihat
pada tabel 1
Tabel 1. Alat yang digunakan untuk pembenihan ikan bandeng
NO Alat Spesifikasi Kegunaan
1. Bak Induk 250 ton Wadah pemeliharaan induk
2. Bak larva 6 ton Wadah pemeliharaan larfa
3. Bak Chlorella 20 ton Wadah kultur Chlorella
4. Bak Rotifera 7 ton Wadah kultur Rotifera
5. pipa 2-3 inci Transfer air
6. Seser - Panen telur dan larva
7. Baskom 5 liter Wadah larva setelah di panen
8. Baskom 10 liter Wadah penampumg rotifera
9. Selang sifon 1,5 inci Penyiponan
10. Selang dan batu - Penyuplai oksigen terlarut
aerasi
11. Saringan - Panen rotifer
12. Gayung 1 liter Pemberian pakan alami
13. Mangkok - Menakar larva
14. Kantong plastik - Packing larva
15. Karung - Wadah untuk pengiriman
16. Karet gelang - Mengikat kantong panen
17

17. Tabung oksigen - Pemberian oksigen di plastik pecking


18. Pompa air laut 10 PK Penyuplai air
19. Blower 5,5 PK Pemyuplai oksigen terlarut
20. Sikat - Mencuci bak
21. Sendok takaran 10 ml Menakar telur

4.2.2 Bahan
Adapun Bahan yang di gunakan pada pembenihan ikan bandeng dapat
dilihat pada tabel 2
Tabel 2. Bahan yang digunakan pembenihan ikan bandeng
NO Bahan Kegunaan
1. Induk ikan jantan dan betina Sebagai penghasil telur dan sperma
2. Spirulina Pakan tambahan
3. Rotifera Pakan alami larva ikan
4. Chlorella sp Pakan Rotifera
5. Air laut Media pemeliharaan
6. Pupuk (Za,urea,dan sp36) Untuk pertumbuhan Chlorella
7. Madu murni Untuk pengkayaan pakan buatan induk
8. Scott dan egg stimulant Untuk pengkayaan pakan buatan induk
9. Vitamin C dan progol Untuk pengkayaan pakan buatan induk

10. Kaporit Sebagai bahan untuk menghilangkan sisa


bateri

4.3 Metode Perolehan Data


Pengumpulan data pada Praktik Kerja Lapang (PKL) dilakukan dengan dua
macam cara, yaitu pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer dapat
didapatkan dengan cara mencatat hasil observasi, wawancara, partisipasi aktif, serta
dokumentasi sedangkan data sekunder yaitu data atau informasi yang dikumpulkan
dan dilaporkan oleh seseorang untuk suatu tujuan tertentu maupun sebagai ilmiah.
4.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
kemudian diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Dan belum di proses sama
sekali. Dalam pengumpulan data primer dapat digunakan metode yaitu observasi,
18

wawancara dan partisipasi aktif maupun memakai instrumen pengukuran tertentu


yang khusus sesuai dengan tujuan (Ridwan dkk, 2005).
4.3.1.1. Observasi
Observasi adalah studi yang dilakukan dengan sengaja atau rencana melalui
penglihatan atau pengamatan terhadap gejala –gejala spontan yang terjadi saat itu
(Indrawati dkk, 2007). Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung
suatu obyek yang diteliti dan pencatatan secara sistematis mengenai hasil
pengamatan. Dalam Praktik Kerja Lapang (PKL) ini observasi yang dilakukan
adalah dengan cara mengamati, mencatat kegiatan apa yang dilakukan dan
mendokumentasikan hal-hal yang berkaitan dalam kegiatan teknik pembenihan
ikan bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Wonocatur.
4.3.1.2. Wawancara
Menurut Sugiyono (2007) wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai hal –hal dari responden
yang leih mendalam. Dalam teknik wawancara ini, peneliti melalukan tanya jawab
kepada pemilik perusahaan/instansi secara tatap muka. Melalui wawancara ini,
peneliti akan mengetahui lebih dalam mengenai aktivitas proses kerja
perusahaan/instasi khususnya teknik pembenihan ikan bandeng (Chanos chanos)
akan mengetahui masalah atau kendala-kendala yang di hadapi di lapangan
4.3.1.3. Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan pembenihan ikan
bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Wonocatur.
Partisipasi aktif adalah keterlibatan secara langsung dan aktif pada suatu kegiatan
di lapangan. Kegiatan partisipasi aktif ini dapat digunakan untuk mendapatkan data
dan informasi mengenai pembenihan ikan bandeng (Chanos chanos).
4.3.1.4. Dokumentasi
Dokumentasi yang dilakukan dalam Praktik Kerja Lapang ini adalah dengan
cara terlibat secara langsung ke lapangan dan mengambil data atau gambar yang
diperlukan dengan cara mendokumentasi seluruh kegiatan-kegiatan yang ada di
lapangan.
4.3.2. Data Sekunder
19

Data sekunder diperoleh dari pustaka –pustaka atau dari laporan-laporan


peneliti terdahulu Kusnadi, (2000), menyatakan data sekunder merupakan data
primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk grafik, tabel, diagram,
gambar dan sebagainya, sehingga lebih informatif untuk digunakan oleh pihak lain
dan digunakan oleh periset untuk diproses lebih lanjut. Dalam Praktik Kerja Lapang
ini, data sekunder diperoleh melalui pihak lembaga pemerintah/balai maupun
masyarakat yang terkait dengan pembenihan ikan bandeng (Chanos chanos).
20

BAB V
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Persiapan Sistem Pengadaan Air Laut


Air sangat di butuhkan dalam suatu usaha-usaha Budidaya Perikanan,
kebutuhan air tesebut harus di perhatikan dari segi kualitas maupun kuantitas agar
dapat mendukung kelansungan hidup sepesies yang dipelihara. Dari segi kualitas,
air di gunakan harus jernih, tidak tercemar bebas dari hama maupun penyakit yang
dapat mengganggu pertumbuhan organisme yang di pelihara. Dari segi kualitas air
tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan dari seluruh kegiatan budidaya.
Sistem pengadaan air laut kegiatan budidaya udang di tambak Broodstock
Centre BPBAP Takalar, air laut yang di sedot menggunakan mesin pompa dengan
pipa paralon yang berdiameter 8 inci melalui proses pengelolaan secara fisik dengan
memasukkan air laut kedalam tendon melalui kantong saringan yang di pasang pada
mulut pipa masukan air laut.

Gambar 4: Bak Penampungan Air Laut Dan Mesin Pompa Air

5.2 Kegiatan Pembenihan Ikan Bandeng (Chanos Chanos).


1. Manajemen Induk
A. Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk
Bak yang digunakan untuk pemeliharaan induk yaitu bak beton yang
berbentuk silinder sebanyak 3 unit dengan kapasitas 250 ton dan tinggi bak 3 meter.
Pemasukan dan pengeluaran air menggunakan pipa yang berukuran 6 inci dan juga
difungsikan sebagai proses sirkulasi. Posisi pipa pemasukan (inlet) berada diatas
21

bak sedangkan pipa pengeluaran (outlet) berada pada bagian tengan dasar bak
berfungsi sebagai sluran pembuangan dan kotoran.

Pemebersihan bak induk dilakukan selama 6 bulan sekali. Sebelum bak


digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan cara bagian dinding bak disikat,
kemudian disiram dengan menggunakan air. Pada bagian plataran bak yang berisi
lumpur, sisa-sisa kotoran bandeng pada pemeliharaan awal diangkat menggunakan
skop, selanjutnya bak disemprot dengan menggunakan pompa sampai benar-benar
bersih, setelah itu diberikan kaporit, diamkan selama 3 hari kemudian dibilas
sampai bau kaporitnya hilang dan didiamkan lagi selama satu hari kemudian di isi
air.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Akbar dan Sudaryanto (2002), bahwa bak
pemeliharaan induk disiram dengan desinfektan berupa larutan kaporit 100-150
ppm pada seluruh sisi bagian dalam bak dan didiamkan selama 24 jam. Kegiatan
pembersihan ini bertujuan agar semua organisme yang menempel atau bakteri
didinding bak dan peralatan lainnya mati. Arisman (1986) yang mengatakan
pembersihan lahan bertujuan untuk membebaskan senyawa dan gas beracun sisa
budidaya hasil dekomposisi badan organik baik dari pakan maupun kotoran.
Setelah baik di bersihkan, baik di biarkan selama 3 hari sampai benar-benar
kering. Tujuan dari pengeringan ini untuk memutuskan siklus hudup penyakit dan
parasite yang masih ada di dalam bak yang dapat menganggu kehidupkan kultivan
(Afrianto dan Liviswaty, 1992).
B. Pemeliharaan induk
Induk bandeng di pelihara dalam bak beton berbentuk bulat dengan volume
250 ton, diameter 7 dan kedalam 3 meter. Induk jantan dengan betina di pelihara
dengan bak yang sama dengan perbandingn 1:1. Jumlah induk yang di pelihara
dalam BPBAP Takalar adalah 180 ekor, di bak A 50 ekor, bak B 30 ekor dan bak
C 100 ekor. Parameter kualitas air pada pemeliharaan induk bandeng adalah sebagai
berikut.
22

Tabel 3. Kualitas air pada pemeliharaan induk

Parameter Hasil Satuan Metode


Ph 7, 1-8, 12 SNI 6.6989.11.2004
Suhu 27-30 ⁰C Manual alat
Salinitas 30-33 Ppt Manual alat
Alkalinitas 50-500 Ppm APHA 21th Edition.2005
DO 4-5 Ppm

Sirkulasi air dilakukan dengan pergantian air minimal 50% perhari. Hal ini
bertujuan untuk menurunkan pertumbuhan tritip di dinding bak dan merangsang
pematangan gonad. Ketinggian air dikembalikan kebatas maksimal bak induk
setelah jam 12.00. pompa air laut 6 inci dijalankan terus menerus selama 24 jam.
Air jernih dengan sedikit plankton (alga hijau/biru) merupakan media yang tepat
bagi induk bandeng. Media yang nyaman akan merangsang bandeng melakukan
aktivitasnya termasuk kegiatan reproduksi. Kualitas air yang jelek (sering
ditumbuhi plankton coklat maupun blooming plankton) akan menghambat bandeng
bereproduksi. Kondisi di sebabkan karena rendahnya sirkulasi air yaitu kurang dari
100%. Sirkulasi merupakan suatu angka yang menunjukkan prosentasi dari jumlah
air yang masuk terhadap volume bak. Semakin tinggi debit air yang masuk maka
angka sirkulasi semakin besar, begitu pula sebaliknya. Ada dua macam sistem
sirkulasi yang bisa diterapkan yaitu sirkulasi dengan volume air pada bak penuh
sepanjang hari dan sirkulasi dengan sistem pergantian air/menurunkan air dalam
bak (Ahmad, 1997).

C. Pemberian Pakan Induk

Pakan yang diberikan pada induk berupa pakan komersial (pellet) dengan
kandungan protein sebanya 30%, frekuensi pemeberian pakan tiga kali sehari.
Pemberian pakan dilakukan dengan cara pakan dituang kedalam baskom, kemudian
salah satu bagian jaring di buka (dekat aerasi) supaya pakan yang diberikan
menyebar keseluruh permukaan air sehingga ikan tidak berebutan. Jumlah makanan
yang dikonsumsi oleh seekor ikan bandeng secara umum berkisar sekitar 3%-5%
23

dari berat tubuhnya per hari. Namun, jumlah makanan yang di konsumsi ikan
bandeng dapat berubah-rubah , lebih sedikit atau lebih banyak tergantung pada
temperature lingkungan. Selain itu, jumlah konsumsi makan dipengaruhi oleh
kondisi air.

Gambar 5: Pakan indukan

Pakan yang diberikan sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad dan


kualitas telur yang dihasilkan. Pakan induk bandeng yang diberikan berupa pakan
komersial (pellet) sekitar 3% dari total berat badan. Pemberian pakan sebanyak 3
kali (pagi, siang, dan sore hari) secara ad-libitum (sampai ikan kenyang). Menurut
Bambang (2002), selama dalam bak pemeliharaan induk bandeng diberi makanan
berupa pellet sebanyak 2%-3% dari berat tubuh induk per hari.
24

Gambar 6: Pemberian Pakan Induk

Kandungan nutrisi dan pakan untuk induk dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Pada Pakan.

NO Jenis Kandungan Jumlah Kandungan (%)

1. Protein Minimak 35%

2. Lemak Minimak 3%

3. Abu Maksimal 13%

4. Serat Kasar Maksimal 6%

5. Kadar Air Maksimal 10%

Untuk memicu pematangan gonad pada induk di lakukan pengkayaan

pakan. Pengkayaan pakan adalah penambahan nutrisi pakan yang di ambil dari

berbagai sumber bahan makanan. Alat dan bahan yang di gunakan sebagai berikut:
25

Tabel 5. Alat dan Bahan Serta Fungsi Dalam Penanganan Induk:

NO Nama Alat dan Bahan Fungsi

1. Bak Induk Untuk menampung induk

2. Pompa air laut 8 inci Untuk air laut yang sudah sediakan
di pompa lansung ke bak
3. Telur bebek Sebagai peningkatan protein

4. Vitamin C Meningkatkan kualitas telur pada


saat pemanenan
5. Ember Penampungan pakan ikan bandeng

6. Baskom Untuk pemberian pakan

7. Madu asli Madu asli sebagai meningkatkan


hormon dan sebagai ketahanan
tubuh
8. Sikat/skop Membersihkan bak

9. Kelambu panen Penysring telur

1O. Seser Penyaring kotoran

5.3 Pemijahan

1. Persiapan Induk dan Wadah Pemijahan

Sebelum ikan memijah terlebih dahulu di siapkan penampung telur (egg


collector) pemasangan di lakukan pada soreh hari setelah pemberian pakan. Egg
collector di pasang mulai jam 17:00 WITA sampai jam 07:00 WITA. Bak
penampung telur yang berbentuk segitiga sama sisi panjang 2,5 meter, kedalaman
1 meter. Berfungsi untuk menempatkan jaringan telur (egg collector) yang terbawah
aliran dan tersaring pada penampungn telur. Egg collector yang di gunakan bentuk
kerucut dengan panjang 1,5 m, lebar 30 cm, dengan jaringan 300 mikron.

2. Penanganan Telur
26

Sebelum pemanenan telur, terlebih dahulu disiapkan bak penebaran telur.


Setelah telur dipanen ditampung dalam wadah/baskom kemudian didiamkan ± 30
menit agar telur yang tidak mengapung dibuang dan yang mengapung disaring
keember menggunakan seser, kemudian ditampung didalam bak fiber kerucut
dengan volume 200 liter atau bak inkubasi, kemuian di inkubasi selama 6 – 12 jam
dengan aerasi yang sedang agar tekstur telur tidak pecah. Selama inkubasi telur
harus diaerasi yang cukup sehingga mencapai tingkat embrio. Telur yang sudah di
inkubasi, aerasinya diangkat/dimatikan, kemudian diputar dengan tangan, setelah
airnya dalam bak fiber sudah tenang maka telur yang baik (terbuahi) akan
mengapung dan yang rusak (tidak terbuahi) akan tenggelam dan dibuang melalui
kran pembuangan dan telur yang baik diambil menggunakan seser kemudian
dilakukan perhitungan menggunakan sendok takaran 4000 butir/takaran lalu
dimasukkan kedalam baskom yang sudah diisi air kemudian dimasukkan ditebar
didalam bak penetasan telur/pemeliharaan larva. Kepadatan telur biasanya
disesuaikan dengan volume bak. Kepadatan telur dalam bak penetasan berkisar 20
– 40 butir per liter.

3. Pengamatan Telur

Pada Pembenihan Ikan Bandeng, pengamatan telur penting dilakukan


sebelum telur menetas. Telur akan menetas pada waktu ± 24 jam, yang terhitung
mulai pemijahan. Keberhasilan telur akan menetas tergantung pada pembuahannya
dengan ciri-ciri telur sebagai berikut, ciri telur yang terbuahi yaitu berwarna
transparan dengan telur mengapung pada inkubasi, sedangkan telur yang berwarna
putih pucat merupakan telur yang tidak terbuahi dengan telur tenggelam pada dasar
bak inkubasi.

Menurut Riyadini (2011), dalam Prijono et al.(1966) mengatakan bahwa,


perkembangan telur ikan Bandeng yang berasal dari pemijahan alami dengan suhu
26-29⁰C , salinitas 33 ppt. Tahap perkembangan telur sampai menetas dapat
menjadi larva yang dapat dilihat pada tabel berikut
27

Tabel 6. Tahapan perkembangan Telur sampai menetas menjadi larva

Fase Perkebangan
Waktu Pematangan Keterangan
Telur
Akhir dari pembelahan
07.30 Morula
sel
Sel blastodrm
07.45 Blastula mengumpul, sel telur
kepinggir
Telur memenuhi
10.05 Blastula ruangan, blastophore
mulai menampak
Somite kelihatan samar-
samar dengan
16.00 Awal Neurula
membentuk lingkaran
ekor, mendekati kepala
Embrio membentuk
setengah lingkaran,
bentuk kepala sudah
17.00-23.00 Akhir Neurula
nampak dan membran
dinding telur tersedak
keluar.
Kepala keluar mendekati
membrane luar telur,
23.45 Akan Menetas pecah, bahan larva
keluar tetapi ekor masih
berada dalam telur.
00.15 Menetas Larva keluar semua
Kantong telur besar,
00.30 Larva yang baru menetas kearah depan mendekati
kepala

Selama pemeliharaan telur, aerasi di berikan pada bak pemeliharaan larva.


Aerasi dengan kekuatan sedang. Telur akan menetes selama ± 24 jam selama
pemijahan. Penetasan telur membutuhkan suhu 28-30˚C. Apa bila bawah suhu 27˚C
maka, penetesan telur akan menjadi lebih lambat dan telur menjadi rusak dengan
tidak menetas.
28

5.4 Pemeliharaan Telur

1. Persiapan Wadah Telur

Persiapan Wadah Telur di lakukan sebelum panen telur. Wadah yang de


ginakan berupah bak fiber kerucut bervolume 200 liter. Bak kerucut berkapasitas
200 liter air dan di lengkapi aerasi sebagai penyediaan oksigen. Sebelum di gunakan
, bak keucut tesebut di bersihkan terlebih dahulu untuk mengurangi pathogen,
setelah wadah di bersihkan kemudian di berikan air laut sebanyak 200 liter.

Gambar 7: Bak fiber kerucut

2. Pemanenan Telur

Proses pemanenan telur pada pagi hari sekitar pukul 07.30 WITA. Telur
hasil pemijahan akan di tampung di egg collector seiring dengan keluarnya air dari
pipa penampungan menuju bak penampungan telur. Telur ikan bandeng yang
tertampung di angkat dan dikumpulkan pada egg collector dengan cara menyiram
dengan telur. Setelah itu telur diletakkan kedalam ember dan siap untuk
dipindahkan ke dalam bak inkubasi atau wadah telur.
29

Gambar 8: Inkubasi telur

Ciri-ciri telur yang berkualitas baik berwarnah putih transparan. Sedangkan


telur yang berkualitas buruk berwarnah putih pucat dan mengendap didasar bak.
Setelah itu telur yang mengendap dadasar bak disipon agar mudah dipisahkan
dengan wadah terpisah. Tujuan nya pemisahan ini adalah untuk mempermudah
perhitungan jumlah telur yang dihasilkan tiap kali pemijahan.

3. Penebaran Telur

Penebaran telur dapat dilakukan dengan cara langsung yaitu dengan


menetaskan telur dalam bak penetasan telur ataupun dapat juga dengan cara tidak
langsung yaitu menetaskan telur kemudian di pindahkan dalam bak penetasan
kemudian larva dipindahkan kebak pemeliharaan larva.

Di BPBAP Takalar penebaran telur dilakukan dengan cara langsung yaitu


menetaskan telur kedalam penetasan telur atau bak pemeliharaan larva. Telur
disebar setelah telur selesai perhitungan telur.

Penebaran telur pada siang hari sekitar pukul 11.00 WITA tujuan nya agar
telur sudah melewati tahap penyeleksi telur. Penyeleksi telur dilakukan dengan cara
memisahkan telur yang terbuahi (transparan) dan telur yang tidak terbuahi (putih
pucat). Sebelum telur di tebar, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi (gambar).
Aklimatisasi berjuan agar dapat mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
30

Gambar 9: Penebaran telur dengan proses aklimatisasi

5.5 Penanganan Larva


1. Pemeliharaan Larva
Baik yang digunakan untuk peeliharaan larva sama dengan bak penetasan
telur bandeng yang berbentuk persegi dengan volume 7 ton. Bak ini berada dalam
ruangan atau indoor yang beratap transparan jadi mesin dapat ditembus sinar
matahari. Sebelum digunakan bak pemeliharaan harus dicuci bersih terlebih dahulu
dengan cara sebagai berikut,

1. Bak di sikat hingga bersih kemudian dibilas dengan ar laut, bertujuan untuk
memberantas bakteri dan lumut/kotoran yang masih menempel.
2. Setiap bak dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 8 titik dengan jarak
antar aerasi 50 cm dan 10 cm diatas dasar bak. Kemudian aerasi diatur
dengan kekuatan sedang.
3. Pengisian air laut dari pipa menggunakan filterback untuk menyaring. Air
diisi sampai mencapai volume 5 – 6 ton, kemudian ditabur pasir yang sudah
dicuci bersih unuk mencegah tumbuhnya lumut didinding bak, karena lumut
akan menempel dipasir dan tidak mengganggu pemanenan nener.
31

2. Perkembangan Larva

Telur bandeng akan menetas dan berubah menjadi larva setelah ±24 jam dari
pemijahan. Larva yang berumur 1 hari (D1) sampai D2 berwarna putih transparan,
bersifat planktonis, bergerak mengikuti arus, sistem penglihatan belum berfungsi,
serta masih mempunyai Egg yolk (kuning telur) sebagai cadangan makanan
sehingga belum membutuhkan makanan dari luar tubuh. Setelah berumur D3
cadangan makanan atau kuning telur sudah habis, mulut dan sistem penglihatannya
sudah mulai berfungsi dan larva membutuhkan makanan dari luar tubuhnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Gutron et al.(2010).

Karakteristik fisik lainnya yaitu adanya bintik hitam (pigmen) pada bagian
dorsal. Bintik hitam tersebut dapat dijadikan indikasi pertumbuhan, apabila bintik
membesar maka dapat dipastikan bahwa larva dapat memangsa pakan yang
tersediah secara optimal sehingga mampu melewati fase kritis awal dan sebaliknya
jika bintik hitam makin kecil dan warna tubuh tampak memucat dari warna aslinya
maka larva tidak dapat memangsa pakan yang tersedia, biasanya larva hanya
mampu bertahan dari D3-D4. Selanjutnya larva akan berkembang secara dengan
organ penglihatan sampai pencernaan sampai D21. Pada hari ke-21 (D21), larva
ikan bandeng disebut dengan nener. Nener yang bagus akan mampu peka terhadap
hentakan arus air, melawan arus, berenang dipermukaan air dan berenang secara
cepat.

5.6 Manajemen Pakan Larva

Ketersediaan pakan sangat menentukan dalam keberhasilan pemeliharaan


larva ikan bandeng. Pemberian makanan pada larva ikan bandeng harus sesuai
dengan bukaan mulut larva. Jadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemberian pakan pada larva ikan bandeng antara lain jenis makanan, jumlah pakan,
waktu dan frekuensi serta cara pemberian pakan. Apabila bukaan mulut larva
kurang sempurna dan tidak ada kesesuaian dalam menangkap makanan alami maka
larva akan banyak mengalami stress dan pada akhirnya mati.

Larva bandeng mulai makan pada saat larva berumur tiga hari , dimana pada
saat itu cadangan makanan (egg yolk) sudah habis diserap pada masa itu merupakan
32

masa kritis bagi larva karena organ pencernaannya mulai dalam tahap
penyempurnaan. Menurut (Anindistuti et al, 1995), bekal kuning telur pada larva
bandeng hanya cukup untuk persediaan selama tidak lebih dari 3 hari, setelah itu
larva aktif mengambil makanan dari sekitar lingkungan.

Pada saat larva berumur 3 hari sudah mulai di berikan pakan alami berupa
Cholorella sp dan Rotifera. Pemberian Cholorella sp berfungsi sebagai peneduh
sepada media pemeliharaan larva terhadap cahaya matahari yang. Dalam hal ini
Cholorella sp akan mengurangi itensitas cahaya matahari dan juga berfungsi
sebagai makanan bagi Rotifera.

Gambar 10: Pemberian pakan alami

Manajemen pemberian pakan pada larfa dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Mana jemen pemberian pakan pada larva

Umur Larva Cholorella sp. Rotifer(Branchionus Pakan Buatan


pllcatllls sp.) (Green-sp)

D0-D2
D3-D7 10 liter 10-20 ind/l
D8-D10 15 liter 20-30 ind/l
D11-D15 15 liter 20-30 ind/l 8-10 gram
D16-D20 20 liter 30-50 ind/l 10-15 gram
D21-D25 25 liter 30-50 ind/l 10-15 gram
Berdasarkan kepadatan larva 20 sampai dengan 25 ekor/liter jumlah
Chorella : Rotifera : Larva = 3.000.000 : 300 : 1, ini diberikan pada larva yang
berumur 3 sampai 7 hari, kemudian larva yang berumur 8 sampai 15 hari menjelang
panen pemberian makan Chorella : Rotifera : Larva = 6.000.000 : 600 : 1.
33

Cara pemberian pakannya yaitu Chorella sp. dan Rotifera dimasukkan


kedalam baskom volume 5 liter dan diberikan pada larva dengan cara menebar
secara merata ke dalam bak pemeliharaan larva supaya semua larva mendapat
makanan. Selain pemberian pakan alami, juga dilakukan pemberian pakan buatan
(Artificial feed) pada saat larva berumur lebih dari 10 hari.

Pertumbuhan larva merupakan proses pertumbuhan berat dan panjang


dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan secara individu merupakan
pertumbuhan jaringan akibat dari pembelahan sel-selnya secara mitosis
menyebabkan perubahan ukuran baik panjang maupun berat dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 8. Pertumbuhan panjang dan berat

Umur Larva (hari) Panjang Larva (mm)

1 5,0
3 5,1
6 5,5 – 6,0
9 6,0 – 6,5
12 7,0 – 7,5
15 9,0 – 9,5
18 11,5 – 12,5
21 14,0 – 14,0
25 16,0 – 16,2

5.7 Pengelolaan Kualitas Air

Selain dari pemberian pakan, faktor lain yang tidak kalah penting adalah
pengelolaan kualitas air media pemeliharaan larva. Pengelolaan kualitas air
bertujuan untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap optimal untuk
pemeliharaan larva ikan bandeng. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara
penyiponan, pergantian air dan sirkulasi air. Penyiponan dapat dilakukan setelah
larva berumur 21 hari atau dengan melihat kondisi dasar bak pemeliharaan larva,
apabila sudah kotor maka dilakukan penyiponan. Tujuan dari penyiponan untuk
membuang sisa hasil metabolisme, telur yang tidak dibuahi dan kotoran lain yang
34

mengendap didasar bak pemeliharaan. Teknik penyiponan dapat dilihat pada


gambar, berikut ini.

5.8 Kultur Pakan Alami Secara Massal

1. Fitoplankton

Kultur fitoplankton yang dilakukan di BPBAP Takalar adalah metode kultur


skala massal. Jenis fitoplankton yang digunakan pada pembenihan ikan bandeng
adalah Chorella sp. Untuk memperoleh bibit murni dimulai dengan kultur skala
laboratorium. Kemudian untuk kultur skala massal dilakukan dengan bak
bervolume 20 ton dengan bibit ½ dari bagian kultur pemberian nutrient
menggunakan pupuk Urea, ZA, dan TSP Dosis pupuk yang digunakan sebagai
berikut: Urea 40 gram, ZA 20 gram, dan TSP 20 gram, komposisi untuk 1 ton. Jadi
untuk 20 ton membutuhkan Urea 800 gram, ZA 400 gram, dan TSP 200 gram.

Teknik kultur fitoplankton secara umum dapat dilakukan dalam 3 tahap,


yaitu skala laboratorium, skala semi massal, dan skala massal (Willyarta Yudisti,
2010). Namun demikian keberhasilan dari tahapan kultur semi massal dan skala
massal tentunya tidak terlepas dari bibit yang dipergunakan (inokulan). Teknik
kultur Chorella sp. yang digunakan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar
(BPBAP) yaitu kultur massal.

Kultur ini dipersiapkan sebagai makanan alami bagi rotifera. Kultur ini
dilakukan dalam bak dengan ukuran 20 ton. Sehingga ketersediaan Chlorella dapat
berkesinambungan dan masa pemeliharaan untuk kultur massal Chlorella adalah 4
sampai 5 hari, (Ayusta, 1991) mengemukakan bahwa kondisi yang normal
pemeliharaan mencapai puncak kepadatan 3 sampai 4 hari dan biasanya ditandai
dengan warna hijau gelap.

Pemberian nutrient menggunakan pupuk Urea, ZA, dan TSP. Dosis pupuk
yang digunakan sebagai berikut: urea 40 gram, ZA 20 gram, TSP 20 gram,
komposisi untuk 1 ton. Jadi untuk 20 ton membutuhkan Urea 800 gram, ZA 400
gram, dan TSP 200 gram. Dalam melakukan kultur massal Chlorella maka
ketersediaan pupuk sangat dibutuhkan, karena pupuk merupakan sumber nutrisi
35

yang dibutuhkan Chlorella selain itu, pencahayaan yang cukup juga mutlak
diperlukan sebagai sumber energi untuk berfotosintesis. Pupuk yang diberikan
harus mengandung Nitrogen (NH4), Amonium (NO3), dan Fosfat. Selanjutnya dan
di dalam bak kultur harus diberikan aerasi yang kuat terus menerus untuk
menyuplai kebutuhan oksigen terlarut didalam air. Karena jika oksigen didalam air
berkurang maka nitrogen akan berubah menjadi nitrit dan amonium akan menjadi
amoniak didalam air. Nitrit dan amoniak ini akan menjadi racun bagi bibit
Chlorella, sehingga kegiatan kultur tidak berhasil.

Kandungan zat gizi pakan sangat menentukan pertumbuhan larva ikan yang
dipelihara. Plankton sebagai jasad pakan merupakan sumber protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, dan mineral bagi pemangsanya. Chlorella sp. Juga mengahasilkan
suatu antibiotik yang disebut Chlorellin suatu zat yang dapat melawan penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Kandungan gizi Chlorella sp. Dapat di lihat
pada tabel berikut.

Tabel 9. Kandungan Gizi Chlorella sp.

Kandungan Rata-rata (g/100g)


Protein 55,6
Lemak 13,3
Karbohidrat 15,0
Abu 8,4
Sisa serat 4,7
Kadar air 3,0
Klorofil 4,2
2. Zooplankton

Pada BPBAP Takalar jenis zooplankton yang dikembangkan untuk


pemeliharaan larva bandeng adalah rotifer (Brachionus sp). Kultur massal
Brachionus sp dilakukan pada outdoor. Kapasitas bak kultur rotifer 6 ton. Kultur
rotifer diperoleh dari bibit skala laboratorium. Proses kultur rotifer secara massal
dimulai dengan pengisian ½ kultur massal rotifer sebagai inokulan. Selanjutnya ½
bagian dari bak kultur diisi dengan Chlorella sp yang telah di panen bersamaan
36

airnya dengan menggunakan selang. Pengisian chlorella sp mencapai volume 6 ton.


kultur rotifer dapat dipanen 1-2 hari setelah pengulturan.

Pemanenan rotifer dilakukan dengan cara air mengalir melalui selang yang
di ikat dengan plankto net yang berukuran 300 mikron. Pemanenan rotifer
dilakukan sebanyak 50% dari volume bak. Setelah pemanenan selesai, kemudian
bak kultur diisi lagi dengan chlorella sp. Sehingga mencapai volume semula 6 ton.
Kultur rotifer harus menambahkan aerasi yang cukup, untuk dipanen keesokan hari
nya. Metode panen disebut dengan panen harian. Pemanenan rotifer dilakukan satu
minggu setelah dikultur. Kepadatan rotifer dapat dilihat dengan manual yaitu
melihat warna air yang jernih. Pemanenan Rotifer yang dilakukan yaitu dengan cara
panen sebagian. Setelah dilakukan pemanenan rotifer, bak kultur kembali dilakukan
pengisian Chlorella sp. Sebanyak air yang dikeluarkan. Pengisian Chlorella sp ini
di lakukan dengan tujuan supaya makanan untuk rotifer selalu tersedia. Panen
Rotifer dapat di lihat pada gambar 15, berikut.

Gambar 11: Panen Rotifera

Jadi pada dasarnya pakan alami Chlorella sp. dan Rotifera memegang
peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan larva ikan bandeng. Untuk
mendapatkan kelansungan hidup yang tinggi, beberapa aspek yang perlu di pelihara
untuk makanan larva seperti ukuran makan, nilai nutrisi, dankemudahan untuk di
cerna oleh larva Purnomo dalam Ayusta, 1991) Nilai nutrisi pakan pada larva
umumnya di lihat dari komposisizat gizi seperti kandungan protein, karbohidrat,
37

lemak, vitamin dan mineral. Menurut ayusta, (1991) bahwa kandungan zat gizi
Rotifera (Brachionus plicatillis sp.) yaitu protein (55,21%), karbohidrat (11,06%),
lemak (12,55%), abu (8,4%), dan kadar air (38,89%)

5.9 Pemanenan dan Pemasaran

A. Cara Panen

Proseses pemanenan berlansung ketika nener atau benih ikan di beli.


Sebelum di lakukan pemanenan, sebaiknya terlebih dagulu bak larfa di sipon untuk
mengurangi kotoran yang mengendap di dasar bak. Waktu pemanenan larva
dilakukan pada pagi hari. Pemanenan dilakukan pada saat larva berumur 17 hari
(D17) sampai larva berumur 20 hari (D20) atau ketika benih telah mencapai ukuran
12 mm dengan berat 0,006 gram dan saat penampakan morfologinya sudah
menyamai bandeng dewasa. Menurut Anonim (2010), nener yang tumbuh normal
dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram
dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologinya sudah
menyamai bandeng dewasa.

Gambar 12: Pemanenan nener


Pemanenan dilakukan dengan cara pengurangan air sebanyak 80%,
kemudian ikan dipanen menggunakan seser, kemudian diletakkan pada tempat
breeding. Tujuan breeding adalah untuk memisahkan ukuran larva.
38

B. Packing
Setelah dilakukan perhitungan, selanjutnya akan dikemas (packing) dengan
menggunakan kantong plastic berukuran 45 x 30 cm, dengan air yang sudah diberi
elbasin sebanyak ¼ dari ketinggian plastik. Udara yang dalam plastik dikeluarkan
kemudian diberikan oksigen murni agar ikan bisa bertahan sampai tempat tujuan.
Pengisian di lakukan dalam kantong berisi 1000-2000 ekor. Perbandingan antara
air dan oksigen 1:2 untuk pengemasan jarak dekat atau transportasi darat biasanya
menggunakan styrofom.
5.10 Pemasaran
Proses pemasaran benih ikan bandeng (nener) ini begitu mudah karena
hingga saat ini masih banyak permintaan dari berbagai daerah local, sampai wilayah
timur. Daerah pemasarannya meliputi kab. Jeneponto, kab. Goa, kab. Bone, luar
provinsi papua, kalimantan, dll. Pada proses panen ini, nener ternyata tidak di
perjual belikan melainkan hanya sebagai bantuan para nelayan tambak dll.
39

BAB VI
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
Dari pelaksanaan kegiatan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau
(BPBAP) Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar, disimpulkan bahwa dalam proses awal persiapan pengadaan air laut
sudah sangat stabil dalam kualitas air untuk indukan dan nener/benih ikan
bandeng, begitu juga dengan proses pengontrolan pemeliharaan telur dari
proses telur, nener hingga proses terakhir yaitu pemanenan nener ikan bandeng,
pemberian rutin pakan induk dan nener ikan bandeng di berikan setiap hari,
sesui manajemen pemberian pakan di balai (BPBAP) Takalar.
6.2 SARAN
Perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung
sehingga nantinya bisa meningkatkan kualitas produksi benih/nener ikan
bandeng di masa yang akan datang menjadi lebih baik dan bermutuh.

Anda mungkin juga menyukai