Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM

PERUBAHAN IKLIM EKOSISTEM LAUT

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN DAN
KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
LAPORAN PRAKTIKUM
PERUBAHAN IKLIM EKOSISTEM LAUT

OLEH :
1. Adam Oktavia Putra (115080600111031)
2. Desiana Wahyu K (115080600111032)
3. W.R Sai Janani (115080600111042)
4. Fitriani yahya S. (115080600111045)
5. Jesicca Feibe A. (115080600111049)
6. Ardi Sandria (115080600111051)
7. Mahmud Buyung S. Panto (115080601111001)
8. Zainul Arifin (115080601111007)
9. Eri Sahabuddin (115080601111025)
10. Novendra Adi (115080601111030)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN DAN
KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

2
3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum

Perubahan Iklim Ekosistem Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Asisten praktikum

Perubahan Iklim Ekosistem Lautyang telah membantu kami dalam menyusun

laporan ini. Kepada Bapak / Ibu Dosen mata kuliah Perubahan Iklim Ekosistem

Laut, dan semua pihak yang telah membantu, dan memberikan masukan dalam

menyusun laporan ini.

Akhirnya dengan segala keterbatasan serta pengetahuan, penulis

menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan komentar yang

dapat dijadikan masukan dalam menyempurnakan kekurangan penulis di masa

yang akan datang dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan.

Malang, 27 Juni 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

DAFTAR GRAFIK...............................................................................................vi

1. PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Tujuan......................................................................................................... 2

1.3 Manfaat.......................................................................................................2

2. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................4

2.1 Perubahan Iklim.........................................................................................4

2.2 Parameter (Faktor) Perubahan Iklim..........................................................5

2.3 Hubungan Plankton dan Perubahan Iklim...................................................6

3. METODOLOGI.................................................................................................9

3.1 Lokasi Pengambilan Sampel.......................................................................9

3.2 Pengukuran Parameter...............................................................................9

3.2.1 Suhu...................................................................................................10

3.2.2 Kecerahan..........................................................................................10

3.3.3 Salinitas..............................................................................................11

3.3.4 DO (Dissolved Oxygen)......................................................................11

3.3 Pengambilan Sampel................................................................................12

3.4 Pengamatan Laboratorium........................................................................13

3.5 Perhitungan Kelimpahan Plankton............................................................14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................15

ii
4.1 Data Hasil..................................................................................................15

4.1.1 Data Parameter Perairan....................................................................15

4.1.2 Data Pengamatan Plankton................................................................15

4.2 Pembahasan.............................................................................................26

4.2.1 Analisis Hasil......................................................................................26

5. PENUTUP.......................................................................................................33

5.1 Kesimpulan...............................................................................................33

5.2 Saran........................................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Perairan..................................................15


Tabel 2. Hasil Pengamatan Fitoplankton pada Kedalaman 1 m..........................15
Tabel 3. Hasil Pengamatan Zooplankton pada Kedalaman 1 m.........................20
Tabel 4. Hasil Pengamatan Fitoplankton pada Kedalaman 20 m........................21
Tabel 5. Hasil Pengamatan Zooplankton pada Kedalaman 20 m.......................25

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel...............................................................9


Gambar 2. Skema Pengukuran Suhu.................................................................10
Gambar 3. Skema Kerja Pengukuran Kecerahan...............................................10
Gambar 4. Skema Kerja Pengukuran Salinitas...................................................11
Gambar 5. Skema Kerja Pengukuran DO (Dissolved Oxygen)...........................11
Gambar 6. Skema Kerja Pengambilan Sampel...................................................12
Gambar 7. Skema Kerja Pengamatan Laboratorium..........................................13

v
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Kelimpahan Fitoplankton pada Kedalaman 1 m...................................28


Grafik 2. Kelimpahan Zooplankton pada Kedalaman 1 m...................................28
Grafik 3. Kelimpahan Fitoplankton pada Kedalaman 20 m.................................30
Grafik 4. Kelimpahan Zooplankton pada Kedalaman 20 m.................................31

vi
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi

pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktumulai dasawarsa hingga

jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau

perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca

ekstrem yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas

hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh wilayah Bumi. Dampak

pemanasan global dapat terjadi pada mencairnya gletser atau pemanasan

permafrost. Selain itu, dampaknya juga akan mempengaruhi sistem alam dan

manusia dalam beberapa dekade terakhir. Laporan ini juga memberikan

penjelasan dampak jangka pendek pada sistem natural dalam 20 hingga 30

tahun mendatang(Jarraud, 2013).

Dampak perubahan iklim tidak bisa dipulihkan dan bersifat masif di semua

benua dan di lautan. Dampaknya adalah cuaca ekstrem seperti hujan lebat,

badai dengan kekuatan yang lebih kuat, dan gelombang panas.Pencairan es

kutub memicu kenaikan air laut sehingga mengancam komunitas warga,

ekosistem, dan kota di pesisir.Sementara itu, pengasaman laut juga berdampak

luas bagi spesies-spesies laut termasuk terumbu karang (McGrath, 2013).

Perubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang! Kita

telah mengetahui sebabnya - yaitu manusia yang terus menerus menggunakan

bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi.

Kita sudah mengetahui  sebagian dari akibat pemanasan global ini - yaitu

mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang

1
berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran,

coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa

yang akan terkena dampak paling besar adalah Negara pesisir pantai, Negara

kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.

Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke

atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti

batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya

selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan

perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace

percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang

sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat

mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan

penduduk yang tinggal didalamnya ( Rajendra,2013).

1.2 Tujuan

Tujuan dari dilaksanakannya Praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut

adalah sebagai berikut :

1.Mengetahui kelimpahan plankton pada kedalaman 1 meter dan 20

meter di Selat Bali

2.Mengetahui hubungan plankton sebagai indicator biologi terhadap

gejala perubahan iklim di Selat Bali

1.3 Manfaat

Manfaat dari dilaksanakannya Praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut

adalah sebagai berikut :

2
Dapat mengetahui cara pengamatan komponen biotik dan abiotik serta

cara menghitung kelimpahan plankton dan mengidentifikasinya.

Dapat mengamati perubahan iklim di Indonesia melalui pangamatan

dengan kelimpahan plankton disuatu perairan.

3
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Iklim

Perubahan iklim merupakan tantangan multidimensi paling serius,

kompleks dan dilematis yang dihadapi umat manusia pada awal abad ke-21,

bahkan mungkin hingga abad ke-22. tak ada satu negara atau kelompok

masyarakat didunia ini yang mampu menghindar, apalagi mencegah terjadinya

ancaman terhadap peradaban bangsa tersebut. seberapa besar dan sekuat

apapun kemampuan suatu bangsa, tak akan ada yang sanggup mengatasi

sendiri tantangan perubahan iklim dan pemanasan global yang terjalin erat

dengan perilaku dan gaya hidup manusia, keputusan politik, pola pembangunan,

pilihan teknologi, kondisi sosial ekonomi, kesepakatan internasional. dampak

negative cepat meluas dari tingkat global hingga ke tingkat lokal yang terpencil

sekalipun (Djohan, 2008).

 Perubahan iklim utamanya akan berdampak pada masyarakat yang

bermukim di wilayah pesisir dan mereka yang menggantungkan hidupnya pada

pertanian dan perikanan yang peka iklim. Hal ini berarti, 65 persen

masyarakatIndonesia yang bermukim di wilayah pesisir akanterpengaruh, baik

yang berada di kota pesisir yang padat penduduk, maupun masyarakat desa

nelayan. Hal ini juga berarti, masyarakat pedesaan yang memilki penghidupan

dari aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, perikanan dan hutan, akan

sangat terpukul. Sayangnya, masyarakat ini umumnya adalah masyarakat

termiskin di Indonesia, yang memiliki sumber daya terbatas dalam menghadapi

dampak perubahan iklim (Hadad, 2010).

4
Dampak perubahan iklim terhadap kenaikan muka air laut adalah naiknya

permukaan laut akan menggenangi wilayah pesisir sehingga akan

menghancurkan tambak tambak ikan dan udang di Jawa, Aceh, Kalimantan dan

Sulawesi). akibat pemanasan global pada tahun 2050 akan mendegradasi 98

persen terumbu karang dan 50% biota laut. Gejala ini sebetulnya sudah terjadi di

kawasan Delta Mahakam Kalimantan Timur, apabila suhu air laut naik 1,50C

setiap tahunnya sampai 2050 akan memusnahkan 98% terumbu karang. di

Indonesia kita tak akan lagi menikmati lobster, cumi-cumi dan rajungan. Di

Maluku, nelayan amat sulit memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk

menangkap ikan karena pola iklim yang berubah. Kenaikan temperatur

menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini

menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan permukaan air

laut. Hal ini membawa banyak perubahan bagi kehidupan di bawah laut, seperti

pemutihan terumbu karang dan punahnya berbagai jenis ikan. Sehingga akan

menurunkan produksi tambak ikan dan udang serta mengancam kehidupan

masyarakat pesisir pantai. Kenaikan muka air laut juga akan merusak ekosistem

hutan bakau, serta merubah sifat biofisik dan biokimia di zona pesisir (Rani &

Peter, 2007).

2.2 Parameter (Faktor) Perubahan Iklim

Pemanasan global yang menjadi penyebab terbesar perubahan iklim

global telah mengakibatkan adanya ketidakstabilan pada planet ini.

Meningkatnya gas – gas rumah kaca dari hasil aktivitas manusia terutama

industry merupakan penyebab paling dominan terjadinya pemanasan global. Hal

– hal yang dijadikan acuan atau parameter dari adanya perubahan pada iklim

secara global adalah naiknya muka air laut dan naiknya suhu atau temperature

global (Susandi, 2008).

5
Naiknya temperatur permukaan laut rata – rata karena adanya gas rumah

kaca seperti karbondioksida, nitrogen-oksida, dan metana merupakan penyebab

utama adanya perubahan iklim. Kondisi ini akan semakin meningkat dengan

semakin meningkatnya aktifitas industry dan pembangunan secara global.

Proyeksi curah hujan dan temperature merupakan parameter dalam

menganalisis dan perubahan iklim. Data tersebut sebaiknya dimiliki secara

historis sehingga data analisis dapat dilakukan lebih akurat (Pratopo, 2012).

Fluktuasi curah hujan di suatu daerah menjadi parameter penting dalam

penentuan perubahan iklim disamping parameter – parameter yang lain. Studi

perubahan iklim pada umumnya akan melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi

iklim saat ini dan estimasi kemungkinan iklim di masa yang akan dating

(Gernowo dan Yulianto, 2010).

2.3 Hubungan Plankton dan Perubahan Iklim

Banyak kelompok plankton, khususnya dari mikroplankton yang

mempunyai bagian tubuh yang keras (karbonat dan silikat) yang setelah mati

akan tenggelam dan mengendap di dasar laut. Jumlah plankton yang mati

sangat banyak dan proses pengendapannya telah berlangsung sangat lama,

yaitu sejak ribuan dan bahkan jutaan tahun yang lalu. Dengan ukurannya yang

mikroskopis ini, untuk dapat tenggelam dan mengendap di dasar laut yang dalam

tentu akan memerlukan waktu yang sangat lama. Sehingga banyak plankton

yang mati dalam perjalanannya tenggelam ke dasar laut tidak pernah sampai ke

lapisan dasar karena bahan organik pada plankton habis terurai oleh bakteri, dan

kerangka dindingnya yang keras berkapur atau yang mengandung silikat akan

terlarut dalam air. Plankton foram Globigerina yang cangkangnya berkapur, pada

kedalaman 3000 meter akan habis terlarut sehingga pada laut dengan

6
kedalaman lebih dari 3000 meter hampir tidak dapat ditemukan sedimennya. Hal

ini berbeda dengan plankton yang mengandung silikat seperti radiolaria dan

diatom yang lebih tahan terhadap pelarutan hingga dapat mencapai dasar laut

yang dalam. Kondisi ini menunjukkan perjalanan sejarah yang panjang antara

keterkaitan plankton foraminifera, Cocolitopora, dan dinoflagelata untuk

menginterpretasikan perubahan iklim di laut yang terekam di laut dalam kurun

waktu yang sangat lama, terutama pada periode holosen (Holocene) yang

berlangsung sekitar 4 juta tahun yang lalu. Telah diperoleh informasi

berdasarkan analisa isotop dari cangkang plankton tentang fakta-fakta atau bukti

adanya pergantian periode musim dingin dan musim panas dan adanya

perubahan sirkulasi di laut. Secara lebih lanjut, dapat diketahui bahwa terjadi

pengurangan sirkulasi termohaline selama masa glasial (glacial periode). Pada

periode yang lebih hangat saat holosen, jumlah yang lebih banyak dan padat,

dingin, dan air dengan salinitas tinggi berpindah (tenggelam) dalam proses

konveksi di Laut Artik dan tersebar secara luas di dasar laut dan selanjutnya

akan mengalami pertukaran menuju ke lapisan permukaan oleh arus. Sebagai

contoh adanya mekanisme pertukaran ini adalah apa yang disebut dengan

”Global conveyor belt” sehingga membantu untuk lebih meyakinkan bahwa

kondisi iklim di Eropa akan lebih hangat dibanding dengan daerah di sekitar sisi

barat Laut Atlantik. Dan jika digabung dengan informasi yang lain yaitu kondisi

mikropalaentologi es di Antartik, akan menunjukkan adanya perubahan iklim

pada periode tersebut (Edwards et al., 2009).

Fitoplankton menggunakan gas karbondioksida (CO2) dalam proses

fotosintesis untuk menghasilkan senyawa organik yang akan dimanfaatkan oleh

hampir semua mahluk hidup di laut. Dengan biomassanya yang besar, maka

jumlah total gas karbon dioksida yang dibutuhkan juga banyak. Apabila tekanan

gas parsial CO2 di atmosfer lebih besar dibanding dengan yang berada di dalam

7
air, maka akan di konsumsi oleh fitoplankton dalam laut dalam proses

fotosintesis. Dimana gas karbondioksida merupakan salah satu komponen gas

rumah kaca yang mempengaruhi suhu atmosfer di bumi.Dapat diketahui bahwa

dengan semakin banyak dan adanya peningkatan konsentrasi gas

karbondioksida di atmosfer akan meningkatkan suhu global. Sehingga dengan

melihat kemampuan fitoplankton menyerap gas CO 2 di atmosfer yang besar,

maka dapat diketahui bahwa plankton berperan dalam mengendalikan iklim

global. Memang pengetahuan kita tentang besarnya peranan fitoplankton dalam

mengendalikan iklim global baru berkembang setelah berkembangnya teknologi

satelit yang menggunakan sensor yang dapat mengindera klorofil tumbuhan baik

di darat maupun di laut seperti kegiatan pemantauan Global Biosphere oleh

NASA dengan satelit SeaWiFS (Mulyadi, 2010). 

Di Perairan Teluk San Fransisco misalnya, adanya perubahan iklim

diduga ikut memberi pengaruh penting terhadap penurunan produksi perikanan

1975-1993. Dimulai dengan adanya penurunan kepadatan dan bimassa

fitoplankton dari kelompok diatom yang kemudian diikuti dengan penurunan total

zooplankton. Begitu juga dengan kondisi ekosistem kawasan pesisir dan laut di

Inggris yang mengalami dampak adanya perubahan iklim, dimana dengan proses

interaksi yang kompleks dan saling terkait antara beberapa faktor lingkungan

seperti arus, ketersediaan nutrisi, kondisi tangkap berlebih (over fishing),

kerusakan habitat, dan adanya perubahan iklim akan memberi dampak terhadap

produktivitas ekosistem pesisir dan laut, termasuk penurunan kelimpahan total

zooplankton. Adanya Penurunan kelimpahan populasi zooplankton dari

kelompok Calanus juga terjadi di Laut Utara, dimana selama tahun 1960-2000

mengalami penurunan populasi yang diduga terkena dampak perubahan iklim

(Hays et al., 2005). 

8
3. METODOLOGI

3.1 Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi sampling praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut ini berada di

selat Bali dengan koordinat 8028’55.1” LS, 114025’39.3” BT. Adapun lokasi

pengambilan sampling dapat dilihat pada Gambar. 1.

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel

3.2 Pengukuran Parameter

Parameter yang diukur dalam Praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut

antara lain adalah parameter fisika meliputi suhu, dan kecerahan serta parameter

kimia perairan meliputi salinitas dan DO (Dissolved Oxygen).

9
3.2.1 Suhu

Adapun tahapan pengukuran suhu pada Praktikum Perubahan Iklim

Ekosistem Laut dapat dilihat pada Gambar. 2.

Gambar 2. Skema Pengukuran Suhu

3.2.2 Kecerahan

Adapun tahapan pengukuran kecerahan pada Praktikum Perubahan Iklim


Ekosistem Laut dapat dilihat pada Gambar.3.

Gambar 3. Skema Kerja Pengukuran Kecerahan

10
3.3.3 Salinitas

Adapun tahapan pengukuran salinitas pada Praktikum Perubahan Iklim


Ekosistem Laut dapat dilihat pada Gambar.4.

Gambar 4. Skema Kerja Pengukuran Salinitas

3.3.4 DO (Dissolved Oxygen)

Adapun tahapan pengukuran suhu pada Praktikum Perubahan Iklim


Ekosistem Laut dapat dilihat pada Gambar.5.

Gambar 5. Skema Kerja Pengukuran DO (Dissolved Oxygen)

11
3.3 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel plankton dilakukan dengan 2 metode yaitu :

(1) Sampling plankton secara kualitatif, dapat dilakukan dengan menjaring

plankton dengan planktonet atau dengan menarik planktonet secara horizontal

maupun vertical. (2) Sampling plankton secara kuantitatif, Pada umumnya

pengumpulan plankton secara kuantitatif dapat dilakukan dengan botol, jaring

(planktonet), pompa dan Continous Plankton Recorder. Cara sampling seperti ini

umumnya dilakukan untuk mengetahui kepadatan plankton per satuan volume

dengan pasti.Adapun langkah pengambilan sampel plankton dapat dilihat pada

Gambar. 6.

Dikalibrasi planktonet dengan aquades

Dipasangkan botol sampel pada ujung planktonet dan diikat

Diambil sampel air dengan menggunakan water sampler ember dan disaring
menggunakan plankton net

Diberi bahan preservasi (pengawet) sebanyak 3-4 tetes pada plankton yang
terdapat dibotol sampel

Diberi label dan disimpan dalam coolbox

Disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4 oC.

Hasil

Gambar 6. Skema Kerja Pengambilan Sampel

12
3.4 Pengamatan Laboratorium

Adapun langkah pengamatan laboratorium pada Praktikum Perubahan

Iklim Ekosistem Laut dapat dilihat pada Gambar. 7.

Dibawa air sampel yang berada dalam botol flakon ke laboratorium untuk
identifikasi plankton.

Digoyangkan botol flakon sehingga air sampel tercampur homogeny.

Diambil air sampel dengan menggunakan pipet tetes kemudian


diteteskan secara merata di permukaan SRCC.

Ditutup SRCC dengan kaca penutup yang sudah dibersihkan sebelumnya.

Diletakkan SRCC di bawah mikroskop untuk diambil planktonnya


dengan cara total strip counting, yaitu pengamatan dari sudut baris
pertama atas kiri secara horizontal ke arah kanan, kemudian diamati
baris kedua, dan seterusnya.

Digambar setiap plankton yang terlihat

Diidentifikasi plankton yang ditemukan dengan menggunakan buku


identifikasi plankton

Dihitung jumlah planktonnya

Data Plankton

Gambar 7. Skema Kerja Pengamatan Laboratorium

13
3.5 Perhitungan Kelimpahan Plankton

Dari praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut, dapat dihitung

kelimpahan planktonberdasarkan persamaan menurut APHA (1989) sebagai

berikut :

Oi Vr 1 n
N= × × ×
Op Vo Vs p

dengan :

N = Jumlah individu per liter

Oi = Luas gelas penutup preparat (mm2) = 1000

Op = Luas satu lapangan pandang (mm2) = 1

Vr = Volume air tersaring (ml) = 30 ml

Vo = Volume air yang diamati (ml) = 1

Vs = Volume air yang disaring (L) = 30

n = Jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang =

p = Jumlah lapangan pandang yang teramati = 250

Berdasarkan rumus diatas, diperoleh hasil perhitungan kelimpahan

plankton seperti yang tertera pada Lampiran.

14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil


4.1.1 Data Parameter Perairan

Adapun hasil dari pengukuran parameter fisika dan kimia perairan pada

Praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut dapat dilihat pada Tabel. 1.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Perairan

No Parameter Nilai
1 Suhu 30,50C
2 Salinitas 360/00
3 DO 7,8mg/L
4 Kecerahan 11 m

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika dan kimia peraiaran pada

Praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut didapatkan suhu perairan sebesar

30,50C, salinitas sebesar 360/00, kadar oksigen terlarut sebesar 7,8 mg/L dan

kecerahan perairan sedalam 11 meter.

4.1.2 Data Pengamatan Plankton

Adapun hasil dari pengamatan plankton pada Praktikum Perubahan

Ekosistem Laut dibagi menjadi 4 bagian, yaitu fitoplankton pada kedalaman 1 m,

zooplankton pada kedalaman 1 m, fitoplankton pada kedalaman 20 m, dan

zooplankton pada kedalaman 20 m. Adapun hasil pengamatan fitoplanton pada

kedalaman 1 meter dapat dilihat pada Tabel. 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Fitoplankton pada Kedalaman 1 m

No Gambar Kelimpahan Nama spesies

(N) Ind/L

15
1 8 Ceratium fusus

2 8 Ceratium gibberum

3 12 Coscinodiscus sp.

4 4 Hemiaulus sp.

Leptocylindrus
5 44
danicus

16
Pyrophacus
6 8
horologium

7 8 Rhizosolenia alata

8 20 Rhizosolenia clavei

9 4 Thallasionema sp.

17
10 16 Asterionella sp.

11 64 Ceratium furca

Ceratium
12 48
macroceros

Chaetoceros
13 12
coarctatus

14 8 Odontella sinensis

18
19
Adapun hasil pengamatan zooplankton pada kedalaman 1 meter dapat

dilihat pada Tabel. 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Zooplankton pada Kedalaman 1 m

Kelimpahan
No Gambar Nama Species
(N) ind/L

1 20 Cydopoida sp.

2 4 Oikopleura sp

3 24 Harpacticoida sp.

20
4 8 Larva bivalvia

5 4 Sagita sp.

Trichodesmium
6 4
thiebautii

Adapun hasil pengamatan fitoplankton pada kedalaman 20 meter dapat

dilihat pada Tabel. 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Fitoplankton pada Kedalaman 20 m

No. Gambar Kelimpahan Nama Species


(N) Ind/L

21
1 4 Aulosira implexa

Codonellopsis
2 4 morchella

3 20 Coscinodiscus sp.

Eutintinnus
4 4
stramentus

Rhizosolenia
5 20
hebetata

22
6 4 Larva bivalvia

7. 52 Oscillabria sp.

8 4 Asterienella sp.

Skeletonema
9 8
costatum

10 4 Spirulina sp.

11 284 Rhyzosolenia alata

23
12 4 Thalassionema sp.

Chaetoceros
13 80
coarctatus

14 20 Ceratium furca

15 8 Ceratium fusus

16 4 Ceratium Longipes

17 24 Odontella sinensis

24
Adapun hasil pengamatan zooplankton pada kedalaman 20 meter dapat

dilihat pada Tabel. 5.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Zooplankton pada Kedalaman 20 m

No. Gambar Kelimpahan Nama Species


(N) ind/L

Nauplinus
1 124
challanus

2 4 Harpacticoida sp.

Trichodesmium
3 4
thiebautii

4 12 Oikopleura sp.

25
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Hasil

Dari data analisa hasil praktikum perubahan iklim yang sudah dilakukan

mengenai keterkaitan antara sebaran fitoplankton dengan perubahan iklim yaitu

pada sampel air yang di dapat dari perairan Selat Bali diperoleh suhu ; 30,5o,

salinitas ; 36 ppt, DO ; 7,8, kecerahan ; 11m.

Plankton dikategorikan sebagai indikator perubahan iklim karena adanya

beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Alasan tersebut adalah karena

plankton merupakan organisme laut yang berukuran mikroskopis dan memiliki

kelimpahan yang sangat tinggi di perairan laut. Ukuran plankton yang sangat

kecil membuat sifatnya menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suhu lautan.

Adanya fenomena perubahan iklim mempengaruhi adaptasi, struktur komunitas

plankton itu sendiri hingga metabolisme yang terjadi dalam tubuhnya. Alasan lain

yang melatarbelakangi dipilihnya plankton sebagai indikator perubahan iklim

adalah karena plankton merupakan produktivitas primer. Fitoplankton menyerap

CO2 yang berasal dari emisi gas buangan aktivitas manusia dan mengubahnya

menjadi senyawa organik melalui proses fotosintesis dengan menyerap energi

matahari kompleks dan mengubahnya menjadi senyawa organik. Senyawa

organik inilah yang nantinya akan dimanfaatkan oleh organisme laut yang lebih

tinggi trophic level-nya lainnya untuk melanjutkan proses kehidupan. Peran

fitoplankton yang sangat besar bagi rantai makanan di laut inilah yang

membuatnya dapat dijadikan indikator perubahan iklim. Dengan adanya peran

fitoplankton sebagai penyerap kadar karbon dioksida di atmosfer yang

merupakan salah satu gas rumah kaca inilah, suhu di permukaan bumi dapat

26
dikendalikan, oleh karena itu dapat disebutkan bahwa fitoplankton ini bertindak

sebagai pengendali iklim dunia.

a. Kedalaman 1 m

Hasil sebaran fitoplankton yang di peroleh yaitu Asrerionella sp ; 4,

Ceratium furca ; 16, Ceratium fusus ;2, Ceratium gibberum ; 2, Ceratium

macroceros ; 12, Chaetoceros coarctatus ; 3, Coscinodiscus sp ; 3, Hemiulus sp ;

1, Leptocylindrus danicus ; 11, Odontella sinensis ; 2, Pyrophacus horologium ;

2, Rhizosolenia alata ; 2, Rhizosolenia clavei ; 5, Thalasionema nitzschioides ; 1.

Sedangkan hasil sebaran zooplankton yang di peroleh yaitu Cyclopoida

sp. ; 5, Harpacticoida ; 6, Larva bivalvia ; 2, Oikopleura ; 1, Sagita ; 1,

Trichodesmium thiebautii ; 1

Pada pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 3, diperoleh hasil

kelimpahan fitoplankton dan zooplankton pada kedalaman 1 meter seperti pada

grafik berikut :

N Fitoplankton dikedalaman 1 m
2%
3% 8% 6% Asrerionella sp. Ceratium furca
3% Ceratium fusus Ceratium gibberum
3% Ceratium macroceros Chaetoceros coarctatus
24% Dinophysis tripos Coscinodiscus sp.
Hemiulus sp. Leptocylindrus danicus
17% Odontella sinensis Pyrophacus horologium
Rhizosolenia alata Rhizosolenia clavei
Thalasionema nitzschioides
3%
2% 3%
5% 18%
5%

Grafik 1. Kelimpahan Fitoplankton pada Kedalaman 1 m

27
N Zooplankton dikedalaman 1 m
6%
6%
Cydopoida sp.
6% 31% Harpacticoida sp.
Larva bivalvia
Oikopleura sp.
13% Sagita sp.
Trichodesmium thiebautii/nn

38%

Grafik 2. Kelimpahan Zooplankton pada Kedalaman 1 m

Dari grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa kelimpahan fitoplankton di

Selat Bali didominasi oleh spesies Ceratium furca, dan kelimpahan zooplankton

dikedalaman 1 m yaitu Harpacticoida sp.

Pertumbuhan fitoplankton tergantung pada banyak faktor lingkungan,

beberapa diantaranya adalah tingkat kesuburan perairan, intensitas cahaya dan

stabilitas kolom air. Seluruh komponen ini dipengaruhi oleh kekuatan, kecepatan,

dan frekuensi angin, presipitasi curah hujan dan faktor lain yang dapat

mengendalikan atau mempunyai kontrol yang sangat kuat pada kedalaman

lapisan sampai 100 meter pada kondisi tingkat kecerahan tinggi atau kondisi laut

yang bersih.

Terjadinya fenomena perubahan iklim global seperti El Nino 1997

memberikan dampak pada keberadaan fenomena upwelling yang lebih kuat dan

lebih lama dibandingkan pada kondisi tahun tidak terjadi El Nino. El Nino

mengakibatkan lebih panjangnnya perioda musim timur sampai November

(Susanto dkk., 2001).

28
Keterkaitan yang erat antara kenaikan suhu permukaan laut, dengan

produksi ikan di kawasan perairan Indonesia. Kenaikan rata-rata suhu udara

dalam tiga dekade terakhir sebesar sekitar 0,5 derajat celcius akibat emisi gas

rumah kaca yang semakin memburuk menjadi penyebab perubahan iklim dan

menurunnya jumlah tangkapan ikan di lautan. Dalam penelitian ini terungkap

bahwa suhu udara mengalami kenaikan signifikan, dari sekitar 0,1 derajat celcius

antara tahun 1951 hingga 1980, menjadi 0,5 derajat celcius dalam tiga dekade

terakhir. JIka tidak ada upaya pencegahan lebih lanjut, diperkirakan kenaikan

suhu udara mencapai 2,1 hingga 4,6 derajat celcius di tahun 2100 mendatang

(Aji, 2013).

b. Kedalaman 20 m

Adapun jumlah spesies plankton yang di dapat pada kedalaman 20 m

ialah : zooplankton 9 spesies dan fitoplankton 13 spesies. Hasil sebaran

Zooplankton Nauplinya challanus ; 31, Asterienella; 1, Bacteriastratum; 20,

Ceratium furca;5, Ceratium fusus; 2, Ceratium Longipes;1, Harpacticoida; 1,

Odontella sinensis; 6, Trichodesmium thiebautii; 1.

Sedangkan hasil sebaran Fitoplankton, Aulosira implexa; 1,

Codonellopsis morchella; 1, Coscinodiscus; 5, Eutintinnus stramentus; 1,

Rhizosolenia hebetata; 5, Larva bivalvia; 1, Oscillabria sp.;13, Oikopleura; 3,

Rhizosolenia alata; 3, Skeletonema costatum; 2, Spirulina; 1, Rhizosolenia alata;

71, Thalassionema; 1.

Pada pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 3, diperoleh hasil

kelimpahan fitoplankton dan zooplankton pada kedalaman 20 m seperti pada

grafik berikut :

29
N Fitoplankton dikedalaman 20 m
1% 1% 1%
Asrerionella sp. Aulosira implexa
15% Chaetoceros coarctatus Ceratium furca
Ceratium fusus Ceratium Longipes
4% 1% Codonellopsis morchella coscinodiscus sp.
1% Eutintinnus stramentus Rhizosolenia hebetata
4% 1% Larva bivalvia Oscillabria sp.
52% Odontella sinensis Skeletonema costatum
4% 1%
Spirulina sp. Rhizosolenia alata
1% Thalassionema
9%
4%

1% 1%

Grafik 3. Kelimpahan Fitoplankton pada Kedalaman 20 m

N Zooplankton dikedalaman 20 m
3% 3%
8%

Harpacticoida sp.
Nauplinus calanus
Oikopleura sp.
Trichodesmium thiebautii

86%

Grafik 4. Kelimpahan Zooplankton pada Kedalaman 20 m

Dari grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa kelimpahan fitoplankton di

Selat Bali pada kedalaman 20 m didominasi oleh spesies Rhizosolenia alata sp.,

dan kelimpahan zooplankton dikedalaman 20 m yaitu Nauplinus calannus.

30
Pertumbuhan fitoplankton tergantung pada banyak faktor lingkungan,

beberapa diantaranya adalah tingkat kesuburan perairan, intensitas cahaya dan

stabilitas kolom air. Seluruh komponen ini dipengaruhi oleh kekuatan, kecepatan,

dan frekuensi angin, presipitasi curah hujan dan faktor lain yang dapat

mengendalikan atau mempunyai kontrol yang sangat kuat pada kedalaman

lapisan sampai 100 meter pada kondisi tingkat kecerahan tinggi atau kondisi laut

yang bersih.

Terjadinya fenomena perubahan iklim global seperti El Nino 1997

memberikan dampak pada keberadaan fenomena upwelling yang lebih kuat dan

lebih lama dibandingkan pada kondisi tahun tidak terjadi El Nino. El Nino

mengakibatkan lebih panjangnnya perioda musim timur sampai November

(Susanto dkk., 2001).

Keterkaitan yang erat antara kenaikan suhu permukaan laut, dengan

produksi ikan di kawasan perairan Indonesia. Kenaikan rata-rata suhu udara

dalam tiga dekade terakhir sebesar sekitar 0,5 derajat celcius akibat emisi gas

rumah kaca yang semakin memburuk menjadi penyebab perubahan iklim dan

menurunnya jumlah tangkapan ikan di lautan. Dalam penelitian ini terungkap

bahwa suhu udara mengalami kenaikan signifikan, dari sekitar 0,1 derajat celcius

antara tahun 1951 hingga 1980, menjadi 0,5 derajat celcius dalam tiga dekade

terakhir. JIka tidak ada upaya pencegahan lebih lanjut, diperkirakan kenaikan

suhu udara mencapai 2,1 hingga 4,6 derajat celcius di tahun 2100 mendatang

(Aji, 2013).

31
5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut di Selat

Bali, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:

Kelimpahan fitoplankton di Selat Bali didominasi oleh spesies Ceratium

furca, dan kelimpahan zooplankton dikedalaman 1 m yaitu Harpacticoida sp.

Kelimpahan fitoplankton di Selat Bali pada kedalaman 20 m didominasi

oleh spesies Rhizosolenia alata, dan kelimpahan zooplankton dikedalaman 20 m

yaitu Nauplinus calannus.

Hubungan antara plankton dengan perubahan iklim yaitu, perubahan iklim

memiliki keterkaitan yang erat terhadap perubahan suhu. Plankton merupakan

organisme yang sangat rentan terhadap perubahan suhu, jika suhu pada suatu

kawasan berubah secara derastis maka akan terjadi kematian spesies lokal dan

terjadi invasi spesies. Hal inilah yang menyebabkan plankton menjadi indikator

perubahan iklim.

5.2 Saran

Saran yang dapat kami berikan dalam praktikum perubahan iklim ini ialah

sebaiknya waktu untuk prktikum jangan terlalu mepet dengan UAS. Supaya

mahasiswa dapat fokus saat UAS .

32
DAFTAR PUSTAKA

Aji. (2013). Penelitian perubahan iklim berdampak serius terhadap sektor


perikana indonesia.http://www.mongabay.co.id/2013/07/08/penelitian-
perubahan-iklim-berdampak-serius-terhadap-sektor-perikanan-
indonesia/.Diakses pada hari sabtu, 21 Juni 2014 pukul 14:00 WIB.
Djohan, T.S. (2008). Kontribusi perubahan iklim terhadap keterancaman
keberadaan kehidupan liar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Edwards., Kyle, F. (2009). Allometric Scaling and Taxonomic Variations in
Nutrient Utilization Traits and Maximum Growth Rate of Phytoplankton.
Limnology and Oceanography Journal. Michigan State University.
Gernowo., Rahmatdan, T.W. (2010). Fenomena Perubahan Iklim Dan
Karakteristik Curah Hujan Ekstrim Di Dki Jakarta.Prosiding
PertemuanIlmiah XXIV HFI Jateng& DIY, Semarang 10 April 2010 hal. 13-
18.
Hadad., Ismid. (2010). Perubahan iklim dan tatanan peradaban.Prisma.Jakarta
Hays, G.C., Richardson, A.J. and Robinson, C. (2005). Climate change and
marine plankton, Trends in ecology and Evolution. Vol 20, pp.
Moediarta., Rani., dan Peter, S. (2007). Sisi lain perubahan Iklim.Jakarta. Limited
Nations Development Programme Indonesia.
Mulyadi., Hanung, A. (2010). Plankton dan Perubahan Iklim. Ambon Ekspres.
Dipublikasikan pada 9 Juli 2010.
Pratopo., Akhmad, K.F. (2012). Analisis Dan Proyeksi Curah Hujan Dan
Temperatur Di Wilayah Jakarta.Program Studi Meteorologi Institut
Teknologi Bandung.
Priyono, B. (2010). Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya Dengan
Kesuburan Perairan di Selat Bali. Balai Riset dan Observasi Kelautan, Jln
Baru Perancak Negara Jembrana Bali.
Susandi ., Armi, I.H., Mamad, T., dan Irma, N. (2008). Dampak Perubahan Iklim
Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin.Jurnal Ekonomi
Lingkungan 12(2).
Susanto, R.D., Gordon, A.L., Zheng, Q. 2001. Upwelling along the Coasts of
Java and Sumatra and Its Relation to ENSO. Geophysical Research
Letters, 28, 1599-1602.
Tanujaya, Olivia. 2014. Menghadapi Perubahan Iklim Di Indonesia.Pelangi
Indonesia. Jakarta. Vol 3

33

Anda mungkin juga menyukai