LAPORAN LENGKAP
OLEH:
NIM : L011191115
KELOMPOK : 3-B
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Koordinator Praktikum
A. LATAR BELAKANG
Pencemaran sudah menjadi isu global yang mengancam kelestarian lingkungan
hidup. Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi ancaman
dari pencemaran lingkungan ini, meskipun begitu, pesatnya modernisasi juga ikut
membawa pengaruh dengan banyaknya aktifitas yang mendegradasi lingkungan serta
banyaknya sumber-sumber pollutant yang tidak baik bagi lingkungan. Indonesia sebagai
negara kepulauan dengan wilayah pesisir dan laut juga mengalami ancaman karena
kehadiran sampah atau sumber bahan cemar lainnya, terlebih lagi Indonesia menjadi
negara dengan sumbangan sampah terbesar kedua setelah Cina. Sumber pencemaran di
laut sangat bervariasi, mulai dari penggunaan sampah plastikyang tidak diolah dengan
baik, pencemaran gas dan air akibat limbah buangan dari industry atau run-off dari
daratan .
Pencemaran dikenal sebagai masuknya bahan atau energy secara langsung atau
tidak langsung ke lingkungan yang bersifat toksik bagi biota, bahan cemar dapat
berbentuk padat, cair ataupun gas. Bahan cemar berbentuk padat contohnya seperti
plastic yang lama-kelamaan dapat terurai menjadi mikroplastik yang masuk ke tubuh biota.
Bahan cemar cair biasa bersumber dari run-off atau limbah industry yang langsung
dibuang ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu sehingga dapat mempengaruhi factor
fisis lingkungan seperti meningkatnya suhu permukaan laut di suatu kawasan atau
terjadinya eutrofikasi. Bahan cemar gas juga dapat bersumber dari kegiatan industry,
umumnya bahan cemar gas masuk ke laut melalui interface antara permukaan air laut
dengan permukaan udara (Poedjiastoeti, 2006). Wilayah analisis tingkat pencemaran kali
ini adalah dermaga kayu bangkoa.
A. PENCEMARAN LAUT
Isu lingkungan sudah menjadi permasalahan global yang tak berkesudahan sejak
beberapa tahun terakhir, sudah banyak upaya yang dilakukan guna menciptakan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Isu lingkungan seperti pencemaran laut juga kini
menjadi perhatian khusus, sebab karena volume air laut yang cukup besar membuat
orang-orang tak berfikir panjang mengenai dampak yang mungkin saja timbul akibat dari
masukan limbah secara langsung dan tidak langsung ke lingkungan laut. Masuknya
limbah atau polutan tentu saja merugikan ekologi serta biota yang terdapat dalam
ekosistem tersebut, satu masalah ini akan menimbulkan masalah-masalah lain yang
tentunya juga akan merugikan manusia. Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat atau energy dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup secara langsung
maupun tidak langsung hingga melebihi baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan disebut pencemaran (Damaianto & Masduqi, 2014).
Pencemaran laut merupakan salah satu bentuk pencemaran yang masuk atau
dimasukkannya bahan atau energy yang dapat bersifat toksik bagi lingkungan maupun
biota laut. Meski begitu, pencemaran laut tak selalu berbentuk padat, bahan atau energy
yang masuk dapat berupa limbah cair atau gas yang mungkin tak kita sadari
keberadaannya (Wahyudin & Afriansyah, 2014).
Limbah rumah tangga atau limbah kimia merupakan salah satu contoh limbah
yang dapat masuk ke lingkungan secara langsung, umumnya masuknya bahan cemar ini
dapat menyebabkan terganggunya proses-proses biologis maupun kimiawi yang ada di
laut. limbah cair ini dapat bersifat akumulatif dalam seluruh tingkat rantai makanan.
Adapun sumber limbah ini dapat dari sampah rumah tangga, industry ataupun limbah
pertanian yang dapat terbawa akibat peristiwa Run-off dari darat. Tingginya tingkat
pencemaran di laut dapat di sebabkan karena payahnya pengelolaan limbah atau
kurangnya kesadaran dari manusia itu sendiri. Rusaknya ekosistem menjadi ancaman
yang membayangi lingkungan hidup yang baik dan sehat, sudah banyak usaha
pemerintah dalam menindak lanjuti isu pencemaran laut melalui regulasi-regulasi guna
meminimalisir terjadinya pencemaran. Namun masih saja beberapa industri melakukan
kecurangan dengan tidak mematuhi regulasi yang telah di tetapkan sehingga membuang
limbahnya ke wilayah perairan seperti sungai dan laut (T & Lagoa, 2018).
.
Selain beberapa factor yang telah disebutkan sebelumnya, factor seperti keadaan
musim juga ikut mempengaruhi penyebaran dan perembesan pencemaran laut. keadaan
musim dalam hal kaitannya dengan pencemaran laut adalah seperti musim kemarau atau
penghujan yang mana pada masa penghujan dapat menyebabkan Run-Off karena adanya
aliran sungai yang membawa bahan-bahan organic ataupun non-organik dari daratan
masuk ke lingkungan laut. Bahan ini dapat bersifat toksik jika lama kelamaan akan
terakumulasi di lingkungan laut dan masuk ke dalam rantai makanan (Afsyah, 2011).
C. PARAMETER FISIK
Pencemaran laut dapat disebabkan karena aktivivitas antropologi atau dapat juga
terjadi secara alami dengan terjadinya Run-off atau melalui siklus hidrologi, bahan cemar
itu dapat masuk ke lingkup perairan. Masuknya bahan cemar ke lingkungan perairan
sering kali mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung parameter fisik atau
kimia oseanografi. Sehingga dapat di simpulkan jika terdapat keterkaitan antara kegiatan
atau aktivitas yang di lakukan di sekitar wilayah pesisir laut dengan pencemaran laut itu
sendiri. Parameter fisik maupun kimia ini lah yang juga menjadi salah satu factor
pembatas bagi biota untuk hidup sebab apabila terjadi perubahan terhadap salah satu
parameter yang ada maka kemungkinan biota tak dapat melangsungkan kehidupan
karena kegagalan beradaptasi yang berujung pada deplesi keanekaragaman (Salim &
Baharuddin, 2017). Adapun beberapa parameter fisik oseanografi ialah:
1. Kecerahan Perairan
2. Suhu Perairan
Salah satu factor yang sangat penting di lingkungan laut ialah suhu. Suhu
sangat penting bagi biota laut dalam melangsungkan kehidupannya (Salim &
Baharuddin, 2017). Suhu dapat memepengaruhi aktivitas metabolic biota serta
menjadi factor pembatas penyebaran organisme sebab tidak semua biota dapat hidup
dalam rentang suhu yang cukup besar. Umumnya suhu secara alami dapat di
pengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan
dan aliran serta kedalaman air. Adanya perubahan suhu dapat menyebabkan
peningkatan dekomposisi bahan organic oleh mikroba serta dapat menyebabkan
stratifikasi air yang berpengaruh pada pengadukan serta penyebaran oksigen yang
dibutuhkan oleh biota (Ira, 2014).
3. Kekeruhan
Kekeruhan adalah sifat optik suatu larutan, yaitu hamburan dan
penyerapan cahaya yang melaluinya dan tidak dapat secara langsung
berhubungan dengan kekeruhan dan konsentrasi semua zat dalam suspensi,
karena juga tergantung pada ukuran dan bentuk butiran (Alaerts dan Santika,
1987).
Kekeruhan adalah ukuran cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya
koloid dan suspensi bahan pencemar, termasuk bahan organik, limbah industri.
Kekeruhan juga disebabkan oleh senyawa dari organisme tumbuhan seperti asam
humat, tanin, gambut, plankton, dan tumbuhan air. Kekeruhan juga disebabkan
oleh ion logam besi, mangan, tembaga, yang dapat berasal dari limbah industri,
sampah terkandung di perairan alami. Selanjutnya, kekeruhan di perairan alami
dikatakan sebagai salah satu faktor terpenting yang mengendalikan produktivitas
(Wardoyo, 1975).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air, yang ditentukan oleh jumlah
cahaya yang diserap dan dihamburkan oleh zat-zat di dalam air. Kekeruhan
dinyatakan dalam satuan kekeruhan, yang sesuai dengan 1 mg/L SiO2. Zat
tersuspensi dan kekeruhan berkorelasi positif, yaitu semakin tinggi nilai zat
tersuspensi maka semakin besar nilai kekeruhannya. Namun, tingginya kadar
padatan terlarut tidak selalu dikaitkan dengan kekeruhan yang tinggi. Air laut
memiliki kandungan padatan terlarut yang tinggi, namun bukan berarti
kekeruhannya juga tinggi. Kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan gangguan
pada sistem osmoregulasi, seperti respirasi dan visibilitas organisme perairan,
serta menghambat penetrasi cahaya ke dalam air (Effendi, 2003).
D. PARAMETER KIMIA
Perairan laut umumnya di pengaruhi oleh masukan-masukan bahan organic dari
darat melalui Run-off dari sungai yang bermuara di laut. masuknya bahan-bahan organic
ke perairan laut dapat menyebabkan perubahan terhadap parameter kimia oseanografi.
Secara biologis, masuknya bahan cemar juga mempengaruhi ketersediaan nutrient yang
akibatnya dapat berimbas pada kualitas air untuk kepentingan biota. Pengukuran
parameter kimia oseanografi bertujuan untuk mengetahui data parameter yang dijadikan
tolok ukur untuk mengetahui kualitas perairan (Pratama, Pranowo, Sunarto, & Purba,
2015). Adapun parameter kimia oseanografi adalah sebagai berikut:
1. Salinitas
2. pH / Derajat keasaman
Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen merupakan total jumlah oksigen yang
terlarut dalam air. Semua biota membutuhkan oksigen untuk pernapasan, metabolism
atau pertukaran zat yang menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Oksigen juga di butuhkan oleh mikroba untuk merobahk bahan organic dan anorganik
dalam keadaan oksigen tersedia atau aerob. Oksigen dapat di temukan di lapisan
permukaan sebab adanya interface antara permukaan laut dan udara bebas sehingga
memungkinkan terjadinya proses hidrologi dimana oksigen dapat secara langsung
berdifusi ke permukaan air. Selain difusi oksigen dari udara ke permukaan air, sumber
oksigen di perairan juga diperoleh melalui proses fotosintesis fitoplankton, lamun
ataupun alga. Setiap spesies organisme memiliki kebutuhan yang bervariasi terhadap
oksigen. Adapun kandungan oksigen yang dinilai ideal adalah antara 3 – 7 mg/l.
kandungan DO dalam perairan dinilai sangat berhubungan dengan tingkat
pencemaran, jenis limbah dan banyaknya bahan organic di suatu perairan (Sutarso,
Gaol, Diansyah, Ida, & Purwiyanto, 2017).
5. Amoniak total
6. Fosfat
7. Nitrat
Nitrat meruakan bentuk nitrogen utama dalam lingkan perairan. Nitrat sangat
penting peranannya dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Meningkatnya
konsentrasi nitrat di perairan dapat menstimulus pertumbuhan dan perkembangan
organisme perairan apabila didukung ketersediaan nutrient. Dalam siklus nitrogen,
nitrifikasi merupakan suatu proses yang penting dalam oksidasi Amoniakmenjadi
nitrat dan nitrit. Menurut keputusan menteri negara lingkungan hidup no.52 tahun
2004 menyatakan jika standar baku mutu konsentrasi nitrat untuk biota laut adalah 0-
0,2 ,g/l, di atas standar tersebut maka dapat menyebabkan eutrofikasi yang
selanjutnya dapat menstimulir alga blooming (Santosa, 2013).
8. Sulfida
Keterangan:
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan)
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam dan musim)
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis
(thin layer) dengan ketebalan 0,01mm
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2 musiman
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2 o C dari suhu alami
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman
f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman
Kelas B : baik, dengan skor = -1 s/d -10 masuk dalam kategori cemar ringan
Kelas C : sedang, dengan skor =-11 s/d -30 masuk ke dalam kategori cemar sedang
Storet dikembangkan untuk menilai mutu air untuk “specific use” misalnya untuk air yang
di konsumsi, namun metode ini akhirnya dapat digunakan untuk “overall use” air dengan
menggunakan time series data. Metode storet dilakukan dengan cara membandingkan
data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang
sesuai dengan kelas air. Penentuan status mutu air dengan system STORET
dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan kualitas air untuk mengetahui
mutu suatu ekosistem akuatik. Dalam penentuan status mutu air ini menggunakan analisis
parameter fisik, kimia dan biologi dan kualitas air yang baik akan sesuai dengan standar
baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
III. METODE PENELITIAN
C. PENGAMBILAN SAMPEL
1. PENGUKURAN PARAMETER DI LAPANGAN
a. Suhu
Ukur suhu dengan cara memasukkan termometer ke dalam perairan pada
masing - masing stasiun sampai batas skala pembacaan. Tunggu 2-5 menit
agar skala suhu termometer menunjukkan angka stabil. Pembacaan skala
termometer harus dilakukan tanpa mengangkat lebih dahulu termometer dari
air. Pengambilan data dilakukan pada tiap titik sampling. Satuan untuk suhu
adalah derajat celcius .
b. pH atau derajat keasaman
Mengambil sampel air laut pada masing-masing stasiun lalu memasukkan ke
dalam botol sampel. Pengukuran pH menggunakan pH meter, dengan
mengambil beberapa ml sampel air laut lalu mengukur dan mencatat nilai pH
pada masing-masing stasiun.
c. Dissolve Oxygen
Mengambil sampel air laut pada masing-masing stasiun lalu memasukkan ke
dalam botol sampel. Pengukuran pH menggunakan pH meter, dengan
mengambil beberapa ml sampel air laut lalu mengukur dan mencatat nilai pH
pada masing-masing stasiun.
Mengambil sampel air laut pada masing-masing stasiun lalu memasukkan ke
dalam botol sampel. Pengukuran pH menggunakan pH meter, dengan
mengambil beberapa ml sampel air laut lalu mengukur dan mencatat nilai pH
pada masing-masing stasiun.
d. Kekeruhan
Pengukuran sampel kekeruhan menggunakan alat Turbidimeter. Bersihkan
botol sampel menggunakan lap dengan kain lembut. Tekan tombol I/O.
Instrument akan terbuka kemudian tempatkan instrument pada suatu
permukaan datar dan tidak diperbolehkan memegang instrument ketika
sedang melakukan pengukuran. Masukkan cell sampel dalam ruang cell
dengan mengorientasikan tanda garis pada bagian depan ruang cell. Pilih
range secara manual atau otomatis dengan menekan tombol range. Memilih
mode signal rata-rata dengan menekan tombol signal average. Tekan read,
monitor akan menunjukkan NTU. Catat nilai turbiditas setelah simbol lampu
padam. Ulangi cara tersebut pada masing-masing sampel.
e. Salinitas
Diukur dengan menggunakan refractometer. Pengukuran salinitas dilakukan
pada setiap stasiun. Sampel air laut pada permukaan perairan diambil dengan
menggunakan gelas ukur, selanjutnya sampel air laut diteteskan pada
handrefractometer dan dibaca nilai skala yang tertera.
2. PENGUKURAN PARAMETER DI LABORATORIUM
D. ANALISIS DATA
DAFTAR PUSTAKA
Damaianto, B., & Masduqi, A. (2014). Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara
Kabupaten Tuban dengan Parameter Logam. JURNAL TEKNIK POMITS, 3(1), 3–6.
Darza, S. E. (2020). Dampak pencemaran bahan kimia dari perusahaan kapal indonesia
terhadap ekosistem laut. Jurnal Ilmiah MEA, 4(3), 1831–1852.
Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Maury, H. K., & Alianto. (2018). Kajian Kualitas Air Laut
dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik
Depapre , Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 35–43.
https://doi.org/10.14710/jil.16.135-43
Nisa, M., Utari, T., Azis, A., Zulfikar, Ashury, & Paotonan, C. (2019). Analisa kualitatif
mengenai dampak operasional dermaga kayu bangkoa terhadap kualitas lingkungan
sekitarnya. 164–169. Diambil dari
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/5e8c6f4ff8c10151fe02750fd008d9dc.pdf
Sutarso, A., Gaol, L., Diansyah, G., Ida, A., & Purwiyanto, S. (2017). ANALISIS KUALITAS
AIR LAUT ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA
STRAIT. 9(November 2013), 9–16.
T, M. T., & Lagoa, Y. (2018). Analisis Indeks Pencemaran Air Laut Dengan Parameter
Logam Cu Dan Pb Di Kawasan Wisata Raja Ampat Papua Barat. Jurnal Sumberdaya
Akuatik Indopasifik, 2(2), 113–118.