Koordinator Praktikum
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat, ridha dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan lengkap ekowisata
laut “Analisis Indeks Kesesuaian Wisata Kawasan Ekowisata Mangrove Lantebung” ini
dengan tepat waktu. Tak lupa mari kita haturkan salam dan shalawat kepada junjungan
nabi besar, nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi ummatnya.
Adapun laporan lengkap ekowisata laut ini disusun oleh penulis sebagai bagian
dari kegiatan praktikum pencemaran laut. Penulis berharap melalui laporan lengkap ini
dapat memberi wawasan kepada pembaca serta pengalaman bagi penulis.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 3
C. Tujuan Dan Kegunaan ..................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 4
A. Wisata Mangrove.................................................................................................................. 4
B. Potensi Wisata Mangrove ................................................................................................... 5
C. Scenic Beauty Estimation ............................................................................................... 6
D. Dampak Aktivitas Wisata................................................................................................. 8
III. METODE PENELITIAN ....................................................................................................... 9
A. Waktu dan Tempat ............................................................................................................... 9
B. Alat dan Bahan ..................................................................................................................... 9
C. Prosedur Penelitian ........................................................................................................ 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 15
A. Gambaran Umum Lokasi .................................................................................................. 15
B. Parameter Ekowisata Mangrove Lantebung .................................................................. 15
C. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove Lantebung ............................................. 20
D. Scenic Beauty Estimation (SBE) .................................................................................. 21
V. PENUTUP................................................................................................................................ 29
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 29
B. Saran .................................................................................................................................... 29
LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 32
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah bertahun lamanya kegiatan berwisata sudah mulai diminati, masyarakat
melakukan kegiatan berwisata sebagai bentuk mengistirahatkan diri dari segala kepenatan
yang dijalani. Sehingga sektor pariwisata pun dianggap memiliki nilai jual dan keuntungan
yang memungkinkan sehingga lahirlah inovasi-inovasi objek wisata yang dikelola secara
khusus. Pariwisata dianggap memiliki keuntungan yang signifikan terhadap peningkatan
ekonomi lokal maupun global. Sektor pariwisata menjadi primadona selain karena memiliki
impact yang dirasa menguntungkan karena dapat menjadi kesempatan untuk terbukanya
berbagai lowongan pekerjaan dan membantu meningkatkan perekonomian. Sumber
perekonomian ini dapat berupa rumah makan, catering, layanan wisata dan berbagai
usaha kecil lainnya yang dilakukan oleh masyarakat. Selain dapat meningkatkan
perekonomian kegiatan pariwisata juga dapat membuat objek wisata tersebut dapat lebih
dikenal lebih luas (Mukhlisi, 2018).
Sektor pariwisata pada tahun 1999 menurut WTTC (World Trade and Tourism
Council) menyatakan jika pariwisata menghasilkan pendapatan sebanyak 3,5 triliun US$
dan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak 200 juta. Laporan WTTC juga
menambahkan bahwa di kebanyakan Negara, wisata pesisir merupakan industri wisata
terbesar dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi PDB (sekitar 25 % dari total
PDB). Di Bali sebagai contoh sumbangan kumulatif sector pariwisata terhadap PDRB
mencapai 70 % (1999) walaupun tragedi WTC New York dan Bom Bali menyebabkan
penurunan pendapatan menjadi 60 % tahun 2000 dan 47% tahun 2002. Berdasarkan
pernyataan tersebut maka sektor pariwisata dapat disebut memiliki dampak positif dan
negatif baik itu bagi lingkungan, social-budaya dan ekonomi (Hadinata, Khayani, Tria, Pao,
& Zurba, 2020).
1
penting artinya terutama pada era otonomi daerah yang berguna sebagai percepatan
perekonomian di daerah (Wiharso, Yuliana, & Supriono, 2020).
Suatu obyek wisata yang akan dikembangkan, wajib dikaji oleh para pakar secara
multidisipliner, terpadu dan lintas sektoral. Hal ini dilakukan untuk mencegah
pengembangan obyek wisata yang hanya menitikberatkan pada eksploitasi keindahan dan
keuntungan semata tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari hasil pengembangan
tersebut. Pengembangan obyek wisata yang berwawasan lingkungan merupakan wisata
altematif sebagai upaya untuk mengantisipasi menurunnya kepopuleran pariwasata
massal (Khakhim, Soedharma, Mardiastuti, Siregar, & Boer, 2008).
2
menerapkan prinsip konservasi pada ekosistem mangrove. Salah satu desinasi ekowisata
mangrove dapat ditemukan pada kota Makassar di Lantebung (Rini, Setyobudiandi, &
Kamal, 2018).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah
antara lain:
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Wisata Mangrove
Dalam tiga dasa warsa terakhir sektor pariwisata telah diminati banyak orang.
Pada tahun 1998 WTTC menyatakan jika sektor kepariwisatawan banyak diminati dengan
pertumbuhan yang signifikan. Sektor pariwisata juga dianggap sebagai sektor yang
menstimulasi pertumbuhan lowongan kerja baru dan meningkatkan ekonomi nasional
maupun global. Di Indonesia sendiri tiap tahunnya di sektor pariwisata menyerap 8 %
tenaga kerja dan meningkatkan GNP total di tiap tahunnya. Sektor pariwisata yang
melambung tinggi membuat sektor pariwisata menjadi trend yang menarik banyak
wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat yang dinilai masih alami, sehingga tiap
tahunnya jumlah wisatawan dapat meningkat khususnya di era 80-an dan 90-an (Wiharso
et al., 2020).
4
Konsep alternative sebagai hasil pengembangan konsep pembangunan
berkelanjutan sebelumnya dikenal dengan istilah ekowisata. Ekowisata adalah konsep
wisata berbasis pendidikan tentang alam, yang dikelola dengan system tertentu guna
meminimalisir dampak negatif dari pariwisata dan bertanggung jawab secara ekologis dan
menerapkan konsep konservasi dalam kegiatan pariwisata. Melalui kegiatan ekowisata di
harapkan dapat menumbuhkan kesadaran wisatawan untuk lebih peka terhadap
lingkungan yang dijadikan sebagai objek wisata. Selain dampak dari wisatawan,
diharapkan untuk masyarakat sekitar objek wisata dapat melestarikan lingkungannya guna
mempertahankan lingkungan dan mempertahankan sumber mata pencahariannya
(Fitriana, Johan, & Pesona, 2016).
Pada wilayah pesisir terdapat salah satu ekosistem penunjang yakni ekosistem
mangrove. Hutan Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang hidup di dalam
kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan
mangrove sering juga disebut sebagai hutan pantai, hutan payau ataupun hutan bakau.
Ekosistem mangrove awalnya tidak diminati untuk dijadikan sebagai objek wisata, bahkan
ekosistem mangrove tidak mendapatkan perhatian lebih mengenai fungsi ekologisnya.
Baru setelah terjadi degradasi ekosistem mangrove yang menimbulkan dampak negatif
misalnya abrasi barulah ekosistem mangrove mendapatkan sorotan untuk dilakukan
konservasi (Khakhim et al., 2008).
5
mangrove kada mengalami degradasi akibat tindakan antropologi yang merusak
ekosistem mangrove dan di gunakan sebagai bahan bangunan serta lahan ekosistem
mangrove dimanfaatkan sebagai fungsi lahan (Mukhlisi, 2018).
Ekosistem mangrove yang dapat di temukan di wilayah pesisir memiliki peranan yang
sangat penting bagi wilayah pantai. Secara ekologis, ekosistem mangrove dapat menjadi
pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, tempat mencari makan bagi biota yang
berasosiasi, tempat pembesaran dan tempat pemijahan. Secara ekonomis mangrove
dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga dan penghasil keperluan industry.
Karena nilai secara ekonomisnya, maka fungsi ekologisnya menjadi terabaikan sehingga
menyebabkan terjadinya degradasi. Penurunan tutupan mangrove di wilayah pesisir
mendorong untuk dilakukan tindakan konservasi. Tindakan konservasi ini kemudian
diterapkan bersamaan dengan konsep ekowisata guna dalam kegiatan pariwisata
mangrove itu, diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran wisatawan jika objek wisata
yang mereka nikmati itu sedang dalam keadaan terancam dan hasi tourism itu diharap
mampu untuk memperbaiki degradasi yang mungkin terjadi pada ekosistem mangrove
(Hadinata et al., 2020).
Ekowisata mangrove dinilai sebagai jenis ekowisata khas dari daerah tropis. Vegetasi
komunitas mangrove umumnya disusun oleh tanaman asli terrestrial namun tanaman ini
mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang cukup ekstrim. Ekosistem mangrove
disusun oleh tumbuhan khas di sepanjang pesisir dan dipengaruhi oleh factor kimia
perairan misal suhu dna salinitas air laut, contoh spesiesnya dapat berupa bakau
(Rhizopora), nyirih (Xylocarpus), tanjang (Bruguiera) dan api-api (Avicennia).
Pengembangan ekowisata mangrove merupakan salah satu upaya pemanfaatan jasa
lingkungan dari kawasan pesisir secara berkelanjutan. Pengelolaan ekowisat mangrove
tetap patut untuk dikelola untuk menghindari dampak negatif pada lingkungan. Dalam
menerapkan konsep ekowisata terhadap konservasi ekosistem mangrove terlebih dahulu
di lakukan analisis indeks kesesuaian wisata guna memperhitungkan bagaimana dampak
kedepannya apakah kawasan hutan mangrove layak atau tidak untuk dijadikan sebagai
salah satu objek wisata (Sahami, 2018).
6
penilaian meliputi kondisi yang dirasakan dari suatu lanskap dan kriteria penilaian dari
penilai. Daniel dan Boster dalam Khakhim menyatakan jika metode Scenic Beauty
Estimation (SBE) merupakan metode analisis preferensi visual dengan beberapa
pertimbangan seperti perhitungan nilai visual objek wisata; kondisi dan jenis lanskap yang
ada di wilayah pesisir; analisis dan pemodelan spasial sumberdaya wilayah pesisir untuk
pengembangan pariwisata. Tahapan dalam menentukan nilai SBE meliputi penentuan titik
pengamatan dan pengambilan foto; seleksi foto; penilaian oleh reponden dan; analisis nilai
(Hidayat, 2009) .
Menurut Daniel dan Boster menyatakan jika Scenic Beauty Estimation (SBE)
merupakan upaya atau metode penggunaan kualitas estetika melalui perbandingan yang
juga dirasa sebagai metode interaktif tentang sebuah penilaian terhadap kondisi yang di
rasakan oleh penilai tentang sebuah lanskap. Dalam melakukan pengukuran nilai SBE
maka terlebih dahulu di lakukan survey lapang dan vantage point pada lokasi yang ingin
dinilai. Survey ini bertujuan agar memberi gambaran mengenai situasi yang akan diambil
sebagai vantage point pemotretan dimana lokasi yang diamati ialah lokasi yang dirasa
memiliki view terbaik dalam mewakili tipe lnskap. Setelah menentukan vantage point
selanjutnya melakukan pengambilan gambar, dalam pengambilan gambar di harap
menggunakan kualitas kamera yang cukup baik agar menghasilkan kualitas warna yang
baik. Setelah pemotretan dan komputerisasi gambar selanjutnya hasil lanskap di sajikan
pada responden agar responden dapat memberi penilaian berdasarkan skala yang telah di
tetapkan (Chandra, Ruliyansyah, & Pramulya, 2018).
7
D. Dampak Aktivitas Wisata
Aktivitas wisata memiliki banyak peminat tiap tahunnya. Aktivitas wisata memiliki
dampak positif dan dampak negatif yang dapat berdampak pada lingkungan, ekonomi,
social dan budaya masyarakat. Menurut (Khrisnamurti, Utami, & Darmawan, 2016)
adapun dampak aktivitas wisata adalah sebaga berikut:
1. Dampak Lingkungan
Aktivitas wisata pada lingkungan bernilai positif dan negatif. Dampak
negatif dari aktivitas wisata yang terjadi pada awal-awal pengembangan sektor
pariwisata adalah terjadi degradasi lingkungan dalam upaya pengembangan
pariwisata tersebut sehingga pertumbuhan aktivitas wisata juga menunjukkan
percepatan degradasi lingkungan. Sehingga hal ini menjadi permasalahan baru
terhadap lingkungan. Dalam menanggapi hal ini maka dicetuskan sebuah konsep
wisata yang berwawasan lingkungan sebagai jawaban dari dampak negatif yang
ditimbulkan oleh aktivitas wisata.. konsep wisata berwawasanlingkngan ini
kemudian dikembangkan lagi menjadi konsep ekowisata dimana prinsip ekowisata
ini, kegiatan wisata di dalamnya terdapat pendidikan dan berwawasn lingkungan
serta pengembangan ekosistem dengan menerapkan prinsip-prinsip konservasi.
Dengan konsep ekowsiata ini, penilaian lama mengeni wisata yang sangat buruk
dapat menjadi lebih baik karena bersamaan dengan aktivitas wisata itu sendiri juga
mendukung aksi konservasi sehingga lingkungan yang dijadikan sebagai objek
wisata tetap terjaga hingga nanti (Khrisnamurti et al., 2016).
2. Dampak Sosial Budaya Masyarakat
Aktivitas wisata juga dapat berdampakpositif maupun negatif kepada social
budaya masyarakat. Dampak positif dari aktivitas wiata adalah membuka peluang
kesempatan kerja yang lebih luas karena ketersediaan lapangan kerja baru serta
membuka peluang bagi masyarakat yang melakukan usaha jual yang mana
masyarakat akan mendapatkan keuntungan dengan peningkatan pendapatan yang
di peroleh. Dampak buruk dari aktivitas wisata yang terjadi adalah masuknya
budaya-budaya baru yag dapat menyebabkan terdegradasinya budaya lokal atau
terpengaruhnya budaya lokal. Namun melalui upaya konservasi, kegiatan social
budaya masyarakat dapat ikut di konservasi sehingga budaya lokal dapat di
pertahankan kelestariannya (Khrisnamurti et al., 2016).
8
III. METODE PENELITIAN
Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum adalah alat pengukuran
parameter. Adapun alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
9
Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum kali ini adalah:
No Bahan Fungsi
1 Kertas Underwater dan Pulpen Mencatat data yang diambil ketika melakukan
OHP
pengukuran parameter di lapangan
2 Buku identifikasi analisis spesies mangrove
C. Prosedur Penelitian
1. Flowchart
Berikut adalah flowchart langkah-langkah dalam prosedur penelitian yang telah
dilakukan:
10
2. Pengambilan Data
Adapun metode yang digunakan dalam pengambilan data ada dua yakni
pengambilan data primer yang di lakukan secara langsung di lapangan dengan melakukan
pengukuran parameter secara langsung kemudian untuk data sekunder didapatkan dari
hasil studi pustaka dari jurnal maupun buku. Metode pengambilan data parameter sebagai
berikut:
a. Ketebalan Mangrove
Langkah pertama dalam pengukuran ketebalan mangrove adalah
menyiapkan alat yang akan di gunakan berupa roll meter. Selanjutnya
membentangkan roll meter di mulai dari vegetasi terakhir yang berada di dekat
pemukiman hingga kea rah laut secara tegak lurus .
b. Kerapatan Mangrove
Kerapatan mangrove diukur menggunakan plot transek. Plot transek yangdi
gunakan ada tiga yakni plot transek untuk pohon, anakan dan semaian. Plot
transek yang di gunakan untuk pohon adalah plot transek 10 x 10 dan plot 5 x 5
untuk anakan serta plot 1 x 1 untuk semaian. Cara mengukur kerpatan adalah
dengan memasang plot transek 10x 10. Caranya dengan memasang transek pada
pada salah satu pohon kemudian rentaangkan transek p roll meter membentuk
sebuah plot ukuran 10 x 10 m. hal ini diulangi pada transek 5 x 5 m dan transek
ukuran 1 x 1 m dalam wilayah ukuran 10 x 10 m.
c. Pasang Surut
Pasang surut diukur menggunakan bak ukur pasang surut. Bak ukur
pasang surut di tempatkan pada lokasi dimana pada saat pasang tertinggi dan
surut terendah. Pemasangan bak ukur pasang surut harus di pastikan masih
terendam air kemudian pengukuran pasang surut dilakukan 30 menit sekali dalam
39 jam.
d. Jenis Mangrove
Setelah membuat plot sesuai dengan langkah di atas selanjutnya
melakukan identifikasi jenis mangrove di dalam plot yang dibuat. Identifikasi jenis
mangrove dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi jenis mangrove.
Identifikasi jenis mangrove di dasarkan pada pengamatan bentuk akar , daun,
bunga dan buah. Kemudian mencatat jenisnya berdasarkan plot pengamatan.
11
e. Biota yang Berasosiasi
Setelah membuat plot sesuai dengan langkah yang telah di jelaskan
sebelumnya selanjutnya melakukan pengamatan objek biota yang di temukan di
sekitar plot kemudian mencatat biota yang ditemukan.
f. SBE
Pengambilan data SBE dilakukan dengan menggunakan kamera untuk
menangkap hasil lanskap. Langkah pertama yakni menentukan objek yang akan
diambil gambarnya. Kemudian, mengambil gambar dan komputerisasi.
Selanjutnya, merepresentaikan foto kepada responden melalui kuesioner.
3. Analisis Data
Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan maka dalam melakukan analisis data
dilakukan dalam dua tahap yakni tahap awal dan tahap lanjut. Analisis awal menggunakan
dua metode yaitu kualitatif dan kuantitatif, sedangkan analisis lanjut menggunakan analisis
SWOT. Adapun proses analisis data adalah:
Analisis secara kuantitatif merupakan jenis analisis penelitian yang mana data
diolah dengan kaidah matematik menggunakan rumus terhadap data angka. Analisis
secara kuantitatif diterapkan pada hasil pengukuran ekologi mangrove yang kemudian
diolah dalam matriks kesesuaian wisata mangrove di bawah ini:
12
Tabel 3. Matriks Kesesuaian Wisata Mangrove
Kategori Kategori Kategori Kategori
Parameter Bobot S S Skor S
S1 S2 S3 N
Ketebalan
>200-
mangrove 0,35 >500 3 2 50-200 1 <50 0
500
(m)
Kerapatan
mangrove 0,25 >15-25 3 >10-15 2 5-10 1 <5 0
2
(100 m )
Jenis
0,17 >5 3 >3-5 2 1-2 1 0 0
mangrove
ikan,
udang, ikan,
salah
Objek kepiting, udang, ikan,
0,13 3 2 1 satu 0
biota moluska, kepiting, moluska
biota air
reptil, moluska
burung
Pasang
0,10 0-1 3 >1-2 2 >2-5 1 >5 0
surut (m)
Sumber : Yulianda (2019)
Keterangan: Nilai maksimum =3
Kategori Kesesuaian S1 = Sangat sesuai, dengan nilai IKW 2,5
Kategori Kesesuaian S2 = Sesuai, dengan nilai 2,0 IKW <2,5
Kategori Kesesuaian S3 = Tidak sesuai, dengan nilai 1 IKW <2,0
Kategori Kesesuaian (%) N = Sangat tidak sesuai, dengan nilai IKW<1
1. Ketebalan Mangrove
Data ketebalan mangrove diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan Roll
meter yang di tarik secara tegak lurus dari darat ke arah laut.
13
2. Kerapatan
Kerapatan jenis dihitung dengan rumus
Keterangan :
Di : Kerapatan jenis ke-i
Ni : jumlh total individu dari jenis ke i
A : luas area total
3. Pasang surut
Keterangan
SBE = Scenic Beauty Estimation
= nilai rata-rata z titik ke x
= nila rata-rata z yang digunakan sebagai standar
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi kawasan ekowisata mangrove lantebung berada dekat dengan pusat kota
Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasinya cukup mudah untuk dijangkau lebih
tepatnya berada di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea. Kawasan mangrove
lantebung diapit oleh dua sungai yakni Sungai Tallo dan Sungai Maros dan memanjang
sejauh 2 Km kea arah laut lepas berhadapan dengan Selat Makassar.
Kawasan ekowisata mangrove lantebung ini dilengkapi dengan fasilitas spot foto yang
unik dan jembatannya di cat warna-warni dan dibangun dari bibir pantai hingga ke laut.
jembatan ini dilengkapi dengan dua pondokan yang digunakan sebagai tempat istirahat
ataupun sebagai spot foto. Terdapat juga fasilitas air bersih dan toilet umum yang dapat
digunakan oleh masyarakat. Biaya masuk ke kawasan ekowisata mangrove ini terbilang
murah yakni lima ribu rupiah untuk per orangnya.
1. Ketebalan mangrove
15
2. Kerapatan Mangrove
Dalam pengambilan data kerapatan hanya dilakukan pada satu stasiun dengan
tiga plot. Di dalam masing-masing plot terdapat plot 10 x 10, 5 x 5 dan 1 x 1. Berdasarkan
hasil pengambilan data diperoleh hasil pada plot 1 ditemukan dua spesies yakni
Rhizopora mucronata dan Rhizopora apiculata dengan kerapatan masing-masing 7 / 100
dan 9 / 100 . Pada plot 2 ditemukan tiga spesies Rhizopora mucronata, Avicennia
alba, dan Rhizopora apiculata dengan kerapatan masing-masing 11 / 100 ; 8 / 100
; dan 3 / 100 . Pada plot 3 ditemukan tiga spesies Rhizopora mucronata, Avicennia
Marina, dan Rhizopora apiculata dengan kerapatan masing-masing 8 / 100 ; 12 / 100
; dan 2 / 100 .
JUMLAH LUAS
KERAPATAN
POHON AREA
Plot Spesies (Pohon/100m2)
(Ni) (m)
Rhizopora
7 100 7
mucronata
I
Rhizopora
9 100 9
apiculata
Total 16
Rata-rata 8
Rhizopora
11 100 11
mucronata
II
Rhizopora
8 100 8
apiculata
Avicennia alba 3 100 3
Total 22
Rata-rata 7
III Rhizopora 8 100 8
16
mucronata
Rhizopora
12 100 12
apiculata
Avicennia Marina 2 100 2
Total 22
Rata-rata 7
3. Jenis mangrove
17
Rhizopora
11 4 13
mucronata
II
Rhizopora
8 4 9
apiculata
Avicennia alba 3 5
Total 22 13 22
Rhizopora
8 3 15
mucronata
III
Rhizopora
12 7 12
apiculata
Avicennia Marina 2
Total 22 10 27
Menurut (Rozalina et al., 2014) jenis mangrove Rhizopora dan Avicennia memiliki
system perakaran yang tahan terhadap kepiting dan jenis hewan crustacean lainnya.
Sehingga pada mangrove Lantebung banyak ditemukan kepiting dan gastropoda di
sekitarnya. Mangrove sebagai salah satu kesatuan ekosistem pantai memiliki peran
sebagai habitat banyak biota dan dapat berperan sebagai wilayah asuhan, mangrove
menjadi habitat bagi kepiting dan kepiting dan crustacean lain memainkan peranan
penting dalam struktur dan fungsi mangrove. Burung kuntul dan ular yang berasosiasi
dengan ekosisem mangrove memiliki peran sebagai pemangsa di ekosistem mangrove,
apabila dalam jumlah yang normal maka kehadiran pemangsa di alam dapat
menyeimbangkan rantai makanan (Valentino Sarapang Batara, Agus Salim, 2020).
18
burung
2 Plot II ikan, udang, kepiting, moluska
ikan, udang, kepiting, moluska, reptil,
3 Plot III
burung
5. Pasang surut
25
20
15
Tinggi Muka Air Laut
10
5
0
08:00:00
00:00:00
02:00:00
04:00:00
06:00:00
10:00:00
12:00:00
14:00:00
16:00:00
18:00:00
20:00:00
22:00:00
00:00:00
02:00:00
04:00:00
06:00:00
08:00:00
10:00:00
12:00:00
14:00:00
-5
-10
-15
-20
-25
Waktu Pengamatan
19
C. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove Lantebung
Menurut hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata kawasan ekowisata mangrove
menunjukkan nilai 2 < IKW <2,5 sehingga dapat disimpulkan jika ekosistem mangrove
lantebung masuk dalam kategori sesuai untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata.
Jumlah 2,1
Kategori Sesuai
20
D. Scenic Beauty Estimation (SBE)
1. Karakteristik Responden
a. Jumlah responden
b. Usia responden
30
25
20
15
10
0
15-20 21-25 26-30 31-35
21
30
25
20
15
10
0
SMP SMA D3 D4/S1
30
25
20
15
10
5
0
Perempuan Laki-Laki
22
lantebung dengan kisaran waktu kunjungan 7-9 jam ada 2 orang; responden yang
pernah mengunjungi kawasan ekowisata mangrove lantebung dengan kisaran
waktu kunjungan 10-12 jam ada 1 orang.
35
30
25
20
15
10
0
1 - 3 jam 4 - 6 jam 7 - 9 jam 10 - 12 jam
23
Gambar 8. Hasil lanskap SBE
24
Gambar 10. Hasil lanskap SBE
25
5 1 36 0,03 1 4,18
6 1 35 0,03 1,0 4,18
7 6 34 0,17 0,9 1,29
8 7 28 0,19 0,8 0,85
9 14 21 0,39 0,6 0,26
10 7 7 0,19 0,2 -0,84
36 1 Jumlah 26,64
Rata-Rata 2,664
SBE 31,5
26
SBE 44,5
27
Diagram SBE
70
60
Berdasarkan hasil perhitungan SBE yang telah di ambil dari data kuisioner
menunjukkan hasil SBE dari ke lima foto lanskap yang di presentasikan pada responden
memiliki hasil sebagai berikut yakni SBE foto 1 adalah 31,5 masuk dalam kategori sedang;
SBE foto 2 adalah 60,5 masuk dalam kategori tinggi; SBE foto 3 adalah 44,5 masuk dalam
kategori tinggi ; SBE foto 4 adalah 5,8 masuk dalam kategori rendah ; SBE foto 5 adalah 0
masuk dalam kategori rendah. Nilai SBE tertinggi berada di foto 2 dengan perolehan 60,5
dan nilai SBE terendh berada di foto 5 dengan perolehan nilai 0.
28
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan praktikum ekowisata laut yang
telah dilakukan:
1. Analisis yang dilakukan pada objek wisata mangrove di Desa Lantebung adalah
analisis kulitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif adalah teknik pengumpulan data
dengan interview (wawancara) dan pengisian kuesioner. Observasi awal yang
mengambarkan keadaan mangrove. Analisis kuantitatif adalah untuk data ekologi
mangrove. Adapun data mengenai kondisi ekologi berdasarkan plot pengamatan
diolah untuk menganalisis kesesuaian wisata mangrove berdasarkan matriks
kesesuaian.
2. Nilai indeks kesesuaian wisata mangrove di Desa Lantebung dengan mengukur
parameter untuk Plot I adalah 2 dengan kategori sesuai bersyarat. Plot II adalah 2
dengan kategori sesuai bersyarat dan Plot III adalah 2 dengan kategori sesuai
bersyarat.
3. Hasil penilaian SBE yang diperoleh pada foto lanskap 1 sebesar 31,5 dengan
kategori sedang. Foto lanskap 2 sebesar 60,5 dengan kategori tinggi. Foto lanskap
3 sebesar 44,5 dengan kategori tinggi. Foto lanskap 4 sebesar 5,8 dengan kategori
rendah dan foto lanskap 5 sebesar 0 dengan kategori rendah.
B. Saran
Saran saya untuk asisten adalah untuk tetap mempertahankan sikap tegas
dalam mengingatkan praktikan serta hubungan yang baik dengan praktikan untuk
kedepannya, terima kasih.
29
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, C., Ruliyansyah, A., & Pramulya, M. (2018). Evaluasi kualitas estetika dan daya
dukung Taman Bukit Bougenville Kota Singkawang. Jurnal Arsitektur Lansekap, 4(2),
219. https://doi.org/10.24843/jal.2018.v04.i02.p12
Dewi, E.P dan Sarilestari, W. (2019). Penilaian Kualitas Estetika Lanskap Kota Bogor
dengan Menggunakan Scenic Beauty Estimation (SBE). Universitas Persada
Indonesia YAI, 2(2), 8.
Fitriana, D., Johan, Y., & Pesona, R. P. (2016). Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove
Desa kahyapu Pulau Enggano. Jurnal Enggano, 1(2), 64–73.
Hadinata, F. W., Khayani, D. N., Tria, H., Pao, P. H., & Zurba, N. (2020). Pengembangan
Ekowisata Mangrove Berbasis Konservasi di Pesisir Kabupaten Kubu Raya,
Kalimantan Barat. Journal of Aceh Aquatic Science, 4(1), 25–33.
Khakhim, N., Soedharma, D., Mardiastuti, A., Siregar, V. P., & Boer, M. (2008). Analisis
Preferensi Visual Lanskap Pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta untuk
Pengembangan Pariwisata Pesisir Menuju pada Pengelolaan Wilayah Pesisir
Berkelanjutan. Forum Geografi, 22(1), 44. https://doi.org/10.23917/forgeo.v22i1.4925
Nanulaitta, E. M., Wakano, D., Jurusan, D., Fakultas, P., Universitas, P., Ambon, P., …
Alariano, D. (2019). Analisis Kerapatan Mangrove Sebagai Salah Satu Indikator
Ekowisata di Perairan Pantai Dusun Alariano Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku
Tengah. Ojs Unpati, 3(2), 217–226. https://doi.org/10.30598/jhppk.
Rini, Setyobudiandi, I., & Kamal, M. (2018). Kajian Kesesuaian, Daya Dukung dan
Aktivitas Ekowisata di Kawasan Mangrove Lantebung Kota Makassar. Jurnal
Pariwisata, 5(1), 1–10. https://doi.org/10.31311/par.v5i1.3179
Rozalina, N., Pratomo, A., & Apdillah, D. (2014). Kesesuaian Kawasan untuk
Pengembangan Ekowisata Mangrove Berdasarkan Biofisik di Desa Tembeling
30
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan.
Htp://Jurnal.Umrah.Ac.Idtp://Jurnal.Umrah.Ac.Id, (24 September 2020, pk.20.22
WIB).
Sadik, M., Muhiddin, A. H., & Ukkas, M. (2017). Mangrove Ecotourism Adjusment
Reviewed Based on Biogeophysiscs Aspecs of Gonda Beach In The Villages of
Laliko District of Campalagian Regency of Polewali Mandar. Spermonde, 2, 25–33.
31
LAMPIRAN
Keterangan :
Di : Kerapatan jenis ke-i
Ni : jumlsh totsl individu dari jenis ke i
A : luas area total
Plot I
Plot II
Plot III
32
Rumus Kerapatan jenis
33
00:00:00 -15,2
01:00:00 -18,2
02:00:00 -17,7
03:00:00 -13,4
04:00:00 -6,1
05:00:00 2,7
06:00:00 11,1
07:00:00 17,4
08:00:00 20,2
09:00:00 19,1
10:00:00 14,5
11:00:00 7,8
12:00:00 0,8
13:00:00 -4,7
14:00:00 -7,5
= 38,4 cm = 4 m
Maka
Plot 1
IKW= ∑ (0,75) + (0,15) +(0,12) +(0,3)
=2
Plot 2
IKW= ∑ (0,75) + (0,3) +(0,24) + (0,3)
=2
Plot 3
IKW= ∑ (0,75) + (0,3) +(0,36) + (0,3)
= 2,1
34
Lampiran 4. Scenic Beauty Estimation
Keterangan
SBE = Scenic Beauty Estimation
= nilai rata-rata z titik ke x
= nila rata-rata z yang digunakan sebagai standar
Maka
SBE foto 1
= 31,5
SBE foto 2
= 60,5
SBE foto 3
= 44,5
SBE foto 4
= 5,8
SBE foto 5
=0
25%
Perempuan
Laki-Laki
75%
35
Lampiran 6. Diagram Lingkaran Rentang Usia Responden
0%
5%
17%
15-20
21-25
26-30
31-35
78%
0%
17%
5% SMP
SMA
D3
D4/S1
78%
36
Lampiran 7. Diagram Lingkaran Pekerjaan Responden
3% 3%
8%
Mahasiswa
Instansi Pemerintahan
Pelajar
Umum
86%
3% 3%
0%
Saudara / Teman
30% Media Sosial
Web Biro Perjalanan
Baru Tau
64% Senior
37
Lampiran 9. Diagram Lingkaran Alasan Responden
3% 3%
3% Lokasi Mudah Dijangkau
Belum kesana
46%
20% Belum pernah menjadi
pilihan
Selain indah bisa jadi studi
waisatajuga
38
Gambar 15. Foto Kerang
39
Gambar 16. Foto Ikan Glodok
40
Lampiran 11. Pengambilan Data Parameter di Lapangan
41
Gambar 17. Pengambilan data parameter Ketebalan Mangrove
42
Gambar 18. Pemasangan tiang skala pasang surut
43