BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Alat reproduksi merupakan suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat dalam
organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak. Siorganisme berbeda antara
jantan dan betina. Sistem organisme pada wanita berpusat pada ovarium sedangkan
pada pria berpusat pada kedua testis. Ovarium dan testis merupakan gonad yang
merupakan tempat di mana benih berupa sel telur dan sperma diproduksi untuk
selanjutnya mengalami fertilisasi untuk melakukan reproduksi baik pada hewan
maupun manusia.
Alat reproduksi tidak hanya berpusat pada gonad, namun terdapat bagianbagian lain dari alat reproduksi yang berperan dalam sistem reproduksi pada hewan
dan manusia. Sistem reproduksi yang lengkap terdiri atas: 1) gonad, berupa ovarium
pada betina dan testis pada jantan,2) duktus gonadal, yaitu tuba fallopii pada betina
serta ductus efferens, ductus epididimis, dan ductus deferens pada jantan, 3) struktur
yang berhubungan dengan perjalanan sel spermatozoa dari penis pada jantan dan
penerima pada betina yaitu vulva dan vagina, 4) bagian khusus dari sistem ductus
pada betina, yaitu uterus yang pada keadaan tertentu dapat dimodifikasi menjadi
penerima dan pemberi makan konseptus.
Sel spermatozoa yang merupakan sel kelamin jantan awal mulanya ditemukan
oleh Ham pada 1667 dan dilaporkan kepada Anthoni van Leeuwenhoek dan olehnya
sel spermatozoa ini dipelajari dan hasilnya dilaporkan ke Royal society di Inggris. Di
lain pihak, de Graff pada 1672 menemukan sel telur pada betina dan pada 1827 Karl
2
Ernst von Baer menemukan benda-benda kecil di dalam folikel de Graff yang identik
dengan sel-sel telur yang ditemukan di dalam tuba fallopii yang ternyata adalah sel
kelamin yang sudah masak.
Bakat sel kelamin baru diketahui jauh setelah sel kelamin diketahui. Waldeyer
pada 1870 mengemukakan bahwa bakat sel kelamin berasal dari sel-sel epitel
coelome yang membungkus bakal kelenjar kelamin yang disebut gonad. Nussbaum
pada 1880 melakukan penelitian pada katak dan ikan trout dan menemukan bahwa
bakal sel kelamin terdapat di luar gonad. Dari tempat tersebut kemudian pindah ke
dalam gonad dan perpindahannya terjadi pada awal perkembangan embriologi.
Setelah perpindahan sel kelamin yang disebut sebagai sel germinal primordial
menuju gonad, terjadilah perkembangan berikutnya mulai dari tahap indifferent yaitu
belum dapat dibedakan antara jenis kelamin jantan dan betina hingga tahap different
yaitu telah terbentuk alat kelamin yang membedakan antara jantan dan betina atau
pria dan wanita serta terbentuknya alat reproduksi yang lengkap (Soenardirahardjo et
al, 2011).
1.2
Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tugas ini, mahasiswa diharapkan mampu
memahami serta menjelaskan perkembangan alat reproduksi pada masa
embrional.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan tugas ini, mahasiswa diharapkan mampu
memahami dan menjelaskan mengenai:
1. Pembentukan Sel Germinal Primordial
2. Perkembangan Organ Genetalia
3
3. Tahap Indiferen Gonad
4. Tahap Diferen Gonad
5. Regulasi Molekuler Perkembangan Duktus Genetalia
6. Perkembangan Duktus Genetalia
7. Perkembangan Genetalia Eksterna
1.3
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah: BAB 1 Pendahuluan, yang
berisi latar belakang, tujuan umum dan khusus, sistematika penulisan, dan manfaat.
BAB 2 Pembahasan, yang berisi pembentukan sel germinal primordial, tahap
indifferent gonad, tahap different gonad, dan perkembangan saluran alat kelamin.
BAB 3 Penutup, yang berisi simpulan dan saran.
1.4
Manfaat
Sebagai dasar pengetahuan mengenai embriologi pada tahap pembentukan dan
perkembangan alat reproduksi untuk dapat mengetahui sebab terjadinya kelainan
pada alat reproduksi yang terjadi sejak embrional.
4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
5
divertikulum allantois. Kemudian sel mengadakan migrasi lewat messentery ke regio
epitel germinal atau gonadal blastema. Pada manusia, sel ini nampak bermigrasi dari
yolk sac ke dinding usus belakang (hind gut) melewati mesentery sampai berkumpul
di genital ridge. Peneliti lain menolak keberadaan sel germinal primordial atau bila
ada hanya diperlukan untuk perkembangan sel kelamin yang definitif. Secara
histokimiawi, sel germinal primordial yang diamati pada berbagai jenis hewan
merupakan sel yang melakukan segregasi awal yang menjadi asal sel telur dan sel
spermatozoa.
Gambar 2.1 Asal sel germinal primordial pada embrio akhir minggu ke-3
Sel germinal primordial harus mempunyai efek induktif pada blastema
mesenchyme gonad. Hubungan keduanya bersifat timbal balik, yaitu jika germinal
ridge tidak berkembang karena ketiadaan sel germinal primordial, maka sel ini
nampaknya tidak akan berdiferensiasi atau mempersiapkan mesenchyme dari
germinal ridge (Soenardirahardjo et al, 2011).
6
2.2
7
2.3
8
Gambar 2.2 A. Embrio minggu ke-, menunjukkan sel germinal primordial di dinding
yolc sac dekat dengan allantois, B. Pergerakan sel germinal primordial sepanjang
dinding hind gut dan dorsal mesentery menuju genital ridge
Gambar 2.3 Minggu ke-6 gonad indiferen dengan korda seks primitif. Beberapa sel
germinal primordial dikelilingi oleh sel-sel dari korda sek primitif
Sel kelamin mulanya dapat ditemukan di epitel permukaan yang juga disebut
epitel benih. Sel-sel epitel coelom cepat tumbuh ke dalam dengan membawa sel-sel
germinal dan kemudian selalu mempertahankan hubungan sel yang erat dengan selsel germinal tersebut yang penting untuk diferensiasi sel-sel ini. Sel epitel coelom
menunjang metabolisme sel germinal dan mengatur perkembangan selanjutnya
dengan cara yang spesifik. Sel epitel coelom berdiferensiasi di dalam testis menjadi
sel sertoli dan di dalam ovarium menjadi sel epitel folikel. Dengan cara ini, pada
bakal gonad embrio terbentuk dua daerah yang berhadapan dan memiliki zat
penginduksi yang berbeda, yaitu korteks dan medula. Sel germinal mula-mula tetap
berada di korteks dalam pengaruh sel-sel sertoli atau sel epitel folikel. Medula
sebaliknya lebih (biasanya) dipengaruhi inhibisi dari blastema mesonefros.
Gambar 2.4 a) Gonad indiferen. Panah merah = pengembaraan sel germinal dari
daerah usus, panah biru = penetrasi sel-sel mesonefros. b) Bakal testis, kiri = stadium
awal, kanan = stadium lanjut dengan tubulus seminiferus (D), rete testis (R), duktus
epididimis (NH), tunika albugenia (Ta), L = sel leydig. c) bakal ovarium, kanan =
stadium awal, kiri = stadium lanjut dengan epitel benih (K), dan folikel telur (E), P =
folikel primordial.
1 = daerah korteks luar, 2 = daerah korteks, 3 = daerah medula
Masih belum diketahui mekanisme pengaturan perjalanan sel-sel germinal
primer dari mesoderm ekstra embrional ke bakal gonad. Karena sel-sel benih tetap
memiliki faktor transkripsi (protein-Oct4) yang diekspresikan pada semua sel
blastomer yang totipoten. Faktor ini juga diekspresikan pada sel-sel benih tahap ke-3
dan pada oosit, namun tidak diekspresikan pada sperma. Pada permukaan gonad, sel-
10
sel germinal mempunyai faktor sel tunas, yang melindungi sel-sel germinal dari
terjadinya apoptosis (Rohen & Drecoll, 2003).
Sebelum dan selama sel germinal primordial sampai, epitel dari genital ridge
mengalami proliferasi dan sel epitel masuk ke lapisan mesenchyme sehingga
membentuk beberapa bentuk korda yang tidak beraturan yang dinamakan primitive
sex cords (korda seks primitif). Pada pria dan wanita, korda tersebut berhubungan
dengan permukaan epitel dan tidak mungkin dapat dibedakan antara gonad pria dan
wanita. Gonad dalam keadaan ini dinamakan indifferent gonad (gonad indiferen)
(Langman, 2009).
2.4
2.4.1 Testis
Embrio dikatakan secara genetik adalah pria apabila sel germinal primordial
membawa kromosom seks komplek XY. Di bawah pengaruh dari gen SRY pada
kromosom Y yang mengkode testis determining factor, korda seks primitif
berkembang secara proliferatif dan masuk lebih dalam ke medula untuk membentuk
testis atau ke dalam korda medula. Untuk menuju bagian hilus dari kelenjar, korda
berpisah ke bagian untaian sel kecil yang nantinya akan menjadi tubulus dari rete
testis. Selama perkembangan yang lebih lanjut, lapisan padat dari jaringan konektif
fibrosa yaitu tunica albugenia memisahkan korda testis dari permukaan epitel
(Langman, 2009).
11
12
Pada minggu ke-10, anyaman korda seksual mulai memudar. Struktur tersebut
membentuk tubulus seminiferus yang independen dan sangat berliku-liku yang
memisahkan korteks dari epitel benih melalui lapisan jaringan ikat kasar (tunika
albugenia). Kini sel-sel germinal tidak dapat lagi mencapai testis. Sisa sel-sel yang
tersebar di korteks mulai berdegenerasi. Oleh karena saluran kecil sperma (tubulus
seminiferus) berakhir buntu dan simpai testis menebal melalui tunica albugenia,
pengeluaran sel germinal hanya dapat terjadi ke arah dalam. Agar penyaluran sperma
dapat terjadi, terjadi diferensiasi duktus mesonefros yang berbatasan dengan testis
menjadi duktus eferens dan bersatu di atas rete testisdengan tubulus seminiferus. Di
bawah pengaruh testosteron, duktus Wolff di daerah gonad menjadi saluran
epididimis dan ke arah distal menjadi saluran sperma (duktus deferens). Dari minggu
ke-20 pada dasarnya testis sudah mencapai tahap diferensiasi tersebut, yang setelah
lahir tetap berlangsung sampai pematangan seksual (pubertas) terjadi (Rohen &
Drecoll, 2003).
13
2.4.2 Ovarium
Pada embrio wanita dengan seks kromosom XX dan tidak ada kromosom Y,
korda seks primitif memisahkan diri ke dalam gugus-gugus sel yang tidak teratur.
Gugus sel ini terdiri atas sekelompok sel germinal primordial yang menempati
bagian medula dari ovarium. Selanjutnya menghilang dan digantikan oleh stroma
vaskular yang membentuk ovarium medula.
Gambar 2.6 A. Potongan melintang ovarium pada 7 minggu, B. Ovarium dan duktus
genital pada 5 bulan
Diferensiasi spesifik mulai terjadi belakangan secara keseluruhan, epitel
coelom pada orang dewasa membentuk korda epitel ke dalam blastema gonad,
namun tidak ada yang menembus sampai ke medula, namun tetap tinggal di daerah
korteks. Di korteks, sel tersebut berubah menjadi gumpalan sel dengan oogoni yang
berproliferasi di dalamnya melalui pembelahan mitosis yang cepat dan berurutan.
Secara keseluruhan, terbentuk sekitar 7 juta sel benih, namun dari jumlah tersebut
menjelang kelahiran menjadi 5-6 juta sel akan mati (Rohen & Drecoll, 2003).
Dari minggu ke-12 sampai ke-16, penggolongan lapisan lambat laun dapat
dikenali di bakal gonad. Di luar daerah korteks jaringan tebal dari sel penunjang
yang gelap berkembang dengan oogoni yang aktif berproliferasi. Kemudian,
terbentuk zona yang bertambah lebar, tempat oosit muncul pertama kalinya, yang
14
dimulai di dalam bola telur berepitel dengan pembelahan pematangan pertama
(meiosis), namun bertahan pada stadium profase.
Gambar 2.7 Oogenesis dan perkembangan folikel, kotak merah = tahap istirahat dari
primordial folikel yaitu saat profase I
Pada daerah korteks, anyaman longar mesenkim zona medula menutup dan
akhirnya menutup ke dalam rete blastema, di mana tidak ada sel telur yang tersisa.
Karena di dalam ovarium tidak terjadi perkembangan ductus genitales, transportasi
sel telur harus terjadi ke arah luar di tempat ini yang berkebalikan dengan testis. Oleh
sebab itu, perlu adanya sistem duktus besar kedua dari bakal indiferen, yaitu duktus
Muller yang berdiferensiasi menjadi tuba fallopii dan uterus setelah terjadinya
induksi hormonal (Rohen & Drecoll, 2003).
2.5
15
menyebabkan tubulus dari duktus mesonefros menembus gonadal ridge dan
menstimulasi perkembangan testis lebih lanjut. Apabila hal ini tidak terjadi maka
diferensiasi dari testis akan gagal. SRY juga meregulasi steroidogenesis factor 1
(SF1) yang berperan melalui faktor transkripsi yang lain yaitu SOX9, untuk
menginduksi diferensiasi dari sel Sertoli dan sel Leydig.
16
Diferensiasi seks pada wanita dianggap sebagai mekanisme yang terjadi karena
ketidakadaan dari kromosom Y, tetapi sekarang diketahui bahwa ada gen spesifik
yang menginduksi perkembangan ovarium. Seperti contoh, DAX1, salah satu famili
reseptor hormon yang berlokasi pada lengan pendek dari kromosom X dan berperan
sebagai downregulating SF1 yang mencegah terjadinya diferensiasi sel Sertoli dan
sel Leydig. Growth Factor WNT4 juga membantu deferensiasi ovarium dan
diekspresikan lebih awal pada gonadal ridge pada wanita tetapi tidak pada pria.
Tidak adanya produksi MIS oleh sel Sertoli, duktus Muller akan distimulasi
oleh estrogen untuk membentuk tuba fallopii, uterus, cervix, dan vagina bagian atas.
Estrogen juga berperan pada genetalia eksterna pada tahap indiferen untuk
membentuk labia mayora, labia minora, klitoris, dan vagina bagian bawah.
17
2.6
Gambar 2.9 A. Duktus genital pada janin laki-laki 4 bulan, B. Duktus genital setelah
desensus testis
Pada janin laki-laki, terjadi hal yang sebaliknya, yaitu duktus Muller
mengalami degenerasi dalam pengaruh MIS, sedangkan dalam pengaruh testosteron,
mesonefros di daerah bakal gonad terus berdiferensiasimenjadi epididimis dan
duktus Wolff menjadi vas deferens (duktus deferens). Pada kedua jenis kelamin,
bakal gonad mengalami suatu penurunan (desensus) ketika ligamen genetal bertindak
sebagai penuntun. Gonad wanita pada proses penurunan hanya mencapai pelvis
minor yang juga berada di rongga perut. Testis mengembara lebih jauh melalui
kanalis inguinalis sampai ke skrotum (desensus testis) sehingga ligamen gonadal
18
ridge (gubernakulum testis) memendek dan testis tertarik ke bawah melalui kanalis
inguinalis dari duktus Muller hanya tersisa suatu vesikel pada puncak atas testis,
begitu juga pada bagian awal uretra, yaitu utriculus prostaticus. Degenerasi duktus
Muller diinduksi oleh MIS atau AMH. Dari bagian akhir duktus Wolff yang kelak
menjadi vas deferens, vesicula seminalis tumbuh dengan salurannya yang disebut
duktus ejakulatorius dan bermuara ke dalam uretra.
19
dekat dengan duktus Wolff sehingga terhubung oleh suatu membran basal bersama.
Pada pelvis minor, hubungan tersebut menghilang kembali. Kedua duktus Muller
terdorong ke arah medial dan menjadi satu dengan yang lain serta membentuk satu
saluran dengan lumen bersama, yaitu bakal uterus. Bakal uterus segera dilapisi
mesenkim yang menjadi asal terbentuknya otot uterus dan perimetrium. Pada dinding
dorsal sinus urogenitalis, terjadi suatu proliferasi sel yaitu Muller hill yang
membentuk bakal vagina bagian proksimal. Duktus Wolff pada perempuan tidak
seluruhnya berdegenerasi, namun tersisa sebagai saluran yang tidak berdiferensiasi
serta tidak berfungsi, letaknya di belakang uterus dan vagina dan tetap ada seumur
hidup yang disebut dengan duktus Gartner. Sisa duktus mesonefros dan vesikel
berepitel yang tidak berarti hampir selalu dijumpai pada perempuan dewasa di antara
tuba dan ovarium dan disebut dengan epooforon dan parooforon. Dari kedua struktur
tersebut, kista atau tumor dapat terbentuk.
Gambar 2.11 A. Duktus genital pada akhir bulan ke-2, B. Duktus genital setelah
penurunan dari ovarium
20
2.7
21
Secara detail, mula-mula dua lipatan genetalia (di dalam), dua genital swelling
(tonjolan labioskrotal) (lebih ke arah luar) dan di bagian tengah atas suatu
tuberkulum yang tidak berpasangan (genital tubercle) berkembang, yang masih
berada dalam tahap indiferen. Pada janin perempuan, hormon estrogen menstimulasi
perkembangan genetalia eksterna. Selanjutnya lipatan genetalia berdiferensiasi
menjadi labia minora sedangkan genital swelling menjadi labia mayora dan genital
tubercle menjadi klitoris dan corpus cavernosum clitoridis (Rohen & Drecoll, 2003).
Pada akhir minggu ke-6 masih tidak dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan
(Langman, 2009).
Gambar 2.14 Perkembangan genetalia eksterna janin wanita pada bulan ke-5 (A) dan
baru lahir (B)
22
Setelah bagian yang padat dari duktus Muller mencapai sinus urogenital, dua
bagian padat tumbuh ke luar pelvik tepat di sinus. Bagaian yang keluar merupakan
bulbus sinovaginal yang berproliferasi dan membentuk vaginal plate yang padat.
Proliferasi berlanjut pada bagian kranial akhir dari plate, tumbuh menjauh antara
uterus dan sinus urogenital. Pada bulan ke-4, vagina tumbuh keluar dari kanal.
Bagian vagina yang tumbuh keluar mengelilingi bagian akhir uterus adalah forniks
vagina merupakan asal paramesonefros. Sehingga vagina memiliki 2 asal mula,
bagian atas terbentuk dari kanal uterus dan bagian bawah terbentuk dari sinus
urogenital.
Sisa lumen vagina yang terpisah dari sinus urogenital sebagai lapisan jaringan
yang tipis dinamakan hymen yang terdiri atas lapisan epitel dari sinus dan lapisan
tipis dari sel vagina (Langman, 2009).
Gambar 2.15 Formasi dari uterus dan vagina A. Pada minggu ke-9 belum nampak
septum uteri, B. Akhir bulan ke-3 terbentuknya vaginal plate, C. Baru lahir
Gambar 2.16 Potongan sagital penampang uterus dan vagina A. 9 minggu, B. Akhir
dari bulan ke-3, C. Baru lahir.
23
Pada janin laki-laki, genital tubercle tumbuh menjadi penis (glans penis,
corpus spongiosum dan uretra) dalam pengaruh testosteron yang terjadi pada minggu
ke-10, pada saat yang sama kedua lipatan genetalia memanjang dan menyatu di
tengah. Kedua lipatan tersebut membentuk corpus penis dengan kedua corpus
cavernosum. Namun, celah di tengah yang mula-mula tampak cepat menutup, dapat
tetap terbuka (hipospadia) pada malformasi. Kedua genital swelling tumbuh bersama
di medial dan membentuk skrotum, dengan raphe medialnya yang menandakan
sepasang bakal genital.
Skrotum pada akhir masa janin menerima testis beserta pelapisnya, juga
penonjolan peritonium (tunica vaginalis). Desensus testis seharusnya sudah selesai
pada waktu lahir, yang dapat dinilai sebagai tanda kematangan seksual pria.
Gambar 2.17 A. Pertumbuhan genetalia eksterna janin laki-laki pada minggu ke-10,
B. Potongan melintang palus selama pembentukan penile uretra, C. Pertumbuhan
bagian glandula dai penil uretra, D. Baru lahir
24
Gambar 2.19 Ringkasan diferensiasi perkembangan genetalia eksterna pada pria dan
wanita
25
BAB 3
PENUTUP
3.1
Simpulan
Penentuan sex pada janin laki-laki dan perempuan terjadi setelah fertilisasi,
janin dapat dibedakan secara genetik melalui kromosom sex yaitu XX atau XY.
Awal perkembangan alat reproduksi pada janin dimulai dari terbentuknya sel
germinal primordial yang kemudian mengalami peristiwa hingga terjadilah tahap
indiferen gonad, di mana gonad masih belum dapat dibedakan antara testis dan
ovarium hingga minggu ke-7 embrional. Setelah akhir minggu ke-7 embrional
barulah dikenali diferensiasi bakal gonad.
Setelah gonad terbentuk, perkembangan alat reproduksi terus berlanjut mulai
dari perkembangan duktus genetalia yaitu duktus mesonefros (duktus Wolff) dan
duktus paramesonefros (duktus Muller) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
molekuler hingga terbentuk genetalia interna sampai akhir minggu ke-20. Pada
wanita duktus Muller akan berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, dan vagina
bagian atas, sedangkan pada pria duktus Wolff akan berkembang menjadi duktus
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan duktus ejakulatorius.
Perkembangan genetalia eksterna dipengaruhi oleh hormon estrogen pada
wanita dan testosteron pada pria. Pada janin perempuan lipatan genetalia akan
berdiferensiasi menjadi bibir labia minora, genital swelling menjadi labia mayora dan
genital tubercle menjadi klitoris dan corpus cavernosum clitoridis. Sedangkan
perkembangan vagina terbagi menjadi 2 yaitu vagina bagian atas berasal dari bagian
yang sama dengan uterus dan bagian bawah berasal dari sinus urogenitalis. Pada
25
26
janin laki-laki genital tubercle tumbuh menjadi penis (glans penis, corpus
spongiosum, dan uretra) dan pada saat yang sama karena pengaruh testosteron
membentuk corpus penis dengan kedua corpus cavernosum. Kedua genital swelling
membentuk skrotum yang berlanjut hingga terjadinya desensus dari testis pada akhir
kehamilan yang menunjukkan kematangan seksual pria.
3.2
Saran
Pembahasan yang ada pada makalah ini sebatas fisiologi dari perkembangan
alat reproduksi yang perlu dilengkapi dengan patologinya atau abnormalitasnya
beserta contoh sehingga dapat menjadi perbandingan bila terjadi kasus tersebut di
lapangan.
27
DAFTAR PUSTAKA