Anda di halaman 1dari 7

REPRODUKSI KARANG

A. REPRODUKSI SEXUAL

Reproduksi adalah proses biologis suatu individu untuk menghasilkan individu baru. Reproduksi
juga merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh spesies untuk mempertahankan eksistensinya.
Reproduksi pada hewan karang dapat dilakukan secara sexual maupun asexual dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Namun awalnya, penelitian reproduksi sexual karang lebih banyak
mendapat perhatian dari para peneliti. Reproduksi sexual adalah reproduksi yang melibatkan
pertemuan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina untuk menghasilkan individu baru. Reproduksi
karang dipengaruhi oleh factor eksternal berupa suhu, pencahayaan, fase bulan dan pasang surut.
Namun factor yang dirasa paling berpengaruh ialah suhu dan pasang surut. Perubahan suhu perairan
oleh perubahan musim dapat menentukan waktu siklus reproduksi tahunan (gametogenesis) pada
karang (menentukan awal dan akhir periode reproduksi musiman) dan menjadi isyarat untuk pemijahan,
demikian pula siklus pasang surut dan fase bulan juga dapat mempengaruhi waktu pelepasan hasil
reproduksi. Meski beberapa spesies karang bereproduksi secara sexual, namun bisa saja tiap spesies
karang ini dapat dibedakan menurut tipe seksualitas dan model reproduksinya. Adapun tipe seksualitas
karang itu ada dua yakni tipe gonokhorik dan hermaprodit. Sedangkan model reproduksi karang dapat
berupa brooding dan spawning (Luthfi, 2016).
1. TIPE SEKSUALITAS KARANG

Tipe seksualitas didasarkan pada perkembangan gamet. Perkembangan gamet karang berlangsung
dalam jaringan mesentery, tepatnya di dalam jaringan endodermis. Gamet betina dan gamet jantan
pada umumnya berkembang di dalam mesentery yang dibungkus lapisan mesoglea dan endodermis
mesentery. Pada beberapa spesies karang juga ditemukan gamet berkembang pada tangkai dan melekat
pada mesentery. Contohnya seperti yang dijumpai pada beberapa karang Acropora dan Pocillopora.
Perkembangan gamet dimulai dari perpindahan sel primordial germ ke dalam lapisan mesoglea
endodermis mesentery. Pada awal kemunculan gonad jantan di dalam mesoglea terlihat seperti lapisan
tipis yang buram, dan berkembang selama spermatogenesis mengandung sack atau locus dimana antara
satu dengan lainnya dipisahkan oleh lapisan tipis mesoglea. Sementara susunan perkembangan gamet
betina karang tidak sama diantara spesies yang berbeda. Ovari adakalnya ditemukan berkembang dalam
bentuk susunan Gonad betina yang menyerupai bentuk rangkaian buah anggur atau tersusun menjuntai
dari atas ke bawah sepanjang mesentery (Thamrin, 2017).
Individu karang dapat dikelompokkan berdasarkan jenis gamet dan tempat terjadinya gametogenesis
yakni bersifat gonochoric dan hermaphrodit. tipe seksualitas gonochoric ialah dalam satu jenis karang
hanya menghasilkan salah satu jenis gamet, sehingga tiap individu hanya memiliki gamet betina atau
jantan selama siklus hidupnya yang hal ini disebut dengan diaceous. Sebagaimana organisme tingkat
tinggi, individu karang ada yang menjadi karang jantan dan ada yang betina. Sedangkan tipe
hermaprodit ialah jika individu menghasilkan gamet jantan dan betina dalam satu waktu yang
bersamaan. Tipe hermaprodit kembali dikelompokkan berdasarkan tempat perkembangan gamet jantan
dan betina, dan berdasarkan waktu kematangan jenis gamet. Berdasarkan tempat perkembangan gamet
ada dua tipe yakni; gonad jantan dan betina berkembang bersama di dalam mesentery. Kondisi ini
disebut dengan kondisi singonic sensu; yang kedua adalah gonad jantan dan betina berkembang secara
terpisah. Kondisi ini disebut dengan dgonic sensu. Tipe ini kembali dikelompokkan menjadi gonad jantan
dan betina yang berkembang secara terpisah dalam mesentery dan polip yang sama atau dalam
mesentery yang berbeda dalam individu polip yang sama (Kawaroe & Soedharma, 2007).

Berdasarkan waktu kematangan jenis gamet, kelompok hermapphrodit dibedakan menjadi hermaprodit
simultan dan sequential. Yang dimaksud dengan kelompok hermaphrodit simultan adalah apabila suatu
organisme menghasilkan telur dan sperma pada waktu bersamaan dalam kesatuan sperma dan telur.
Sedangkan hermaphrodit sequential ialah organisme karang menghasilkan telur dan sperma secara
berurutan yang mana tipe ini dapat dibedakan kembali menjadi dua yakni hermaprodit sequential
protagini dimana individu karang awalnya memproduksi gamet betina kemudian berubah menjadi
jantan dan hermaprodit sequential protandri ialah individu karang awalnya berperan sebagai jantan
kemudian menjadi betina (Thamrin, 2017).

Secara sederhana tipe seksualitas karang memang dapat dikelompokkan menjadi dua seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya namun karang memiliki sifat ketidak konsistenan terhadap tipe seksualitasnya.
Tipe seksualitas karang dapat di pengaruhi oleh kondisi fisik habitat perairan karang. Hal ini dibuktikan
dengan penelitian terdahulu dimana pada beberapa negara ditemukan dalam satu kesatuan koloni
dapat memiliki tipe seksualitas yang berbeda misalnya spesies Porites astreoides di Jamaica, sebagian
koloni memiliki tipe seksualitas gonochoric dan sebagian lainnya bersifat hermaphrodit (Thamrin, 2017).

2. MODEL REPRODUKSI KARANG

Model reproduksi karang didasarkan pada tempat terjadinya fertilisasi dan embryogenesis. Model
reproduksi karang dapat dibedakan menjadi dua yakni model spawning dan brooding. Model reproduksi
karang dapat juga berbeda meski pada spesies yang sama, dinyatakan juga model reproduksi juga masih
dipengaruhi oleh factor fisik lingkungan perairan. Berdasarkan kedua model reproduksi keduanya
menunjukkan siklus gametogenesis yang berbeda (Kawaroe, Nisa, & Winarto, 2015).

a. Karang tipe Brooding

Proses embryogenesis pada tipe karang ini terjadi di dalam tubuh induk, tidak semua karang
jenis ini emnghasilkan larva planula melalui reproduksi sexual, beberapa diantaranya dapat melalui
secara asexual. Karang tipe brooding dapat memiliki banyak siklus gamet dalam setahun di banding
dengan tipe spawning. Karang tipe brooding juga dapat didefinisikan sebagai karang dengan fertilisasi
internal dimana telur yang dihasilkan tidak dilepaskan ke kolom air namun tetap berada dalam tubuh
induk karang. Pada beberapa spesies ada yang melakukan pembuahan silang atau cross fertilization
dimana sperma karang akan dilepas ke kolom air kemudian melalui dinamika perairan maka sperma ini
akan berenang masuk ke rongga polip induk karang yang mengandung sel telur. Sperma masuk ke
dalam rongga polyp jenis karang yang sama melalui mulut polyp, menelusuri oral tube (pharynx) dan
terus ke dalam coelenteron tempat oosit berada. Setelah terjadi pertemuan antara sperma dan oosit
yang matang atau pembuahan telur oleh sperma di dalam tubuh ini disebut dengan fertilisasi internal
(internal fertilization). Telur yang telah dibuahi membentuk zigot, dan kemudian disusul dengan
embriogenesis yang juga tetap terjadi di dalam tubuh induk betina sampai embrio matang (Purnama,
Kusuma, Negara, Renta, & Pakpahan, 2020).

Pada karang tipe brooding ditemukan siklus oogenesis yang bervariasi sesuai dengan lingkungan
dan factor habitat lainnya. Hal ini ditemukan pada spesies Acropora di dekat Papua yang memiliki 6
siklus oosit sepanjang tahun. Kemudian variasi siklus oosit juga ditemukan pada karang endemic di
jepang yakni Alveopora japonica memiliki siklus oogenesis kurang dari setahun dan spermatogenesis
yang akan mengalami pematangan secara bersamaan dengan oosit. Muncul sekitar satu bulan setelah
planulasi dan matang pada penghujung musim panas pada bulan September setiap tahunnya.

Setelah melalui proses pembuahan secara internal dan menghabiskan beberapa waktu untuk
terbentuknya planula maka selanjutnya memasuki tahap pelepasan planula. Proses pelepasan planula
disebut dengan planulasi. Planulasi dapat terjadi sepanjang tahun di daerah tropis dan di daerah
subtropics dapat berlangsung pada musim panas. Karang tipe brooding juga dapat dibedakan
berdasarkan waktu pelepasan planula yakni malam hari, siang hari serta malam dan siang hari. namun
umumnya karang brooding melepaskan planula ketika malam hari. Sementara juga ditemukan yang
melepaskan larva planula pada pagi hari seperti karang spesies endemik Alveopora japonica di Jepang.
Sedangkan yang melepaskan planula pada siang dan malam hari ditemukan pada karang Favia fragum
di Barbados serta Balanophyllia elegans dan Pocillopora damicornis di Hawaii (Sheppard, Davy, Pilling, &
Graham, 2018).

b. Karang tipe Spawning

Reproduksi secara spawning merupakan model reproduksi dimana proses embryogenesis yang
terjadi di kolom perairan. Perkembangan gamet betina dengan model reproduksi secara spawning
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkembang disbanding dengan gamet jantan. Berbeda
dengan tipe brooding dimana karang tipe spawning hanya memiliki satu siklus oosit dalam setahun.
Oosit dapat mulai berlangsung pada bulan mei dan berakhir pada bulan mei kemudian terjadi
pelepasan sel telur ke kolom perairan. Setelah terjadi proses spawning maka akan terjadi kekosongan
hingga siklus berikutnya. Berdasarkan model perkembangan oosit pada karang yang memiliki ukuran
oosit yang beragam dapat dikelompokkan menjadi dua, 1) kelompok karang dimana semua ukuran
oosit mengalami perkembangan secara singkron antara koloni berbeda dalam spesies yang sama, dan
2) kelompok karang yang beragam ukuran oosit dari awal sampai menjelang matang antara koloni
berbeda dalam spesies yang sama, tetapi tetap matang pada waktu yang bersamaan. Untuk
perkembangan oosit tipe ini umum ditemukan pada organisme karang tipe spawning, seperti pada
karang Acropora. Perkembangan gamet yang tidak singkron diantara koloni berbeda pada spesies yang
sama biasanya terjadi mulai dari kemunculan oosit yang juga tidak sama (Suharsono, 2008).

Berbeda dengan perkembangan gamet betina, siklus perkembangan gamet jantan berlangsung
lebih singkat. Total waktu yang dibutuhkan berkisar antara satu bulan hingga beberapa bulan. Setiap
jenis memiliki waktu perkembangan gamet betina yang berbeda-beda namun tak pernah kurang dari
lima bulan sedangkan perkembangan gamet jantan biasanya berkisar antara beberapa bulan lebih
cepat disbanding dengan perkembangan gamet jantan. Setelah melalui proses spermatogenesis dan
oogenesis maka selanjutnya masuk ke tahap spawning (Thamrin, 2017).

Spawning ialah pelepasan gamet baik gamet jantan maupun gamet betina ke kolom perairan
untuk melangsungkan proses embryogenesis. Pelepasan gamet dapat berupa gumpalan sperma-oosit
atau telur dan sperma secara terpisah. Gamet yang berada dalam gumpalan akan terlepas menjadi
gumpalan yang lebih kecil kemudian gamet jantan dan betina ini akan mengapung di muka air. Adapun
tahap spawning ini meliputi; setting stage dimana bundle telur sperma terlihat jelas di bawah oral disc;
birth stage ketika bundle telur-sperma terjepit pada mulut polip; gliding stage ketika bundelan ini
bergerak di dekat koloni; upward stage ketika bundelan telur-sperma bergerak ke atas dan; bursting
stage yakni fase dimana bundle telur-sperma bercamur aduk di permukaan air dan terpisah-pisah. Telur
yang diproduksi pada karang tipe spawning dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang mengapung
di permukaan perairan dan tenggelam serta melekat di dasar perairan (Djunaidi, Sahami, & Hamzah,
2014).

Waktu terjadinya spawning menurut penelitian terdahulu menunjukkan adanya variasi waktu
berdasarkan lokasi dan factor lingkungan pendukung. Pada pengamatan waktu reproduksi spawning
pada karang Acropora Aspera menunjukkan jika spawning terjadi pada bulan april dengan proses
spermatosit yang berlangsung pada januari dan oosit pada bulan November yang mana hal ini
bertepatan dengan kalender lunar 22 sura beberapa hari sebelum purnama. Tanda-tanda spawning
terjadi, pada pagi hari air media mulai keruh dan berbusa hingga malam menjelang saat spawning tiba.
Tentakel-tentakel pada polip karang, terutama polip aksial dalam keadaan tegang dan polip tampak
mengembung. Telur-telur dilepaskan secara pelan dari mulut polip-polip karang pada bagian cabang
tertentu ke air media kemudian mengapung di permukaan. Namun pelaksanaan reproduksi oleh
Acropora Aspera tidak berlangsung secara serentak, beberapa cabang melakukan spawning mendekati
hari bulan purnama (Widjatmoko, 2005). Menurut Chair Rani (2002) menyatakan jika Indonesia sebagai
negara tropik memiliki suhu perairan yang relatif tinggi dengan variasi suhu yang kecil sehingga karang-
karang kemungkinan memiliki waktu reproduksi sepanjang tahun (Rani, 2002)

B. REPRODUKSI ASEXUAL

Reproduksi asexual adalah salah satu jenis reproduksi dimana dalam menghasilkan individu baru
tanpa melalui proses peleburan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina tapi melalui satu individu
induk atau satu sel genetic induk. Reproduksi dengan tipe brooding juga nyatanya dapat berlangsung
secara asexual. Reproduksi secara brooding dapat menghasilkan keturunan dalam bentuk larva. Proses
brooding asexual hampir mirip dengan proses brooding secara sexual dimana pembeda antara keduanya
terletak pada setelah gamet matang diserap oleh tubuh induk seluruhnya danplanula yang dihasilkan
buka berasal dari perkembangan oosit yang dibuahi sperma namun berasal dari pertunasan di dalam
tubuh induk yang membentuk planula sehingga antara planula dan induk memiliki genetic yang
sama.Reproduksi dapat berlangsung dengan membentuk tunas atau fragmentasi. Pembentukan tunas
dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan letak pertunasannya yakni pertunasan secara intratentakular
dan ekstratentakular. Pertunasan secara intratentakular merupakan pembentukan individu baru di
dalam individu lama. Sedangkan pertunasan ekstratentakular merupakan pembentukan individu baru di
luar individu lama (Duckworth, Giofre, & Jones, 2017).

Karang dalam melakukan reproduksi secara asexual dikelompokkan menjadi 4 yakni brooding;
fragmentasi; polyp bail out dan; polyp expulsion. Proses fragmentasi merupakan proses dimana
tumbuhnya individu baru akibat dari patahan karang atau fragmen karang yang beradaptasi dan tumbuh
pada substrat dimana fragmen itu jatuh. Namun kemampuan untuk tumbuh kembali di dasarkan pada
kemampuan fragmen sendiri dan kesesuaian dengan substrat dimana fragmen itu terdampar di dasar
perairan. Jenis karang dapat melakukan fragmentasi adalah jenis koloni karang bercabang. Hal ini
disebabkan karena jenis koloni bercabang selalu mengalami patahan karena factor fisik perairan
ataupun predasi dari organisme lain. Patahan (koloni) karang yang lepas dari koloni induk, dapat
menempel kembali di dasar dan membentuk tunas serta koloni baru. Hal itu hanya dapat terjadi jika
patahan karang masih memiliki jaringan tubuh (tisu) yang masih hidup (Suharsono, 2008).

Selnajutnya proses polyp bail out yang mana tipe ini merupakan repon karang apabila
mengalami stress karena adanya perubahan lingkungan. Proses terjadinya polyp bail-out ada tiga, yaitu;
isolasi individu polip melalui daerah pergerakan polip dari coenosarc; pelepasan polip dan terpisah dari
skeleton, dan; menyebar, dan kemudian melekat kembali pada substrat, dan kemudian memproduksi
skeleton baru. Proses terjadinya polyp bail-out ini dimulai dengan pergerakan coenosarc polip.
Tumpukkan berwarna coklat pada individu polip dan disekelilingnya secara simpel mengalami penipisan
tisu secara progressif. Kemudian permukaan tisu karang menjadi lebih tipis dan skeleton menonjol ke
permukaan. Dalam beberapa jam, diantara polip polip ini hanya tinggal dihubungkan tisu tipis, yang
tidak lama kemudian terpisah sama sekali. Kemudian disusul secara perlahan-lahan polip-polip ini
melepaskan diri dari calic dan terpisah dari skeleton. Peristiwa pelepasan ini memakan waktu sekitar 30
menit sampai beberapa jam. Total waktu yang dibutuhkan untuk satu koloni mencapai 2 sampai 3 hari
(Sheppard et al., 2018).

Berbeda dengan polyp bail-out, pada polyp expulsion polip melepaskan diri dari koloni induknya
dengan memiliki tubuh yang utuh, memiliki organ-organ seperti tentakel, mulut kecuali skeleton yang
mana terjadi pada polyp bail-out. Namun pada umumnya reproduksi polyp-expulsion ini memiliki
kesamaan dengan polyp bail-out. Dalam reproduksi dengan polyp-expulsion juga terjadi pada karang
tipe berkoloni dan prosesnya dimana polip memisahkan diri dari koloni induk. Jadi polyp-expulsion juga
merupakan pemisahan diri individu polip dari suatu koloni karang. Dalam proses ini polip meninggalkan
skeleton koloninya dan melekat serta tumbuh pada substrat baru yang ditempatinya (Luthfi, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Djunaidi, S., Sahami, F. M., & Hamzah, S. N. (2014). Bentuk Pertumbuhan dan Kondisi Terumbu Karang di
Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, II(4), 169–173.

Duckworth, A., Giofre, N., & Jones, R. (2017). Coral morphology and sedimentation. Marine Pollution
Bulletin, 125(1–2), 289–300. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2017.08.036

Kawaroe, M., Nisa, V. C., & Winarto, A. D. I. (2015). Perkembangan oosit karang lunak Sarcophyton
crassocaule hasil fragmentasi di Gosong Pramuka , Kepulauan Seribu , Jakarta The development of
oocytes from fragmented soft corals , Sarcophyton crassocaule in Gosong. Bonorowo Wetlands,
5(June), 21–28. https://doi.org/10.13057/bonorowo/w050103

Kawaroe, M., & Soedharma, D. (2007). Oogenesis Karang Sclerectinia Caulastrea furcata dan Lobophyllia
corymbosa The Oogenesis of Sclerectinian Corals Caulastrea furcata and Lobophyllia corymbosa.
Institut Pertanian Bogor, 14(1), 31–35. https://doi.org/10.4308/hjb.14.1.31

Luthfi, O. M. (2016). Bentuk Pertumbuhan Karang Di Wilayah Rataan Terumbu ( Reef Flat ) Perairan
Kondang Merak , Malang , Sebagai Strategi Adaptasi Terhadap Lingkungan. Jurnal Ilmu Kelautan,
4(3), 21–32.

Purnama, D., Kusuma, A. B., Negara, B. F. S., Renta, P. P., & Pakpahan, B. L. (2020). KEANEKARAGAMAN
JENIS KARANG PADA KEDALAMAN 1-5 METER DIPERAIRAN PULAU TIKUS, KOTA BENGKULU. Jurnal
Enggano, 5(3), 529–547.

Rani, C. (2002). Reproduksi Seksual Karang : Suatu Peluang dan Tantangan dalam Penelitian Biologi Laut
di Indonesia Sexual Reproduction of Coral : An Opportunity and Challenge in Marine Biology
Researches in Indonesia. Jurnal Hayati, 9(2), 62–66.

Sheppard, C. R. ., Davy, S. K., Pilling, G. M., & Graham, N. A. . (2018). The Biology of Corals Biology
(Second Edi). https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2017.08.015

Suharsono. (2008). JENIS-JENIS KARANG DI INDONESIA (vii; Suharsono, ed.). Jakarta: LIPI Press.

Thamrin. (2017). KARANG (BIOLOGI REPRODUKSI DAN EKOLOGI). Riau: Badan Penerbit Universitas Riau.

Widjatmoko, W. (2005). Reproduksi Karang Acropora aspera di Pulau Panjang , Jawa Tengah : II . Waktu
Spawning. 10(1), 30–34.

Anda mungkin juga menyukai