Anda di halaman 1dari 23

PENCEMARAN LAUT

ANALISIS PENCEMARAN LAUT DI PERAIRAN DERMAGA KAYU


BANGKOA

LAPORAN LENGKAP

OLEH:

NAMA : YUNITA NUR FATANAH

NIM : L011191115

KELOMPOK : 3-B

ASISTEN : ST. FIRJATIH WIDHAH

LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Yunita Nur Fatanah


Nim : L011191115
Kelompok : 3-B
Departemen : Ilmu Kelautan
Fakultas : Ilmu Kelautan dan Perikanan

Laporan Praktikum Pencemaran Laut


Laporan Telah diperiksa dan Disetujui Oleh:

Koordinator Asisten Asisten Pembimbing

St. Firjatih Widhah St. Firjatih Widhah


Nim : L011181336 Nim : L011181336

Koordinator Praktikum

Dr. Ir. Muhammad Farid Samawi M.Si


NIP. 19650810 199103 1 006

Tanggal Pengesahan: Makassar, Oktober 2021


DAFTAR ISI

PENCEMARAN LAUT ..................................................................................................................... 1


I. PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 6
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 6
B. TUJUAN DAN KEGUNAAN ................................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 8
A. PENCEMARAN LAUT ......................................................................................................... 8
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN LAUT ......................................... 9
C. PARAMETER FISIK ......................................................................................................... 9
D. PARAMETER KIMIA ...................................................................................................... 11
E. STANDAR BAKU MUTU WISATA BAHARI ................................................................... 14
F. METODE STORET (tambahkan penjelasan) ........................................................................... 16
III. METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 18
A. WAKTU DAN TEMPAT (kasih peta)................................................................................ 18
B. ALAT DAN BAHAN (per point) ......................................................................................... 18
C. PENGAMBILAN SAMPEL............................................................................................. 20
D. ANALISIS DATA ............................................................................................................. 21
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pencemaran sudah menjadi isu global yang mengancam kelestarian lingkungan
hidup. Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi ancaman
dari pencemaran lingkungan ini, meskipun begitu, pesatnya modernisasi juga ikut
membawa pengaruh dengan banyaknya aktifitas yang mendegradasi lingkungan serta
banyaknya sumber-sumber pollutant yang tidak baik bagi lingkungan. Indonesia sebagai
negara kepulauan dengan wilayah pesisir dan laut juga mengalami ancaman karena
kehadiran sampah atau sumber bahan cemar lainnya, terlebih lagi Indonesia menjadi
negara dengan sumbangan sampah terbesar kedua setelah Cina. Sumber pencemaran di
laut sangat bervariasi, mulai dari penggunaan sampah plastikyang tidak diolah dengan
baik, pencemaran gas dan air akibat limbah buangan dari industry atau run-off dari
daratan .

Pencemaran dikenal sebagai masuknya bahan atau energy secara langsung atau
tidak langsung ke lingkungan yang bersifat toksik bagi biota, bahan cemar dapat
berbentuk padat, cair ataupun gas. Bahan cemar berbentuk padat contohnya seperti
plastic yang lama-kelamaan dapat terurai menjadi mikroplastik yang masuk ke tubuh biota.
Bahan cemar cair biasa bersumber dari run-off atau limbah industry yang langsung
dibuang ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu sehingga dapat mempengaruhi factor
fisis lingkungan seperti meningkatnya suhu permukaan laut di suatu kawasan atau
terjadinya eutrofikasi. Bahan cemar gas juga dapat bersumber dari kegiatan industry,
umumnya bahan cemar gas masuk ke laut melalui interface antara permukaan air laut
dengan permukaan udara (Poedjiastoeti, 2006). Wilayah analisis tingkat pencemaran kali
ini adalah dermaga kayu bangkoa.

Dermaga Kayu Bangkoa terletak di wilayah pantai Lokasi Makassar, berada di


antara gedung yang berhimpit rapat di sepanjang pantai. Dermaga kayu bangkoa menjadi
salah satu fasilitas tertua yang melayani penyebrangan masyarakat pulau. Aktifitas di
dermaga kayu bangkoa dikenal cukup aktif, namun hal ini tak dibarengi dengan perbaikan
fasilitas sehingga dermaga ini jauh dari kata eksklusif. Wilayah perairan di sekitar dermaga
Kayu Bangkoa nampak sampah bertumpuk dan air dermaga yang nampak sangat keruh.
Menumpuknya sampah di dermaga disebabkan karena tak ada upaya penanganan
sampah sehingga menumpuk di bawah dermaga selama bertahun-tahun. Air laut yang
jauh dari kata jernih juga disebabkan karena adanya masukan limbah serta aktifitas
antropologi di sekitar wilayah dermaga (Nisa et al., 2019)

Masuknya bahan cemar ke lingkungan perairan dapat menyebabkan gangguan


dan kematian biota serta rusaknya ekosistem laut. Terlebih biota dan ekosistem perairan
cukup rentan terhadap adanya perubahan pada lingkungan perairan. Untuk melakukan
upaya untuk rehabilitasi lingkungan terlebih dahulu melakukan pengukuran parameter
perairan untuk menilai kondisi perairan apakah perairan dalam keadaan tercemar atau
tidak tercemar (Darza, 2020). Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan secara
singkat sebelumnya maka praktikan akan memaparkan bagaimana hasil penilaian
parameter lingkungan yang dilakukan secara langsung di Perairan Dermaga Kayu
Bangkoa.

B. TUJUAN DAN KEGUNAAN


Adapun tujuan kegiatan praktikum berdasarkan paparan latar belakang
sebelumnya adalah memberi pemahaman kepada praktikan bagaimana cara melakukan
pengambilan sampel air, memberi pemahaman kepada praktikan bagaimana cara
melakukan analisis parameter air untuk menentukan tingkat pencemaran,memberi
pemahaman kepada praktikan bagaimana cara menggunakan alat untuk mengambil
sampel air dan analisis sampel.

Adapun kegunaan kegiatan praktikum ini berdasarkan rumusan tujuan praktikum


sebelumnya adalah praktikan dapat mengetahui bagaimana cara melakukan pengukuran
pengambilan sampel, praktikan dapat mengetahui bagaimana cara melakukan analisis
parameter air untuk menentukan tingkat pencemaran, praktikan dapat mengetahui alat
apa saja yang digunakan dalam pengambilan sampel serta analisis sampel
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENCEMARAN LAUT

Isu lingkungan sudah menjadi permasalahan global yang tak berkesudahan sejak
beberapa tahun terakhir, sudah banyak upaya yang dilakukan guna menciptakan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Isu lingkungan seperti pencemaran laut juga kini
menjadi perhatian khusus, sebab karena volume air laut yang cukup besar membuat
orang-orang tak berfikir panjang mengenai dampak yang mungkin saja timbul akibat dari
masukan limbah secara langsung dan tidak langsung ke lingkungan laut. Masuknya
limbah atau polutan tentu saja merugikan ekologi serta biota yang terdapat dalam
ekosistem tersebut, satu masalah ini akan menimbulkan masalah-masalah lain yang
tentunya juga akan merugikan manusia. Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat atau energy dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup secara langsung
maupun tidak langsung hingga melebihi baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan disebut pencemaran (Damaianto & Masduqi, 2014).

Pencemaran laut merupakan salah satu bentuk pencemaran yang masuk atau
dimasukkannya bahan atau energy yang dapat bersifat toksik bagi lingkungan maupun
biota laut. Meski begitu, pencemaran laut tak selalu berbentuk padat, bahan atau energy
yang masuk dapat berupa limbah cair atau gas yang mungkin tak kita sadari
keberadaannya (Wahyudin & Afriansyah, 2014).

Limbah rumah tangga atau limbah kimia merupakan salah satu contoh limbah
yang dapat masuk ke lingkungan secara langsung, umumnya masuknya bahan cemar ini
dapat menyebabkan terganggunya proses-proses biologis maupun kimiawi yang ada di
laut. limbah cair ini dapat bersifat akumulatif dalam seluruh tingkat rantai makanan.
Adapun sumber limbah ini dapat dari sampah rumah tangga, industry ataupun limbah
pertanian yang dapat terbawa akibat peristiwa Run-off dari darat. Tingginya tingkat
pencemaran di laut dapat di sebabkan karena payahnya pengelolaan limbah atau
kurangnya kesadaran dari manusia itu sendiri. Rusaknya ekosistem menjadi ancaman
yang membayangi lingkungan hidup yang baik dan sehat, sudah banyak usaha
pemerintah dalam menindak lanjuti isu pencemaran laut melalui regulasi-regulasi guna
meminimalisir terjadinya pencemaran. Namun masih saja beberapa industri melakukan
kecurangan dengan tidak mematuhi regulasi yang telah di tetapkan sehingga membuang
limbahnya ke wilayah perairan seperti sungai dan laut (T & Lagoa, 2018).
.

Pencemaran laut dapat mempengaruhi beberapa aspek di lingkungan laut seperti


kesuburan perairan, keanekaragaman biota, adanya perubahan fisik terhadap lingkungan
perairan dan banyak lagi. Masuknya limbah ke dalam perairan laut mempengaruhi
kesuburan perairan laut yang juga akan berpengaruh terhadap ekosistem beserta biota
yang ada, dalam pengukuran kesuburan lingkup perairan laut maka di tetapkan beberapa
parameter guna menilai seberapa tinggi pencemaran yang ada pada lingkungan laut
tersebut. dengan mengetahui tingkat pencemaran laut maka di harapkan upaya
konservasi itu dapat lebih tepat guna sehingga dapat mengembalikan stabilitas ekosistem
(Ira, 2014).

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN LAUT


Pencemaran laut merupakan masuk atau dimasukkan bahan atau energy berupa
limbah atau polutan yang bersifat toksik bagi ekosistem laut dan biota. Masuknya limbah
atau polutan ke lingkungan perairan juga dipengaruhi oleh kondisi alami lingkungan laut
seperti pola arus, pasang surut, salinitas dan sedimentasi. Selain itu jenis limbah atau
bahan cemar juga menentukan bagaimana proses pencemaran karena jenis limbah yang
mudah larut air dapat langsung mencemari lingkungan laut sedangkan bahan cemar yang
memiliki sifat hidrofobik akan tersuspensi ke sedimen karena tidak dapat terlarut dalam air.
Namun semua bahan cemar ini dapat terakumulasi secara langsung dan tidak langsung
dan mencemari ekosistem dan rantai makanan (Afsyah, 2011).

Selain beberapa factor yang telah disebutkan sebelumnya, factor seperti keadaan
musim juga ikut mempengaruhi penyebaran dan perembesan pencemaran laut. keadaan
musim dalam hal kaitannya dengan pencemaran laut adalah seperti musim kemarau atau
penghujan yang mana pada masa penghujan dapat menyebabkan Run-Off karena adanya
aliran sungai yang membawa bahan-bahan organic ataupun non-organik dari daratan
masuk ke lingkungan laut. Bahan ini dapat bersifat toksik jika lama kelamaan akan
terakumulasi di lingkungan laut dan masuk ke dalam rantai makanan (Afsyah, 2011).

C. PARAMETER FISIK
Pencemaran laut dapat disebabkan karena aktivivitas antropologi atau dapat juga
terjadi secara alami dengan terjadinya Run-off atau melalui siklus hidrologi, bahan cemar
itu dapat masuk ke lingkup perairan. Masuknya bahan cemar ke lingkungan perairan
sering kali mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung parameter fisik atau
kimia oseanografi. Sehingga dapat di simpulkan jika terdapat keterkaitan antara kegiatan
atau aktivitas yang di lakukan di sekitar wilayah pesisir laut dengan pencemaran laut itu
sendiri. Parameter fisik maupun kimia ini lah yang juga menjadi salah satu factor
pembatas bagi biota untuk hidup sebab apabila terjadi perubahan terhadap salah satu
parameter yang ada maka kemungkinan biota tak dapat melangsungkan kehidupan
karena kegagalan beradaptasi yang berujung pada deplesi keanekaragaman (Salim &
Baharuddin, 2017). Adapun beberapa parameter fisik oseanografi ialah:

1. Kecerahan Perairan

Kecerahan perairan di definisikan sebagai tingkat transparansi perairan yang


dapat di ukur secara visual menggunakan alat secchi disk. Tujuan untuk mengetahui
nilai kecerahan ialah untuk mengetahui pada ke dalaman berapa masih ada
kemungkinan terjadi proses asimilasi danlam air serta untuk mengetahui lapisan atau
badan air mana yang tidak mengalami kekeruhan. Nilai kekeruhan suatu perairan
dapat mengindikasikan banyaknya partikel tersuspensi dalam badan air. Kekeruhan
perairan dapat disebabkan karena adanya padatan tersuspensi yang tidak larut dan
tidak terendapkan. Padatan tersuspensi dapat berupa material dalam sedimen,
biologi, endapan zat kimia ataupun kumpulan debu dan sampah. Padatan tersuspensi
ini memiliki pengaruh yang beragam, padatan tersuspensi yang bersifat toksik dapat
menyebabkan kematian bagi biota dan menyebabkan penyumbatan insang oleh
partikel (Salim & Baharuddin, 2017).

2. Suhu Perairan

Salah satu factor yang sangat penting di lingkungan laut ialah suhu. Suhu
sangat penting bagi biota laut dalam melangsungkan kehidupannya (Salim &
Baharuddin, 2017). Suhu dapat memepengaruhi aktivitas metabolic biota serta
menjadi factor pembatas penyebaran organisme sebab tidak semua biota dapat hidup
dalam rentang suhu yang cukup besar. Umumnya suhu secara alami dapat di
pengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan
dan aliran serta kedalaman air. Adanya perubahan suhu dapat menyebabkan
peningkatan dekomposisi bahan organic oleh mikroba serta dapat menyebabkan
stratifikasi air yang berpengaruh pada pengadukan serta penyebaran oksigen yang
dibutuhkan oleh biota (Ira, 2014).
3. Kekeruhan
Kekeruhan adalah sifat optik suatu larutan, yaitu hamburan dan
penyerapan cahaya yang melaluinya dan tidak dapat secara langsung
berhubungan dengan kekeruhan dan konsentrasi semua zat dalam suspensi,
karena juga tergantung pada ukuran dan bentuk butiran (Alaerts dan Santika,
1987).
Kekeruhan adalah ukuran cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya
koloid dan suspensi bahan pencemar, termasuk bahan organik, limbah industri.
Kekeruhan juga disebabkan oleh senyawa dari organisme tumbuhan seperti asam
humat, tanin, gambut, plankton, dan tumbuhan air. Kekeruhan juga disebabkan
oleh ion logam besi, mangan, tembaga, yang dapat berasal dari limbah industri,
sampah terkandung di perairan alami. Selanjutnya, kekeruhan di perairan alami
dikatakan sebagai salah satu faktor terpenting yang mengendalikan produktivitas
(Wardoyo, 1975).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air, yang ditentukan oleh jumlah
cahaya yang diserap dan dihamburkan oleh zat-zat di dalam air. Kekeruhan
dinyatakan dalam satuan kekeruhan, yang sesuai dengan 1 mg/L SiO2. Zat
tersuspensi dan kekeruhan berkorelasi positif, yaitu semakin tinggi nilai zat
tersuspensi maka semakin besar nilai kekeruhannya. Namun, tingginya kadar
padatan terlarut tidak selalu dikaitkan dengan kekeruhan yang tinggi. Air laut
memiliki kandungan padatan terlarut yang tinggi, namun bukan berarti
kekeruhannya juga tinggi. Kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan gangguan
pada sistem osmoregulasi, seperti respirasi dan visibilitas organisme perairan,
serta menghambat penetrasi cahaya ke dalam air (Effendi, 2003).

D. PARAMETER KIMIA
Perairan laut umumnya di pengaruhi oleh masukan-masukan bahan organic dari
darat melalui Run-off dari sungai yang bermuara di laut. masuknya bahan-bahan organic
ke perairan laut dapat menyebabkan perubahan terhadap parameter kimia oseanografi.
Secara biologis, masuknya bahan cemar juga mempengaruhi ketersediaan nutrient yang
akibatnya dapat berimbas pada kualitas air untuk kepentingan biota. Pengukuran
parameter kimia oseanografi bertujuan untuk mengetahui data parameter yang dijadikan
tolok ukur untuk mengetahui kualitas perairan (Pratama, Pranowo, Sunarto, & Purba,
2015). Adapun parameter kimia oseanografi adalah sebagai berikut:
1. Salinitas

salinitas didefinisikan sebagai konsentrasi seluruh larutan garam yang


diperoleh dalam air laut. salinitas perairan mempengaruhi tekanan osmotic air,
semakinbesar salinitas maka tekanan osmotic juga akan semakin besar. Selain itu
salinitas juga mempengaruhi tingkat kejenuhan oksigen, berbanding terbalik dengan
hubungan salinitas dengan tekanan osmotic, semakin tinggi salinitas maka kapasitas
kejenuhan oksigen di air juga ikut menurun (Salim & Baharuddin, 2017).

2. pH / Derajat keasaman

pH atau derajat keasaman menjadi salah satu parameter yang menentukan


kualitas perairan. pH merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hydrogen
yang terlepas dalam suatu cairan. pH menjadi indicator untuk menilai kestabilan
perairan. Produktivitas primer oleh plankton juga di pengaruhi oleh pH, meningkatnya
nilai pH sangat menentukan dominansi fitoplankton (Santosa, 2013).

3. Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen merupakan total jumlah oksigen yang
terlarut dalam air. Semua biota membutuhkan oksigen untuk pernapasan, metabolism
atau pertukaran zat yang menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Oksigen juga di butuhkan oleh mikroba untuk merobahk bahan organic dan anorganik
dalam keadaan oksigen tersedia atau aerob. Oksigen dapat di temukan di lapisan
permukaan sebab adanya interface antara permukaan laut dan udara bebas sehingga
memungkinkan terjadinya proses hidrologi dimana oksigen dapat secara langsung
berdifusi ke permukaan air. Selain difusi oksigen dari udara ke permukaan air, sumber
oksigen di perairan juga diperoleh melalui proses fotosintesis fitoplankton, lamun
ataupun alga. Setiap spesies organisme memiliki kebutuhan yang bervariasi terhadap
oksigen. Adapun kandungan oksigen yang dinilai ideal adalah antara 3 – 7 mg/l.
kandungan DO dalam perairan dinilai sangat berhubungan dengan tingkat
pencemaran, jenis limbah dan banyaknya bahan organic di suatu perairan (Sutarso,
Gaol, Diansyah, Ida, & Purwiyanto, 2017).

4. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Berbeda dengan DO, BOD (Biochemical Oxygen Demand merupakan suatu


karakteristik yang menunjukkan kadar oksigen terlarut yang kiranya diperlukan oleh
mikroba untuk merombak bahan organic terlarut dalam kondisi aerobic. BOD menjadi
salah satu parameter untuk menilai tingkat pencemaran di perairan. Semakin tinggi
nilai BOD maka semakin tinggi pula konsentrasi bahan organic dalam air. Menurut
keputusan menteri lingkungan hidup no.51 tahun 2004 nilai BOD yang dianjurkan
untuk biota laut adalah maksimal 20 mg/l. jika nilai BOD tinggi maka nilai tersebut
mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah tercemar, begitupun sebaliknya,
semakin rendah nilai konsentrasi BOD maka perairan tersebut termasuk dalam
kategori pencemaran rendah atau perairan yang baik. Tingkat pencemaran rendah
jika nilai BOD 0-10 mg/l dan tingkat pencemaran tinggi apabila nilai BOD 10-20 mg/l
(Hamuna, Tanjung, Maury, & Alianto, 2018).

5. Amoniak total

Amoniakmerupakan alah satu limbah kimia yang bersifat toksik. Umumnya


Amoniakdapat di temukan secara alami dalam perairan laut namun dalam konsentrasi
terkecil., namun kadar Amoniakdalam lingkungan perairan laut dapat berubah secara
cepat karena adanya masukan limbah kimia hasil industry, limbah pertanian atau
limbah dari pemukiman di sekitar wilayah pesisir. Tingginya kadar Amoniakdapat
menjadi indikasi adanya pencemaran dari limbah domestic, industry maupun limpasan
pupuk pertanian. Secara alami kehadiran Amoniakdi lingkungan perairan dapat
berupa hasil dari perombakan nitrogen organic dan anorganik yang terdapat dalam
air atau dari perombakan bahan organic oleh mikroba atau jamur. Kadar
Amoniakyang meningkat menjadi indikasi masuknya bahan organic yang mudah
terurai (Ira, 2014).

6. Fosfat

Fosfat merupakan salah satu sumber unsur esensial dalam pembentukan


protein. Fosfat juga sangat penting di lingkup perairan laut. yang dapat di temukan
dalam keadaan organic maupun anorganik terlarut serta partikulat fosfat. Fosfat
sangat penting bagi fitoplankton dalam hal pemenuhan zat hara untuk pertumbuhan
dan metabolism. Konsentrasi fosfat di laut dapat di temukan paling banyak di wilayah
daerah pantai. Fosfor menjadi factor pembatas yang penting dengan kaitannya tingkat
produktivitas perairan serta memiliki peranan dalam determinasi jumlah fitoplankton.
Selain secara alami, fosfat juga dapat bersumber dari aktivitas antropogenik yang
berlangsung dalam waktu yang sangat lama (Pratama et al., 2015).

7. Nitrat

Nitrat meruakan bentuk nitrogen utama dalam lingkan perairan. Nitrat sangat
penting peranannya dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Meningkatnya
konsentrasi nitrat di perairan dapat menstimulus pertumbuhan dan perkembangan
organisme perairan apabila didukung ketersediaan nutrient. Dalam siklus nitrogen,
nitrifikasi merupakan suatu proses yang penting dalam oksidasi Amoniakmenjadi
nitrat dan nitrit. Menurut keputusan menteri negara lingkungan hidup no.52 tahun
2004 menyatakan jika standar baku mutu konsentrasi nitrat untuk biota laut adalah 0-
0,2 ,g/l, di atas standar tersebut maka dapat menyebabkan eutrofikasi yang
selanjutnya dapat menstimulir alga blooming (Santosa, 2013).

8. Sulfida

Sulfide merupakan gas yang dihasilkan dari aktifitas perombakan bahan


organic yang dilakukan oleh bakteri anaerob dan termasuk gas yang bersifat toksik
bagi biota. Sumber hydrogen sulfide dapat berasal dari kawasan pemukiman, industry
atau di pelabuhan. Sulfide yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap kehidupan
perairan (Damaianto & Masduqi, 2014).

E. STANDAR BAKU MUTU WISATA BAHARI


Salah satu sektor pariwisata yang banyak digemari adalah wisata bahari. Hal ini
disebabkan karena Indonesia memiliki potensi sebagai negara kepulauan dengan
sumberdaya pesisir dan lautan yang beragam. Kegiatan wisata bahari sangat bermanfaat
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar wilayah pesisir. Selain itu,
kegiatan wisata juga mendukung perekonomian negara dalam meningkatkan devisa
negara dan menyediakan berbagai sektor pekerjaan. Meski begitu pengelolaan wilayah
pesisir dan lautan menjadiobjek wisata bahari dibutuhkan aspek-aspek pendukung apakah
wilayah itu layak untuk dijadikan sebagai objek wisata. Namun penurunan kualitas
lingkungan pesisir menjadi permasalahan pengembangan wilayah pesisir itu sendiri.
Sumber dari kerusakan dan pencemaran yang terjadi dapat di sebabkan oleh factor alam
dan factor antropologi. Maka dari itu sebelum mengembangkan suatu wilayah pesisir
menjadi destinasi wisata maka diperlukan pengukuran parameter pendukung apakah
wilayah pesisir ini layak atau tidak layak untuk menjadi destinasi wisata. Adapun standar
baku mutu untuk wisata bahari menurut keputusan menteri negara lingkungan hidup
nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut sebagai berikut:

No Parameter Satuan Baku Mutu


1 Warna Pt.co 30
2 Bau Tidak berbau
3 Kecerahan m >6
4 kekeruhan Ntu 5
5 Padatan tersuspensi total b Mg/l 20
6 Suhu Alami 3( c)
7 Sampah - - nihil 1(4)
8 Lapisan minyak 5 - nihil 1(5)
KIMIA
1 pH d - 7-8,5 ( d)
2 Salinitas e %o Alami 3( e)
3 Oksigen Terlarut (DO) Mg/l >5
4 BOD5 Mg/l 10
5 Amoniak bebas (NH3-N) Mg/l nihil 1(5)
6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015
7 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008
8 Sulfida (H2S) mg/l nihil 1
9 Senyawa Fenol mg/l nihil 1
10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/l 0,003
11 PCB (poliklor bifenil) µg/l nihil 1
12 Surfaktan (detergen) mg/l MBAS 0,001
13 Minyak & lemak mg/l 1
14 Pestisida µg/l nihil 1( f)
LOGAM TERLARUT
1 Raksa (Hg) mg/l 0,002
2 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,002
3 Arsen (As) mg/l 0.025
4 Cadmium (Cd) mg/l 0,002
5 Tembaga (Cu) mg/l 0,050
6 Timbal (Pb) mg/l 0,050
7 Seng (Zn) mg/l 0,095
8 Nikel (Ni) mg/l 0,075
BIOLOGI
1 E Coliform (faecal ) MPN/100 ml 200 (g)
2 Coliform (total)g MPN/100 ml 1000 (g)
RADIO NUKLIDA
1 Komposisi yang tidak diketahui

Keterangan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan)
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam dan musim)
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis
(thin layer) dengan ketebalan 0,01mm
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2 musiman
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2 o C dari suhu alami
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman
f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman

F. METODE STORET (tambahkan penjelasan)


Pengujian parameter air dilakukan guna untuk mengetahuistatus mutu air. Dikutip
dari keputusan menteri lingkungan hidup no.115 tahun 2003 menyatakan jika mutu air
ialah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasar parameter tertentu dan
metode tertentu. Untuk melakukan penentuan status mutu air maka dapat menggunakan
STORET. Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu
air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui parameter-
parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode
STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang
disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air (AWALUNIKMAH,
2017). Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai
dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air
dalam empat kelas, yaitu:

Kelas A : baik sekali, dengan skor = 0 (memenuhi baku mutu)

Kelas B : baik, dengan skor = -1 s/d -10 masuk dalam kategori cemar ringan

Kelas C : sedang, dengan skor =-11 s/d -30 masuk ke dalam kategori cemar sedang

Kelas D : buruk, skor = = ≤ -31 (cemar berat)

Storet dikembangkan untuk menilai mutu air untuk “specific use” misalnya untuk air yang
di konsumsi, namun metode ini akhirnya dapat digunakan untuk “overall use” air dengan
menggunakan time series data. Metode storet dilakukan dengan cara membandingkan
data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang
sesuai dengan kelas air. Penentuan status mutu air dengan system STORET
dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan kualitas air untuk mengetahui
mutu suatu ekosistem akuatik. Dalam penentuan status mutu air ini menggunakan analisis
parameter fisik, kimia dan biologi dan kualitas air yang baik akan sesuai dengan standar
baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
III. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT (kasih peta)


Kegiatan praktikum lapangan dilaksanakan pada hari Minggu, 03 Oktober 2021,
pukul 10.00-12.00 WITA, berlokasi di Dermaga Kayu Bangkoa, Daerah Bulogading,
Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Selanjutnya untuk analisis
sampel dilaksanakan pada hari selasa 5 Oktober 2021 dan Jumat 8 Oktober 2021 di
Laboratorium Oseanografi Kimia, Departemen Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. ALAT DAN BAHAN (per point)


Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum ada alat pengambilan
sampel di lapangan dan alat untuk analisis sampel di laboratorium. Adapun alat yang
digunakan adalah sebagai berikut:

1. Botol sampel terang digunakan dalam pengambilan sampel untuk analisis DO


2. Botol sampel gelap digunakan dalam pengambilan sampel untuk analisis BOD
3. Botol plastic putih digunakan untuk pengambilan sampel untuk analisis parameter
fisik-kimia di lapangan
4. Salinometer digunakan untuk mengukur salinitas sampel
5. Pipet tetes digunakan untuk mengambil larutan atau sampel
6. Labu semprot merupakan alat yang digunakan sebagai wadah aquades untuk
membilas larutan yang tidak larut dengan air
7. Gelas ukur berfungsi untuk mengukur volume larutan atau sampel
8. Cool box sebagai wadah penyimpanan sampel setelah pengambilan sampel untuk
mempertahankan kualitas sampel
9. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan
cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa
yang disebut kuvet
10. Erlenmeyer digunakan sebagai wadah untuk mencampur larutan
11. Labu ukur digunakan untuk mengukur volume larutan
12. pH meter digunakan untuk mengukur pH atau derajat keasaman sampel
13. tabung reaksi digunakan untuk menghomogenkan larutan
14. Termometer digunakan untuk mengukur suhu sampel
15. Turbidity digunakan untuk mengukur kekeruhan
16. Pompa vakum digunakan untuk mengeluarkan molekul gas dari sebuah ruangan
tertutup ke area luar guna mencaai tekanan tertentu.
17. Corong Buchner digunakan dalam penyaringan vakum untuk memfiltras sampel air
18. Oven digunakan untuk mengeringkan kertas saring dan sterilisasi alat
19. Timbangan ohaus digunakan untuk menimbang kertas saring yang telah
dikeringkan
20. Kertas saring digunakan dalam penyaringan sampel air untuk memperoleh
padatan tersuspensi dalam air

Kemudian adapun bahan yang digunakan adalah

1. Air laut sebagai air sampel pengukuran


2. Larutan mangan sulfat (MnSO4) digunakan sebagai reagen dalam membuat suatu
larutan yang bersifat basa kuat
3. Larutan alkali Sebagai pereaksi yang akan membebaskan iodida yang setara dengan
oksigen terlarut.
4. Natrium tiosulfat sebagai larutan yang digunakan dalam proses titrasi
5. Amilum digunakan sebagai larutan indikator yang berfungsi untuk menunjukkan titik
akhir titrasi dengan perubahan dari biru menjadi tak berwarna.
6. Larutan asam sulfat pekat
7. Aquades berfungsi
8. Larutan pengoksid
9. Fenol 3 %
10.

C. PENGAMBILAN SAMPEL
1. PENGUKURAN PARAMETER DI LAPANGAN
a. Suhu
Ukur suhu dengan cara memasukkan termometer ke dalam perairan pada
masing - masing stasiun sampai batas skala pembacaan. Tunggu 2-5 menit
agar skala suhu termometer menunjukkan angka stabil. Pembacaan skala
termometer harus dilakukan tanpa mengangkat lebih dahulu termometer dari
air. Pengambilan data dilakukan pada tiap titik sampling. Satuan untuk suhu
adalah derajat celcius .
b. pH atau derajat keasaman
Mengambil sampel air laut pada masing-masing stasiun lalu memasukkan ke
dalam botol sampel. Pengukuran pH menggunakan pH meter, dengan
mengambil beberapa ml sampel air laut lalu mengukur dan mencatat nilai pH
pada masing-masing stasiun.
c. Dissolve Oxygen
Mengambil sampel air laut pada masing-masing stasiun lalu memasukkan ke
dalam botol sampel. Pengukuran pH menggunakan pH meter, dengan
mengambil beberapa ml sampel air laut lalu mengukur dan mencatat nilai pH
pada masing-masing stasiun.
Mengambil sampel air laut pada masing-masing stasiun lalu memasukkan ke
dalam botol sampel. Pengukuran pH menggunakan pH meter, dengan
mengambil beberapa ml sampel air laut lalu mengukur dan mencatat nilai pH
pada masing-masing stasiun.
d. Kekeruhan
Pengukuran sampel kekeruhan menggunakan alat Turbidimeter. Bersihkan
botol sampel menggunakan lap dengan kain lembut. Tekan tombol I/O.
Instrument akan terbuka kemudian tempatkan instrument pada suatu
permukaan datar dan tidak diperbolehkan memegang instrument ketika
sedang melakukan pengukuran. Masukkan cell sampel dalam ruang cell
dengan mengorientasikan tanda garis pada bagian depan ruang cell. Pilih
range secara manual atau otomatis dengan menekan tombol range. Memilih
mode signal rata-rata dengan menekan tombol signal average. Tekan read,
monitor akan menunjukkan NTU. Catat nilai turbiditas setelah simbol lampu
padam. Ulangi cara tersebut pada masing-masing sampel.
e. Salinitas
Diukur dengan menggunakan refractometer. Pengukuran salinitas dilakukan
pada setiap stasiun. Sampel air laut pada permukaan perairan diambil dengan
menggunakan gelas ukur, selanjutnya sampel air laut diteteskan pada
handrefractometer dan dibaca nilai skala yang tertera.
2. PENGUKURAN PARAMETER DI LABORATORIUM

D. ANALISIS DATA
DAFTAR PUSTAKA

Afsyah, S. (2011). UPAYA PENURUNAN KADAR Cd (Kadmium) PADA KERANG


BULU(Andara antiquata) DENGAN PEMANFAATAN LARUTAN CHITOSAN. Medan.

AWALUNIKMAH, R. S. (2017). Penentuan Status Mutu Air Sungai Kalimas Dengan


Metode Storet Dan Indeks Pencemaran. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.

Damaianto, B., & Masduqi, A. (2014). Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara
Kabupaten Tuban dengan Parameter Logam. JURNAL TEKNIK POMITS, 3(1), 3–6.

Darza, S. E. (2020). Dampak pencemaran bahan kimia dari perusahaan kapal indonesia
terhadap ekosistem laut. Jurnal Ilmiah MEA, 4(3), 1831–1852.

Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Maury, H. K., & Alianto. (2018). Kajian Kualitas Air Laut
dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik
Depapre , Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 35–43.
https://doi.org/10.14710/jil.16.135-43

Ira. (2014). KAJIAN KUALITAS PERAIRAN BERDASARKAN PARAMETER FISIKA DAN


KIMIA DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA KENDARI SULAWESI
TENGGARA. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. Diambil dari
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JPBP/article/view/272/268

Nisa, M., Utari, T., Azis, A., Zulfikar, Ashury, & Paotonan, C. (2019). Analisa kualitatif
mengenai dampak operasional dermaga kayu bangkoa terhadap kualitas lingkungan
sekitarnya. 164–169. Diambil dari
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/5e8c6f4ff8c10151fe02750fd008d9dc.pdf

Poedjiastoeti, H. (2006). Telaah Masalah Pencemaran Laut dan Pengelolaan Lingkungan


di PPI Morodemak Kabupaten Demak. Seminar Nasional Research Sebagai Dasar
Kebijakan Publik dan Implementasi di Sektor Industri LEMLIT, (November), 124–138.

Pratama, G. A., Pranowo, W. S., Sunarto, & Purba, N. P. (2015). KETERKAITAN


KONDISI PARAMETER FISIKA DAN KIMIA PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI
KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA. Jurnal Omni-Akuatika, 14(20), 33–
43.
Salim, D., & Baharuddin. (2017). KARAKTERISTIK PARAMETER OSEANOGRAFI
FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU KERUMPUTAN KABUPATEN KOTABARU
KALIMANTAN SELATAN. Jurnal E, 2(2), 218–228.

Santosa, R. W. (2013). DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT OLEH


PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL. Lex
Administratum, 1(2), 65–78.

Sutarso, A., Gaol, L., Diansyah, G., Ida, A., & Purwiyanto, S. (2017). ANALISIS KUALITAS
AIR LAUT ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA
STRAIT. 9(November 2013), 9–16.

T, M. T., & Lagoa, Y. (2018). Analisis Indeks Pencemaran Air Laut Dengan Parameter
Logam Cu Dan Pb Di Kawasan Wisata Raja Ampat Papua Barat. Jurnal Sumberdaya
Akuatik Indopasifik, 2(2), 113–118.

Wahyudin, G. D., & Afriansyah, A. (2014). PENANGGULANGAN PENCEMARAN


SAMPAH PLASTIK DI LAUT BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL. Marine
Environmental Research, 99(30), 16–19.
https://doi.org/10.1016/j.marenvres.2014.05.010

Anda mungkin juga menyukai